Gaya berbisnis wirausahawan yang satu ini bisa
dibilang cukup unik. Hanya dengan modal bercerita,
Hadi Kuntoro bisa menjual ribuan selimut
dalam waktu sebulan. Bercerita atau sharing
memang telah menjadi kegemarannya sejak dulu.
Apalagi kalau ngobrol soal bisnis, berbagai ide yang
keluar seakan tidak pernah ada habisnya.
Gayanya dalam bercerita pun bisa dibilang
cukup unik. Lugas, tangkas, to the point, dan
diungkapkan dengan logat Jawa yang masih kental.
Apalagi kalau bertemu partner ngobrol yang cocok,
dia sanggup bercerita hingga berjam-jam. Tentu
saja diselangi dengan humor-humor yang bisa menyegarkan suasana.
Rupanya, pengalaman jatuh bangun dalam
berbisnis yang sering dialaminya telah memberikan
lautan hikmah kehidupan yang sedemikian dalam.
Hal itu tampak terbaca dengan jelas dari cara dia
bercerita dan bertutur kata.
Ide awal berbisnis selimut, sebenarnya sangat
sederhana. Bisnis ini bermula dari perkenalannya
dengan salah seorang pria berkewarganegaraan
Jepang yang memiliki sebuah perusahaan selimut di
Indonesia. Produk selimut dari perusahaan orang
Jepang tersebut telah diekspor ke berbagai negara.
Yang mengherankan, walaupun pabriknya ada di
Indonesia, tetapi ternyata pemasarannya justru
difokuskan hanya untuk pasar mancanegara, bukan
pasar domestik. Hal inilah yang menginspirasi Hadi
untuk mengambil peluang pemasaran dengan
menggarap pasar dalam negeri yang masih sangat terbuka.
Perbincangannya dengan pemilik perusahaan
Jepang, Hadi baru tahu kalau ternyata izin
pemasaran produk selimutnya memang bukan untuk
Indonesia, melainkan khusus pasar ekspor sehingga
dia tidak berani memasarkannya di Indonesia
sendiri. Kebanyakan selimut yang diproduksinya
juga merupakan pesanan dari beberapa pemilik
merek terkenal, dan hanya untuk melayani pasar di luar negeri.
Bukan Hadi namanya kalau menyerah begitu saja.
Dia mulai mencari cara agar bisa memasarkan
selimut tersebut di dalam negeri, walaupun
jumlahnya mungkin belum bisa banyak. Akhirnya,
berkat cerita dari orang Jepang tersebut, Hadi
mendapatkan sebuah ide cemerlang untuk
memanfaatkan sebuah peluang yang lebih dahsyat.
Sebagaimana perusahaan besar lainnya, dalam
setiap produksi biasanya selalu ada spare atau
kelebihan produksi untuk setiap model yang dibikin.
Demikian juga dengan perusahaan Jepang ini.
Perusahaan ini selalu membuat sedikit lebih banyak
dari pesanan pembeli yang ada di luar negeri.
Kelebihan produksi tersebut dimaksudkan untuk
mengantisipasi seandainya ada produk yang rusak
sehingga pengiriman tidak terganggu.
Berhubung selimut tersebut merupakan produk
yang khusus untuk dijual di luar negeri, kelebihan
produksinya tidak bisa dipasarkan di dalam negeri
dan harus dimusnahkan. Setiap bulan perusahaan
Jepang tersebut selalu melakukan pemusnahan atas
kelebihan produksinya. Peluang inilah yang segera
dicium Hadi. Dia pun langsung berusaha meyakinkan
dan melobi pemilik perusahaan agar memberinya hak
untuk membeli kelebihan produk yang biasa dimusnahkan.
Awalnya orang Jepang keberatan. Ia tidak berani
mengambil langkah yang menurutnya cukup
berisiko. Namun berkat kegigihannya, akhirnya
permintaan Hadi disetujui. Tentu saja dengan satu
syarat, dia tidak boleh menjualnya di mal atau
department store. Hadi hanya dibolehkan menjual
selimut kelebihan produksi tersebut ke para
tetangga atau komunitasnya saja. Supplynya juga
tidak bisa dipastikan karena mengikuti kondisi
proses produksi yang ada di perusahaan. Syarat
tersebut langsung disanggupinya dengan sukacita.
Berbekal beberapa buah selimut sebagai contoh,
Hadi pun mulai “bergerilya”. Dalam setiap
kesempatan, dia selalu bercerita tentang mainan
barunya tersebut. Di antara temannya, ada yang
menyambutnya dengan antusias. Namun, tidak
sedikit pula yang menyambutnya dengan dingin
alias cuek saja. Mungkin mereka menganggap bisnis
di bidang ini tidak mempunyai prospek yang jelas.
Seiring bergulirnya waktu, berkat pola komunikasi
yang dijalankan Hadi secara konsisten,
selimutnya mulai dikenal banyak orang. Komunikasi
pemasaran yang dilakukan dari mulut ke mulut,
tampaknya sedikit demi sedikit mulai berbuah.
Banyak teman-teman yang bertandang ke
rumahnya, dan akhirnya ikut bergabung sebagai
reseller setelah mendengar berbagai cerita dahsyat
darinya. Bahkan, tidak sedikit reseller baru yang
mengambil produknya dalam jumlah yang cukup
banyak. Padahal, Hadi tidak pernah merayu mereka.
Dia hanya bercerita tentang sebuah peluang besar
yang bisa diraih dengan bergabung dalam bisnis
selimutnya. Tentu saja cerita yang disampaikan
juga bukan isapan jempol belaka. Cerita yang
disampaikannya selatu sesuai fakta dan bisa
dibuktikan di lapangan. Berkat gaya berceritanya
yang memang sangat menarik, banyak
teman-teman Hadi yang semula masih ragu dan
takut untuk terjun dalam dunia bisnis menjadi berani
untuk mencoba.
Sejak awal saya memang ingin menjadikan
komoditas ini sebagai pancingan buat teman-teman
saya untuk ikut terjun berbisnis, ujar Hadi
menjelaskan salah satu motivasinya.
Dalam hal pengambilan keputusan, Hadi juga
selalu berusaha untuk kreatif. Misalnya saja saat
film Spiderman 3 melanda penggemarnya di
Indonesia. Dia menyempatkan din untuk menonton
film tersebut di Pondok Indah Mall 21. Dia ingin
melihat dan memperkirakan secara langsung,
dampak film tersebut terhadap merchandise selimut
Spiderman yang dijualnya.
Dan antusiasme masyarakat yang dilihatnya
secara langsung, Hadi bisa memastikan bahwa
selimut Spiderman yang dijualnya pasti akan laris
manis. Begitu saya dengar anak-anak menangis
ketika Spiderman terlihat terdesak oleh Sandman
dan ketika seorang ABG di samping saya berteriak
histeris tidak terima ketika Luci, si foto model yang
cantik manja ke Spiderman layaknya kekasih,
dengan mantap saya akan berani order selimut
Spiderman ini 2000 Iembar, ungkapnya.
Prediksi Hadi ternyata memang tepat. Sepulang
dari nonton, dia mendapat informasi dari istrinya
kalau order selimut Spiderman meningkat tajam.
Fenomena ini juga dikonfirmasi lagi oleh beberapa
agennya. Penjualan selimut Spiderman yang
sebelumnya sempat mandek, tiba-tiba melonjak
lagi. Ternyata dampak kesuksesan sebuah film
sangat besar terhadap penjualan merchandise yang
berhubungan dengannya. Proses pengambilan
keputusan yang didahului dengan melihat apa yang
menjadi tren di masyarakat hanyalah salah satu
cara yang dipakai oleh Hadi.
Strategi bisnis yang awalnya hanya bermodalkan
cerita ini, kini mulai digarap dengan lebih
profesional. Hadi pun memanfaatkan teknologi
Internet dengan membuat blog untuk menjangkau
pasar yang lebih luas. Langkah ini berani
dilakukannya setelah dia mendapatkan hak khusus
dari pemilik perusahaan selimut tersebut untuk
memasarkannya di dalam negeri.
