Wednesday, March 13, 2013

Hadi Kuntoro, Juragan Selimut yang Sukses Berkat Tempaan Jatuh Bangun Berbisnis

Gaya berbisnis wirausahawan yang satu ini bisa

dibilang cukup unik. Hanya dengan modal bercerita,

 

Hadi Kuntoro bisa menjual ribuan selimut

dalam waktu sebulan. Bercerita atau sharing

memang telah menjadi kegemarannya sejak dulu.

Apalagi kalau ngobrol soal bisnis, berbagai ide yang

keluar seakan tidak pernah ada habisnya.

Gayanya dalam bercerita pun bisa dibilang

cukup unik. Lugas, tangkas, to the point, dan

diungkapkan dengan logat Jawa yang masih kental.

Apalagi kalau bertemu partner ngobrol yang cocok,

 

dia sanggup bercerita hingga berjam-jam. Tentu

saja diselangi dengan humor-humor yang bisa menyegarkan suasana.

Rupanya, pengalaman jatuh bangun dalam

berbisnis yang sering dialaminya telah memberikan

lautan hikmah kehidupan yang sedemikian dalam.

Hal itu tampak terbaca dengan jelas dari cara dia

bercerita dan bertutur kata.

Ide awal berbisnis selimut, sebenarnya sangat

sederhana. Bisnis ini bermula dari perkenalannya

dengan salah seorang pria berkewarganegaraan

Jepang yang memiliki sebuah perusahaan selimut di

Indonesia. Produk selimut dari perusahaan orang

Jepang tersebut telah diekspor ke berbagai negara.

Yang mengherankan, walaupun pabriknya ada di

Indonesia, tetapi ternyata pemasarannya justru

difokuskan hanya untuk pasar mancanegara, bukan

pasar domestik. Hal inilah yang menginspirasi Hadi

untuk mengambil peluang pemasaran dengan

menggarap pasar dalam negeri yang masih sangat terbuka.

Perbincangannya dengan pemilik perusahaan

Jepang, Hadi baru tahu kalau ternyata izin

pemasaran produk selimutnya memang bukan untuk

Indonesia, melainkan khusus pasar ekspor sehingga

dia tidak berani memasarkannya di Indonesia

sendiri. Kebanyakan selimut yang diproduksinya

juga merupakan pesanan dari beberapa pemilik

merek terkenal, dan hanya untuk melayani pasar di luar negeri.

Bukan Hadi namanya kalau menyerah begitu saja.

 

Dia mulai mencari cara agar bisa memasarkan

selimut tersebut di dalam negeri, walaupun

jumlahnya mungkin belum bisa banyak. Akhirnya,

berkat cerita dari orang Jepang tersebut, Hadi

mendapatkan sebuah ide cemerlang untuk

memanfaatkan sebuah peluang yang lebih dahsyat.

Sebagaimana perusahaan besar lainnya, dalam

setiap produksi biasanya selalu ada spare atau

kelebihan produksi untuk setiap model yang dibikin.

Demikian juga dengan perusahaan Jepang ini.

Perusahaan ini selalu membuat sedikit lebih banyak

dari pesanan pembeli yang ada di luar negeri.

Kelebihan produksi tersebut dimaksudkan untuk

mengantisipasi seandainya ada produk yang rusak

sehingga pengiriman tidak terganggu.

Berhubung selimut tersebut merupakan produk

yang khusus untuk dijual di luar negeri, kelebihan

produksinya tidak bisa dipasarkan di dalam negeri

dan harus dimusnahkan. Setiap bulan perusahaan

Jepang tersebut selalu melakukan pemusnahan atas

kelebihan produksinya. Peluang inilah yang segera

dicium Hadi. Dia pun langsung berusaha meyakinkan

dan melobi pemilik perusahaan agar memberinya hak

untuk membeli kelebihan produk yang biasa dimusnahkan.

Awalnya orang Jepang keberatan. Ia tidak berani

 

mengambil langkah yang menurutnya cukup

berisiko. Namun berkat kegigihannya, akhirnya

permintaan Hadi disetujui. Tentu saja dengan satu

syarat, dia tidak boleh menjualnya di mal atau

department store. Hadi hanya dibolehkan menjual

 

selimut kelebihan produksi tersebut ke para

tetangga atau komunitasnya saja. Supplynya juga

tidak bisa dipastikan karena mengikuti kondisi

proses produksi yang ada di perusahaan. Syarat

tersebut langsung disanggupinya dengan sukacita.

Berbekal beberapa buah selimut sebagai contoh,

 

Hadi pun mulai “bergerilya”. Dalam setiap

kesempatan, dia selalu bercerita tentang mainan

barunya tersebut. Di antara temannya, ada yang

menyambutnya dengan antusias. Namun, tidak

sedikit pula yang menyambutnya dengan dingin

alias cuek saja. Mungkin mereka menganggap bisnis

di bidang ini tidak mempunyai prospek yang jelas.

Seiring bergulirnya waktu, berkat pola komunikasi

 

yang dijalankan Hadi secara konsisten,

selimutnya mulai dikenal banyak orang. Komunikasi

pemasaran yang dilakukan dari mulut ke mulut,

tampaknya sedikit demi sedikit mulai berbuah.

Banyak teman-teman yang bertandang ke

rumahnya, dan akhirnya ikut bergabung sebagai

reseller setelah mendengar berbagai cerita dahsyat

darinya. Bahkan, tidak sedikit reseller baru yang

mengambil produknya dalam jumlah yang cukup

banyak. Padahal, Hadi tidak pernah merayu mereka.

Dia hanya bercerita tentang sebuah peluang besar

yang bisa diraih dengan bergabung dalam bisnis

selimutnya. Tentu saja cerita yang disampaikan

juga bukan isapan jempol belaka. Cerita yang

disampaikannya selatu sesuai fakta dan bisa

dibuktikan di lapangan. Berkat gaya berceritanya

yang memang sangat menarik, banyak

 

teman-teman Hadi yang semula masih ragu dan

takut untuk terjun dalam dunia bisnis menjadi berani

untuk mencoba.

Sejak awal saya memang ingin menjadikan

komoditas ini sebagai pancingan buat teman-teman

saya untuk ikut terjun berbisnis, ujar Hadi

menjelaskan salah satu motivasinya.

Dalam hal pengambilan keputusan, Hadi juga

selalu berusaha untuk kreatif. Misalnya saja saat

film Spiderman 3 melanda penggemarnya di

Indonesia. Dia menyempatkan din untuk menonton

film tersebut di Pondok Indah Mall 21. Dia ingin

melihat dan memperkirakan secara langsung,

dampak film tersebut terhadap merchandise selimut

Spiderman yang dijualnya.

Dan antusiasme masyarakat yang dilihatnya

secara langsung, Hadi bisa memastikan bahwa

selimut Spiderman yang dijualnya pasti akan laris

manis. Begitu saya dengar anak-anak menangis

ketika Spiderman terlihat terdesak oleh Sandman

dan ketika seorang ABG di samping saya berteriak

histeris tidak terima ketika Luci, si foto model yang

cantik manja ke Spiderman layaknya kekasih,

dengan mantap saya akan berani order selimut

Spiderman ini 2000 Iembar, ungkapnya.

Prediksi Hadi ternyata memang tepat. Sepulang

dari nonton, dia mendapat informasi dari istrinya

kalau order selimut Spiderman meningkat tajam.

Fenomena ini juga dikonfirmasi lagi oleh beberapa

agennya. Penjualan selimut Spiderman yang

sebelumnya sempat mandek, tiba-tiba melonjak

 

lagi. Ternyata dampak kesuksesan sebuah film

sangat besar terhadap penjualan merchandise yang

berhubungan dengannya. Proses pengambilan

keputusan yang didahului dengan melihat apa yang

menjadi tren di masyarakat hanyalah salah satu

cara yang dipakai oleh Hadi.

Strategi bisnis yang awalnya hanya bermodalkan

 

cerita ini, kini mulai digarap dengan lebih

profesional. Hadi pun memanfaatkan teknologi

Internet dengan membuat blog untuk menjangkau

pasar yang lebih luas. Langkah ini berani

dilakukannya setelah dia mendapatkan hak khusus

dari pemilik perusahaan selimut tersebut untuk

memasarkannya di dalam negeri.

Hal ini dilakukan karena orang Jepang telah

mendapatkan izin untuk memasarkan produknya di

dalam negeri, setelah melihat prestasi penjualan

domestik yang terus meningkat. Hadi juga tidak lagi

mendapatkan supply barang kelebihan produksi. Dia

kini bisa meminta kuota dan membuat Purchase

Order sendiri. Jika dulu dia hanya bisa memasarkan

selimut dengan merek Bibie, kini merek dan model

yang dipasarkannya sudah mencapai puluhan item.

Bahkan, semua model yang diproduksi oleh

perusahaan tersebut bisa dipesannya.

Dengan strategi yang lebih profesional tersebut,

 

omzet penjualan selimut Hadi meningkat

cukup signifikan. Peningkatannya juga tidak lagi

bersifat linear, tetapi eksponensial. Reseller yang

bergabung pun kini bukan lagi hanya

teman-temannya, melainkan juga orang-orang yang

 

selama ini belum dikenalnya sama sekali.

Berkat bisnis ini, Hadi banyak sekali mendapatkan

 

kenalan baru yang ikut bergabung memasarkan

selimutnya. Sungguh percepatan ini tidak dia duga

sebelumnya. Jika awalnya dia hanya mampu menjual

puluhan selimut dalam waktu sebulan, kini

penjualannya bisa mencapai ribuan potong per

bulan. Kalau harga satu selimut rata-rata seratus

ribu rupiah, sudah bisa dihitung berapa omzet yang

berhasil diraihnya.

Rumah Hadi yang ada di Taman Harapan Baru

Bekasi, saat ini setiap hari selalu ramai dikunjungi

orang dari berbagai penjuru Jabodetabek, bahkan

dari luar kota, yang datang baik untuk belanja

selimut ataupun sekadar untuk belajar bisnis kepadanya.

Keputusan Hadi untuk bermain grosir juga

merupakan keputusan yang tepat. Sejak awal dia

memang lebih membidik orang-orang yang berniat

untuk ikut berbisnis selimut. Dia sengaja tidak

mengambil keuntungan terlalu besar dari setiap

item produk. Hal ini agar agen atau reseller yang

menjadi mitranya lebih bebas bermain dan bisa

menikmati keuntungan yang menarik. Sementara

Hadi lebih suka mengandalkan volume penjualan

yang lebih banyak. Lagi pula, bisnis ini dia

maksudkan sebagai wahana untuk memancing

mereka yang selama ini ragu-ragu atau takut

menerjuni dunia bisnis.

Berkat bimbingan yang diberikannya, banyak

pendatang baru dalam dunia bisnis berhasil

 

memasarkan produknya. Apalagi Hadi memberikan

sensational offer, berupa jaminan uang kembali jika

selimut yang telah dibeli hendak dikembalikan

karena tidak laku.

Bahkan untuk pebisnis pemula, dia berani membeli

 

dengan harga lebih tinggi dari harga dasarnya

dulu, agar mereka tetap menikmati keuntungan. Hal

ini dilakukannya semata-mata untuk mendobrak

mental mereka yang masih takut dalam mengambil risiko bisnis.

Selain karena kepiawaiannya dalam bercerita,

keberhasilan Hadi dalam membangun bisnis selimut

ini, juga didukung oleh beberapa faktor. Diantaranya:

1. Kualitas barang yang dijual adalah kualitas

standar internasional, karena memang dibuat

untuk ekspor ke mancanegara;

2. Harganya relatif murah dibanding dengan

selimut sejenis di pasaran;

3. Cara menjualnya cukup mudah, karena strategi

pemasaran dan pengetahuan produk diajarkannya dengan teperinci;

4. Khusus bagi pebisnis pemula, yang baru

mencoba dari tidak atau belum berhasil

menjual, maka Hadi bersedia membeli

barangnya kembali dengan harga yang lebih

tinggi sebagai penghargaan atas kemauan mereka untuk mencoba.

“Jadi tidak ada alasan yang perlu ditakutkan

karena ini saya niatkan untuk proses pembelajaran

buat teman-teman saya,” ungkap pria kelahiran 1972 ini.

Dengan strategi tersebut, banyak pebisnis

pemula yang sukses menjual produknya. Banyak di

antara mereka yang berhasil meruntuhkan mental

block yang selama ini menghalangi kepercayaan diri

mereka untuk terjun berbisnis. Sarana pembelajaran

bisnis yang diciptakan Hadi ternyata benar-benar

bermanfaat untuk melahirkan wirausahawan baru.

Harapan Hadi, kalau customernya bisa menjual

 

kembali selimutnya dengan sukses, maka hal itu

akan memunculkan perasaan aku bisa pada diri

mereka. Selanjutnya mereka akan menjadi

pemberani dan putus urat malunya. Kelak dengan

media bisnis apa pun juga, mereka akan sama

beraninya, tegas Hadi.

Kini selimut jepangnya telah dikenal. Modelnya

juga sangat banyak. Mulai dan Barbie, Spiderman,

Winnie the Pooh, Snoopy, Hello Kitty, Pinguin,

Osaka, Okinawa, dan Queen Royal. Bahkan, saya

juga menjual selimut merchandise asli dari berbagai

universitas terkenal di dunia dan beberapa klub

sepak bola ternama, ungkap pria yang hobi makan bakso ini.

Berkat kegigihannya juga, selimut Jepang

tersebut kini memenuhi ruang display beberapa

buah toko dan grosir di Pasar Regional Tanah Abang

Jakarta. Terobosan pemasaran ini, tak ayal hagi

membuat omzetnya terus meroket dari waktu ke waktu.

Keberhasihannya dalam membangun bisnis selimut ini,

 

menginspirasi Hadi untuk berbuat lebih

 

banyak lagi. Dia ingin menciptakan satu wahana lagi

untuk membantu banyak orang. Akhirnya, setelah

melakukan negosiasi dengan pemilik pabrik

selimutnya, dia kini bisa memesan satu jenis produk

lagi berupa sajadah. Teknologi pembuatan sajadah

ternyata tidak jauh berbeda dengan selimut

sehingga pabrik tersebut bisa mengerjakannya.

Tentu saja dengan minimum order yang mencapai

ribuan potong untuk setiap modelnya.

Hadi pun menentukan sendiri model dan warna

sajadah yang diinginkannya. Dia sangat yakin

dengan prospek produk ini. Apalagi produk ini

dilaunching menjelang bulan Ramadhan, di saat

permintaan sajadah sedang meningkat. Sajadah

yang diproduksinya untuk tahap awal memakai

merek Mecca dan Palestine dengan masing-masing

mempunyai empat pilihan warna. Dan untuk

pemasarannya, di samping melalui blog yang

dibikinnya, juga mengandalkan para agen yang

selama ini setia bermitra dengannya.

Keberhasilan yang dicapai Hadi tentu saja tidak

 

terjadi begitu saja. Kerja keras yang disertai

semangat untuk terus belajar menjadi salah satu

kunci keberhasilannya. Kegigihan dan sikap tidak

mudah menyerah juga memberikan andil yang tidak

sedikit dalam proses pembelajaran bisnis yang

dilakukannya. Ia pun pernah mengalami masa yang

amat pahit ketika awal-awal mencoba berbisnis.

Tidak jarang dia harus kehilangan modal karena

bisnis yang pernah dijalankannya tidak berjalan

sesuai yang direncanakan.

 

Hadi pernah membuktikan betapa bisnis tanpa

ilmu sungguh merupakan hal yang sangat

mengenaskan. Beberapa pengalaman pahit terjadi

ketika keinginan Hadi untuk memulai bisnis sudah

bergejolak. Waktu itu, dia hanya belajar dari apa

yang dia lihat dan dengar di sekitarnya. Tidak pernah

 

terpikir olehnya untuk belajar bisnis dari yang

 

terbaik di bidangnya.

Salah satu pengalaman pahit terjadi pada

1999. Atas permintaan seorang pedagang salak

keliling yang menjadi langganannya, Hadi

mendapatkan pesanan dari pedagang tersebut.

Intinya dia sanggup membeli salak pondoh dari

kampungnya di Jawa Tengah dengan harga Rp4.000

per kg. Sedangkan harga salak di kampungnya saat

itu sekitar Rpl.500 per kg. Waktu itu harga salak

keliling sekitar Rp8.000 per kg. Sudah terbayang di

pikiran Hadi berapa keuntungan yang bakal diraihnya.

