Wednesday, March 13, 2013

Roni Yuzirman, Restu Orang Tua Kunci Kesuksesan Sang Pendiri TDA dalam Berbisnis Fashion ‘Manetvision’

Internet memang telah mengubah banyak hal.

Bisnis berbasis Internet juga mengalami pertumbuhan

 

luar biasa dibandingkan bisnis konvensional

lainnya. Dunia bisnis online telah mengubah

paradigma lama tentang cara membangun sebuah

bisnis yang bagus. Internet terbukti memberikan

kesempatan dan peluang bagi para pebisnis untuk

melakukan sebuah breakthrough.

Breakthrough di sini adalah suatu terobosan

atau cara baru dalam hal apa pun yang awalnya

tidak ada menjadi ada, atau yang awalnya tidak

 

baik menjadi lebih baik. Di antara sekian contoh

breakthrough dalam bisnis online adalah

Amazon.com yang merupakan salah satu contoh

fenomenal. Amazon bisa mengalahkan Barnes and

Noble yang sudah ratusan tahun menguasai bisnis

perbukuan.

Hal inilah yang dilakukan Badroni Yuzirman dengan

bisnis busana muslimnya. Roni, begitu biasa dia disapa, berhasil

mengembangkan bisnis online

www.manetvision.com dan mengalami breakthrough

pada awal 2004. Setelah nyaris bangkrut dan

‘terusir’ dari Pasar Tanah Abang, Roni mulai

memasarkan busana Muslim secara online sampai

sekarang.

Dengan cara online ini, dia bisa menghemat

waktu yang biasa dia habiskan sekitar empat jam

sehari dalam perjalanan dari rumah ke Tanah Abang

menjadi nol. Dia bisa menikmati waktu tersebut

dengan keluarga dan kegiatan lainnya.

Waktu masih mengelola tiga toko di Tanah

Abang, waktunya terkuras habis di sana. Untuk

menghadiri undangan pesta perkawinan yang

waktunya bentrok dengan jadwal buka toko, dia

 

terpaksa harus bergantian dengan istri. Hingga dia

sering datang ke pesta sendirian.

Lain lagi dengan biaya yang dihemat. Setelah

membuka usaha online di rumah, biaya yang dihemat

 

untuk sewa toko berkurang dari 200 jutaan rupiah

per tahun menjadi nol. Meskipun saat bisnis

onlinenya mulai berkembang, Roni kembali

menyewa sebuah bangunan semiruko, tapi biaya

sewanya pun tak sampai 50 juta rupiah per tahun.

Artinya, dari biaya yang berhasil dihemat itu sudah

merupakan breakthrough juga. Bayangkan, dia bisa

hemat lebih dan 150 jutaan per tahun.

Bagaimana dengan omzet yang berhasil diraih?

Sejak pertama kali membuat situs sendiri pada

September 2003, omzet yang diperoleh Roni dari

jalur online semakin signifikan dan mengalahkan

omzetnya di Tanah Abang. Hal inilah yang membuat

Roni memutuskan untuk berbisnis online dari garasi

rumah pada Maret 2004. Dia pun tidak ragu lagi

menutup tiga tokonya di Tanah Abang.

Dengan minimnya biaya yang dikeluarkan setelah

 

berbisnis online, tentu saja profitnya menjadi

lebih besar. Satu hal lagi, profit tersebut

benar-benar profit yang uangnya ada di rekening

bank. Bukannya profit dalam pembukuan saja yang

uangnya masih di tangan pelanggan dalam bentuk

piutang yang tidak jelas kapan dilunasinya. Profit

itu adalah uang yang ada di kantong dan bisa kita

gunakan saat itu juga, tegas pria yang baru

berusia 34 tahun ini.

Tentu saja breaktrough yang diciptakan Roni

tersebut tidak berhenti sampai di situ. Masih

banyak tantangan atau target lain yang harus

dipecahkan pada masa mendatang. Roni pun terus

berinovasi untuk meningkatkan kepuasaan

 

pelanggan atas berbagai produk Manet. Apalagi

saat ini, produk manet sudah dikenal luas dengan

agen tersebar di seluruh penjuru nusantara.

Tingginya permintaan terhadap produk manet,

sering kali memunculkan masalah tersendiri. Sampai

saat ini pun, dia terus berusaha mengatasi happy

problem ini dengan meningkatkan kapasitas

produksinya.

Mengapa seorang pebisnis perlu memanfaatkan

Internet dalam berbisnis? Dia memaparkan beberapa

alasan. Pertama, tingginya pertumbuhan pengguna

Internet secara global dan nasional. Kedua, murah

dari segi biaya, karena kita bisa membuat banyak

perusahaan yang berbeda di Internet dalam

semalam saja. Bisa dijalankan dari garasi rumah.

Tidak perlu beli atau sewa gedung yang mahal dan

lokasinya strategis. Ketiga, Internet salah satu

alternatif bisnis di rumah, bagi yang ingin punya

banyak waktu untuk keluarga dan tidak ingin

seumur hidup terjebak kemacetan di jalan.

Keempat, kondisi geografis Indonesia yang sangat

luas dan tersebar merupakan peluang distribusi

alternatif bagi produk kita.

Bagi yang ingin terjun dalam bisnis online ini,

Roni juga memberikan tips praktis.

1. Tentukan apa yang ingin kita pasarkan melalui

Internet. Barang atau jasa. Bagaimana

pengadaan dan delivery-nya. Carilah yang

paling mudah. Pastikan produk tersebut ada

pasarnya. Jangan menjual produk yang potensi

pasarnya terlalu kecil;

 

2. Sebaiknya tidak menjual semuanya

alias gado-gado. Lakukan segmentasi,

fokus, tentukan niche market produk kita.

Apakah ibu-ibu muda, anak gemuk, penggemar

 

sepak bola dan sebagainya;

3. Buat website yang sederhana saja. Yang

penting menarik dan menggugah orang untuk

melakukan transaksi;

4. Lakukan pemasaran melalui berbagai cara.

Melalui e-mail, iklan baris, publikasi, banner

exchange, keywording, affiliate marketing,

cobranding, dan sebagainya;

5. Bangun kepercayaan. Orang mau bertransaksi

dengan kita karena mereka percaya. Apa yang

orang lain katakan tentang kita lebih

dipercayai daripada apa yang kita katakan

sendiri tentang diri kita. Gunakan testimoni

atau pendapat orang lain, seperti artis,

pejabat, atau orang terkenal lainnya;

6. Lampaui harapan pelanggan. Jika kita berjanji

barang akan sampai di alamat dalam waktu

satu minggu, jadikan hanya 2 hari, mereka

akan senang.

Langkah berikutnya tentu saja adalah terus

belajar, baik dengan cara baca buku, browsing,

mengikuti seminar, maupun belajar langsung pada

pebisnis yang sudah sukses. Tidak lupa Roni

 

mengingatkan juga untuk selalu berdoa kepada

Tuhan. Berbagai Iangkah tersebut pernah

dipraktikkan Roni ketika merintis Manet memasuki

dunia online dan terbukti berhasil. Bahkan bisa

dikatakan, Roni mengalami lompatan kuantum dalam

bisnis busana muslimnya setelah melalui jalur online.

Kesuksesan yang berhasil diraih Roni melalui

manet sekarang sesungguhnya telah melalui jalan

panjang yang berliku. Sebelum akhirnya

memutuskan untuk berbisnis dalam bidang fesyen

ini. Roni sempat mencoba berbagai bisnis yang

memberikan berbagai pelajaran berharga baginya.

“It’s better to light a candle, than to curse the

darkness,” kata Roni ketika harus mengakui

kesalahannya dalam berbisnis dan harus memulai

lagi segalanya dan awal. Namun, dari semua

petualangan itu, tidak dia sesali, karena itu semua

meninggalkan jejak pengalaman yang sangat

berharga baginya sampai sekarang.

Tidak ada istilah gagal, yang ada adalah belajar.

 

Kalau kita tidak mendapat pelajaran dan

kegagalan, itulah kegagalan yang sesungguhnya,”

kata Pak Tung, guru dan sahabatnya. Kata-kata

itulah yang Roni pegang sampai sekarang.

 

Banyak pelajaran yang Roni ambil dari berbagai

petualangan bisnis yang pernah dijalankannya.

Ketika mulai berbisnis MLM pada 1994-an.

 

Saat itu dia masih kuliah. Roni gagal

 

karena memang berhenti di tengah jalan. Kalau dia

teruskan, mungkin ceritanya akan lain sekarang.

Saat bergabung dengan MLM tersebut, ada

beberapa ganjalan di hati Roni ketika itu. Dia

merasa dicekoki paham-paham yang membuatnya

menjadi fanatik buta. Membuatnya menjadi

seorang yang berkacamata kuda dalam melihat

orang lain. Orang yang negatif, dia anggap sebagai

pencuri mimpi, dan tidak baik didekati. Lama-lama

hubungan saya menjadi tidak rileks dengan

teman-teman. Hubungan saya menjadi manipulatif.

Semua orang yang saya kenal saya anggap sebagai

prospek, tutur Roni mengenang.

Positifnya, dari bisnis inilah Roni mulai mengalami

 

pertumbuhan pribadi, jadi lebih percaya diri.

Roni jadi gemar membaca buku-buku personal

development yang membuat pikiran dan mentalnya

jadi lebih positif. Dampaknya masih terasa sampai

sekarang. Bisnis MLM itu balk. Tapi, jangan

dianggap seperti agama baru, kata ayah dan Vito

Ramadhan ini.

Petualangan bisnis berikutnya dilakukan Roni

ketika masih kuliah juga. Dia bersama empat orang

teman, berencana membangun sebuah sekolah

setara D-1 di bidang komputer. Idenya berasal dari

seorang teman yang sukses di Bandung dan

suksesnya LP31 cabang Pasar Minggu. Kebetulan

salah seorang tim mereka adalah anak dari pemilik

ruko yang disewa oleh LP31 tersebut. Mereka

berniat mengambil alih ruko tersebut berdasarkan

kedekatan itu, karena saat itu modal uang juga

 

tidak ada.

Berbulan-bulan Roni dan tim mempersiapkan

semuanya. Kurikulum, cash flow, dan tenaga

pengajar. Roni mendapat bagian di marketing. Si

pemilik ruko pun telah menyetujui permintaan

mereka, yaitu meminta pembayaran sewa di

belakang, setelah cash flow masuk selama setahun.

Namun, kenyataan menjadi berbalik 180 derajat

ketika pemilik ruko tersebut mengalami kecelakaan

dan butuh biaya berobat ke Singapura. Dia

kemudian diminta uang cash di depan oleh penyewa

ruko itu. Gagallah rencana Roni dan timnya.

Pelajaran yang dipetik dari sini adalah agar kita

jangan mengandalkan kepada satu alternatif pilihan

saja. Ketika tidak tercapai, hancurlah semua proses

panjang dan melelahkan itu.

Masih kuliah juga, Roni bersama enam orang

teman sepakat mendirikan pabrik roti murah kelas

warung yang bisa dijual seharga lima ratus

rupiahan. Sebenarnya Roni kurang setuju dengan

ide ini. Dia memegang prinsip bisnis orang Cina,

kuasai dulu pasar, baru bikin pabriknya. Namun,

karena ini adalah keputusan kelompok, Roni mau

tidak mau harus menerimanya.

 

Roni dan satu anggota tim pun kemudian dilatih

menjadi manajer pabrik. Awalnya bisnis berjalan

dengan lancar, permintaan pun terus meningkat.

Namun, skala ekonomis tak kunjung diraih. Makium,

margin keuntungannya tipis sekali. Akhirnya,

mereka pun menyerah. Prediksi awal Roni jadi

kenyataan. kami akhirnya terbebani oleh mesin-mesin

yang menganggur dan sulit dijual,”

 

kenang suami Elly ini. Pelajaran yang dipetik

dari sini agar kita jangan masuk bisnis yang margin

keuntungannya terlalu tipis. Kuasai pasar dulu,

sebelum membangun pabriknya.

Tidak kapok dengan pengalaman sebelumnya,

Roni kemudian merintis bisnis hardware dan servis

komputer. Ini pun dikerjakan bersama keenam

temannya yang terdahulu. Hasilnya ternyata gagal

lagi. Lebih besar effort-nya ketimbang hasil.

Roni dan keenam temannya kemudian mendirikan

 

lembaga keuangan syariah, Baitul MaaI wat

Tamwil (BMT). Misinya adalah sosial dan bisnis.

Bersama enam orang teman tersebut, Roni mencoba

berdakwah di bidang ekonomi.

Ternyata kenyataan di lapangan tidak semudah

yang dibayangkannya. Sulit sekali membangun

bisnis yang dibebani muatan sosial yang tinggi.

Secara bisnis cukup berpeluang, tapi secara

praktik, sangat sulit karena beban dua hal itu.

Akhirnya, bisnis pun kedodoran. Sulit

mencampuradukkan misi bisnis dan sosial. Bisnis, ya

bisnis. Kalau mau sosial, sisihkan sebagian

keuntungannya untuk itu. Atau dirikan lembaga

 

terpisah dari bisnis inti.

Selepas kuliah Roni merintis bisnis alat tulis

kantor (ATK). Hal ini tercetus karena Roni

mempunyai langganan yang terkenal murah di

Mangga Dua. Roni dan seorang teman sepakat

untuk mensupply kebutuhan teman-teman yang

sedang membuat skripsi di kampus. Kebetulan Roni

adalah mantan pengurus organisasi kemahasiswaan

tingkat universitas, jadi dia punya akses untuk

menitipkan dagangan di markas organisasi itu.

Hasilnya? So so aja. Lumayan buat jajan aja. Bisnis

ini pun akhirnya tidak dilanjutkan. Ternyata kalau

bisnis hanya iseng-iseng saja, hasilnya juga

iseng-iseng saja.

Mencoba dengan bisnis yang lebih serius, Roni

mengadu peruntungan pada bisnis kayu. Bisnis ini

menyedot modal yang cukup besar ketika itu.

Beberapa investor terlibat, termasuk orangtuanya.

Nilai ordernya menggiurkan, dalam mata uang dolar

karena memang ditujukan untuk ekspor. Roni

mensupply ke sebuah perusahaan eksportir.

Ternyata, bisnis ini hanyalah alih daya semata.

Alih daya dalam arti sesungguhnya, yaitu risiko.

Semua risiko ada di tangan Roni, sementara si

eksportir tinggal terima beres. Bisnis model ini juga

terlalu banyak uncontrollable factor-nya. Terlalu

banyak layer-layer yang harus dilalui dan setiap

layer itu punya peran vital. Modal Roni sejumlah

puluhan juta langsung ludes dalam hitungan hari

saja. Ini berdampak pada cash flow yang

pembayarannya sangat lama.

 

Nilai tambah dan bisnis ini tidak berada di tangan

Roni, tapi di tangan eksportir. Roni hanyalah

tukang” yang nasibnya ditentukan oleh majikan,

meskipun diiming-imingi keuntungan menggiurkan.

Akhirnya, bisnis ini pun gagal total dan

menyisakan luka yang cukup dalam. Para investor

 

pun meminta uangnya dikembalikan. Kejadian ini

membuat Roni terpukul. Sudah jatuh tertimpa

tangga pula.

Berbulan-bulan Roni harus menghadapi tuntutan

para investor ini. Makanya, dia tidak begitu suka

dengan konsep BODOL (Berani Optimis Duit Orang

Lain) itu. “Kalau bisnisnya tidak jelas konsep, nilai

tambah dan pengelolaannya, jangan coba-coba

melakukan BODOL ini. Bisa jadi BODOL beneran!”

kata Roni menegaskan.

Bisnis harus punya konsep dan nilai tambah

yang jelas, kontrol harus di tangan kita, jangan

diserahkan kepada orang lain. Hati-hati memilih

teamwork, dan jangan coba-coba BODOL kalau

bisnisnya nggak jelas konsep dan nilai tambahnya,”

jelasnya.

Bergabung dengan dua orang teman, Roni

menjalani bisnis sebagai konsultan sistem. Dia

mendapat proyek membuat sistem akuntansi

 

komputer di sebuah perusahaan keluarga di

Sumatra. Tugas Roni adalah membuat sistem

manual dan teman yang lain sebagai

programernya. Pekerjaan Roni dapat dia

tuntaskan dengan sukses dan disambut gembira

oleh klien.

Masalah timbul ketika giliran programernya

menyatakan tidak sanggup melanjutkan

pekerjaannya. Itu pun disampaikannya setelah

berbulan-bulan proyek terkatung-katung tak jelas

ujung pangkalnya. Kekecewaan tentu saja tertuju

kepada Roni sebagai satu tim. Padahal, tugas dia

pribadi sudah selesai dengan baik.

Oleh karenanya, berhati-hatilah dalam memilih

partner. Salah-salah bisa merugikan nama baik kita.

Akhirnya, setelah melalui jalan yang berliku,

Roni pun tersadar bahwa yang ada dalam

genggaman itu lebih berharga dibandingkan yang

masih di angan-angan. Yang saya maksud dalam

genggaman itu adalah bisnis warisan orangtua di

bidang ritel pakaian (garmen). Akhirnya, bersama

adik, saya turuti saran ibu. Dimodali toko dan modal

kerja untuk bersama-sama membangun bisnis ritel

yang telah menghidupi kami sekeluarga selama mi,”

ungkap Roni.

Hasilnya pun ternyata lumayan. Apalagi setelah

dia mendalami ilmu ritel dari berbagai bacaan

tentang itu. Yang sangat memengaruhi Roni adalah

buku biografi Sam Walton, pendiri WalMart.

Satu lagi kelebihan dari bisnis ini adalah karena

direstui oleh orangtua. Roni yakin dan percaya hal

 

itu. “Apa pun yang kita lakukan, kalau tidak direstui

orangtua, hasilnya akan sia-sia,” tegas pria hobi

membaca buku ini.

Kalau dibilang naif, Roni mengakui itulah kenaifan

 

dia dalam berbisnis. Dia menggunakan

asumsi-asumsi yang belum teruji dan kurang

matang. “Tapi, apa mau dikata, nasi sudah jadi

bubur. Ketimbang meratapi, kenapa bubur itu tidak

ditaburi irisan daging ayam, cakwe, kecap, kacang

kedelai? Jadilah bubur ayam spesial,” kata Roni

mengutip perkataan Aa Gym.

“Success is a lousy teacher. Sukses itu adalah

guru yang buruk. Justru kegagalanlah guru yang

terbaik. Dalam perjalanan merintis bisnis, it’s okey

to make a mistake,” kata Roni. Asal kita selalu

belajar darinya, tidak pernah menyerah, dan

melakukan lagi dengan mengubah strateginya.

Orang yang mengharapkan hasil yang berbeda

dengan usaha yang sama adalah orang yang bodoh.

Roni juga menambahkan bahwa satu hal yang

paling penting adalah kita harus selalu bertanggung

jawab 100% terhadap diri dan bisnis kita. Sebagian

besar orang cenderung melakukan tiga hal ini ketika

menemui masalah yaitu excuse (pembenaran),

blame (menyalahkan), dan complain (berkeluh

kesah).

Orang seperti ini adalah pemain di bawah garis

(below the line), para pecundang, para korban

(victim) yang menganggap masalah yang

dihadapinya adalah karena kesalahan orang lain.

Orang seperti ini tidak akan ke mana-mana

 

hidupnya. Ia hanya berjalan di tempat atau

berputar-putar tanpa arah tujuan.

Roni menegaskan bahwa jika kita ingin perubahan

 

dalam kehidupan kita, ubahlah diri kita

sendiri terlebih dahulu. Ubahlah mindset kita.

Ubahlah belief (keyakinan) yang menghambat kita

selama ini. Jadilah pemain di atas garis (above the

line). Bertanggung jawablah 100% terhadap diri dan

bisnis kita. Inilah kebiasaan dan belief dari para

pemenang (victor). Mereka memegang kekuatan

dan kontrol terhadap diri dan masa depannya.

Sampai saat ini, Roni bangga menjadi pengusaha

 

yang bisa selalu berbagi. Roni bahagia bisa

menjadi tangan di atas. Itulah mengapa selain

berbisnis, Roni juga dikenal sebagai pendiri

komunitas Tangan Di Atas. Sebuah komunitas bisnis

yang ingin selalu berbagi. Sebuah komunitas yang

mempunyai visi bersama menebar rahmat”. Sebuah

komunitas yang mempunyai filosofi bahwasanya

tangan di atas itu lebih baik daripada tangan di

bawah. Bahwa memberi gaji itu lebih baik daripada

menerima gaji.

Dengan menjadi pengusaha yang gemar berbagi,

 

maka peluang untuk menjadi tangan di atas

akan lebih luas. Komunitas yang beranggotakan

kurang Iebih 15.000 orang ini, kini semakin

berkembang dan terus melahirkan wirausahawan

yang andal di berbagai bidang.

Berkat komunitas yang mempunyai situs

www.tangandiatas.com ini, Roni semakin dikenal

berbagai kalangan sebagai pegiat dan penyebar

 

virus entrepreneurship di Indonesia. Melalui blog

pribadinya, www.roniyuzirman.com, Roni selalu

memberikan pencerahan dan inspirasi mengenai

motivasi, bisnis, entrepreneurship, dan tentu saja

perkembangan komunitas bisnis TDA.

Sepak terjang Roni dalam bisnis dan dalam

membesarkan komunitas bisnis TDA pernah dimuat

di Harian Republika, Tabloid Nova, wirausaha.com,

Niriah.com, dan berbagai media Iainnya.

 

Dari Buku: Rahasia Jadi Entrepreneur Muda – Kumpulan kisah para pengusaha muda yang sukses berbisnis dari nol, Penulis: Faif Yusuf, Penerbit: DAR! Mizan

No comments: