Terlahir dari keluarga pegawai tidak menyurutkan
langkah Heri, panggilan akrab Herizal Yuliansyah,
untuk terjun berwirausaha. Walaupun sebetulnya
kesempatan untuk masuk dalam birokrasi cukup
terbuka, tetapi dia tidak mau memanfaatkannya.
Heri lebih memilih jalan yang dirintisnya sendiri. Dia
memutuskan untuk terjun dalam dunia bisnis dan
perdagangan. ‘Saya ingin bebas berkreasi. Saya
ingin bebas melakukan apa yang ingin saya kerjakan
hari ini, ujar lajang kelahiran 1973 ini.
Kiprah Heri dalam dunia bisnis sebetulnya sudah
dirintis sejak lama. Ketika masih kuliah di
Yogyakarta, dia sering berbelanja batik di Pasar
Beringharjo. Di samping untuk hadiah para
kerabatnya, dia juga membelinya untuk dijual
kembali di luar daerah. Paling sering dia mengirim
batik tersebut ke kerabatnya di Banda Aceh yang
mempunyai sebuah toko grosir pakaian di sana.
Waktu itu usaha tersebut memang sekadar buat
iseng belaka. Namun, semangat untuk menghasilkan
nilai tambah dari yang dilakukannya sudah tampak
ketika dia menjalankan bisnis sambilan tersebut.
‘Saya sering mendapat pesanan drin saudara
saya di Aceh untuk dicarikan produk khas
Yogyakarta, biasanya saya langsung mencarinya ke
Pasar Beringharjo atau sentra produksi Iainnya,
ujarnya mengenang.
Seusai kuliah, di saat teman-temannya sibuk
mencari pekerjaan, Heri justru membantu pamannya
yang menjadi rekanan beberapa lembaga
pemerintah di Jakarta. Pekerjaannya mulai dari
mengurus surat-menyurat, melobi, mencari barang
yang dipesan customer, sampai mengawasi para
tukang yang ada di lapangan. Yang pasti semua
pekerjaan rekanan dari A sampai Z dia mau melakukannnya.
‘Saya ingin cepat belajar. Saya berharap suatu
saat saya bisa berdiri sendiri, cetusnya dengan
nada optimis.
Semenjak bergabung dalam bisnis tersebut,
banyak pengetahuan dan pengalaman yang
didapatnya. Heri belajar bagaimana rumitnya
berhubungan dengan birokrasi pemerintahan. Dia
juga belajar bersabar dalam menghadapi persaingan
yang semakin ketat di bisnis rekanan. Jaringan
supplier untuk beberapa produk tertentu juga mulai
dikenalnya. Pengalaman dan pengetahuan yang
didapat begitu berharga di matanya.
Pekerjaan yang pernah ditanganinya sebagai
rekanan sangat bervariasi. Mulai dari pengadaan
komputer, alat tulis kantor, servis AC hingga
renovasi ruangan di gedung milik pemerintah.
Awalnya nilai proyek yang ditanganinya tidak terlalu
besar. Pamannya sengaja memberikan kepercayaan
dari proyek yang bernilai di bawah RplOO juta dulu.
Setelah berhasil menangani berbagai pekerjaan
yang diamanahkan kepadanya, kepercayaan
customer mulai terbangun. Dia pun diberi amanah
untuk menyelesaikan pekerjaan yang nilainya lebih
besar. Salah satu proyek yang cukup besar nilainya
adalah, ketika dia mendapatkan kepercayaan untuk
menangani renovasi anjungan Aceh di Taman Mini
Indonesia Indah, Jakarta.
Berbekal pengalaman sekian tahun di bisnis
rekanan, Heri memberanikan untuk mendirikan
perusahaan sendiri. Tentu saja hal ini membuat
pamannya sangat senang. Sejak awal dia memang
ingin mendidik Heri agar suatu saat bisa mengelola
perusahaan sendiri.
Dengan bendera barunya, Heri mulai mengembangkan sayap.
Wilayah yang digarapnya juga
tidak lagi terbatas pada pekerjaan dari lembaga
milik negara atau pemerintah. Dia juga tidak
segan-segan bermitra dengan teman, jika
pekerjaan yang didapat membutuhkan modal yang
sangat besar.
Menangani sebuah proyek besar dengan beberapa mitra
ternyata tidak mudah. Banyak hal
terjadi di luar perhitungan rasionalnya. Di sinilah
biasanya kepercayaan antar anggota dalam tim
diuji. Keuntungan yang besar, kadangkala justru
membuat tim yang sejak awal cukup solid membuat
tercerai berai karena nafsu keserakahan. Beberapa
mitranya pernah tidak menepati janji soal
pembagian keuntungan. Bahkan, ada juga yang
berani memakai dana bersama untuk kepentingan
bisnisnya sendiri. Saat dana itu dibutuhkan, dana
tersebut tidak bisa ditarik karena sedang diputar di
bisnis lainnya. Ada juga beberapa rekanan yang
suka menelikung dari belakang.
“Sikut-menyikut dalam bisnis ini ternyata tidak
bisa terelakkan. Apalagi kalau nilai proyek sangat
besar, ungkap bungsu dari tiga bersaudara ini.
Perjalanan waktu ternyata justru mengarahkan
Heri untuk tidak semakin tertarik dengan bisnis yang
dijalaninya. Setelah berkonsultasi dan minta
pertimbangan pamannya, akhirnya dia memutuskan
untuk mengundurkan dari bisnis rekanan ini.
Entahlah, hati saya semakin merasa tidak nyaman
di bisnis ini, jawabnya lirih ketika ditanya
mengenai alasan utamanya.
Tidak tahan berdiam diri terlalu lama, Heri
segera mengeksplorasi berbagai peluang bisnis yang
bisa dijalaninya. Dia terus menggali, value apa yang
bisa diberikan dalam bisnisnya nanti. Dia juga
melakukan survei ke beberapa kota. Setelah
melakukan pengamatan yang mendalam dan
mempertimbangkan berbagai faktor, akhirnya dia
memutuskan untuk membuka toko busana khusus
pria. Lokasi yang dipilihnya bukan lagi di Jakarta,
melainkan di Banda Aceh, tempat kelahiran
orangtuanya. Walaupun lahir di Jakarta, tetapi Heri
sangat familier dengan daerah Aceh, karena dia
sering berkunjung ke sana untuk menengok kerabatnya.
Pada 2003, toko yang diberi nama Fokus akhirnya dibuka.
Toko tersebut menempati ruko di pusat
perdagangan Peunayong, Banda Aceh. Lantai dasar
dipergunakannya sebagai showroom, lantai dua
untuk gudang stock, sementara lantai tiga untuk
tempat tinggalnya selama berada di Banda Aceh.
Konsep toko yang diusungnya boleh dibilang
cukup unik. Hal ini sengaja dilakukannya untuk
membedakan dengan toko yang sudah ada di sana.
Heri menyediakan pakaian khusus pria, dan merek
yang sudah terkenal. Desain dan kualitas menjadi
pertimbangan utama dalam pemilihan produk yang
dijualnya. Tentu saja dia melakukan pelabelan harga
untuk semua produknya. Konsumen yang dibidiknya
adalah para pemuda gaul dari kelas menengah ke atas.
Heri selalu mengamati produk yang sedang
ngetren di Jakarta, untuk dibawa ke Banda Aceh.
Biasanya produk yang saat ini sedang ngetren di
Jakarta, baru akan in di Banda Aceh setelah dua
atau tiga bulan, ujar Heri menjelaskan pengalaman
yang diperolehnya.
Untuk menjalankan bisnis ini, Heri menggandeng
seorang mitra yang sudah berpengalaman dalam
bisnis fesyen dan tinggal di Banda Aceh.
Keputusannya untuk bermitra tersebut tentu
mempunyai pertimbangan tersendiri.
“Saya berharap dengan bermitra, akan terjadi
sinergi dan akselerasi sehingga toko Fokus bisa
lebih cepat berkembang, jelasnya singkat.
Berkat ketekunannya, omzet penjualan di toko
Fokus mulai menggeliat. Pelayanan yang terbaik
kepada pelanggan terus dibangun. Konsumen yang
pernah membeli, sebisa mungkin dikonversi menjadi
pelanggan setia. Berbagai pelayanan yang sifatnya
personal juga dilakukan. Hasilnya, rata-rata para
pelanggan mau datang kembali untuk melakukan
pembelian ulang. Apalagi sejumlah koleksi terbaru
selalu didatangkan secara rutin dari Jakarta. Heri
berusaha untuk selalu memberikan informasi kepada
para pelanggannya, jika ada model terbaru dari Jakarta.
Dalam rangka memenuhi permintaan pelanggannya
akan produk yang bagus dan berkualitas, tidak
jarang Heri memanfaatkan sale moment yang
diselenggarakan oleh berbagai department store
bergengsi di Jakarta. Saat sale tersebut, dia bisa
berburu berbagai jenis produk yang berkualitas
dengan harga yang cukup murah. Tercatat
beberapa kali dia memborong produk eksklusif saat
ada program sale di Metro Department Store Plaza,
Senayan dan Pondok Indah Mall.
Seiring berjalannya waktu, toko Fokus mulai
dipercaya beberapa pemilik merek busana terkenal,
untuk menjadi authorized agent di Banda Aceh.
Omzet pun terus meningkat. Dalam sebulan, tidak
sulit bagi Heri untuk meraih pendapatan bersih di
atas sepuluh juta rupiah. Bayangkan saja, saat
peak season menjelang lebaran, omzetnya bahkan
pernah mencapai 480 juta rupiah.
Saat Heri mulai menikmati hasil dan usaha yang
dirintisnya, bencana Tsunami yang meluluhlantakan
Banda Aceh pada akhir 2004 lalu, ikut
menghancurkan toko Fokus kebanggaannya. Saat
itu bersama ribuan orang lainnya, Heri berusaha
menyelamatkan diri. Tsunami yang menghentakkan
perhatian dunia, benar-benar di luar kekuasaan
manusia untuk menolaknya.
Akibat Tsunami tersebut, HerĂ sempat hidup
bersama ribuan pengungsi lainnya. Keluarganya di
Jakarta panik luar biasa, karena tidak berhasil
mendapatkan kabar keberadaan Heri selama
beberapa hari. Apalagi saat itu nyaris semua
saluran komunikasi terganggu. Baru selang
beberapa hari, Heri berhasil memberi kabar kalau dia
selamat.
Ketegaran Heri juga diuji, ketika menyaksikan
toko yang telah dibangunnya dengan susah payah
hancur berantakan. Toko Fokus yang berada di
jejeran ruko, kondisinya penuh lumpur dan porak
poranda. Stok barang dagangan yang tidak ikut
hanyut, kondisinya rusak parah dan tidak mungkin
dijual lagi. Heri hanya terdiam menyaksikan kondisi
tokonya. Dia merasa mendapatkan teguran Yang Maha Kuasa.
“Saya berusaha untuk mengihklaskan semua,”
ucapnya singkat. Matanya tampak berkaca-kaca.
Walaupun hatinya sangat sedih, dia terus berusaha
untuk tegar.
“Saya bersyukur masih diberi kesempatan oleh
Tuhan. Saya yakin semua pasti ada hikmahnya,
tambahnya sambil berusaha untuk tersenyum.
Kabar tentang selamatnya Heri dari bencana,
sungguh merupakan sebuah anugerah bagi
keluarganya. Orangtuanya yang tinggal di Jakarta
sangat bersyukur atas keselamatan Heri. Walaupun
mereka juga sangat bersedih karena kehilangan
kerabat yang tidak sedikit jumlahnya. Peristiwa
Tsunami yang dialaminya langsung memberikan
banyak pengalaman ruhani yang luar biasa.
Setelah berbagai urusan di Banda Aceh
diselesaikannya, Heri kembali ke Jakarta. Dia
menenangkan diri untuk sementara waktu. Dia
mencoba untuk terus mengambil hikmah dan
sepenggal episode hidupnya. Setiap melihat berita
tentang Tsunami, dia selalu teringat
pengalamannya yang luar biasa waktu itu.
Atas dorongan dan bantuan dari saudaranya
yang ada di Jakarta, Heri memutuskan untuk
memulai lagi denyut kehidupannya dengan kembali
membangun usaha. Namun, kali ini dia tidak ingin
meneruskan usahanya di Banda Aceh. Heri bertekad
untuk membangun usaha kembali di Jakarta. Meski
dia harus memulai dari nol. Semua modalnya habis
ditelan Tsunami. Uang tabungan yang nilainya tidak
seberapa dimanfaatkannya untuk kembali mencari
peluang yang bisa digarapnya.
Dia mencoba menjalin silaturahmi dengan teman dan
kerabat yang ada di Jakarta. Tidak lupa
dia juga mengunjungi beberapa rekan bisnis yang
pernah menjadi suppliernya saat masih mengelola
toko di Banda Aceh. Dari hasil komunikasi tersebut
dan masukan dari berbagai pihak, akhirnya dia
memutuskan untuk membuka bisnis dalam bidang
produksi dan pemasaran celana jeans khusus pria.
Bidang ini tentu saja bukan hal baru baginya. Sejak
dulu dia memang penggemar celana jeans. Sewaktu
berbisnis di Banda Aceh, celana jeans merupakan
salah satu produk andalan yang dijualnya.
“Saya ingin mencoba wilayah lain, kalau dulu
hanya sebagai distributor, kali ini saya akan
mencoba terjun sebagai produsen,” jelasnya
optimistis.
Berhubung terjun sebagai produsen adalah
pengalaman pertama baginya, Heri kembali
menggandeng mitra yang sudah punya banyak
pengalaman di bisnis celana jeans. Dengan modal
pinjaman dari beberapa kerabatnya, Heri
memberanikan diri untuk termain di pusat grosir
pasar Tanah Abang. Menempati sebuah kios di Blok
A lantai satu, bendera bisnisnya kembali dikibarkan.
Kali ini dia memakai nama toko Polly Jeans.
Sementara celana jeans yang diproduksinya
memakai merek Leyyos dan Volcano.
“Sebagai produsen, keberanian berbisnis di
Tanah Abang sangat diperlukan agar produk kita
segera dikenal di berbagai daerah, jelas Heri ketika
ditanya pertimbangannya dalam memilih pasar
Tanah Abang sebagai markas bisnis barunya.
Semua jenis pekerjaan dalam proses produksi
celana jeans, Heri serahkan ke perusahaan lain
dengan sistem makloon atau outsourcing. Dia
hanya perlu membeli bahan, menentukan model,
dan standar kualitas yang diharapkan. Pekerjaan
selanjutnya, mulai dari memotong kain, menjahit,
mencuci, sampai pekerjaan finishing, akan ditangani
perusahaan konveksi yang menjadi mitranya. Atas
jasa tersebut, Heri memberikan fee sesuai dengan
kesepakatan sebelumnya.
Walaupun kelihatannya sederhana, tetapi dalam
praktik, sering tidak semudah yang dibayangkan.
Kontrol terhadap konveksi yang ditunjuk harus
tetap dilakukan dengan ketat. Di samping untuk
menjaga standar kualitas barang, juga menghindari
keterlambatan penyelesaian suatu pekerjaan.
Dalam masalah model, misalnya, pengalaman
dan intuisi sangat diperlukan agar tidak terjadi
kesalahan dalam mengambil keputusan. Terutama
saat memutuskan untuk meluncurkan produk baru.
Apabila momentumnya tidak tepat, model yang
telah diproduksi bisa jadi hanya akan teronggok
manis di gudang. Model yang telah lewat atau out
of date, juga akan sulit terserap oleh pasar. Apalagi
bagi produsen yang bermain dalam jumlah besar,
kesalahan dalam meluncurkan model baru akan
sangat berpengaruh terhadap kinerja keuangan.
Lantaran semangatnya yang tinggi untuk terus
belajar, pernak pernik proses pembuatan celana
jeans pun cepat dikuasai Heri. Sadar atau tidak, dia
telah membangun jaringan bisnis dengan para
pemain senior di Tanah Abang. Perkenalannya
dengan para pemain yang menerima jasa makloon,
juga membuka wawasannya tentang peluang besar
di bisnis ini. Interaksi dengan para supplier kain ikut
menyumbangkan pengetahuan mengenai mata
rantai jalur distribusi kain di Indonesia.
Khusus untuk pembuatan celana jeans, kiprah
perusahaan yang bergerak khusus di bidang jasa
pencucian, juga menarik untuk dicermati. Teknologi
pencucian jeans, ternyata tidak sesederhana yang
dibayangkan Heri sebelumnya. Justru pada proses
pencucian inilah, kualitas dan efek kekhasan yang
ingin ditawarkan konsumen ditentukan.
Biasanya, di samping menggunakan formula
kimiawi tertentu, perusahaan jasa pencucian juga
memanfaatkan batu apung sebagai salah satu
media. Makin sulit dan bagus efek cucian yang
diharapkan, makin mahal jasa cuci per potongnya.
lntinya, hasil makin hancur, harga makin mahal,
cetus Heri sambil tertawa.
Pemberian aksesori tertentu juga menentukan
ciri khas dan difererisiasi produk. Aksesori juga
penting digunakan untuk membedakan dengan
produk pesaing. Semakin banyak aksesori, maka
akan semakin sulit ditiru pesaing. Tentu saja biaya
pembuatannya akan menjadi lebih mahal dan
berpengaruh terhadap harga jual akhir kepada konsumen.
Persaingan bisnis garmen di Tanah Abang juga
semakin ketat. Banyak sekali tantangan dan cobaan
yang harus dihadapi. Sebagai pusat grosir terbesar
di Asia Tenggara, Tanah Abang menjadi ajang
pertemuan para pedagang dari berbagai daerah,
bahkan mancanegara. Tentu saja tidak semua
pedagang tersebut menjunjung tinggi kode etik dan
nilai kejujuran dalam berdagang. Untuk itu, sangat
diperlukan sikap kehati-hatian dan selalu waspada
dalam setiap transaksi yang dilakukan.
Soal pembayaran tidak jarang menjadi masalah
utama bagi para pedagang di sini, terutama bagi
pendatang baru seperti Heri yang masih mencoba
untuk meraih pelanggan. Agar bisa bersaing dengan
para pedagang lainnya, sering kali dia tidak bisa
menolak pembayaran dengan giro mundur yang
cukup lama. Pelanggan dari luar daerah yang
membeli dalam jumlah besar, rata-rata selalu
menggunakan giro mundur sebagai alat
pembayarannya,” ujar Heri berterus terang.
Awalnya memang lancar-lancar saja. Tapi setelah
berjalan beberapa lama, masalah mulai
bermunculan ketika ada beberapa giro yang
diterimanya tidak bisa dicairkan alias kosong.
Berurusan dengan customer yang telah
memberikan giro kosong ini, sangat menyita energi
dan pikiran. Padahal Heri sudah terhitung sangat
hati-hati dalam melepas produknya, terutama
untuk pelanggan yang memakai sistem pembayaran
mundur ini. Namun, kadang-kadang ada saja
masalah yang muncul di luar kendalinya.
Kadangkala Heri harus mendatangi langsung
pelanggan yang tidak menunjukkan sikap kooperatif
dalam urusan pembayaran dengannya. Perjalanan
bisnis ke Sumatra pun pernah dilakukannya untuk
menyelesaikan masalah utang-piutang dengan
beberapa customer yang bandel.
Dalam kondisi sulit, karena tersendatnya aliran
dana masuk, Heri harus pintar memutar otak untuk
meyakinkan supphernya bahwa dia akan tetap
memenuhi kewajiban pembayaran kain kepada
mereka. Biasanya dia minta pengunduran jatuh
tempo kepada beberapa supplier yang sudah lama
menjadi mitranya.
Berpartner dengan orang lain ternyata juga
memberikan tantangan tersendiri. Pemilihan partner
yang tepat, sangat menentukan keberhasilan usaha
yang dibangun. Kecocokan dalam visi dan misi
diperlukan agar bila terjadi beda pendapat bisa
diselesaikan dengan baik. Namun dalam perjalanannya,
selalu ada perbedaan pendapat yang menuntut
sikap kedewasaan dan kebijaksanaan yang tinggi.
Salah satu tantangan yang paling berat adalah
bagaimana mengelola mental agar senantiasa
tegar dan tenang dalam menghadapi masalah apapun.
Heri menyimpulkan bahwa keberhasilan dalam
bermain di pusat grosir sekelas Tanah Abang tidak
hanya ditentukan oleh kemampuan teknis dan
manajemen yang tinggi.
“Kepiawaian dalam mengelola hati atau emosi
justru sangat menentukan keberhasilan pebisnis,”
ujar Heri sambil berusaha merekam pengalamannya.
Persaingan yang amat ketat disertai dengan
berbagai cobaan yang datang silih berganti,
menuntut kebijaksanaan tingkat tinggi. Apalagi
praktik persaingan bisnis yang tidak sehat sering
terjadi di pasar grosir terbesar ini. Godaan untuk
berbuat tidak fair selalu ada dan terbuka.
Keteguhan hati dan keyakinan terhadap prinsip
sangat diperlukan agar tidak terombang-ambing
oleh kuatnya gelombang kehidupan, tandas Heri
yang hobi menonton sepak bola ini.
Sampai detik ini, Heri terus belajar untuk bisa
mengelola mentalnya dengan baik. Aspek mental ini
berpengaruh langsung pada prestasi seorang
pebisnis. Setiap pebisnis perlu membekali diri
dengan sikap mental yang kuat, baik, tangguh, dan
tahan banting. Salah satu caranya adalah dengan
selalu belajar dan berlatih membangun serta
mempertahankan sikap mental yang sudah baik,
melalui kebiasaan hidup yang seimbang. Heri
menyadari sepenuhnya bahwa keberhasilan yang
ingin dicapainya harus dibayar dengan proses
perjuangan yang panjang.
Dari Buku: Rahasia Jadi Entrepreneur Muda – Kumpulan kisah para pengusaha muda yang sukses berbisnis dari nol, Penulis: Faif Yusuf, Penerbit: DAR! Mizan
No comments:
Post a Comment