Friday, May 6, 2011

Sukses lewat Pisau Unik, Omzetnya Rp5 Juta/Bulan

UNIK. Mungkin kata itu bisa menggambarkan usaha yang dirintis Dimas Satrio Pamungkas. Pria 24 tahun ini lebih memilih untuk menjadi pembuat pisau, ketika banyak anak muda memilih jenis usaha yang populer.

Ketertarikan Dimas pada pisau bermula saat menjalani kerja praktik sebagai salah satu syarat kelulusan dari Institut Teknologi Nasional (Itenas) Bandung. Dimas menjalani kerja praktik di salah satu perusahaan pisau ternama di Indonesia yakni PT Kardin Pisau Indonesia.

”Waktu itu tugas saya mendapat proyek untuk membuat pisau hias dengan image Gatot Kaca. Tak disangka, pisau pertama buatan saya ”Gatot Kaca series” mendapat perhatian dari banyak orang, mulai dari dosen hingga kolektor,” ujarnya.

Setelah kerja praktik, Dimas juga harus menyelesaikan tugas akhir. Pria yang mengambil jurusan desain produk ini lalu membuat pisau yang agak berbeda dari sebelumnya, yakni pisau tebas yang mengedepankan aspek desain seperti fungsi, teknologi, ergonomi, hingga aspek keamanan penggunaan pisau yang dapat meningkatkan produktivitas kerja.

Dalam proses pembuatan pisau tersebut, Dimas mendapatkan banyak masukan dari perhimpunan penempuh rimba dan pendaki gunung, Wanadri.

”Dari situlah saya melakukan observasi untuk mengetahui seperti apa pisau yang dibutuhkan oleh para pecinta alam, misalnya untuk merintis jalan di hutan. Selanjutnya, saya mendapat bantuan dari salah seorang rekan untuk menganalisis shocking impact pada setiap alternatif desain yang saya buat. Pisau yang saya desain, central shooking impact diposisikan pada bilah pisau (bukan handle), sehingga dapat mengurangi tingkat kelelahan pengguna dan dapat menaikkan produktivitas kerja” papar Dimas.

Awal 2009, tak lama setelah lulus kuliah, Dimas mendapat uang jajan terakhir dari orang tuanya sebesar Rp1 juta. Tanpa pikir panjang, Dimas menggunakan uang tersebut sebagai modal awal untuk mendirikan usahanya, Javasmith Indonesia Blacksmith.

Dari modal awal itu, Dimas membuat tiga pisau dan kemudian di jual melalui Forum Pisau Indonesia di situs Kaskus, dengan kisaran harga Rp300 ribu–Rp700 ribu. Dalam waktu dua minggu, semua pisau itu terjual.

Dari situ, kreativitas Dimas terus terasah dan katalognya semakin terisi dengan desain pisau hasil coretan tangannya. Saat ini Dimas menjual pisaunya dengan harga yang bervariasi, mulai dari Rp350.000 hingga Rp1,8 jutaan. Untuk proses produksi satu pisau, biasanya memakan waktu kurang lebih satu bulan.

”Pisau Gatot Kaca saya pernah ditawar Rp5 juta oleh seorang kolektor, tapi saya enggak kasih karena itu karya pertama saya,” ungkapnya.

Berbicara mengenai produktivitas, keberhasilan Dimas tidak lepas dari bantuan tim produksi. Seiring waktu, Dimas kini punya tim produksi yang terdiri atas empat orang pengrajin di Soreang, Bandung. Untuk lokasi pembuatan pisau, Dimas menggunakan bengkel kecil dan sederhana milik salah seorang tim produksi. ”Awalnya, kami buat pisau di dapur rumah,” ujar Dimas sambil tertawa.

Setelah berjalan beberapa bulan, Dimas mulai menawarkan desain produknya ke jasa keamanan swasta, yakni PT Garda Utama Security Services.

”Awalnya saya tawarkan jasa men-develop desain atribut security tersebut dan mereka approve.Saya desain satu set. Waktu itu dibayar Rp2,5 juta. Setelah itu, mereka meminta saya untuk membuat pisau yang bentuknya menyerupai senjata api sebanyak 100 buah. Dari situ, saya mendapatkan uang sebesar Rp9 juta,” ceritanya.

Nahas, ketika usahanya menunjukkan perkembangan yang menggembirakan, Dimas ditipu klien sehingga modalnya habis. ”Saat itu, yang saya miliki tinggal katalog desain pisau,” lirihnya.

Toh, peristiwa itu tidak menyurutkan semangat Dimas untuk berkarya. Pada Desember 2009, Dimas memutuskan untuk mengumpulkan modal agar bisa membangun kembali usahanya dengan bekerja di perusahaan desain produk furniture di Jakarta Selatan.

Setelah enam bulan bekerja, Dimas akhirnya mengundurkan diri dan fokus untuk mengembangkan usahanya. Kebetulan Dimas mendapatkan tawaran untuk mengerjakan proyek pembuatan pisau khusus kelapa sawit dari sebuah perusahaan sawit nasional. Saat ini proyek tersebut masih dalam tahap riset yang sudah berjalan selama tiga bulan.

”Saya belum bisa memberi tahu nama perusahaannya. Namun, mereka meminta saya untuk mendesain dan membuat pisau yang khusus untuk kelapa sawit, mulai dari segi ergonomis hingga keamanannya, karena selama ini banyak pisau khusus kelapa sawit yang perlu ditingkatkan aspek desain, keamanan, dan kenyamannya,” paparnya.

Untuk urusan marketing, mulai dari promosi hingga memasarkan produk, Dimas melakukannya sendiri. Ilmu pemasaran dipelajarinya secara autodidak atau learning by doing. ”Selama ini, saya mempromosikan produk hanya dari Facebook, forum pisau di Kaskus, forum pisau American Blacksmith Community, dan mulut ke mulut,” kata dia.

Akhirnya, semua usaha Dimas membuahkan hasil. Produknya berhasil menembus pasar Dubai, Toronto, Amerika Serikat (AS), dan Malaysia, meski tidak dengan volume yang besar.

”Pertama kali saya kirim ke Dubai, ada pembeli yang pesan dua pisau yang bernilai sekira Rp2 juta. Setelah itu, saya mendapat order dari Toronto dan Malaysia. Dari Facebook pun, saya berhasil merambah ekspor ke AS,” tutur Dimas.

Dimas pun mengungkapkan alasan banyak orang tertarik dengan pisau. Menurut dia, ciri khas pisau buatannya adalah desain yang kental dengan budaya Indonesia.

”Mereka bilang ke saya bahwa lebih suka pisau tradisional. Dan menurut mereka, buatan saya lebih baik daripada pisau yang ada di negaranya. Selama ini pasar mereka dikuasai oleh perusahaan pisau ternama asal Australia yang khusus membuat pisau tradisional Indonesia dengan harga yang tinggi, jadi itu adalah celah saya agar bisa masuk dengan menawarkan harga lebih kompetitif,” jelasnya.

Dimas mengaku, saat ini keuntungan yang dikantonginya rata-rata mencapai Rp5 juta per bulan. ”Walau mungkin nggak ada apa-apanya jika dibandingkan bekerja di perusahaan, tapi ada kepuasan tersendiri,” ucapnya.(Sandra Karina/Koran SI/ade) (sumber okezone.com)

No comments: