Lantaran memiliki pangsa pasar yang luar biasa,
Ryad Kusuma, pria yang murah senyum ini memutuskan untuk
memasuki bisnis busana Muslim. Berawal dengan
menjadi agen sebuah merek jilbab yang terkenal,
dia pun membuka toko pertama di Plaza Cibubur
dengan nama Ruzika Collection.
Seiring perjalanan waktu, merek yang diusungnya
semakin banyak. Toko yang dirintisnya
pun ikut berkembang menjadi tiga buah outlet
hanya dalam waktu satu tahun. Selain di Plaza
Cibubur, Ruzika Collection juga melebarkan sayap
dengan membuka outlet di Bogor Trade Mall (BTM),
dan di kawasan permukiman Griya Kenari Mas
Cileungsi.
Saat pertama kali dibuka, toko pertama yang
terletak di lantai tiga Plaza Cibubur tersebut
kondisinya jauh dari ideal. Secara fisik, toko yang
disewanya sebetulnya hanya sebuah counter yang
diberi dinding gypsum di sebelah kiri dan kanan.
Sementara bagian depannya ditutup dengan kain
terpal. Desain interiornya juga sangat sederhana,
mengingat dikerjakan sendiri dan belum punya
banyak pengalaman. Produk utama yang dijual saat
itu juga hanya dua macam, yaitu jilbab dan baju
koko.
Saat itu Ryad sempat ragu alias maju mundur,
apakah toko yang dirintisnya bisa terus berlanjut?
Bisa menutupi selunuh biaya operasional? Apalagi
dengan SDM yang masih baru dan belum
benpengalaman. Berbagai pertanyaan muncul silih
berganti di benaknya. Untuk memantapkan hati,
Ryad pun membuat beberapa perhitungan dengan
berbagai asumsi. Dia juga memikirkan dan
mengantisipasi risiko terburuk jika usaha yang
dirintisnya ternyata tidak berhasil.
Dalam penjalanannya, banyak pengetahuan dan
pengalaman baru yang Ryad dapatkan. Dia belajar
bagaimana mengatasi persaingan usaha yang
ternyata cukup ketat. Baik dengan penjual produk
satu merek, maupun dengan sesama penjual barang
serupa di sekitar lokasi. Dia juga belajar bagaimana
membangun sumber daya manusia yang sesuai
dengan kriteria yang dia tetapkan. Mau tidak mau,
dia juga harus berurusan dengan masalah keluar
masuknya karyawan.
Pelajaran tentang bagaimana mengelola keseimbangan
antara order dan supply, bagaimana
bernegosiasi dengan supplier, pelanggan, dan
building management merupakan pembelajaran
selanjutnya sebagai entrepreneur. Ryad juga selalu
ditantang untuk mendatangkan prospek sebanyak
mungkin dan mengonversinya menjadi pelanggan
setia.
Dari berbagai pengalaman itulah, Ryad baru
menyadari bahwa ternyata membuka toko itu tidak
hanya sekadar buka, beli barang dan kemudian jual.
Banyak hal yang bisa dan harus dieksplorasi.
Awalnya memang rumit, tapi bila dikerjakan dengan
senang hati, semua menjadi lebih mudah. Dengan
adanya unsur fun itulah, usahanya bisa bertahan
dan justru berkembang sampai sekarang.
Ryad juga menyimpulkan bahwa pembeli akan
lebih suka datang ke toko yang koleksi barangnya
lengkap. Untuk itu dia selalu berusaha untuk
melengkapi koleksinya agar bisa menarik calon
pembeli. Walaupun tidak semua koleksi barangnya
laku keras di pasaran. Ada produk yang masuk
kategori fast moving, average, dan slow moving.
“Di toko saya, ada 20% item barang fast moving
yang menyumbang sekitar SO% dari omzet,
60% item average, dan 20% sisanya slow moving,”
ujar Ryad berterus terang.
Pada awalnya Ryad juga tidak tahu, produk apa
saja yang masuk kategori fast moving dan mana
yang slow moving. Jalan satu-satunya adalah
bertanya kepada penjual, dengan harapan penjual
tersebut berkata jujur. Walaupun demikian, karena
kondisi yang berbeda-beda, bisa saja satu produk
laku di toko penjual, tapi belum tentu laku di
tokonya, demikian juga sebaliknya.
Selain referensi penjual, judgement kita sendiri
juga penting. Dari pembelian pertama, biasanya ada
saja beberapa item yang masuk kategori slow
moving. Tapi dari data penjualan, kita bisa tahu
produk apa saja yang laku keras. Data inilah yang
saya pakai untuk melakukan order pembelian
berikutnya, papar suami dari Poppy ini menjelaskan.
Ryad juga menambahkan bahwa untuk barang
yang kurang laku, tetap dia biarkan terdisplay di
toko sehingga ada kesan semua barang tersedia
dengan lengkap di toko. Hal ini tidak lepas dari
pengalamannya bahwa konsumen cenderung datang
ke toko yang item-nya lengkap. Semua model,
warna, dan ukuran selalu diusahakan tersedia agar
konsumen puas dalam memilih. Yang penting untuk
barang slow moving, Ryad menjaga stoknya agar
tidak berlebihan, sementara item yang fast moving,
dijaga jangan sampai kehabisan.
Namun, jika tetap saja tidak laku, Ryad pun
punya solusinya. “Berhubung saya punya tiga toko,
saya rotasi saja, mungkin selera pembeli di toko
yang lain berbeda. Jika masih tidak laku juga, dan
butuh modal cepat, saya jual dengan diskon saja,
asal balik modal,” jawab Ryad ringan.
Selain menempuh jalur pemasaran offline, Ryad
juga memakai strategi pemasaran online untuk
menjangkau pasar yang lebih luas. Setelah
mempelajari seputar dunia pemasaran online, Ryad
memutuskan untuk menggunakan blog sebagai
sarana pemasaran online-nya. Setelah merumuskan
konsep, melakukan scan brosur dan gambar yang
perlu di upload, akhirnya dengan fasilitas dari
Blogspot.com, blog Ruzika Collection resmi
diluncurkan.
Hanya beberapa hari setelah online, e-mail
dan SMS mulai berdatangan dari berbagai daerah.
Sampai akhirnya masuk order pertama dari
Makassar. Jumlahnya memang tidak banyak, hanya
empat item, tapi Ryad senang sekali karena itu
adalah orderan pertamanya dari web. Yang sempat
membuatnya bingung adalah bagaimana cara
mengirimkannya. Setelah bertanya ke sana kemari,
akhirnya dia malah menemukan wartel di dekat
rumahnya yang juga menjadi agen Pos dan jasa
pengiriman paket.
Tidak lama kemudian, order dalam jumlah lusinan
pun mulai berdatangan. Mulai dari
Jabodetabek, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa
Tenggara, Bali, Sulawesi, Kalimantan, dan Sumatra.
Ada juga pembaca blog dari Singapura yang
beberapa kali memesan produk, namun bukan orang
Singapura, melainkan orang Indonesia yang tinggal
di sana. Pengiriman barangnya tidak langsung ke
Singapura, tapi melalui saudaranya yang tinggal di
Jakarta dan Batam, untuk kemudian dibawa sendiri
oleh saudaranya ke Singapura.
Ada lagi pembaca blog orang Malaysia asli, dia
memesan barang juga. Awalnya memang hanya
memesan dua item sehingga ongkos kirim dan harga
barangnya nyaris sama. ini adalah ekspor saya
yang pertama. Setelah barang diterima, ternyata
istri beliau senang dan akhirnya memesan lagi dalam
jumlah lebih banyak untuk ditawarkan ke
teman-temannya, ungkap Ryad mengenang.
Dengan semakin banyaknya order dari web,
juga memunculkan masalah baru. Karena antara
supply dan demand makin terasa ada jarak. Apa
yang dipesan, belum tentu ada stoknya. Kalau di
toko offline penanganannya lebih mudah, jika model
atau warna yang diinginkan tidak ada, masih bisa
ditawarkan model atau warna lain yang mirip,
pembelinya juga bisa melihat langsung barangnya
sehingga lebih mudah disubstitusi.
Namun, jika melalui web kondisinya berbeda,
jika pembeli juga mau diberi alternatif model atau
warna dan ukuran, tentu akan lebih mudah. Untuk
mengatasi hal tersebut, awalnya Ryad mencoba
memenuhi stok dengan sebanyak mungkin kombinasi
model, warna, dan ukuran. Khusus untuk merek SIK
Clothing, misalnya, ada tiga puluh dua model,
masing-masing bisa ada tiga sampai empat warna,
dengan ukuran S-M-L. Kalau mau dilengkapi
semua, berarti ada tiga ratusan item. Tentu hal ini
akan membutuhkan modal yang lumayan hanya
untuk satu kali belanja. Belum lagi untuk memenuhi
permintaan terhadap produk bermerek lainnya.
Lebih merepotkan lagi, kalau ada order untuk
satu model tertentu dalam jumlah banyak, sudah
pasti dia akan susah memenuhinya. Kalau hal
seperti ini terjadi, dia mencoba untuk bekerja sama
dengan beberapa agen yang lain. Jika mereka
punya stok, dia akan membelinya terlebih dahulu.
Konsekuensinya margin akan menipis, karena tidak
langsung membeli ke produsen, tapi itu tidak
masalah baginya asal pelanggan puas. Jika di agen
lain tidak ada stok juga, terpaksa dia memesan lagi
ke pabrik, dan ini akan membutuhkan waktu lebih lama.
Bagi Ryad, menjual di Internet temyata cukup
menyenangkan. Beberapa kelebihan berjualan di
Internet, diantaranya, tidak sewa tempat, tidak
bayar listrik dan service charge, tinggal duduk, cek
e-mail/SMS, cek stok, cek rekening, lalu kirim
barang, dan omzetnya bisa berkali-kali lipat dari
salah satu outlet offline-nya.
Di sisi lain, berkat blog juga, temannya selalu
bertambah. Karena ada juga pembaca blog yang
tidak beli produknya, tetapi mengambil spiritnya
untuk memulai usaha. Hal-hal seperti ini menurut
Ryad tidak bisa dinilai dengan uang semata.
Dalam menjalankan bisnis busana Muslim ini,
ada tiga hal yang dilakukan Ryad untuk efisiensi
biaya. Pertama, beli produk dalam jumlah yang lebih
besar. Banyak produsen yang memiliki struktur
diskon bertingkat. Makin besar nilai pembelian,
makin besar pula diskon yang akan diperoleh.
Kedua, kirim paket dalam jumlah besar, niscaya
ongkos kirimnya lebih murah. Jika kirim barang dalam
paket kecil, ongkos kirim kelihatannya memang
kecil. Tapi setelah dibagi per item, produk ternyata
jatuhnya lebih mahal. Ketiga, negosiasikan
payment term. Jika bisa menunda empat puluh
persen pembayaran atas suatu produk untuk satu
bulan kemudian, ini berarti dengan modal yang
sama, bisa membeli barang enam puluh persen lebih
banyak. Payment term tentu sangat tergantung
dari tingkat kepercayaan dan kondisi keuangan supplier.
Bisnis yang tepat berusia satu tahun pada 5
Agustus 2007 itu, kini menghasilkan profit yang luar
biasa. Hal ini tidak lepas dari upaya keras Ryad
untuk memadukan strategi dari tiga buah outlet
offline-nya dengan satu jalur pemasaran online
yang ampuh.
Berdasarkan pencapaian yang diraihnya, Ryad
menetapkan visi untuk membangun jaringan minimal
sepuluh toko ritel dalam lima tahun ke depan. Dia
pun menerapkan kurikulum DSA
(Dream-Strategy-Action) untuk mencapai visi
bisnisnya. Impiannya dia kuantifikasikan dalam
bentuk besaran omzet sebesar 1 miliar rupiah per bulan.
Strategi untuk mewujudkannya berupa pembukaan
retail chain store, copy-paste toko yang
sudah ada menjadi sepuluh toko lagi. Sementara
actionnya adalah mencari lokasi di mal atau pusat
keramaian, dengan target membuka dua toko baru
per tahun. Dengan cara itu, dia berharap bisa
mempunyai sepuluh toko dalam lima tahun ke depan.
Kalau selama ini biaya buka satu toko sekitar
Rp25 juta, dia akan menyisihkan sekitar Rp5
juta per bulan untuk biaya pengembangannya.
Dia pun akan selalu mencari produk unggulan
lainnya untuk memperkuat branding atas jaringan
toko yang dibangunnya. Pengalaman masa lalu umumnya
akan ikut membentuk diri kita sekarang. Kita semua ada di
titik ini, saat ini, tidak lepas dari pengaruh satu
proses panjang yang sudah kita lewati. Pengalaman
jatuh bangun Ryad dalam berbisnis tampaknya
sangat memberikan andil terhadap kepiawaiannya
dalam mengembangkan bisnis. Sebelum mendirikan
bendera Ruzika Collection, sudah banyak bisnis
yang dirintisnya dan berujung dengan ongkos
belajar alias belum berhasil.
Ryad tercatat pernah menjadi seorang programer freelance.
Dia pernah menjual sebuah program aplikasi,
tapi oleh pelanggannya cuma dibayar setengah harga.
Setelah mendengar presentasi dari seorang pialang
berkewarganegaraan asing yang menanjikan
keuntungan besar, Ryad pernah memberikan diri
berinvestasi saham. Hasilnya bukannya untung,
tapi dananya malah amblas dalam sekejap. Dia juga
pernah merintis menjadi agen pakaian dan dijual ke
kantor-kantor di daerah pusat bisnis. Setelah punya
banyak sub-agen, pabriknya malah tutup.
Terinspirasi dari mertua teman yang bisa punya
sepuluh metromini. Ryad merintis bisnis jasa
angkutan kota. Bermula dari punya satu angkot,
kemudian bertambah lagi menjadi dua, namun
akhimya habis dijual kembali karena salah kelola
alias menderita kerugian. Ternyata manajemen
bisnis angkutan kota lebih rumit dari perkiraannya.
Belum lagi faktor eksternal yang sering muncul dan
sulit dikendalikan.
Ketika bisnis MLM (Multi-Level Marketing) ramai
dibicarakan, Ryad langsung bergabung juga. Tidak
cukup hanya ikut berbagai bisnis multilevel
marketing, dia juga menjadi anggota kartu diskon,
UBS, sampai kartu jumpi (ikatan juru masak
profesional Indonesia). Tak hanya itu, saat harga
nomor perdana handphone masih ratusan ribu, Ryad
juga ikut menjajakannya di daerah Margonda Depok.
Bahkan, perah juga mencoba berbisnis aplikasi di
hand-phone, untuk kirim SMS via GPRS. Sekali kirim
satu SMS cuma bayar 5-25 perak (tarif GPRS per
kb). Alat berjualannya saat itu sudah memakai web
multilevel. Secara teknologi memang tampak
canggih, namun ternyata hasilnya jeblok juga.
Meskipun pengalaman jatuh bangun yang
dialaminya sudah lumayan banyak, untuk mulai
suatu usaha baru tetap saja ada rasa was-was.
Perasaan tersebut menurut Ryad sangat manusiawi.
Yang penting baginya, bagaimana mengelola rasa
was-was itu menjadi wahana untuk lebih
berhati-hati dan bijaksana dalam mengambil
keputusan bisnis.
Jiwa entrepreneurship ternyata memang sudah
ditanamkan orangtua Ryad sejak kecil.
Almarhum bapaknya, Soeparno Koesyono, sangat
berperan dalam membentuk karakter Ryad saat ini.
Teladan entrepreneurship telah dicontohkan
bapaknya sejak masih sendiri. Ketika menyelesaikan
sekolah di Banyuwangi, bapaknya tidak malu
menggembala kerbau dan berjualan kuaci untuk
menutupi biaya sekolah. Hingga akhirya beliau
memutuskan untuk mengabdikan kepada negara
melalui jalur militer dengan menjadi tentara.
Sebelum mendirikan Ruzika, Ryad memang
sudah malang-melintang dalam bisnis properti.
Beberapa properti yang dia pegang, selalu
digunakan sebagai agunan untuk membeli properti
berikutnya. Properti yang baru dibeli kemudian
digunakan untuk bisnis. Profit dari bisnis, sebagian
dialokasikan untuk membayar kredit atas propertinya.
Dengan mengambil kredit jangka panjang,
besarnya nilai cicilan biasanya masih lebih kecil
dibandingkan jika membayar sewa. Walaupun di
awal harus membayar uang muka, secara jangka
panjang, masih tetap menguntungkan. Yang
penting dia hanya perlu menjaga agar hasil
bisnisnya tetap menguntungkan. Risiko paling buruk
adalah bisnisnya tutup karena tidak menguntungkan,
tapi properti tersebut masih bisa disewakan.
“Uang hasil pencairan kredit kadangkala masih
ada lebihnya sehingga saya manfaatkan untuk
mempercepat pembayaran cicilan properti yang lain.
Makin cepat selesai kredit, sertifikat bisa segera
diambil, dan pada saatnya nanti bisa segera
dikaryakan lagi untuk mendapatkan kredit bank,”
ungkap anak alumnus AMN 1964 ini.
Pengalaman pertama dalam bermain properti
dimulai ketika Ryad membeli rumah di daerah
Cibubur pada 1992. Uang muka yang dia keluarkan
sejumlah Rpll juta. Nilai kredit sekitar Rp12 juta,
dia cicil Rp400 ribuan per bulan selama lima tahun.
Saat ini rumah tersebut disewakan Rp600 ribu per
bulan. Ini berarti dia mendapatkan return 20,6%
per tahun.
Rumah kedua dia beli di daerah Cileungsi pada
1993. Total uang muka dan cicilan yang dikeluarkan
selama sepuluh tahun berjumlah Rp32 juta.
Ditambah biaya renovasi sebesar Rp25 juta, total
investasi yang dia keluarkan berjumlah Rp57 juta.
Walaupun saat ini tidak disewakan, karena
digunakan untuk keperluan keluarga, namun kalau
disewakan, nilai sewanya minimal Rp800 ribu per
bulan sehingga returnnya berarti 16,8% per tahun.
Rumah ketiga, masih di sekitar Cibubur juga,
tipe 82/196, dia beli pada 1994. Rumah inilah yang
dia tinggali bersama keluarga sampai sekarang.
Rumah keempat dia beli pada 1999, dekat lokasi
rumah kedua di Cileungsi, tipe 36/72. Dia beli over
kredit dengan harga murah, lunas pada 2002.
Karena pemilik lamanya tinggal cukup jauh dan tidak
bisa mengurusnya. Setelah direnovasi, total dana
yang dikeluarkannya untuk rumah ini senilai Rp49,9
juta. Saat ini, rumah itu disewakan Rp600 ribu per
bulan, yang berarti returnnya 14,4% per tahun.
Rumah kelima dia beli di Cikarang pada 2002
dengan tipe 36/120. Karena ada di dekat wilayah
industri, rumah ini dijadikan tempat kos dengan dua
puluh kamar. Saat ini dia menerima hasil bersih dari
sewa kos itu rata-rata Rp2,5 juta per bulan. Rumah
keenam, masih di Cikarang juga, tipe 36/93, dibeli
pada 2004. Sampai saat ini, cicilan bulanan yang
masih harus dia bayar sebesar Rpl juta per bulan.
Sementara hasil sewa bersih sebesar Rp400 ribu per
bulan. Jadi, dia masih harus mensubsidi Rp600 ribu
setiap bulan. Untuk properti yang satu ini, dia
sedang berusaha untuk melakukan refinancing.
Menurut Ryad, investasi properti makin lama
makin memberikan return yang menarik, paling tidak
masih di atas bunga bank. Karena ada kenaikan
biaya sewa dan penurunan cicilan (utang lama
ditukar dengan utang baru yang bunganya lebih murah).
“Memang awalnya perlu modal banyak. Tapi,
tidak harus dari kantong sendiri. Paling kita cuma
bayar 15-20% persen dari harga rumah. Yang 80%
dari kredit bank. Walaupun harus mengangsur, tapi
sudah terbantu oleh penyewa. Jadi, terasa agak
ringan. Belum dari capital gain,” ujarnya meyakinkan.
Dulu, Ryad sempat berpikir bahwa kalau mau
menikmati keuntungan dari kenaikan harga, maka
properti tersebut harus dijual terlebih dahulu.
Namun, setelah belajar dari buku Dolt de Roos, dia
mendapatkan ilmu baru. Ternyata untuk menikmati
hasil investasi properti tidak harus menjualnya
terlebih dahulu. Intinya rumah bisa diagunkan ke
bank, kemudian uangnya diputar lagi untuk usaha yang lain.
Sebetulnya Ryad mempunyai target untuk memiliki
properti berupa kos-kosan dengan seratus
kamar pada usia empat puluh tahun. Ryad pun
berharap bisnis Ruzika Collection akan mendukung
percepatan proses pencapaian target tersebut.
Perputaran uang dalam bisnis memang terbukti lebih
cepat, walaupun benar-benar menguras tenaga
pada awalnya, dan membutuhkan konsistensi serta
kegigihan yang tinggi. Ryad yakin dengan
memainkan jurus gabungan antara bisnis dan
properti, salah satu impiannya untuk bisa membuka
sebanyak mungkin lapangan kerja akan menjadi kenyataan.
Dari Buku: Rahasia Jadi Entrepreneur Muda – Kumpulan kisah para pengusaha muda yang sukses berbisnis dari nol, Penulis: Faif Yusuf, Penerbit: DAR! Mizan
No comments:
Post a Comment