Hal ini dilakukan karena orang Jepang telah
mendapatkan izin untuk memasarkan produknya di
dalam negeri, setelah melihat prestasi penjualan
domestik yang terus meningkat. Hadi juga tidak lagi
mendapatkan supply barang kelebihan produksi. Dia
kini bisa meminta kuota dan membuat Purchase
Order sendiri. Jika dulu dia hanya bisa memasarkan
selimut dengan merek Bibie, kini merek dan model
yang dipasarkannya sudah mencapai puluhan item.
Bahkan, semua model yang diproduksi oleh
perusahaan tersebut bisa dipesannya.
Dengan strategi yang lebih profesional tersebut,
omzet penjualan selimut Hadi meningkat
cukup signifikan. Peningkatannya juga tidak lagi
bersifat linear, tetapi eksponensial. Reseller yang
bergabung pun kini bukan lagi hanya
teman-temannya, melainkan juga orang-orang yang
selama ini belum dikenalnya sama sekali.
Berkat bisnis ini, Hadi banyak sekali mendapatkan
kenalan baru yang ikut bergabung memasarkan
selimutnya. Sungguh percepatan ini tidak dia duga
sebelumnya. Jika awalnya dia hanya mampu menjual
puluhan selimut dalam waktu sebulan, kini
penjualannya bisa mencapai ribuan potong per
bulan. Kalau harga satu selimut rata-rata seratus
ribu rupiah, sudah bisa dihitung berapa omzet yang
berhasil diraihnya.
Rumah Hadi yang ada di Taman Harapan Baru
Bekasi, saat ini setiap hari selalu ramai dikunjungi
orang dari berbagai penjuru Jabodetabek, bahkan
dari luar kota, yang datang baik untuk belanja
selimut ataupun sekadar untuk belajar bisnis kepadanya.
Keputusan Hadi untuk bermain grosir juga
merupakan keputusan yang tepat. Sejak awal dia
memang lebih membidik orang-orang yang berniat
untuk ikut berbisnis selimut. Dia sengaja tidak
mengambil keuntungan terlalu besar dari setiap
item produk. Hal ini agar agen atau reseller yang
menjadi mitranya lebih bebas bermain dan bisa
menikmati keuntungan yang menarik. Sementara
Hadi lebih suka mengandalkan volume penjualan
yang lebih banyak. Lagi pula, bisnis ini dia
maksudkan sebagai wahana untuk memancing
mereka yang selama ini ragu-ragu atau takut
menerjuni dunia bisnis.
Berkat bimbingan yang diberikannya, banyak
pendatang baru dalam dunia bisnis berhasil
memasarkan produknya. Apalagi Hadi memberikan
sensational offer, berupa jaminan uang kembali jika
selimut yang telah dibeli hendak dikembalikan
karena tidak laku.
Bahkan untuk pebisnis pemula, dia berani membeli
dengan harga lebih tinggi dari harga dasarnya
dulu, agar mereka tetap menikmati keuntungan. Hal
ini dilakukannya semata-mata untuk mendobrak
mental mereka yang masih takut dalam mengambil risiko bisnis.
Selain karena kepiawaiannya dalam bercerita,
keberhasilan Hadi dalam membangun bisnis selimut
ini, juga didukung oleh beberapa faktor. Diantaranya:
1. Kualitas barang yang dijual adalah kualitas
standar internasional, karena memang dibuat
untuk ekspor ke mancanegara;
2. Harganya relatif murah dibanding dengan
selimut sejenis di pasaran;
3. Cara menjualnya cukup mudah, karena strategi
pemasaran dan pengetahuan produk diajarkannya dengan teperinci;
4. Khusus bagi pebisnis pemula, yang baru
mencoba dari tidak atau belum berhasil
menjual, maka Hadi bersedia membeli
barangnya kembali dengan harga yang lebih
tinggi sebagai penghargaan atas kemauan mereka untuk mencoba.
“Jadi tidak ada alasan yang perlu ditakutkan
karena ini saya niatkan untuk proses pembelajaran
buat teman-teman saya,” ungkap pria kelahiran 1972 ini.
Dengan strategi tersebut, banyak pebisnis
pemula yang sukses menjual produknya. Banyak di
antara mereka yang berhasil meruntuhkan mental
block yang selama ini menghalangi kepercayaan diri
mereka untuk terjun berbisnis. Sarana pembelajaran
bisnis yang diciptakan Hadi ternyata benar-benar
bermanfaat untuk melahirkan wirausahawan baru.
Harapan Hadi, kalau customernya bisa menjual
kembali selimutnya dengan sukses, maka hal itu
akan memunculkan perasaan aku bisa pada diri
mereka. Selanjutnya mereka akan menjadi
pemberani dan putus urat malunya. Kelak dengan
media bisnis apa pun juga, mereka akan sama
beraninya, tegas Hadi.
Kini selimut jepangnya telah dikenal. Modelnya
juga sangat banyak. Mulai dan Barbie, Spiderman,
Winnie the Pooh, Snoopy, Hello Kitty, Pinguin,
Osaka, Okinawa, dan Queen Royal. Bahkan, saya
juga menjual selimut merchandise asli dari berbagai
universitas terkenal di dunia dan beberapa klub
sepak bola ternama, ungkap pria yang hobi makan bakso ini.
Berkat kegigihannya juga, selimut Jepang
tersebut kini memenuhi ruang display beberapa
buah toko dan grosir di Pasar Regional Tanah Abang
Jakarta. Terobosan pemasaran ini, tak ayal hagi
membuat omzetnya terus meroket dari waktu ke waktu.
Keberhasihannya dalam membangun bisnis selimut ini,
menginspirasi Hadi untuk berbuat lebih
banyak lagi. Dia ingin menciptakan satu wahana lagi
untuk membantu banyak orang. Akhirnya, setelah
melakukan negosiasi dengan pemilik pabrik
selimutnya, dia kini bisa memesan satu jenis produk
lagi berupa sajadah. Teknologi pembuatan sajadah
ternyata tidak jauh berbeda dengan selimut
sehingga pabrik tersebut bisa mengerjakannya.
Tentu saja dengan minimum order yang mencapai
ribuan potong untuk setiap modelnya.
Hadi pun menentukan sendiri model dan warna
sajadah yang diinginkannya. Dia sangat yakin
dengan prospek produk ini. Apalagi produk ini
dilaunching menjelang bulan Ramadhan, di saat
permintaan sajadah sedang meningkat. Sajadah
yang diproduksinya untuk tahap awal memakai
merek Mecca dan Palestine dengan masing-masing
mempunyai empat pilihan warna. Dan untuk
pemasarannya, di samping melalui blog yang
dibikinnya, juga mengandalkan para agen yang
selama ini setia bermitra dengannya.
Keberhasilan yang dicapai Hadi tentu saja tidak
terjadi begitu saja. Kerja keras yang disertai
semangat untuk terus belajar menjadi salah satu
kunci keberhasilannya. Kegigihan dan sikap tidak
mudah menyerah juga memberikan andil yang tidak
sedikit dalam proses pembelajaran bisnis yang
dilakukannya. Ia pun pernah mengalami masa yang
amat pahit ketika awal-awal mencoba berbisnis.
Tidak jarang dia harus kehilangan modal karena
bisnis yang pernah dijalankannya tidak berjalan
sesuai yang direncanakan.
Hadi pernah membuktikan betapa bisnis tanpa
ilmu sungguh merupakan hal yang sangat
mengenaskan. Beberapa pengalaman pahit terjadi
ketika keinginan Hadi untuk memulai bisnis sudah
bergejolak. Waktu itu, dia hanya belajar dari apa
yang dia lihat dan dengar di sekitarnya. Tidak pernah
terpikir olehnya untuk belajar bisnis dari yang
terbaik di bidangnya.
Salah satu pengalaman pahit terjadi pada
1999. Atas permintaan seorang pedagang salak
keliling yang menjadi langganannya, Hadi
mendapatkan pesanan dari pedagang tersebut.
Intinya dia sanggup membeli salak pondoh dari
kampungnya di Jawa Tengah dengan harga Rp4.000
per kg. Sedangkan harga salak di kampungnya saat
itu sekitar Rpl.500 per kg. Waktu itu harga salak
keliling sekitar Rp8.000 per kg. Sudah terbayang di
pikiran Hadi berapa keuntungan yang bakal diraihnya.
Tanpa pikir panjang, dia langsung memesan
salak ke kampung dengan sangat optimistis. Begitu
berpeti-peti salak datang, rupanya janji pedagang
salak tersebut tidak seindah yang diucapkan. Salak
pondoh dari kampungnya tersebut dibilang
kebanyakan air, kecil-kecil, dan asam. Tidak seperti
salak pondoh dari Sleman.
Padahal, sebetulnya salak yang ditawarkan
Hadi cukup manis dan ukurannya tidak jauh berbeda
dengan salak pondoh dari Sleman. Lagi pula
konsumen juga tidak akan bisa membedakan mana
yang dari Sleman atau dari kampunqnya. Pedagang
salak itu pun hanya mau membeli dengan harga
Rpl.000 per kg. Itu pun bayarnya di akhir jika
barang sudah laku.
Hadi sangat kecewa dan hanya bisa tersenyum
kecut. Ternyata pedagang salak langganannya
tersebut tidak menepati janji yang telah disepakati
sebelumnya. Hadi sempat shock, tumpukan salak
pondoh memenuhi rumah kontrakannya. Bau salak
yang diciumnya tiap saat, terus mengusik
pikirannya. Saat itu dia tidak tahu harus
dikemanakan buah salak sebanyak itu.
Akhirnya, pada suatu malam, dengan motor
butut keluaran 1993 kesayanganya, Hadi bersama
istri yang sedang hamil tua, pergi ke Pasar Kranji
Bekasi yang sangat kumuh dan sempat kehujanan.
Setelah jalan ke sana kemari, dia bisa bertemu
dengan seorang bandar buah yang hanya menawar
salaknya seharga Rpl.500 per kg. Itu pun dibayar
belakangan sesuai jumlah yang laku.
Daripada dia stres dengan bau salak di rumah,
akhirnya Hadi menyetujui dan menyewa becak
untuk membawa salak bolak-balik dari rumah ke
pasar Kranji. Pengalaman itu sempat dirasakannya
sebagai mimpi buruk dalam belajar bisnis di Jakarta.
Dia bahkan tidak ingat lagi apakah akhirnya salak
tersebut dibayar semuanya atau tidak.
Tak hanya pengalaman berbisnis salak, Hadi juga
pernah mencoba berbisnis buah nangka yang
dibawanya dan kampung. Bisnis itu dilakukannya
setelah menerima pesanan dari seorang pedagang
yang dikenalnya. Namun,pengalaman mensupply
nangka ke sebuah pasar,hanya berbuah ongkos belajar.
Saat itu rupanya dia kurang belajar dari pengalaman sebelumnya.
Namun, dia tidak menyerah. Hadi terus menggali
peluang baru. Sebagai usahawan dia sadar
betul bahwa peluang sering tidak datang dua kali.
Usahawan harus tahu kapan peluang itu hadir di
depan matanya, dan kapan harus mengambil
keputusan untuk meraih peluang tersebut.
Dalam berbisnis, Hadi selalu berusaha agar
suasana hatinya selalu dalam keadaan fun. “Apapun
bisnis yang dijalani, laksanakanlah dengan
enjoy dan happy,” pesannya. Dia menegaskan
bahwa bisnis itu hanyalah suatu game atau
permainan belaka. karena itu dari awal bisnis
segalanya saya buat seperti game saja, kalau saya
sedang kalah, ya... tidak perlu panik. Hati tetap
happy dan dengan sedikit kecerdikan dan serius
belajar nanti juga bisa menang lagi. Dengan merasa
senang, semangat dalam berbisnis tidak akan
mudah pudar,” ungkap bapak dengan tiga anak ini.
Berbisnis dengan fun dan tanpa beban
menyebabkan pikiran kita jadi Iebih jernih. Sesuatu
akan sempurna jika dilakukan dalam suasana
yang menyenangkan, tanpa tekanan dan atas inisiatif
diri sendiri. Lakukanlah bisnis seperti melakukan
hobi. Pasti kita akan menikmatinya, ujar suami
dari Ami ini mantap.
Dari Buku: Rahasia Jadi Entrepreneur Muda – Kumpulan kisah para pengusaha muda yang sukses berbisnis dari nol, Penulis: Faif Yusuf, Penerbit: DAR! Mizan
No comments:
Post a Comment