Tanpa pikir panjang, dia langsung memesan

salak ke kampung dengan sangat optimistis. Begitu

berpeti-peti salak datang, rupanya janji pedagang

salak tersebut tidak seindah yang diucapkan. Salak

pondoh dari kampungnya tersebut dibilang

kebanyakan air, kecil-kecil, dan asam. Tidak seperti

salak pondoh dari Sleman.

 

Padahal, sebetulnya salak yang ditawarkan

Hadi cukup manis dan ukurannya tidak jauh berbeda

dengan salak pondoh dari Sleman. Lagi pula

konsumen juga tidak akan bisa membedakan mana

yang dari Sleman atau dari kampunqnya. Pedagang

salak itu pun hanya mau membeli dengan harga

Rpl.000 per kg. Itu pun bayarnya di akhir jika

barang sudah laku.

Hadi sangat kecewa dan hanya bisa tersenyum

kecut. Ternyata pedagang salak langganannya

tersebut tidak menepati janji yang telah disepakati

sebelumnya. Hadi sempat shock, tumpukan salak

pondoh memenuhi rumah kontrakannya. Bau salak

yang diciumnya tiap saat, terus mengusik

pikirannya. Saat itu dia tidak tahu harus

dikemanakan buah salak sebanyak itu.

Akhirnya, pada suatu malam, dengan motor

butut keluaran 1993 kesayanganya, Hadi bersama

istri yang sedang hamil tua, pergi ke Pasar Kranji

Bekasi yang sangat kumuh dan sempat kehujanan.

Setelah jalan ke sana kemari, dia bisa bertemu

dengan seorang bandar buah yang hanya menawar

salaknya seharga Rpl.500 per kg. Itu pun dibayar

belakangan sesuai jumlah yang laku.

Daripada dia stres dengan bau salak di rumah,

akhirnya Hadi menyetujui dan menyewa becak

untuk membawa salak bolak-balik dari rumah ke

pasar Kranji. Pengalaman itu sempat dirasakannya

sebagai mimpi buruk dalam belajar bisnis di Jakarta.

Dia bahkan tidak ingat lagi apakah akhirnya salak

tersebut dibayar semuanya atau tidak.

 

Tak hanya pengalaman berbisnis salak, Hadi juga

pernah mencoba berbisnis buah nangka yang

dibawanya dan kampung. Bisnis itu dilakukannya

setelah menerima pesanan dari seorang pedagang

yang dikenalnya. Namun,pengalaman mensupply

nangka ke sebuah pasar,hanya berbuah ongkos belajar.

 

Saat itu rupanya dia kurang belajar dari pengalaman sebelumnya.

Namun, dia tidak menyerah. Hadi terus menggali

 

peluang baru. Sebagai usahawan dia sadar

betul bahwa peluang sering tidak datang dua kali.

Usahawan harus tahu kapan peluang itu hadir di

depan matanya, dan kapan harus mengambil

keputusan untuk meraih peluang tersebut.

Dalam berbisnis, Hadi selalu berusaha agar

suasana hatinya selalu dalam keadaan fun. “Apapun

 

bisnis yang dijalani, laksanakanlah dengan

enjoy dan happy,” pesannya. Dia menegaskan

bahwa bisnis itu hanyalah suatu game atau

permainan belaka. karena itu dari awal bisnis

segalanya saya buat seperti game saja, kalau saya

sedang kalah, ya... tidak perlu panik. Hati tetap

happy dan dengan sedikit kecerdikan dan serius

belajar nanti juga bisa menang lagi. Dengan merasa

senang, semangat dalam berbisnis tidak akan

mudah pudar,” ungkap bapak dengan tiga anak ini.

 

Berbisnis dengan fun dan tanpa beban

menyebabkan pikiran kita jadi Iebih jernih. Sesuatu

akan sempurna jika dilakukan dalam suasana

yang menyenangkan, tanpa tekanan dan atas inisiatif

diri sendiri. Lakukanlah bisnis seperti melakukan

hobi. Pasti kita akan menikmatinya, ujar suami

dari Ami ini mantap.

 

Dari Buku: Rahasia Jadi Entrepreneur Muda – Kumpulan kisah para pengusaha muda yang sukses berbisnis dari nol, Penulis: Faif Yusuf, Penerbit: DAR! Mizan

No comments: