Wednesday, March 13, 2013

Yulia Astuti, Profesional Muda yang Beralih Menjadi Pengusaha Sukses Salon Khusus Wanita ‘MOZ5’

Bisnis salon memang sudah bertebaran di

mana-mana, tetapi salon yang khusus membidik

pangsa pasar Muslimah belum banyak ditemukan.

Berawal dari pengalaman Yulia Astuti saat kesulitan

mencari salon yang sesuai dengan keinginannya, dia

memutuskan untuk membuka bisnis salon khusus

buat para Muslimah. “Sebagian orang berjilbab

seperti saya, ingin dilayani oleh sesama wanita.

Para Muslimah berjilbab juga akan merasa lebih

nyaman jika tidak tercampur dengan laki-laki saat

melakukan perawatan diri di salon,” ujar Yulia yang

 

selalu tampil chic ini.

Usai lulus kuliah dari Fakultas Sastra Universitas

Indonesia pada Januari 2000, Yulia langsung

diterima bekerja di sebuah perusahaan manufaktur

asal Jepang. Pada bulan itu juga dia menikah

dengan seorang pria asal Solo yang berprofesi

sebagai akuntan. Saat sedang

semangat-semangatnya meniti karier, Yulia

melahirkan anak pertamanya pada November 2000.

Dia pun sangat menikmati peran barunya sebagai

seorang ibu, selain sebagai profesional.

Dua peran tersebut mau tidak mau menuntut

Yulia untuk bisa menjalankan keduanya dengan baik

dan seimbang. Pekerjaan di kantor menuntut

perhatian, energi, dan sikap profesional. Sementara

peran sebagai ibu tidak kalah mulia, juga menuntut

perhatian ekstra. Seiring perjalanan waktu, akhirnya

naluri keibuan Yulia ternyata lebih mendominasi

dirinya.

“Saya lebih condong memilih peran sebagai ibu,”

jawab wanita cantik kelahiran 1976 ini ketika

ditanya mengenai prioritasnya.

“Seprofesional apa pun kita mengatur waktu dan

peran, kadang kita menghadapi dilema. Ada saja

bentrokan yang terjadi. Misalnya ketika bersiap

pulang kerja pada jam enam sore, sering kali

tiba-tiba atasan memberi pekerjaan. Padahal, anak

saya di rumah sudah menunggu seharian untuk

mendapatkan kasih sayang,” kata Yulia mengenang.

Mulai saat itu muncul keinginannya untuk menjadi

 

pengusaha. Yang ada dalam pikirannya waktu

 

itu, menjadi pengusaha itu enak. Lebih bebas

mengatur waktu untuk diri sendiri, keluarga, dan

pekerjaan. Bahkan, bisa ikut mengatur orang lain.

Sayangnya, dia belum mempunyai keberanian untuk

segera memulai.

Sampai akhirnya Yulia membaca Rich Dad Poor

Dad karya Robert T. Kiyosaki. Merasa mendapatkan

pencerahan baru, Yulia pun langsung

mempraktikkannya dengan mencoba terjun sebagai

investor. Tidak tanggung-tanggung, dia

berinvestasi pada sektor agrobisnis, walaupun

sebetulnya dia masih “buta” dengan dunia itu.

“Jangankan untuk beragrobisnis ria, berkebun saja

sebetulnya saya tidak terlalu tertarik,” ujar nyonya

Ari Nugroho ini.

Keputusan Yulia yang tampak tergesa-gesa

tersebut membuatnya harus mau menelan “pil pahit”.

 

Hanya perlu tiga bulan untuk memastikan

bahwa uangnya akhirnya lenyap tak berbekas.

Padahal, nilai investasi yang dia tanamkan besar

untuk ukuran dia saat itu.

Pengalaman pahit sebagai investor tersebut

menginspirasi Yulia untuk mencoba berbisnis sendiri.

Dia ingin mengelola modalnya sendiri, bukan hanya

sebagai investor lagi. Keputusan dalam memilih

usaha pun diambilnya dengan sangat hati-hati. Dia

tidak ingin membuat keputusan gegabah yang

berujung pada kegagalan seperti pengalaman

sebelumnya.

Yulia pun mencoba untuk terus menggali potensi

 

yang ada dalam dirinya. Dia melakukan

inventarisasi berbagai kegemarannya. Dari hasil

eksplorasi diri tersebut, Yulia menyadari kalau dari

dulu dia suka dengan aktivitas yang berhubungan

dengan perawatan diri. Sejak SMP dia sudah

senang dengan maskeran wajah, senang dipijat,

dan luluran. Yulia mengaku merasa enjoy dengan

perasaan nyaman setelah melakukan perawatan diri

di salon. Dia juga merasa nyaman saat menyentuh

kulit yang halus dan bersih. Bahkan untuk

memuaskan kegemarannya, Yulia senang meracik

berbagai ramuan kesehatan untuk dipakai sendiri.

Akhirnya, Yulia mendapatkan sebuah ide bisnis

yang prospektif. Dia mulai berpikir kenapa tidak

memulai bisnis dari yang apa dia sukai saja.

Walaupun bukan termasuk orang yang maniak

salon, tapi dia amat suka dengan aktivitas yang

berbau perawatan diri. Apalagi selama ini, dia sering

mengalami kesulitan mencari salon yang dijamin

tidak ada laki-laki di dalamnya. Hal itulah yang

mendasani dia ingin mempunyai usaha salon Muslimah.

Hambatan pertama saat akan memulai usaha

salon tersebut langsung menghadang. Yulia tidak

punya cukup modal karena tabungannya telah

terkuras habis saat gagal dalam bisnis sebelumnya.

Namun, Yulia tidak menyerah begitu saja. Dia pun

mencarii jalan keluar dengan mengajak

teman-temannya untuk bergabung sebagai mitra.

Setelah mendapatkan mitra, Yulia pun mulai

melakukan persiapan teknis pembukaan salon

pertamanya. Dia mulai hunting ke beberapa pusat

 

 

grosir, membeli handuk di ITC Mangga Dua, beli

kosmetik di Pasar Baru, cari gorden di Tanah

Abang, dan pesan furniture di Klender,

sampai menawar AC ke Glodok, meskipun pada

akhirya dia tahu, beli AC di Depok ternyata

ada yang lebih murah. Kehujanan saat

membagikan brosur dan dikejar-kejar satpam

gara-gara nekat membagikan brosur di

mal juga turut mewarnai persiapan membuka salon.

 

“Yang pasti, semua itu merupakan pengalaman

 

yang sangat seru bagi saya,” ungkap mama Caca ini.

Semua persiapan tersebut dikerjakan sendiri

oleh Yulia sambil terus bekerja. Bayangkan saja,

dia tinggal di Tanjung Priok, tiap hari berangkat

bekerja ke Cengkareng, dan kini merintis usaha di

daerah Depok.

Walaupun dia sudah mempersiapkan dengan

baik, tidak semuanya berjalan mulus. Kendala yang

muncul selalu ada. Masalah datang silih berganti.

Namun, dia tidak mau terlalu fokus pada masalah

yang timbul. Dia memilih untuk fokus dan teguh

pada impiannya. Yulia mengaku, berkat

 

kesungguhannya, banyak pihak yang mau

membantu. Sering kali dia memperoleh kemudahan

yang muncul dengan tiba-tiba.

Singkat cerita, salon yang diberi nama MOZ5

(baca: moslima) tersebut berhasil dibuka pada 9

Mei 2002. MOZ5 itu sebenarnya dari kata

Muslimah. Biar terdengar funky dan mudah diingat

orang, Mus saya ubah jadi Moz, dan 5 untuk kata

limah. Ciri khusus salon ini adalah hanya melayani

perawatan khusus bagi para Muslimah,” ujar anak

pertama dari pasangan Jusuf A. Haras dan Syamsiah ini.

Keputusan Yulia untuk membuka Salon MOZS di

Jalan Margonda Raya No. 455 Depok ini, tentu

dengan pertimbangan yang mendalam. Kawasan

Margonda merupakan daerah yang sangat strategis,

beberapa kampus universitas ternama berada di

sekitarnya. Banyak mahasiswa dan pekerja yang

bermukim di Depok sehingga potensi pasar di daerah

ini sangat luar biasa.

Bersama tiga orang karyawan, Yulia siap menerima

 

tamu pertama. Perasaannya waktu itu

campur aduk jadi satu. Saat tamu pertama datang,

dia dan para karyawannya pun sempat gugup.

Namun, semua itu berhasil diatasinya dengan

memberikan pelayanan yang ramah dan

menyenangkan. Setelah tamu pertama, tamu

berikutnya datang menyusul silih berganti. Hari

pertama langsung berhasil “pecah telor”.

Kesibukan yang bertambah setelah mempunyai

usaha sampingan membuat Yulia terus belajar

 

memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. Jika

sebelumnya jam istirahat kantor biasa dipakai untuk

tidur siang, kini digunakannya untuk memantau

perkembangan salon.

Selain sibuk menelepon, waktu istirahatnya

juga sering dimanfaatkan untuk membuat rencana

pengembangan bisnis dan laporan. Dampaknya,

kejenuhan yang dulu sering menghinggap, kini

berangsur mulai hilang. Begitu ada waktu luang, dia

langsung memanfaatkannya untuk melakukan

berbagai aktivitas yang menunjang kemajuan

salonnya. Mulai bikin resep kosmetik dan

bahan-bahan tradisional, sampai bikin draft

newsletter untuk promosi.

Seiring berjalannya waktu, euforia memulai bisnis

 

sendiri mulai hilang. Kualitas masalah yang

dihadapi juga terus meningkat mengikuti

pertumbuhan bisnisnya. Yulia tidak lagi terlalu

dipusingkan oleh berbagai masalah teknis

sehari-hari. Dia mulai berlatih membuat prioritas. Dia

mulai memusatkan perhatiannya pada seputar

masalah karyawan, kepuasan pelanggan,

peningkatan kualitas pelayanan, dan sebagainya.

Hal ini membuat cara berpikirnya jauh lebih maju

dari sebelumnya.

Yulia juga selalu memikirkan nasib para karyawan.

 

Bagaimanapun keluarga mereka

menggantungkan hidup dari usaha salonnya.

Pekerjaan inilah yang paling menantang sekaligus

paling menyentuh sisi kemanusiaannya. Hubungan

baik yang dibangunnya tidak sekadar hubungan

 

antara bos dan karyawan, atau hubungan antara

salon dengan pelanggan. Namun, lebih kepada

hubungan sebagai mitra, hubungan sesama manusia

sebagai seorang pribadi yang unik dan spesial.

Sebagai pemimpin, Yulia berusaha memberi

contoh yang baik bagi para anggota tim salon

MOZ5. Dia menyadari, cara dia berinteraksi akan

memengaruhi bagaimana para karyawan bersikap

dengan para pelanggan. Apalagi membina hubungan

dengan para pelanggan sangat memengaruhi

kelangsungan bisnis ini. Para pelanggan adalah urat

nadi dalam setiap bisnis, terutama dalam bisnis jasa

seperti salonnya.

Perlahan tapi pasti, Yulia mulai membangun

sistem yang lebih baik. Sistem tersebut sangat

berbeda dengan pola yang dibangunnya saat

pertama memulai bisnis. Saat pertama kali memulai

bisnis, dia merasa sangat sibuk. Tenaga dan

pikirannya terkuras habis. Bahkan, dia pun sempat

bertanya-tanya, beginikah rasanya jadi pengusaha?

Mengapa tidak seindah yang dibayangkan

sebelumnya? Hidupnya seperti dikejar-kejar. Pada

awal berbisnis, kesibukan yang menggunung antara

membangun bisnis, bekerja, dan keluarga, membuat

kualitas hidupnya serasa menurun.

Berkat pembelajaran yang tiada henti, sistem

yang dibangunnya sudah mulai berjalan dengan

baik. Saat ini, dia tidak harus datang ke salon

setiap waktu. Semua pekerjaan sudah bisa

didelegasikan kepada para karyawan. Dengan

begitu Yulia bisa lebih berkonsentrasi untuk

 

memikirkan hal-hal yang lebih bersifat strategis.

Untuk mencapai tahap tersebut, Yulia tidak

segan-segan belajar manajemen salon

kepada orang yang lebih profesional. Walaupun

untuk itu dia harus merogoh kocek sekitar

Rp300 ribu untuk setiap jam konsultasi.

 

Baginya investasi yang telah

dikeluarkannya tersebut sangat worth it. Hal itu

lebih baik daripada dia harus trial and error sendiri

yang justru bisa mengakibatkan biaya kegagalan

yang jauh lebih mahal.

Dengan terus belajar dari berbagai pengalaman, buku,

 

seminar, sharing, dan bergaul

dengan orang-orang sukses, kemampuan bisnis

Yulia semakin terasah. Yulia juga selalu

mendisiplinkan diri untuk teachable dan rendah hati.

Hasilnya dia mulai tahu, apa yang harus dia

lakukan. “I can see the whole picture. Business is

just a game,° tandas wanita yang gemar makan cakes ini.

Pada 2004 Yulia mengundurkan diri dari statusnya

 

sebagai karyawan dan memutuskan untuk

terjun sepenuhnya sebagai pengusaha. Salah satu

hal yang menjadi pertimbangannya, perusahaan itu

bisa mendapatkan banyak penggantinya dalam

waktu singkat. Tapi kalau salon MOZ5, siapa yang

 

bisa menggantikannya? Siapa yang bisa mengambil

alih dreams, passion, dan harapannya? Bagaimana

dengan nasib beberapa karyawan yang masa

depannya bergantung pada salon MOZ5?

Pertimbangan itulah yang menguatkan tekadnya

untuk secara full time mengelola dan mengembangkan

 

salon MOZS. Namun, Yulia tetap menghargai setiap waktu

yang dia habiskan pada pekerjaannya dulu. Begitu

banyak pelajaran yang dia dapatkan, yang mungkin

tidak akan didapatkan di luar. Membina hubungan

dengan atasan dan bawahan serta antar-sesama

karyawan. Belajar Strategic Management, Production

 

Management, Human Resources Management,

Planning, TQM, ISO, visi, dan misi perusahaan.

Tentu saja semua itu akan sangat bermanfaat jika

diaplikasikan ke bisnis sendiri. Dia menganggap saat

bekerja tersebut serasa mengambil kuliah di sekolah

management secara gratis, bahkan digaji.

Perkembangan salon MOZ5 di Depok yang sangat

 

bagus, membuat Yulia berpikir untuk

mengembangkan salonnya di wilayah lain.

Berhubung rumahnya cukup jauh dari Margonda,

pada awal 2006, dia memutuskan untuk mendirikan

cabang di kawasan Plumpang, Jakarta Utara. Lokasi

yang dipilih Yulia persis di Jalan Plumpang Raya

nomor 19 A. Selain strategis karena dekat jalan

raya, tempatnya juga bersih dan nyaman bagi pengunjung.

Menghadapi persaingan dalam bisnis salon ini,

Yulia mengaku cukup percaya diri dan optimistis.

 

Dia yakin bahwa setiap orang mempunyai rezeki

masing-masing. Yang penting baginya, selain

memberikan pelayanan yang istimewa, bagaimana

selalu menciptakan produk, atau pelayanan terbaru

untuk memanjakan para pelanggan.

Menurut wanita yang pernah memperoleh

beasiswa sekolah ke Jepang ini, segala usaha yang

telah dilakukannya tidak lepas dari dukungan

orangtua, suami, dan anak-anaknya. Apalagi usaha

yang digelutinya, ada hubungannya dengan masa

kecilnya.

Pada waktu itu, ibunya hanya memberi uang

jajan yang sedikit sekali. Bahkan, waktu sekolah

dasar pun ia tidak pernah dikasih uang jajan. Saat

itu timbul dalam benak Yulia, bagaimana caranya

mendapatkan uang sendiri. Dia pun mencoba

berjualan stiker atau gambar tempel, kartu, dan

menyewakan komik. Uang dari berjualan itu akhirnya

bisa buat jajan sendiri, tanpa harus minta dari

orangtua.

Begitu pun sewaktu SMP, Yulia berjualan makanan kecil,

 

donat dan buku. Hasilnya buat jajan

dan nonton bersama teman-temannya. Dia sempat

merasakan bahwa ternyata enak juga bisa

menghasilkan uang sendiri.

Dengan berbisnis, Yulia kini bisa lebih menikmati

hidupnya. Dia menyadari sepenuhnya apa yang dia

jalani, bukan sekadar menjalani layaknya air

mengalir. “Everyday is my journey of learning,

learning of life itself,” ungkapnya dalam bahasa

Inggris yang fasih. Setiap hari, dia merasa sedang

 

kuliah di universitas kehidupan. Dia semakin

mengenal dirinya sendiri.

Yulia menyadari apa yang dia lakukan, tidak

cuma akan memengaruhi keadaannya sendiri, tapi

juga memengaruhi banyak orang. Dia menyadari

bahwa dia akan mendapatkan karyawan, partner

bisnis, dan customer yang baik jika dia juga mampu

menunjukkan sikap yang baik. Untuk itulah dia

selalu meningkatkan kualitas diri.

Walaupun sekarang Yulia memang belum mendapatkan

 

semua yang dia inginkan, setidaknya apa

yang dia jalankan adalah pilihannya sendiri. “Saat

kita melakukan sesuatu atas pilihan kita sendiri,

maka semuanya menjadi sangat indah,” tegasnya.

Dalam bisnis dia juga belajar bersabar, ikhlas,

dan legowo. Sering kali segala sesuatu berjalan

tidak sesuai dengan harapan, bahkan jauh dari

harapan. Justru di situlah dia belajar berbagai hal.

“Di saat kita tidak mendapatkan apa yang kita

inginkan, kadang justru kita mendapatkan sebuah

pembelajaran yang luar biasa,” ungkapnya bijaksana.

Yulia mengajak para karyawan untuk mempunyai

mimpi yang besar. Seberapa kuat mimpi tersebut

akan terlihat dari seberapa besar hasrat untuk

mewujudkannya. Yulia menyadari betapa

keberhasilan yang diraihnya tidak lepas dari dream,

atau mimpi yang dibangunnya. Dream yang kuat

dan dipadukan dengan knowledge dan skill yang

tinggi akan menghasilkan kebiasaan bagus yang

mengantarkan kepada sebuah kesuksesan.

“Knowledge atau pengetahuan bisa didapat dari

 

seminar, buku, film, cd, kaset, dan sharing dengan

orang-orang sukses. Kuncinya ada pada sikap

open mind. Selalu mau belajar dari kesuksesan orang

 

lain. Pakai saja prinsip ATM (Amati Tiru Modifikasi),”

papar Yulia membagikan tips sukses.

Bagi mereka yang ingin berbisnis, Yulia

menganjurkan untuk memulai dari sesuatu yang

benar-benar disukai. Tidak sekadar mengikuti tren

yang bermunculan di masyarakat. Bisnis yang

berawal dari hobi akan menghasilkan ketekunan dan

lebih tegar diterjang badai. Walaupun kadang

mungkin merugi, pebisnis yang berawal dari hobi,

biasanya tetap senang menjalankan bisnisnya

karena pada dasarnya dia memang hobi dalam

bidang tersebut. “Dengan ketekunan dan kesabaran

yang terus dibangun, suatu saat bisnis tersebut

pasti akan berhasil juga,” ujar Yulia meyakinkan.

Pertengahan 2007, Yulia kembali mengembangkan

 

usaha salonnya dengan membuka cabang

ketiga di kawasan Harapan Indah Bekasi. Salon

yang ketiga ini menjadi pilot project untuk sistem

franchise yang akan dikembangkannya. Yulia

berharap dengan mewaralabakan MOZ5,

keinginannya untuk membuka cabang MOZ5 di

berbagai daerah akan lebih cepat terwujud.

Yulia bangga menjadi seorang pengusaha.

Ternyata, uang hanya salah satu risiko yang dia

 

dapatkan dalam berbisnis. Yulia mulai memasuki

tahap di mana baginya, bisnis bukan lagi sekadar

money machine saja. Selebihnya banyak perubahan

diri dan pelajaran hidup yang didapatnya. Yulia

bersyukur bisa memberikan manfaat dan menjadi

saluran rezeki bagi orang lain.

Di satu sisi, Yulia tetaplah seorang ibu, istri,

anak, sahabat, dan seorang Yulia bagi dirinya

sendiri. Banyak aspek lain yang juga sangat penting

dalam hidupnya. Bagi Yulia, bisnis hanyalah

jembatan menuju impian-impiannya. Bisnis hanyalah

salah satu penggembira dalam hidupnya. Karena

perannya sebagai ibu, istri, anak, sahabat, dan bagi

dirinya sendiri, jauh lebih penting dan berharga.

“Apa pun peran kita, semuanya tetap saja

menuntut nilai-nilai yang sama. Karena itu,

semuanya bisa berjalan berbarengan dan saling

beriringan,” papar Yulia dengan mantap.

 

Dari Buku: Rahasia Jadi Entrepreneur Muda – Kumpulan kisah para pengusaha muda yang sukses berbisnis dari nol, Penulis: Faif Yusuf, Penerbit: DAR! Mizan

Berbekal Fokus Menjalani Usaha, Try Atmojo Melejit Lewat Bisnis Distro ‘Raxzel’

Bisnis yang berhubungan dengan anak muda

memang tidak akan pernah mati. Tren anak muda

yang ingin tampil beda dan anti kemapanan akan

terus hidup dan berkembang. Kecenderungan itulah

yang dimanfaatkan para pebisnis distro untuk

meraih keuntungan.

Logika yang dipakai dalam bisnis ini memang

berbeda dengan logika bisnis lainnya. Kalau dalam

bidang fesyen lainnya, harga jual dikaitkan dengan

harga bahan baku, desain, teknik produksi, tingkat

kesulitan dalam menjahit, dan sebagainya, dalam

 

bisnis distro, semua logika itu seakan tidak dipakai.

Bayangkan saja, sebuah kaus dengan desain

minimalis dan harga pokok yang sangat minim pun

bisa dijual dengan harga selangit dan laku keras. Di

situlah misteri value yang membuat para anak

muda ini begitu gandrung dengan gaya

anti-kemapanan ini. ‘Serangan’ bisnis distro ini

bahkan telah membuat perusahaan garmen sejenis

kalang kabut dalam menghadapinya. Distro-distro

telah menggerogoti sebagian pasar mereka.

Potensi pasar yang amat segmented dan unik

ituiah yang ditangkap oleh Try Atmojo dalam

mengembangkan bisnisnya. Bermula dari

kebiasaannya untuk selalu tampil gaul, Try Atmojo

mencurahkan seluruh potensinya untuk

membesarkan bisnis distro yang khusus membidik

para kawula muda ini.

Saat ini Try Atmojo mengelola empat distro,

semuanya berlokasi di daerah Tangerang. Nama

yang dipakainya adalah 21 District dan Zero Label.

Salah satu outlet distronya yang bernama Zero

Label bahkan menempati lokasi strategis di

21-Junction UG#135 Supermall Karawaci Tangerang.

Selain menjadi agen untuk beberapa merek

produk distro kelas atas seperti Eat, Cuvai,

Skaters, dan Slack Id, Try Atmojo juga mempunyai

merek sendiri yang eksklusif karena hanya

dipasarkan di jaringan distronya. Berbagai produk

seperti t-shirt dan topi dengan merek Raxzel

(www.raxzel.com) yang diciptakannya kini telah

dikenal dan digemari para penggemar distro.

 

Kelebihan dari pasar distro adalah konsumen

tidak terlalu sensitif dengan harga. Asal produknya

unik dan bagus, mereka mau mengeluarkan berapa

pun untuk membelinya. Inilah yang membuat bisnis

ini cepat membuat kaya para pemainnya. Try

Atmojo sendiri sangat menikmati hasil dari bisnis ini.

Omzetnya terus meningkat dari waktu ke waktu.

Apalagi dia selalu melakukan inovasi produk yang

membuat para konsumen tertarik untuk

membelanjakan uangnya kembali.

Ibarat anak panah yang melesat dari busurnya,

begitulah yang tenjadi dengan bisnis distro yang

dikelola Try Atmojo saat ini. Walaupun kelihatannya

anak panah tersebut bisa melaju dengan kencang,

dalam penjalanannya anak panah tersebut selalu

bergesekan dengan angin. Gesekan dengan angin ini

bisa diibaratkan sebagai masalah atau hambatan

yang muncul di tengah jalan.

Selama menjalankan bisnis ini, Try Atmojo

mengakui banyak masalah sekaligus tantangan yang

harus dia dihadapi. Dia yakin semua pebisnis pun

pasti mengalaminya. Berdasarkan pengalamannya

selama ini, Try menyimpulkan bahwa semua masalah

yang muncul bisa dibagi menjadi dua, yaitu masalah

eksternal, yang timbul di luar kontrol kita, dan

masalah internal yang disebabkan oleh diri kita sendiri.

Yang pasti, semua solusi akan kembali kepada

diri kita, berat atau ringannya masalah tersebut

tergantung dari cara pandang kita. “Masalah justru

akan menjadikan kita tahan banting. Yang penting

 

bagaimana kita tetap fokus pada solusi dan bukan

pada masalahnya, tutur pria yang juga mempunyai

bisnis Chika Ponsel ini.

Dunia bisnis bagi Try Atmojo merupakan dunia

yang menantang. Setiap hari dia merasa mengalami

ketidakpastian seperti main game. Apalagi ketika

sedang menyiapkan cabang baru. Semua serba

belum pasti. Mulai dari belum pasti ramai, belum

pasti untung, belum pasti balik modal, dan belum

pasti lainnya.

Walaupun begitu, ketidakpastian tersebut bisa

diminimalisasi dengan berbagai persiapan yang

memadai. Mulai dari persiapan tempat, interior, stok

barang, dealing bersama supplier, rekrutmen SDM,

dan sebagainya. Seiring dengan pengalaman yang

semakin banyak, tentu saja hal itu akan menjadi

lebih mudah dan risiko kegagalan bisa dikurangi.

Try Atmojo mempunyai satu resep yang ampuh

untuk menghilangkan rasa takut akan ketidakpastian

 

tersebut. Dia selalu berusaha fokus pada apa

yang dia inginkan. Kedengarannya memang

sangat sederhana, tetapi ternyata resep tersebut

cukup jitu untuk mengalahkan rasa takut

atau keraguannya. Try Atmojo sering

mengatakan kepada diri sendiri, baik secara lisan

 

maupun dalam hati, apa yang sebetulnya

benar-benar dia inginkan, bukan apa yang tidak dia

inginkan. Dengan begitu otak bawah sadar pun

akan otomatis merespons dengan tindakan, atau

aktivitas yang mendukung ke arah apa yang dia inginkan.

Try Atmojo juga memaparkan bahwa hal penting yang

 

sering kita lupakan adalah kadang karena

kita terlalu sibuk dengan setumpuk rutinitas, hingga

melupakan tujuan akhir. Salah satu prinsip dalam

time management adalah bagaimana melakukan

aktivitas dengan efektif dan efisien. Tapi bagaimana

mungkin bisa efektif, kalau kita sendiri tidak tahu

tujuan dan aktivitas yang kita lakukan. Lebih celaka

lagi, jika kita tidak tahu sudah sejauh mana kita

berjalan, berapa kecepatannya, dan apakah kita

sudah menuju ke arah tujuan kita.

iadi antara aktivitas dan tujuan harus selalu

terpadu (integrated), pada jalur yang sama, hingga

berakhir pada tujuan yang sama pula, papar pria

yang juga bermain di properti ini.

Try Atmojo meyakini bahwa semua manusia

yang lahir di dunia ini sudah membawa satu aset

yang sangat berharga, yaitu waktu. Sekarang

tinggal cara kita memanfaatkannya untuk menuju

ke arah tujuan hidup kita. Sebagai manusia kita

tidak dapat memundurkan waktu, kita juga tidak

mungkin untuk mengulangnya. Yang bisa kita

lakukan adalah bagaimana kita bisa

memanfaatkannya seefektif mungkin.

jika kita ingin belajar sesuatu hal, pastikan

 

kita bertanya atau belajar pada orang yang pernah

mengalaminya, tutur pria yang selalu tampil gaul

ini. Mau ahli main golf, misalnya, tentu kita belajar

kepada orang yang ahli dalam bermain golf. Dengan

begitu, kemungkinan berhasil akan lebih cepat,

dibanding kalau belajar kepada orang yang belum

berpengalaman atau bukan ahlinya.

Begitu pun dalam bidang bisnis. Jika kita ingin

berbisnis dalam bidang tertentu, maka belajarlah

kepada orang yang terbukti sudah berhasil dalam

bisnis tersebut. Model pembelajarannya bisa dengan

cara bekerjasama dengan yang terbaik.

Lihatlah di sekeliling Anda, adakah orang-orang

yang menurut Anda paling berhasil di bidang yang

ingin Anda tekuni. Ajak mereka makan siang dan

galilah ilmu mereka, ungkap Try Atmojo

menjelaskan triknya.

Sebagai pengusaha, Try meyakini bahwa setiap

hari sebetulnya kita semua bertemu banyak

peluang. Orang yang hari ini kita temui mungkin

membawa peluang. Bus yang kita tumpangi, juga

membawa peluang. Beras mahal yang terjadi saat

ini, juga membawa peluang. Semua kejadian

random menciptakan banyak peluang. Orang-orang

tertentu ternyata lebih mampu menarik keuntungan

dan peluang itu. Semua itu tergantung dari cara

kita memandang kejadian tersebut.

 

Sama dengan istilah krisis, yang artinya bahaya

plus peluang, hanya orang-orang yang beruntung

 

yang dapat memanfaatkannya. Banyak

contoh kejadian yang telah kita saksikan. Krisis

ekonomi 1997 telah membawa mayoritas perusahaan dan

 

banyak orang pada situasi keterpurukan. Namun, ada

 

minoritas orang yang mengambil peluang pada saat tersebut,

 

dan terbukti sampai hari ini mereka luar biasa sukses.

Try Atmojo termasuk orang yang percaya bahwa

 

setiap manusia bisa meningkatkan

keberuntungannya. Dia juga menjelaskan bahwa

dengan kecerdasan aspirasi, kita menjadi peka

terhadap semua hal yang membantu terwujudnya

impian kita. Dengan kecerdasan spiritual kita yakin

bahwa kejadian yang tampak random itu

sebenarnya bukanlah random sehingga kita yakin

bahwa ask (doa) menjadi penting untuk menarik

keberuntungan. Sedekah menjadi penting untuk

menarik keberuntungan. Berbuat baik juga menjadi

penting untuk menarik keberuntungan. Dengan

kecerdasan emosi pula, kita mau menindaklanjuti

berbagai peluang yang terbuka. Kreativitas dan

kecerdasan intelektual juga membuat kita mampu

mengatasi problem-problem yang muncul dalam

setiap jengkal perjalanan.

keberuntungan itu seperti bermain sepak

bola kata pria kelahiran Yogyakarta ini. Dalam

bermain sepak bola, kita mempunyai tujuan yang

 

jelas, yaitu mencetak gol. Lalu sebagai pemain, kita

harus terus bergerak mencari posisi yang

menguntungkan. Suatu ketika bola mungkin akan

lewat di depan kita. Ini namanya keberuntungan.

Kita tendang bola tersebut, dan bisa jadi belum gol.

Lalu, kita berlari-lari lagi mencari posisi dan

menyiasati gerakan lawan. Ada saat di mana bola

melintas lagi di depan kita. Kita tendang bola

tersebut, dan akhirnya bisa gol juga.

Kalau kita mempunyai cita-cita (aspirasi), punya

 

semangat dan keyakinan (spiritual), punya

ketabahan (emosi), punya siasat (power), dan

punya kemampuan menendang ala David Beckham

(intelektual), maka kondisi lapangan dan permainan

saat itu bisa mendatangkan keberuntungan bagi kita.

Dalam mengembangkan bisnisnya, Try Atmojo

selalu memanfaatkan faktor leverage sebagai daya

ungkit atau faktor kali. Dia berpikir bagaimana

menggunakan dan memaksimalkan daya ungkit

tersebut agar kinerja bisnisnya lebih efisien, namun

memberikan hasil yang optimal.

Try Atmojo mencatat ada beberapa jenis

leverage yang bisa digunakan, antara lain:

1. Other People’s Money (Uang Orang Lain).

Dalam beberapa bidang, kita sangat terbantu

dengan OPM ini. Bagaimana tidak, kalau kita

seorang pengusaha, untuk mengembangkan

bisnis (buka cabang, membeli kios atau ruko,

dan lainnya) kita akan sangat terbantu oleh

perbankan atau investor. Contoh lain

 

misalnya, jika kita punya webstore, sangat

mungkin si pelanggan bayar lunas dulu, baru

kita carikan barangnya untuk segera kita kirim;

2. Other People’s Experience (Pengalaman Orang

Lain). Dalam menjalankan bisnis, akan jauh

lebih cepat akselerasinya apabila kita belajar

kepada orang lain yang sudah terbukti sukses

di bidang tersebut. Mungkin tidak harus belajar

atau ketemu langsung, kita bisa dengan

belajar melalui buku-buku atau sharing

pengalamannya. Hal ini akan sangat

menghemat waktu, dibandingkan jika harus

trial and error sendiri;

3. Other People’s Time (Waktu Orang Lain).

Tidak mungkin semua proses bisnis akan kita

tangani sendiri. Tim sangatlah penting, karena

ternyata masih banyak orang yang profesional

di bidangnya yang siap menjual waktu, skill,

dan pengetahuannya untuk membantu

mendongkrak bisnis kita;

4. Other People’s Idea (Ide Orang Lain). Peluang

dan ide bisa didapat dari mana saja, tapi

tahapan selanjutnya adalah seberapa cepat

ide tersebut dapat dieksekusi menjadi sebuah

bisnis yang menguntungkan;

5. Information Technology. Dunia terus bergerak

sangat cepat. Bagaimana kita memanfaatkan

kecanggihan alat-alat modern seperti ini? Saat

ini kita sangat bergantung pada produk IT ini,

mulai dari kalkulator, komputer dan

software-nya, e-mail, Internet, SMS gateway

 

dan sebagainya. Kita bisa memaksimalkan

teknologi ini untuk me-leverage bisnis kita,

karena dunia telah memasuki era baru. The

World is Flat & Borderless.

6. Media. Media bisa menjadi sarana yang paling

cepat dan instan untuk mendongkrak bisnis

kita, baik itu media cetak, elektronik, Internet,

maupun media lainnya. Sudah banyak bukti

yang menunjukkan betapa sebuah bisnis bisa

langsung melejit, begitu diekspos oleh media

massa. Yang terpenting dalam hal ini adalah

siapa yang kenal kita, bukan kita kenal siapa.

Setiap jenis bisnis tentu memiliki faktor kali

atau leverage yang berbeda. Yang jelas setiap

bisnis pasti ada faktor pengungkitnya.

Pertanyaannya adalah sudahkah kita menemukan

dan memaksimalkan faktor kali tersebut dalam bisnis

kita?

Tantangan terbesar Try Atmojo saat ini adalah

membuat bisnisnya tetap menguntungkan dan

berkembang, walaupun dia tidak banyak ikut

campur di dalamnya. Untuk mencapainya, Try mulai

menerapkan ilmu dari seorang business coach, Brad

Sugar. Mulai dari mastery, niche, leverage, team,

synergy, dan result. Try Atmojo yakin dengan

sistem yang telah dibangunnya saat ini,

keterlibatan dirinya akan semakin bisa berkurang.

Dengan begitu, dia bisa lebih leluasa untuk

jalan-jalan, ikut seminar, mencoba peluang baru,

atau melakukan kegiatan sosial.

Sistem bisnis yang dibangun Try Atmojo saat ini

 

sudah mampu menangani hal-hal yang sifatnya rutin

ataupun kemungkinan yang tak terduga. Yang pasti

 

semua hal yang bersifat rutinitas telah dia

delegasikan kepada karyawan.

Semua sistem dalam bisnis distro tersebut

dibangun Try Atmojo dengan sebaik-baiknya,

karena dia beranggapan bahwa sekecil apa pun

bisnis kita, harus tetap dikelola dengan profesional.

Akan lebih bagus jika pemilik lebih fokus pada

hal-hal yang lebih strategis, seperti masalah

pengembangan bisnis, atau menciptakan pasar

baru. Pemilik sebaiknya tidak lagi terjebak menjadi

pekerja atau manajer pada bisnisnya sendiri.

Fokus Try Atmojo saat ini adalah selalu

memperbaiki dan menyempurnakan sistem kerja

dalam bisnisnya. Berdasarkan pengalamannya,

ternyata masalah pengelolaan sumber daya

manusia menjadi salah satu hal yang paling unik dan

perlu kesabaran. Hal ini tidak mengherankan karena

para karyawan juga mempunyai emosi, tidak seperti

mesin, yang tinggal di set dengan program tertentu

langsung bisa jalan.

Setiap muncul masalah baru, bagi Try Atmojo

merupakan kesempatan baru untuk membuat sistem

yang lebih baik lagi sehingga ke depan tidak akan

terjadi masalah yang sama. Mengenai sistem yang

berhubungan dengan sumber daya manusia, dia

mencermati ternyata kuncinya ada pada bagaimana

menerapkan reward dan punishment yang adil dan

 

diterapkan secara konsisten.

Dengan perbaikan yang dilakukan secara

terus-menerus, Try Atmojo merasa bahwa dia telah

berada pada arah yang benar untuk meraih

impiannya. Dengan jaringan empat distro yang

dimilikinya saat ini, dan akan bertambah dengan

cabang distro berikutnya, Try Atmojo memang layak

mendapatkan julukan si Raja Distro dari Tangerang.

 

Dari Buku: Rahasia Jadi Entrepreneur Muda – Kumpulan kisah para pengusaha muda yang sukses berbisnis dari nol, Penulis: Faif Yusuf, Penerbit: DAR! Mizan

Mulai Berbisnis Sejak Kuliah, Sulis Kini Sukses Lewat Ratusan Outlet ‘Lucky Crepes’

Semangat kewirausahaan memang sedang

menemukan momentum kebangkitan di negeri ini.

Fenomena ini dapat dilihat dari semakin banyaknya

entrepreneur muda yang mencoba untuk memulai

usaha di berbagai bidang. Tidak sedikit pula para

karyawan yang mencoba memulai usaha sambil

terus bekerja. Namun, tidak jarang para pemula ini

masih sangat sulit dan kebingungan memilih dan

mencari usaha yang akan ditekuni.

Melihat potensi pasar dan peluang yang begitu

besar, Bunda Sulis bersama 2 orang temannya, Teti

 

dan Nopy mendirikan bisnis Lucky Crepes dengan

sistem waralaba. Dengan sistem waralaba ini, Lucky

Crepes sebagai salah satu produk makanan ringan

cepat saji memberikan kesempatan kepada seluruh

masyarakat Indonesia pada umumnya, dan

entrepreneur pemula pada khususnya, untuk

menjalin kerjasama kemitraan dalam rangka

memperluas jaringan pemasaran. Lucky Crepes

memberikan kemudahan bagi pengusaha pemula

dengan mensupport sistem dan harga yang

terjangkau. Berkat kegigihan dan usaha yang tak

kenal lelah, saat ini Lucky Crepes sudah menembus

pasar nasional.

Bunda Sulis bertekad akan terus memperluas

jaringan Lucky Crepes. Hal ini berarti akan makin

banyak tumbuh entrepreneur baru sehingga dapat

memberikan manfaat yang lebih banyak lagi bagi

masyarakat.

Market Lucky Crepes mulai dari kalangan bawah,

 

menengah, dan atas. Karena, harga Lucky

Crepes sangat terjangkau, mulai dari Rp2.000 saja.

Sebagian besar anak-anak dan orang dewasa

menyukainya sehingga sekolah, arena bermain,

pusat perbelanjaan, dan kolam renang, merupakan

arena yang cocok untuk Lucky Crepes. Keuntungan

dari bisnis ini pun sangat menjanjikan. Terbukti

dengan semakin banyaknya peminat yang

mendaftar untuk menjadi pewaralaba atau franchise.

Bagi Bunda Sulis dan Teti, sebenarnya dunia

usaha bukan hal baru lagi. Karena sejak duduk di

bangku kuliah, kedua sahabat ini sudah mulai

 

merintis usaha kecil-kecilan di sela kesibukan kuliah

untuk menambah uang jajan. Berbeda dengan

Nopy yang memiliki semangat dan keinginan tinggi,

tetapi baru mencoba lewat gerai crepes yang

mereka dirikan.

Lucky Crepes mulai dirintis pada 2004, dengan

outlet crepes “tanpa nama”. Lalu dengan modal

pinjaman dari bank, ketiga sahabat ini melangkah

mengembangkan satu outlet menjadi tiga buah outlet.

Melihat kesuksesan usaha yang dirintis tiga

sahabat ini, ada beberapa orang yang tertarik

untuk membuka gerainya di tempat lain. Namun,

baru satu tahun, usaha mereka dikembangkan

dengan pola kemitraan setelah resmi memiliki nama

Lucky Crepes. Saat awal perintisan usaha, ketiga

sahabat ini masih bekerja sebagai karyawan dengan

profesi yang berbeda.

Bunda Sulis sebagai marketing strategy

manager, Nopy sebagai public relation manager

dan Teti bertindak sebagai operational manager.

Namun seiring perkembangannya, akhirnya Teti

memutuskan keluar dari tempat kerja untuk fokus

pada usaha yang mereka rintis yang hingga kini

sudah memiliki 100 outlet lebih tersebar di seluruh

Indonesia.

Dengan membidik pasar menengah ke bawah,

Lucky Crepes optimis masih terbuka peluang ke

depan walaupun makin banyak usaha sejenis bermunculan.

Strategi pemasaran yang dilakukan melalui

media Internet, penyebaran brosur, iklan media cetak,

dan program member get member oleh mitra.

Lucky Crepes juga pernah diliput berbagai media,

 

seperti Majalah Pengusaha, SWA, Info

Franchise, Pebisnis, Tabloid Peluang Usaha, Kontan,

dan media lainnya yang tentunya sangat membantu

dalam pemasaran.

Program kemitraan yang dirancang Lucky

Crepes berbeda dengan yang lain, yaitu tanpa

franchise fee dan juga tanpa royalti. Dengan tujuan

untuk tidak membebani mitranya. Paket kemitraan

yang ditawarkan pun sangat terjangkau mulai Rp5,5

juta rupiah sudah mencakup join fee, semua

peralatan dan gerai, seragam, dan pelatihan bagi

karyawan. Mitra hanya cukup menyiapkan lokasi

dan karyawan untuk berjualan.

Para mitra biasanya mendapatkan informasi

awal setelah mengunjungi http://www.luckycrepes.com

 

atau http://luckycrepes.multiply.com. Setelah

itu mereka bisa langsung telpon ke hotline Lucky

Crepes di 08159007272.

Kesuksesan Lucky Crepes tentu tidak terjadi

begitu saja. Perjalanan berliku telah mereka lalui

bersama. Berbagai hambatan yang datang telah

berhasil ditaklukkan. Bunda Sulis sendiri awalnya

bahkan tidak berniat untuk membuka bisnis crepes.

Saat pertama kali memulai bisnis, dia ingin membuat

bisnis tempat penitipan anak dan lembaga

pendidikan setingkat TK atau play group.

Berhubung waktu itu lokasi yang mau dibuat

berada di mal, sehingga terbentur masalah dana

yang cukup besar. Walaupun akhirnya sempat

ditawari investor, dalam realisasinya, jawaban pasti

dari investor tak kunjung tiba.

Lalu dalam perjalanannya, dia bertemu dengan

salah satu perusahaan yang mau bekerjasama

untuk merintis usaha dalam bidang pendidikan.

Namun, jenis pendidikannya lebih ke arah pendidikan

dan pelatihan kewirausahaan, bukan pendidikan

anak. Koordinasi yang kurang bagus, ditambah lagi

dengan kesibukan masing-masing, menyebabkan

kerjasama yang hendak dirintis belum bisa berkembang.

Ide membuka bisnis yang berhubungan dengan

makanan kemudian muncul ketika Bunda Sulis

menyadari bahwa dia dan temannya sama-sama

suka wisata kuliner. Saat Bunda Sulis dan temannya

‘nongkrong’ di pujasera, dia menemukan makanan

yang menurutnya aneh, kue iekker.

Kejadian itulah rupanya memberikan “aha”

baginya. Dari situ kemudian mereka mendapatkan

ide untuk membuat gerobak yang unik. Gerobak itu

rencananya akan dipakai untuk menjual crepes

yang akan mereka bikin. Ide ini terus di follow up

dengan mencoba membuat berbagai resep. Bahkan,

bisa dikatakan mereka sampai bosan dengan

eksperimen resep yang mereka bikin sendiri.

Langkah berikutnya adalah mencari berbagai

peralatan yang dibutuhkan.

Akhirnya, gerai pertama berhasil dibuka di

pasar rumput dan di sebuah sekolah di Bekasi.

Sayangnya, karyawan yang diserahi untuk menjaga

 

gerai di Bekasi kurang bertanggung jawab sehingga

Bunda Sulis harus nombok saat baru mengawali

usaha tersebut. Kejadian tersebut tidak

membuatnya putus asa. Bunda Sulis kembali

mencari karyawan yang lebih bisa dipercaya.

Hasilnya, dia mendapatkan karyawan yang bagus

sehingga penjualannya terus meningkat dari waktu

ke waktu.

Melihat perkembangan yang positif, Bunda Sulis

berencana menambah armada atau outlet.

Berhubung masih kekurangan modal, dia

memberanikan diri untuk mengambil kredit tanpa

agunan dari sebuah bank swasta. Keputusan

tersebut ternyata tidak salah, karena keuntungan

hasil bisnis Lucky Crepes ini memang jauh lebih

tinggi dari bunga yang harus dibayarkan ke bank.

Beberapa teman Bunda Sulis berminat bergabung

sebagai mitra ketika melihat perkembangan bisnis

yang dirintisnya.

Bunda Sulis pun berinisiatif untuk mendaftarkan

mereknya. Pada saat cabangnya bertambah hingga

mencapai 10 outlet, berbagai media bisnis meliput

perkembangan bisnis Lucky Crepes ini. Liputan

media inilah yang menjadi salah satu faktor

leverage (pengungkit) bisnis Lucky Crepes ini.

Terutama semenjak liputan dari sebuah tabloid

bisnis ternama, banyak sekali mitra usaha yang

mendaftar untuk bergabung.

Dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan

 

kinerja bisnis, kini Lucky Crepes mulai

berekspansi. Dari sisi produk, Lucky Crepes telah

mengeluarkan produk baru yang khas, yaitu

martabak manis, produk wafel, dan pukis parabola.

Inovasi ini dilakukan untuk melengkapi inovasi

dalam sistem penjualan dan kemitraan yang selalu

dilakukan Bunda Sulis. Berbagai inovasi tersebut,

tak ayal lagi semakin mengukuhkan Lucky Crepes

sebagai salah satu pemain yang cukup

diperhitungkan dalam bisnis makanan berbasis

sistem kemitraan.

Selain bisnis makanan, Bunda Sulis juga merintis

 

bisnis dalam bidang pendidikan. Memiliki

lembaga pendidikan anak yang sebenarnya

merupakan impian Bunda Sulis sejak melangkah ke

jenjang pernikahan. Usaha awal berbisnis, usaha

yang ingin dirintis sebenarnya adalah dunia

pendidikan anak. Namun, Allah punya kehendak lain

dan lebih tahu yang terbaik bagi hamba-Nya. Justru

usaha ini baru bisa terwujud setelah 2 tahun Lucky

Crepes berjalan.

Usaha Bunda Sulis dalam pendidikan anak ini

mulai dirintis sejak akhir 2005. Sementara, itu

yayasan yang menaunginya resmi berdiri pada

Februari 2006. Kelompok Bermain dan TKIT yang

diberi nama Ibnu Rusyid ini resmi beroperasi mulai

tahun ajaran 2006-2007 di Kencana Loka, Bumi

Serpong Damai.

Kelompok Bermain dan TKIT Ibnu Rusyid

dikembangkan dengan menonjolkan konsep

pendidikan karakter dan multiple intelligences. Para

siswa tidak hanya diajarkan membaca dan menulis

saja, tapi pendidikan “good character”-lah yang

lebih diutamakan. Hal ini mengingat bahwa masa

prasekolah dan TK adalah “golden age” yang sangat

penting dan menentukan dalam fase perkembangan

anak berikutnya.

Setelah satu tahun berjalan, Bunda Sulis ke

mudian membuka Kelompok Bermain dan TKIT kedua

yang berlokasi di Citra Raya Tangerang. Dalam

perjalanan selanjutnya, Kelompok Bermain dan TKIT

Ibnu Rusyid juga membuka program TPA Plus dan

English Club for Kids.

Bagi para orangtua dan guru yang ingin lebih

banyak tahu tentang konsep multiple intelegences

dan pendidikan karakter, Yayasan Ibnu Rusyid juga

menyelenggarakan seminar dan pelatihan-pelatihan

khusus. Termasuk bagi mereka yang ingin

mendirikan sekolah, Yayasan Ibnu Rusyid juga

memberikan pelatihan bagaimana menyusun

kurikulum berbasis multiple intelegences dan

pendidikan karakter.

Berhubung masih harus berbagi dengan waktu

kerja di kantor setiap hari, dalam menjalankan

yayasan, Bunda Sulis berpartner dengan tim yang

kesehariannya full time melakukan operasional

yayasan.

Dalam jangka panjang, Ibnu Rusyid juga akan

membuat lembaga pendidikan bagi para guru,

terutama pendidikan berbasis Multiple Inteligences.

Bunda Sulis bahkan mempunyai impian untuk

membuat sekolah khusus bagi para orangtua yang

ingin memperdalam ilmu tentang multiple inteligence

ini. Di samping tentu saja menambah cabang Ibnu

Rusyid yang saat ini baru ada dua.

Tidak berhenti sampai di situ, Bunda Sulis juga

telah mengembangkan sayapnya ke dalam bisnis

salon Muslimah. Salon Muslimah pertama yang

dirintisnya di daerah Villa llhami, Lippo Karawaci

 

ini memang masih embrio.

Namun, Bunda Sulis bahagia karena salonnya

tersebut juga menunjukkan perkembangan positif.

Ketika ditanya mengenai kesuksesannya, Bunda

Sulis menyatakan bahwa sukses itu sebuah proses,

tidak ada sesuatu yang instan. Seseorang yang

bisa menghargai proses, dia akan pantang

menyerah menghadapi tantangan. Kadang

seseorang sudah berputus asa saat proses masih

berjalan. Sebagai contoh, saat belum berhasil

mencoba satu kali, dia langsung berhenti. Padahal,

proses yang ditempuh tersebut merupakan

pelajaran berharga untuk langkah selanjutnya.

Bunda Sulis juga mengingatkan bahwa sering

kali kita lupa dan hanya berpatok pada hasil

oriented. “Kalau patokan dan tujuan kita hanyalah

hasil, setiap proses yang belum menghasilkan akan

kita anggap sia-sia,” tutur penulis buku Bunda Luar

Blasa ini.

Bagi para pemula dalam berbisnis, Bunda Sulis

menyarankan agar menentukan tujuan yang jelas.

Namun, saat belum sampai tujuan seharusnya kita

 

sudah berpikir bahwa jalan yang kita tempuh itu

adalah sukses. “Sebenarnya yang pertama

adalah kemauan. Rata-rata dari kita bukan tidak punya

ide, tapi kurang punya kemauan. Jika sudah ada

kemauan insya Allah akan ada jalan, akan ada

keberanian, dan ide akan mudah terealisasi,”

 

tutur Ibu muda berjilbab ini.

Bunda Sulis juga menjelaskan bahwa keraguan

dan ketakutan, biasanya dipengaruhi oleh mindset

dan pola pikir seseorang, sebagai hasil interaksi

dengan lingkungan. Kalau saat ini seseorang berada

pada zona nyaman dan tidak ada kemauan untuk

mengubahnya, pasti dia akan takut dan ragu-ragu terus.

Pikirannya akan dipengaruhi bayang-bayang

kegagalan. Dampaknya, dia tidak akan pernah

berani untuk memulai usaha. “Kalau mau niat mulai

usaha, belajar dan singkirkan dulu pikiran itu,

terutama dengan kemauan kita yang kuat,” tegas

Bunda Sulis yang saat ini masih menekuni karier

sebagai karyawan juga membesarkan beberapa bisnis.

 

Dari Buku: Rahasia Jadi Entrepreneur Muda – Kumpulan kisah para pengusaha muda yang sukses berbisnis dari nol, Penulis: Faif Yusuf, Penerbit: DAR! Mizan

Ryad Kusuma, Sukses Berbisnis Busana Muslim dengan Memadukan Penjualan Offline dengan Online

Lantaran memiliki pangsa pasar yang luar biasa,

Ryad Kusuma, pria yang murah senyum ini memutuskan untuk

memasuki bisnis busana Muslim. Berawal dengan

menjadi agen sebuah merek jilbab yang terkenal,

dia pun membuka toko pertama di Plaza Cibubur

dengan nama Ruzika Collection.

Seiring perjalanan waktu, merek yang diusungnya

 

semakin banyak. Toko yang dirintisnya

pun ikut berkembang menjadi tiga buah outlet

hanya dalam waktu satu tahun. Selain di Plaza

Cibubur, Ruzika Collection juga melebarkan sayap

 

dengan membuka outlet di Bogor Trade Mall (BTM),

dan di kawasan permukiman Griya Kenari Mas

Cileungsi.

Saat pertama kali dibuka, toko pertama yang

terletak di lantai tiga Plaza Cibubur tersebut

kondisinya jauh dari ideal. Secara fisik, toko yang

disewanya sebetulnya hanya sebuah counter yang

diberi dinding gypsum di sebelah kiri dan kanan.

Sementara bagian depannya ditutup dengan kain

terpal. Desain interiornya juga sangat sederhana,

mengingat dikerjakan sendiri dan belum punya

banyak pengalaman. Produk utama yang dijual saat

itu juga hanya dua macam, yaitu jilbab dan baju

koko.

Saat itu Ryad sempat ragu alias maju mundur,

apakah toko yang dirintisnya bisa terus berlanjut?

Bisa menutupi selunuh biaya operasional? Apalagi

dengan SDM yang masih baru dan belum

benpengalaman. Berbagai pertanyaan muncul silih

berganti di benaknya. Untuk memantapkan hati,

Ryad pun membuat beberapa perhitungan dengan

berbagai asumsi. Dia juga memikirkan dan

mengantisipasi risiko terburuk jika usaha yang

dirintisnya ternyata tidak berhasil.

Dalam penjalanannya, banyak pengetahuan dan

pengalaman baru yang Ryad dapatkan. Dia belajar

bagaimana mengatasi persaingan usaha yang

ternyata cukup ketat. Baik dengan penjual produk

satu merek, maupun dengan sesama penjual barang

serupa di sekitar lokasi. Dia juga belajar bagaimana

membangun sumber daya manusia yang sesuai

 

dengan kriteria yang dia tetapkan. Mau tidak mau,

dia juga harus berurusan dengan masalah keluar

masuknya karyawan.

Pelajaran tentang bagaimana mengelola keseimbangan

 

antara order dan supply, bagaimana

bernegosiasi dengan supplier, pelanggan, dan

building management merupakan pembelajaran

selanjutnya sebagai entrepreneur. Ryad juga selalu

ditantang untuk mendatangkan prospek sebanyak

mungkin dan mengonversinya menjadi pelanggan

setia.

Dari berbagai pengalaman itulah, Ryad baru

menyadari bahwa ternyata membuka toko itu tidak

hanya sekadar buka, beli barang dan kemudian jual.

Banyak hal yang bisa dan harus dieksplorasi.

Awalnya memang rumit, tapi bila dikerjakan dengan

senang hati, semua menjadi lebih mudah. Dengan

adanya unsur fun itulah, usahanya bisa bertahan

dan justru berkembang sampai sekarang.

Ryad juga menyimpulkan bahwa pembeli akan

lebih suka datang ke toko yang koleksi barangnya

lengkap. Untuk itu dia selalu berusaha untuk

melengkapi koleksinya agar bisa menarik calon

pembeli. Walaupun tidak semua koleksi barangnya

laku keras di pasaran. Ada produk yang masuk

kategori fast moving, average, dan slow moving.

“Di toko saya, ada 20% item barang fast moving

 

yang menyumbang sekitar SO% dari omzet,

60% item average, dan 20% sisanya slow moving,”

ujar Ryad berterus terang.

Pada awalnya Ryad juga tidak tahu, produk apa

saja yang masuk kategori fast moving dan mana

yang slow moving. Jalan satu-satunya adalah

bertanya kepada penjual, dengan harapan penjual

tersebut berkata jujur. Walaupun demikian, karena

kondisi yang berbeda-beda, bisa saja satu produk

laku di toko penjual, tapi belum tentu laku di

tokonya, demikian juga sebaliknya.

Selain referensi penjual, judgement kita sendiri

juga penting. Dari pembelian pertama, biasanya ada

saja beberapa item yang masuk kategori slow

moving. Tapi dari data penjualan, kita bisa tahu

produk apa saja yang laku keras. Data inilah yang

saya pakai untuk melakukan order pembelian

berikutnya, papar suami dari Poppy ini menjelaskan.

Ryad juga menambahkan bahwa untuk barang

yang kurang laku, tetap dia biarkan terdisplay di

toko sehingga ada kesan semua barang tersedia

dengan lengkap di toko. Hal ini tidak lepas dari

pengalamannya bahwa konsumen cenderung datang

ke toko yang item-nya lengkap. Semua model,

warna, dan ukuran selalu diusahakan tersedia agar

konsumen puas dalam memilih. Yang penting untuk

barang slow moving, Ryad menjaga stoknya agar

tidak berlebihan, sementara item yang fast moving,

dijaga jangan sampai kehabisan.

Namun, jika tetap saja tidak laku, Ryad pun

punya solusinya. “Berhubung saya punya tiga toko,

saya rotasi saja, mungkin selera pembeli di toko

yang lain berbeda. Jika masih tidak laku juga, dan

butuh modal cepat, saya jual dengan diskon saja,

 

asal balik modal,” jawab Ryad ringan.

Selain menempuh jalur pemasaran offline, Ryad

juga memakai strategi pemasaran online untuk

menjangkau pasar yang lebih luas. Setelah

mempelajari seputar dunia pemasaran online, Ryad

memutuskan untuk menggunakan blog sebagai

sarana pemasaran online-nya. Setelah merumuskan

konsep, melakukan scan brosur dan gambar yang

perlu di upload, akhirnya dengan fasilitas dari

Blogspot.com, blog Ruzika Collection resmi

diluncurkan.

Hanya beberapa hari setelah online, e-mail

dan SMS mulai berdatangan dari berbagai daerah.

Sampai akhirnya masuk order pertama dari

Makassar. Jumlahnya memang tidak banyak, hanya

empat item, tapi Ryad senang sekali karena itu

adalah orderan pertamanya dari web. Yang sempat

membuatnya bingung adalah bagaimana cara

mengirimkannya. Setelah bertanya ke sana kemari,

akhirnya dia malah menemukan wartel di dekat

rumahnya yang juga menjadi agen Pos dan jasa

pengiriman paket.

Tidak lama kemudian, order dalam jumlah lusinan

 

pun mulai berdatangan. Mulai dari

Jabodetabek, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa

Tenggara, Bali, Sulawesi, Kalimantan, dan Sumatra.

Ada juga pembaca blog dari Singapura yang

beberapa kali memesan produk, namun bukan orang

Singapura, melainkan orang Indonesia yang tinggal

di sana. Pengiriman barangnya tidak langsung ke

Singapura, tapi melalui saudaranya yang tinggal di

Jakarta dan Batam, untuk kemudian dibawa sendiri

oleh saudaranya ke Singapura.

Ada lagi pembaca blog orang Malaysia asli, dia

memesan barang juga. Awalnya memang hanya

memesan dua item sehingga ongkos kirim dan harga

barangnya nyaris sama. ini adalah ekspor saya

yang pertama. Setelah barang diterima, ternyata

istri beliau senang dan akhirnya memesan lagi dalam

jumlah lebih banyak untuk ditawarkan ke

teman-temannya, ungkap Ryad mengenang.

Dengan semakin banyaknya order dari web,

juga memunculkan masalah baru. Karena antara

supply dan demand makin terasa ada jarak. Apa

yang dipesan, belum tentu ada stoknya. Kalau di

toko offline penanganannya lebih mudah, jika model

atau warna yang diinginkan tidak ada, masih bisa

ditawarkan model atau warna lain yang mirip,

pembelinya juga bisa melihat langsung barangnya

sehingga lebih mudah disubstitusi.

Namun, jika melalui web kondisinya berbeda,

jika pembeli juga mau diberi alternatif model atau

warna dan ukuran, tentu akan lebih mudah. Untuk

mengatasi hal tersebut, awalnya Ryad mencoba

memenuhi stok dengan sebanyak mungkin kombinasi

model, warna, dan ukuran. Khusus untuk merek SIK

Clothing, misalnya, ada tiga puluh dua model,

masing-masing bisa ada tiga sampai empat warna,

dengan ukuran S-M-L. Kalau mau dilengkapi

semua, berarti ada tiga ratusan item. Tentu hal ini

akan membutuhkan modal yang lumayan hanya

untuk satu kali belanja. Belum lagi untuk memenuhi

permintaan terhadap produk bermerek lainnya.

Lebih merepotkan lagi, kalau ada order untuk

satu model tertentu dalam jumlah banyak, sudah

pasti dia akan susah memenuhinya. Kalau hal

seperti ini terjadi, dia mencoba untuk bekerja sama

dengan beberapa agen yang lain. Jika mereka

punya stok, dia akan membelinya terlebih dahulu.

Konsekuensinya margin akan menipis, karena tidak

langsung membeli ke produsen, tapi itu tidak

masalah baginya asal pelanggan puas. Jika di agen

lain tidak ada stok juga, terpaksa dia memesan lagi

ke pabrik, dan ini akan membutuhkan waktu lebih lama.

Bagi Ryad, menjual di Internet temyata cukup

menyenangkan. Beberapa kelebihan berjualan di

Internet, diantaranya, tidak sewa tempat, tidak

bayar listrik dan service charge, tinggal duduk, cek

e-mail/SMS, cek stok, cek rekening, lalu kirim

barang, dan omzetnya bisa berkali-kali lipat dari

salah satu outlet offline-nya.

Di sisi lain, berkat blog juga, temannya selalu

bertambah. Karena ada juga pembaca blog yang

tidak beli produknya, tetapi mengambil spiritnya

untuk memulai usaha. Hal-hal seperti ini menurut

Ryad tidak bisa dinilai dengan uang semata.

Dalam menjalankan bisnis busana Muslim ini,

ada tiga hal yang dilakukan Ryad untuk efisiensi

biaya. Pertama, beli produk dalam jumlah yang lebih

besar. Banyak produsen yang memiliki struktur

diskon bertingkat. Makin besar nilai pembelian,

makin besar pula diskon yang akan diperoleh.

 

Kedua, kirim paket dalam jumlah besar, niscaya

ongkos kirimnya lebih murah. Jika kirim barang dalam

paket kecil, ongkos kirim kelihatannya memang

kecil. Tapi setelah dibagi per item, produk ternyata

jatuhnya lebih mahal. Ketiga, negosiasikan

payment term. Jika bisa menunda empat puluh

persen pembayaran atas suatu produk untuk satu

bulan kemudian, ini berarti dengan modal yang

sama, bisa membeli barang enam puluh persen lebih

banyak. Payment term tentu sangat tergantung

dari tingkat kepercayaan dan kondisi keuangan supplier.

Bisnis yang tepat berusia satu tahun pada 5

Agustus 2007 itu, kini menghasilkan profit yang luar

biasa. Hal ini tidak lepas dari upaya keras Ryad

untuk memadukan strategi dari tiga buah outlet

offline-nya dengan satu jalur pemasaran online

yang ampuh.

Berdasarkan pencapaian yang diraihnya, Ryad

menetapkan visi untuk membangun jaringan minimal

sepuluh toko ritel dalam lima tahun ke depan. Dia

pun menerapkan kurikulum DSA

(Dream-Strategy-Action) untuk mencapai visi

bisnisnya. Impiannya dia kuantifikasikan dalam

bentuk besaran omzet sebesar 1 miliar rupiah per bulan.

Strategi untuk mewujudkannya berupa pembukaan

 

retail chain store, copy-paste toko yang

sudah ada menjadi sepuluh toko lagi. Sementara

actionnya adalah mencari lokasi di mal atau pusat

keramaian, dengan target membuka dua toko baru

 

per tahun. Dengan cara itu, dia berharap bisa

mempunyai sepuluh toko dalam lima tahun ke depan.

Kalau selama ini biaya buka satu toko sekitar

Rp25 juta, dia akan menyisihkan sekitar Rp5

juta per bulan untuk biaya pengembangannya.

 

Dia pun akan selalu mencari produk unggulan

 

lainnya untuk memperkuat branding atas jaringan

 

toko yang dibangunnya. Pengalaman masa lalu umumnya

 

akan ikut membentuk diri kita sekarang. Kita semua ada di

titik ini, saat ini, tidak lepas dari pengaruh satu

proses panjang yang sudah kita lewati. Pengalaman

jatuh bangun Ryad dalam berbisnis tampaknya

sangat memberikan andil terhadap kepiawaiannya

dalam mengembangkan bisnis. Sebelum mendirikan

bendera Ruzika Collection, sudah banyak bisnis

yang dirintisnya dan berujung dengan ongkos

belajar alias belum berhasil.

Ryad tercatat pernah menjadi seorang programer freelance.

 

Dia pernah menjual sebuah program aplikasi,

 

tapi oleh pelanggannya cuma dibayar setengah harga.

 

Setelah mendengar presentasi dari seorang pialang

berkewarganegaraan asing yang menanjikan

keuntungan besar, Ryad pernah memberikan diri

berinvestasi saham. Hasilnya bukannya untung,

tapi dananya malah amblas dalam sekejap. Dia juga

 

pernah merintis menjadi agen pakaian dan dijual ke

kantor-kantor di daerah pusat bisnis. Setelah punya

banyak sub-agen, pabriknya malah tutup.

Terinspirasi dari mertua teman yang bisa punya

sepuluh metromini. Ryad merintis bisnis jasa

angkutan kota. Bermula dari punya satu angkot,

kemudian bertambah lagi menjadi dua, namun

akhimya habis dijual kembali karena salah kelola

alias menderita kerugian. Ternyata manajemen

bisnis angkutan kota lebih rumit dari perkiraannya.

Belum lagi faktor eksternal yang sering muncul dan

sulit dikendalikan.

Ketika bisnis MLM (Multi-Level Marketing) ramai

dibicarakan, Ryad langsung bergabung juga. Tidak

cukup hanya ikut berbagai bisnis multilevel

marketing, dia juga menjadi anggota kartu diskon,

UBS, sampai kartu jumpi (ikatan juru masak

profesional Indonesia). Tak hanya itu, saat harga

nomor perdana handphone masih ratusan ribu, Ryad

juga ikut menjajakannya di daerah Margonda Depok.

Bahkan, perah juga mencoba berbisnis aplikasi di

hand-phone, untuk kirim SMS via GPRS. Sekali kirim

satu SMS cuma bayar 5-25 perak (tarif GPRS per

kb). Alat berjualannya saat itu sudah memakai web

multilevel. Secara teknologi memang tampak

canggih, namun ternyata hasilnya jeblok juga.

Meskipun pengalaman jatuh bangun yang

dialaminya sudah lumayan banyak, untuk mulai

suatu usaha baru tetap saja ada rasa was-was.

Perasaan tersebut menurut Ryad sangat manusiawi.

Yang penting baginya, bagaimana mengelola rasa

 

was-was itu menjadi wahana untuk lebih

berhati-hati dan bijaksana dalam mengambil

keputusan bisnis.

Jiwa entrepreneurship ternyata memang sudah

 

ditanamkan orangtua Ryad sejak kecil.

Almarhum bapaknya, Soeparno Koesyono, sangat

berperan dalam membentuk karakter Ryad saat ini.

Teladan entrepreneurship telah dicontohkan

bapaknya sejak masih sendiri. Ketika menyelesaikan

sekolah di Banyuwangi, bapaknya tidak malu

menggembala kerbau dan berjualan kuaci untuk

menutupi biaya sekolah. Hingga akhirya beliau

memutuskan untuk mengabdikan kepada negara

melalui jalur militer dengan menjadi tentara.

Sebelum mendirikan Ruzika, Ryad memang

sudah malang-melintang dalam bisnis properti.

Beberapa properti yang dia pegang, selalu

digunakan sebagai agunan untuk membeli properti

berikutnya. Properti yang baru dibeli kemudian

digunakan untuk bisnis. Profit dari bisnis, sebagian

dialokasikan untuk membayar kredit atas propertinya.

Dengan mengambil kredit jangka panjang,

besarnya nilai cicilan biasanya masih lebih kecil

dibandingkan jika membayar sewa. Walaupun di

awal harus membayar uang muka, secara jangka

panjang, masih tetap menguntungkan. Yang

penting dia hanya perlu menjaga agar hasil

bisnisnya tetap menguntungkan. Risiko paling buruk

adalah bisnisnya tutup karena tidak menguntungkan,

 

tapi properti tersebut masih bisa disewakan.

“Uang hasil pencairan kredit kadangkala masih

ada lebihnya sehingga saya manfaatkan untuk

mempercepat pembayaran cicilan properti yang lain.

Makin cepat selesai kredit, sertifikat bisa segera

diambil, dan pada saatnya nanti bisa segera

dikaryakan lagi untuk mendapatkan kredit bank,”

ungkap anak alumnus AMN 1964 ini.

Pengalaman pertama dalam bermain properti

dimulai ketika Ryad membeli rumah di daerah

Cibubur pada 1992. Uang muka yang dia keluarkan

sejumlah Rpll juta. Nilai kredit sekitar Rp12 juta,

dia cicil Rp400 ribuan per bulan selama lima tahun.

Saat ini rumah tersebut disewakan Rp600 ribu per

bulan. Ini berarti dia mendapatkan return 20,6%

per tahun.

Rumah kedua dia beli di daerah Cileungsi pada

1993. Total uang muka dan cicilan yang dikeluarkan

selama sepuluh tahun berjumlah Rp32 juta.

Ditambah biaya renovasi sebesar Rp25 juta, total

investasi yang dia keluarkan berjumlah Rp57 juta.

Walaupun saat ini tidak disewakan, karena

digunakan untuk keperluan keluarga, namun kalau

disewakan, nilai sewanya minimal Rp800 ribu per

bulan sehingga returnnya berarti 16,8% per tahun.

Rumah ketiga, masih di sekitar Cibubur juga,

tipe 82/196, dia beli pada 1994. Rumah inilah yang

dia tinggali bersama keluarga sampai sekarang.

Rumah keempat dia beli pada 1999, dekat lokasi

rumah kedua di Cileungsi, tipe 36/72. Dia beli over

kredit dengan harga murah, lunas pada 2002.

 

Karena pemilik lamanya tinggal cukup jauh dan tidak

bisa mengurusnya. Setelah direnovasi, total dana

yang dikeluarkannya untuk rumah ini senilai Rp49,9

juta. Saat ini, rumah itu disewakan Rp600 ribu per

bulan, yang berarti returnnya 14,4% per tahun.

Rumah kelima dia beli di Cikarang pada 2002

dengan tipe 36/120. Karena ada di dekat wilayah

industri, rumah ini dijadikan tempat kos dengan dua

puluh kamar. Saat ini dia menerima hasil bersih dari

sewa kos itu rata-rata Rp2,5 juta per bulan. Rumah

keenam, masih di Cikarang juga, tipe 36/93, dibeli

pada 2004. Sampai saat ini, cicilan bulanan yang

masih harus dia bayar sebesar Rpl juta per bulan.

Sementara hasil sewa bersih sebesar Rp400 ribu per

bulan. Jadi, dia masih harus mensubsidi Rp600 ribu

setiap bulan. Untuk properti yang satu ini, dia

sedang berusaha untuk melakukan refinancing.

Menurut Ryad, investasi properti makin lama

makin memberikan return yang menarik, paling tidak

masih di atas bunga bank. Karena ada kenaikan

biaya sewa dan penurunan cicilan (utang lama

ditukar dengan utang baru yang bunganya lebih murah).

“Memang awalnya perlu modal banyak. Tapi,

tidak harus dari kantong sendiri. Paling kita cuma

bayar 15-20% persen dari harga rumah. Yang 80%

dari kredit bank. Walaupun harus mengangsur, tapi

sudah terbantu oleh penyewa. Jadi, terasa agak

ringan. Belum dari capital gain,” ujarnya meyakinkan.

Dulu, Ryad sempat berpikir bahwa kalau mau

menikmati keuntungan dari kenaikan harga, maka

 

properti tersebut harus dijual terlebih dahulu.

Namun, setelah belajar dari buku Dolt de Roos, dia

mendapatkan ilmu baru. Ternyata untuk menikmati

hasil investasi properti tidak harus menjualnya

terlebih dahulu. Intinya rumah bisa diagunkan ke

bank, kemudian uangnya diputar lagi untuk usaha yang lain.

Sebetulnya Ryad mempunyai target untuk memiliki

 

properti berupa kos-kosan dengan seratus

kamar pada usia empat puluh tahun. Ryad pun

berharap bisnis Ruzika Collection akan mendukung

percepatan proses pencapaian target tersebut.

Perputaran uang dalam bisnis memang terbukti lebih

cepat, walaupun benar-benar menguras tenaga

pada awalnya, dan membutuhkan konsistensi serta

kegigihan yang tinggi. Ryad yakin dengan

memainkan jurus gabungan antara bisnis dan

properti, salah satu impiannya untuk bisa membuka

sebanyak mungkin lapangan kerja akan menjadi kenyataan.

Dari Buku: Rahasia Jadi Entrepreneur Muda – Kumpulan kisah para pengusaha muda yang sukses berbisnis dari nol, Penulis: Faif Yusuf, Penerbit: DAR! Mizan

Roni Yuzirman, Restu Orang Tua Kunci Kesuksesan Sang Pendiri TDA dalam Berbisnis Fashion ‘Manetvision’

Internet memang telah mengubah banyak hal.

Bisnis berbasis Internet juga mengalami pertumbuhan

 

luar biasa dibandingkan bisnis konvensional

lainnya. Dunia bisnis online telah mengubah

paradigma lama tentang cara membangun sebuah

bisnis yang bagus. Internet terbukti memberikan

kesempatan dan peluang bagi para pebisnis untuk

melakukan sebuah breakthrough.

Breakthrough di sini adalah suatu terobosan

atau cara baru dalam hal apa pun yang awalnya

tidak ada menjadi ada, atau yang awalnya tidak

 

baik menjadi lebih baik. Di antara sekian contoh

breakthrough dalam bisnis online adalah

Amazon.com yang merupakan salah satu contoh

fenomenal. Amazon bisa mengalahkan Barnes and

Noble yang sudah ratusan tahun menguasai bisnis

perbukuan.

Hal inilah yang dilakukan Badroni Yuzirman dengan

bisnis busana muslimnya. Roni, begitu biasa dia disapa, berhasil

mengembangkan bisnis online

www.manetvision.com dan mengalami breakthrough

pada awal 2004. Setelah nyaris bangkrut dan

‘terusir’ dari Pasar Tanah Abang, Roni mulai

memasarkan busana Muslim secara online sampai

sekarang.

Dengan cara online ini, dia bisa menghemat

waktu yang biasa dia habiskan sekitar empat jam

sehari dalam perjalanan dari rumah ke Tanah Abang

menjadi nol. Dia bisa menikmati waktu tersebut

dengan keluarga dan kegiatan lainnya.

Waktu masih mengelola tiga toko di Tanah

Abang, waktunya terkuras habis di sana. Untuk

menghadiri undangan pesta perkawinan yang

waktunya bentrok dengan jadwal buka toko, dia

 

terpaksa harus bergantian dengan istri. Hingga dia

sering datang ke pesta sendirian.

Lain lagi dengan biaya yang dihemat. Setelah

membuka usaha online di rumah, biaya yang dihemat

 

untuk sewa toko berkurang dari 200 jutaan rupiah

per tahun menjadi nol. Meskipun saat bisnis

onlinenya mulai berkembang, Roni kembali

menyewa sebuah bangunan semiruko, tapi biaya

sewanya pun tak sampai 50 juta rupiah per tahun.

Artinya, dari biaya yang berhasil dihemat itu sudah

merupakan breakthrough juga. Bayangkan, dia bisa

hemat lebih dan 150 jutaan per tahun.

Bagaimana dengan omzet yang berhasil diraih?

Sejak pertama kali membuat situs sendiri pada

September 2003, omzet yang diperoleh Roni dari

jalur online semakin signifikan dan mengalahkan

omzetnya di Tanah Abang. Hal inilah yang membuat

Roni memutuskan untuk berbisnis online dari garasi

rumah pada Maret 2004. Dia pun tidak ragu lagi

menutup tiga tokonya di Tanah Abang.

Dengan minimnya biaya yang dikeluarkan setelah

 

berbisnis online, tentu saja profitnya menjadi

lebih besar. Satu hal lagi, profit tersebut

benar-benar profit yang uangnya ada di rekening

bank. Bukannya profit dalam pembukuan saja yang

uangnya masih di tangan pelanggan dalam bentuk

piutang yang tidak jelas kapan dilunasinya. Profit

itu adalah uang yang ada di kantong dan bisa kita

gunakan saat itu juga, tegas pria yang baru

berusia 34 tahun ini.

Tentu saja breaktrough yang diciptakan Roni

tersebut tidak berhenti sampai di situ. Masih

banyak tantangan atau target lain yang harus

dipecahkan pada masa mendatang. Roni pun terus

berinovasi untuk meningkatkan kepuasaan

 

pelanggan atas berbagai produk Manet. Apalagi

saat ini, produk manet sudah dikenal luas dengan

agen tersebar di seluruh penjuru nusantara.

Tingginya permintaan terhadap produk manet,

sering kali memunculkan masalah tersendiri. Sampai

saat ini pun, dia terus berusaha mengatasi happy

problem ini dengan meningkatkan kapasitas

produksinya.

Mengapa seorang pebisnis perlu memanfaatkan

Internet dalam berbisnis? Dia memaparkan beberapa

alasan. Pertama, tingginya pertumbuhan pengguna

Internet secara global dan nasional. Kedua, murah

dari segi biaya, karena kita bisa membuat banyak

perusahaan yang berbeda di Internet dalam

semalam saja. Bisa dijalankan dari garasi rumah.

Tidak perlu beli atau sewa gedung yang mahal dan

lokasinya strategis. Ketiga, Internet salah satu

alternatif bisnis di rumah, bagi yang ingin punya

banyak waktu untuk keluarga dan tidak ingin

seumur hidup terjebak kemacetan di jalan.

Keempat, kondisi geografis Indonesia yang sangat

luas dan tersebar merupakan peluang distribusi

alternatif bagi produk kita.

Bagi yang ingin terjun dalam bisnis online ini,

Roni juga memberikan tips praktis.

1. Tentukan apa yang ingin kita pasarkan melalui

Internet. Barang atau jasa. Bagaimana

pengadaan dan delivery-nya. Carilah yang

paling mudah. Pastikan produk tersebut ada

pasarnya. Jangan menjual produk yang potensi

pasarnya terlalu kecil;

 

2. Sebaiknya tidak menjual semuanya

alias gado-gado. Lakukan segmentasi,

fokus, tentukan niche market produk kita.

Apakah ibu-ibu muda, anak gemuk, penggemar

 

sepak bola dan sebagainya;

3. Buat website yang sederhana saja. Yang

penting menarik dan menggugah orang untuk

melakukan transaksi;

4. Lakukan pemasaran melalui berbagai cara.

Melalui e-mail, iklan baris, publikasi, banner

exchange, keywording, affiliate marketing,

cobranding, dan sebagainya;

5. Bangun kepercayaan. Orang mau bertransaksi

dengan kita karena mereka percaya. Apa yang

orang lain katakan tentang kita lebih

dipercayai daripada apa yang kita katakan

sendiri tentang diri kita. Gunakan testimoni

atau pendapat orang lain, seperti artis,

pejabat, atau orang terkenal lainnya;

6. Lampaui harapan pelanggan. Jika kita berjanji

barang akan sampai di alamat dalam waktu

satu minggu, jadikan hanya 2 hari, mereka

akan senang.

Langkah berikutnya tentu saja adalah terus

belajar, baik dengan cara baca buku, browsing,

mengikuti seminar, maupun belajar langsung pada

pebisnis yang sudah sukses. Tidak lupa Roni

 

mengingatkan juga untuk selalu berdoa kepada

Tuhan. Berbagai Iangkah tersebut pernah

dipraktikkan Roni ketika merintis Manet memasuki

dunia online dan terbukti berhasil. Bahkan bisa

dikatakan, Roni mengalami lompatan kuantum dalam

bisnis busana muslimnya setelah melalui jalur online.

Kesuksesan yang berhasil diraih Roni melalui

manet sekarang sesungguhnya telah melalui jalan

panjang yang berliku. Sebelum akhirnya

memutuskan untuk berbisnis dalam bidang fesyen

ini. Roni sempat mencoba berbagai bisnis yang

memberikan berbagai pelajaran berharga baginya.

“It’s better to light a candle, than to curse the

darkness,” kata Roni ketika harus mengakui

kesalahannya dalam berbisnis dan harus memulai

lagi segalanya dan awal. Namun, dari semua

petualangan itu, tidak dia sesali, karena itu semua

meninggalkan jejak pengalaman yang sangat

berharga baginya sampai sekarang.

Tidak ada istilah gagal, yang ada adalah belajar.

 

Kalau kita tidak mendapat pelajaran dan

kegagalan, itulah kegagalan yang sesungguhnya,”

kata Pak Tung, guru dan sahabatnya. Kata-kata

itulah yang Roni pegang sampai sekarang.

 

Banyak pelajaran yang Roni ambil dari berbagai

petualangan bisnis yang pernah dijalankannya.

Ketika mulai berbisnis MLM pada 1994-an.

 

Saat itu dia masih kuliah. Roni gagal

 

karena memang berhenti di tengah jalan. Kalau dia

teruskan, mungkin ceritanya akan lain sekarang.

Saat bergabung dengan MLM tersebut, ada

beberapa ganjalan di hati Roni ketika itu. Dia

merasa dicekoki paham-paham yang membuatnya

menjadi fanatik buta. Membuatnya menjadi

seorang yang berkacamata kuda dalam melihat

orang lain. Orang yang negatif, dia anggap sebagai

pencuri mimpi, dan tidak baik didekati. Lama-lama

hubungan saya menjadi tidak rileks dengan

teman-teman. Hubungan saya menjadi manipulatif.

Semua orang yang saya kenal saya anggap sebagai

prospek, tutur Roni mengenang.

Positifnya, dari bisnis inilah Roni mulai mengalami

 

pertumbuhan pribadi, jadi lebih percaya diri.

Roni jadi gemar membaca buku-buku personal

development yang membuat pikiran dan mentalnya

jadi lebih positif. Dampaknya masih terasa sampai

sekarang. Bisnis MLM itu balk. Tapi, jangan

dianggap seperti agama baru, kata ayah dan Vito

Ramadhan ini.

Petualangan bisnis berikutnya dilakukan Roni

ketika masih kuliah juga. Dia bersama empat orang

teman, berencana membangun sebuah sekolah

setara D-1 di bidang komputer. Idenya berasal dari

seorang teman yang sukses di Bandung dan

suksesnya LP31 cabang Pasar Minggu. Kebetulan

salah seorang tim mereka adalah anak dari pemilik

ruko yang disewa oleh LP31 tersebut. Mereka

berniat mengambil alih ruko tersebut berdasarkan

kedekatan itu, karena saat itu modal uang juga

 

tidak ada.

Berbulan-bulan Roni dan tim mempersiapkan

semuanya. Kurikulum, cash flow, dan tenaga

pengajar. Roni mendapat bagian di marketing. Si

pemilik ruko pun telah menyetujui permintaan

mereka, yaitu meminta pembayaran sewa di

belakang, setelah cash flow masuk selama setahun.

Namun, kenyataan menjadi berbalik 180 derajat

ketika pemilik ruko tersebut mengalami kecelakaan

dan butuh biaya berobat ke Singapura. Dia

kemudian diminta uang cash di depan oleh penyewa

ruko itu. Gagallah rencana Roni dan timnya.

Pelajaran yang dipetik dari sini adalah agar kita

jangan mengandalkan kepada satu alternatif pilihan

saja. Ketika tidak tercapai, hancurlah semua proses

panjang dan melelahkan itu.

Masih kuliah juga, Roni bersama enam orang

teman sepakat mendirikan pabrik roti murah kelas

warung yang bisa dijual seharga lima ratus

rupiahan. Sebenarnya Roni kurang setuju dengan

ide ini. Dia memegang prinsip bisnis orang Cina,

kuasai dulu pasar, baru bikin pabriknya. Namun,

karena ini adalah keputusan kelompok, Roni mau

tidak mau harus menerimanya.

 

Roni dan satu anggota tim pun kemudian dilatih

menjadi manajer pabrik. Awalnya bisnis berjalan

dengan lancar, permintaan pun terus meningkat.

Namun, skala ekonomis tak kunjung diraih. Makium,

margin keuntungannya tipis sekali. Akhirnya,

mereka pun menyerah. Prediksi awal Roni jadi

kenyataan. kami akhirnya terbebani oleh mesin-mesin

yang menganggur dan sulit dijual,”

 

kenang suami Elly ini. Pelajaran yang dipetik

dari sini agar kita jangan masuk bisnis yang margin

keuntungannya terlalu tipis. Kuasai pasar dulu,

sebelum membangun pabriknya.

Tidak kapok dengan pengalaman sebelumnya,

Roni kemudian merintis bisnis hardware dan servis

komputer. Ini pun dikerjakan bersama keenam

temannya yang terdahulu. Hasilnya ternyata gagal

lagi. Lebih besar effort-nya ketimbang hasil.

Roni dan keenam temannya kemudian mendirikan

 

lembaga keuangan syariah, Baitul MaaI wat

Tamwil (BMT). Misinya adalah sosial dan bisnis.

Bersama enam orang teman tersebut, Roni mencoba

berdakwah di bidang ekonomi.

Ternyata kenyataan di lapangan tidak semudah

yang dibayangkannya. Sulit sekali membangun

bisnis yang dibebani muatan sosial yang tinggi.

Secara bisnis cukup berpeluang, tapi secara

praktik, sangat sulit karena beban dua hal itu.

Akhirnya, bisnis pun kedodoran. Sulit

mencampuradukkan misi bisnis dan sosial. Bisnis, ya

bisnis. Kalau mau sosial, sisihkan sebagian

keuntungannya untuk itu. Atau dirikan lembaga

 

terpisah dari bisnis inti.

Selepas kuliah Roni merintis bisnis alat tulis

kantor (ATK). Hal ini tercetus karena Roni

mempunyai langganan yang terkenal murah di

Mangga Dua. Roni dan seorang teman sepakat

untuk mensupply kebutuhan teman-teman yang

sedang membuat skripsi di kampus. Kebetulan Roni

adalah mantan pengurus organisasi kemahasiswaan

tingkat universitas, jadi dia punya akses untuk

menitipkan dagangan di markas organisasi itu.

Hasilnya? So so aja. Lumayan buat jajan aja. Bisnis

ini pun akhirnya tidak dilanjutkan. Ternyata kalau

bisnis hanya iseng-iseng saja, hasilnya juga

iseng-iseng saja.

Mencoba dengan bisnis yang lebih serius, Roni

mengadu peruntungan pada bisnis kayu. Bisnis ini

menyedot modal yang cukup besar ketika itu.

Beberapa investor terlibat, termasuk orangtuanya.

Nilai ordernya menggiurkan, dalam mata uang dolar

karena memang ditujukan untuk ekspor. Roni

mensupply ke sebuah perusahaan eksportir.

Ternyata, bisnis ini hanyalah alih daya semata.

Alih daya dalam arti sesungguhnya, yaitu risiko.

Semua risiko ada di tangan Roni, sementara si

eksportir tinggal terima beres. Bisnis model ini juga

terlalu banyak uncontrollable factor-nya. Terlalu

banyak layer-layer yang harus dilalui dan setiap

layer itu punya peran vital. Modal Roni sejumlah

puluhan juta langsung ludes dalam hitungan hari

saja. Ini berdampak pada cash flow yang

pembayarannya sangat lama.

 

Nilai tambah dan bisnis ini tidak berada di tangan

Roni, tapi di tangan eksportir. Roni hanyalah

tukang” yang nasibnya ditentukan oleh majikan,

meskipun diiming-imingi keuntungan menggiurkan.

Akhirnya, bisnis ini pun gagal total dan

menyisakan luka yang cukup dalam. Para investor

 

pun meminta uangnya dikembalikan. Kejadian ini

membuat Roni terpukul. Sudah jatuh tertimpa

tangga pula.

Berbulan-bulan Roni harus menghadapi tuntutan

para investor ini. Makanya, dia tidak begitu suka

dengan konsep BODOL (Berani Optimis Duit Orang

Lain) itu. “Kalau bisnisnya tidak jelas konsep, nilai

tambah dan pengelolaannya, jangan coba-coba

melakukan BODOL ini. Bisa jadi BODOL beneran!”

kata Roni menegaskan.

Bisnis harus punya konsep dan nilai tambah

yang jelas, kontrol harus di tangan kita, jangan

diserahkan kepada orang lain. Hati-hati memilih

teamwork, dan jangan coba-coba BODOL kalau

bisnisnya nggak jelas konsep dan nilai tambahnya,”

jelasnya.

Bergabung dengan dua orang teman, Roni

menjalani bisnis sebagai konsultan sistem. Dia

mendapat proyek membuat sistem akuntansi

 

komputer di sebuah perusahaan keluarga di

Sumatra. Tugas Roni adalah membuat sistem

manual dan teman yang lain sebagai

programernya. Pekerjaan Roni dapat dia

tuntaskan dengan sukses dan disambut gembira

oleh klien.

Masalah timbul ketika giliran programernya

menyatakan tidak sanggup melanjutkan

pekerjaannya. Itu pun disampaikannya setelah

berbulan-bulan proyek terkatung-katung tak jelas

ujung pangkalnya. Kekecewaan tentu saja tertuju

kepada Roni sebagai satu tim. Padahal, tugas dia

pribadi sudah selesai dengan baik.

Oleh karenanya, berhati-hatilah dalam memilih

partner. Salah-salah bisa merugikan nama baik kita.

Akhirnya, setelah melalui jalan yang berliku,

Roni pun tersadar bahwa yang ada dalam

genggaman itu lebih berharga dibandingkan yang

masih di angan-angan. Yang saya maksud dalam

genggaman itu adalah bisnis warisan orangtua di

bidang ritel pakaian (garmen). Akhirnya, bersama

adik, saya turuti saran ibu. Dimodali toko dan modal

kerja untuk bersama-sama membangun bisnis ritel

yang telah menghidupi kami sekeluarga selama mi,”

ungkap Roni.

Hasilnya pun ternyata lumayan. Apalagi setelah

dia mendalami ilmu ritel dari berbagai bacaan

tentang itu. Yang sangat memengaruhi Roni adalah

buku biografi Sam Walton, pendiri WalMart.

Satu lagi kelebihan dari bisnis ini adalah karena

direstui oleh orangtua. Roni yakin dan percaya hal

 

itu. “Apa pun yang kita lakukan, kalau tidak direstui

orangtua, hasilnya akan sia-sia,” tegas pria hobi

membaca buku ini.

Kalau dibilang naif, Roni mengakui itulah kenaifan

 

dia dalam berbisnis. Dia menggunakan

asumsi-asumsi yang belum teruji dan kurang

matang. “Tapi, apa mau dikata, nasi sudah jadi

bubur. Ketimbang meratapi, kenapa bubur itu tidak

ditaburi irisan daging ayam, cakwe, kecap, kacang

kedelai? Jadilah bubur ayam spesial,” kata Roni

mengutip perkataan Aa Gym.

“Success is a lousy teacher. Sukses itu adalah

guru yang buruk. Justru kegagalanlah guru yang

terbaik. Dalam perjalanan merintis bisnis, it’s okey

to make a mistake,” kata Roni. Asal kita selalu

belajar darinya, tidak pernah menyerah, dan

melakukan lagi dengan mengubah strateginya.

Orang yang mengharapkan hasil yang berbeda

dengan usaha yang sama adalah orang yang bodoh.

Roni juga menambahkan bahwa satu hal yang

paling penting adalah kita harus selalu bertanggung

jawab 100% terhadap diri dan bisnis kita. Sebagian

besar orang cenderung melakukan tiga hal ini ketika

menemui masalah yaitu excuse (pembenaran),

blame (menyalahkan), dan complain (berkeluh

kesah).

Orang seperti ini adalah pemain di bawah garis

(below the line), para pecundang, para korban

(victim) yang menganggap masalah yang

dihadapinya adalah karena kesalahan orang lain.

Orang seperti ini tidak akan ke mana-mana

 

hidupnya. Ia hanya berjalan di tempat atau

berputar-putar tanpa arah tujuan.

Roni menegaskan bahwa jika kita ingin perubahan

 

dalam kehidupan kita, ubahlah diri kita

sendiri terlebih dahulu. Ubahlah mindset kita.

Ubahlah belief (keyakinan) yang menghambat kita

selama ini. Jadilah pemain di atas garis (above the

line). Bertanggung jawablah 100% terhadap diri dan

bisnis kita. Inilah kebiasaan dan belief dari para

pemenang (victor). Mereka memegang kekuatan

dan kontrol terhadap diri dan masa depannya.

Sampai saat ini, Roni bangga menjadi pengusaha

 

yang bisa selalu berbagi. Roni bahagia bisa

menjadi tangan di atas. Itulah mengapa selain

berbisnis, Roni juga dikenal sebagai pendiri

komunitas Tangan Di Atas. Sebuah komunitas bisnis

yang ingin selalu berbagi. Sebuah komunitas yang

mempunyai visi bersama menebar rahmat”. Sebuah

komunitas yang mempunyai filosofi bahwasanya

tangan di atas itu lebih baik daripada tangan di

bawah. Bahwa memberi gaji itu lebih baik daripada

menerima gaji.

Dengan menjadi pengusaha yang gemar berbagi,

 

maka peluang untuk menjadi tangan di atas

akan lebih luas. Komunitas yang beranggotakan

kurang Iebih 15.000 orang ini, kini semakin

berkembang dan terus melahirkan wirausahawan

yang andal di berbagai bidang.

Berkat komunitas yang mempunyai situs

www.tangandiatas.com ini, Roni semakin dikenal

berbagai kalangan sebagai pegiat dan penyebar

 

virus entrepreneurship di Indonesia. Melalui blog

pribadinya, www.roniyuzirman.com, Roni selalu

memberikan pencerahan dan inspirasi mengenai

motivasi, bisnis, entrepreneurship, dan tentu saja

perkembangan komunitas bisnis TDA.

Sepak terjang Roni dalam bisnis dan dalam

membesarkan komunitas bisnis TDA pernah dimuat

di Harian Republika, Tabloid Nova, wirausaha.com,

Niriah.com, dan berbagai media Iainnya.

 

Dari Buku: Rahasia Jadi Entrepreneur Muda – Kumpulan kisah para pengusaha muda yang sukses berbisnis dari nol, Penulis: Faif Yusuf, Penerbit: DAR! Mizan

Rizky Pohan, Sejak Masih SMA Sudah Merintis Usaha, Kini Berkibar Lewat Bisnis Rental Audio System ‘Pe Plus’

Rizky Pohan adalah seorang pria sukses yang

terjun bebas ke dunia rental audio system. Ia

pemilik Pe Plus Audio System Rental dan memiliki

studio rekaman yang sedang menggarap album

Ballads of The Cliché.

Cerita sukses Rizky Pohan dimulai sejak ia masih

 

duduk di bangku SMA, saat itu, dengan

bermodalkan peralatan home theatre milik

temannya dan sepasang lampu disko yang terkenal

pada zamannya, ia mulai menggeluti dunia

penyewaan audio system. Dengan peralatan minim

 

itu, la mencoba menawarkan jasa penyewaan

kepada remaja-remaja putri SMA Jakarta yang

menggandrungi dance. Pada saat itu, orderan

memang tidak banyak, tapi hasilnya lumayan, dari

mulut ke mulut akhirnya lumayan dikenal di

SMA-SMA daerah Jakarta Selatan.

Dari awalnya hanya sekadar have fun, namun

melihat adanya peluang bisnis yang menggiurkan,

Rizky mulai berpikir untuk serius menekuni bidang

ini. Maka semenjak kuliah, ia dan temannya, mulal

mengabdikan diri pada pekerjaan ini. Dengan modal

yang didapat dari investor, maka mulal dirintislah

usaha rental audio system itu. Ia juga melihat,

pada waktu ia memulal empat tahun yang lalu,

belum banyak rental audio system yang

bermunculan di Indonesia.

Menjalankan bisnis sambil kuliah jelas tidak

mudah, itu juga dialami Rizky pada awalnya.

Pengorbanan paling besar adalah waktu, karena

bisnis ini sangat menuntut waktu untuk menyiapkan

segalanya, “Weekend yang seharusnya bisa

jalan-jalan, gue keja. Pulang kuliah juga nggak bisa

kemana-mana, langsung kerja, waktunya orang

tidur kita kerja, waktunya orang kerja, kita kerja

juga ... hahaha,” kelakarnya menjelaskan mengenal

pengorbanan dia yang paling besar.

Selain masalah waktu, orangtua juga sempat

tidak setuju dengan pekerjaan yang dipilih Rizky,

karena masalah waktu kerja yang tidak jelas.

“Waktu kerja gue kan, kebanyakan malem, dan gue

masih kuliah waktu itu. Orangtua gue sempet

 

mempertanyakan aja, sebenernya gue tuh lagi

ngerjain apa. Tapi lama-lama, pria lulusan

Interstudi ini berhasil meyakinkan kedua

orangtuanya dengan keberhasilan di bisnis yang

sedang ia jalankan seiring dengan kuliah yang

berjalan mulus. “Gue harus nunjukin bahwa gue

ngelakuin yang bener, dan sekarang gue buktiin

bahwa gue bisa sukses.”

Sekarang bisnis rental audio system yang fokus

 

untuk kegiatan indoor milik Rizky ini sudah

berkembang pesat, berbagai Event Organizer (EO)

besar sudah memercayakan pekerjaan kepadanya.

Beberapa EO besar dan ternama rutin bekerjasama

dengan rental audio system miliknya. Diakui Rizky,

kepuasan pelanggan menjadi prioritas utama,

“Pokoknya kita usahain semua permintaan klien bisa

terpenuhi. Kalaupun ada yang barangnya kita nggak

punya, kita kasih alternatif lain yang nggak kalah

bagusnya. Semuanya harus dilakukan dengan

komunikasi yang baik,” ujarnya mantap.

Dengan bermodalkan kemauan yang keras,

tanggung jawab, dan konsisten terhadap bidang

yang ditekuninya, pria berusia 26 tahun ini sekarang

dapat menikmati hasilnya. Pendapatan yang

mencapai angka miliaran rupiah dan terus naik

persentasinya dari tahun ke tahun, jelas

pengorbanan Rizky selama ini tidak sia-sia. “Bisa

mencukupi diri sendiri, rumah, mobil juga sekarang

bisa kebeli, kecil-kecilanlah. Sekarang gue juga bisa

renovasi rumah orangtua gue,” ujarnya malu-malu.

Namun selain materi, pengakuan dan penghargaan

 

atas hasil jerih payahnya juga punya

kebanggaan yang tidak bisa dihitung nilainya.

Bekerjasama dengan Twilite Orchestra dan band

groovy jazz Maliq and D’essential menjadi

kebanggaan tersendiri dalam perjalanan kariernya.

“Bisa kerjasama dengan Twilite Orchestra dan Maliq

punya kebanggaan tersendiri buat gue, berarti kerja

gue selama ini dihargai orang lain.”

Walau sudah sukses, Rizky tidak mau statis

dan terbuai, ia masih terus mengembangkan

bisnisnya ke sektor-sektor lain yang masih dalam

lingkup pekerjaannya sekarang. Pe Plus Sendiri

pernah mendapat penghargaan dari Telex, sebuah

perusahaan communication device yang memegang

lisensi distributor untuk merek Bosch, Midas, dan

Electro Voice, sebagai bisnis rental terbaik dengan

menggunakan produk-produk mereka di tahun 2004

silam.

 

Dari Buku: Rahasia Jadi Entrepreneur Muda – Kumpulan kisah para pengusaha muda yang sukses berbisnis dari nol, Penulis: Faif Yusuf, Penerbit: DAR! Mizan