Wednesday, March 13, 2013

Ade, Mantan Manajer IT yang Sukses Lewat Bisnis Software Development ‘Jsoft’, Produknya Kini Sudah Menembus Mancanegara

Berbekal ketekunan dan semangat pantang

menyerah, Ade Aan Wirama memantapkan diri

terjun sebagai pengusaha dalam bisnis software

development. Bersama dua orang partner, dia

mendirikan perusahaan software development

dengan nama Jade Software Indonesia. Selain itu,

Ade juga memfokuskan diri pada jasa

pengembangan software untuk urusan logistik,

pembuatan program yang disesuaikan dengan

kebutuhan costumer.

Berkat profesionalisme yang tinggi, perusahaan

Jsoft Indonesia kini telah dikenal, terutama di dunia

logistik. Klien perusahaan ini pun tidak hanya dari

dalam negeri, bahkan sudah banyak yang berasal

dari luar negeri. Perusahaan yang mempunyai

alamat situs www.jsoftindonesia.com ini berkantor

di Kelapa Gading, Jakarta.

Beberapa software andalan Jsoft di antaranya

adalah J-Freight dan J-Repair. Software J-Freight

yang sangat dibutuhkan oleh dunia logistik tersebut

kini telah mendobrak pasar Jerman, Hongkong, dan

Singapura. Sedangkan software J-Repair kini

menjadi program standar untuk berbagai bengkel di

bawah salah satu grup terkenal yang mempunyai

anggota 200 bengkel.

Perjalanan Ade menjadi pengusaha di bidang ini,

dimulai ketika dia mengambil keputusan untuk

mengundurkan diri dari sebuah perusahaan

pelayaran nasional pada awal 2000. Saat itu, dia

menjabat sebagai IT Manager dengan lima orang

staf IT dan sebelas staf EDP. Saat itu bisa dibilang

gaji Ade sudah cukup tinggi, selain menerima

fasilitas mobil dan notebook, dia juga mempunyai

hubungan yang sangat dekat dengan owner.

Dengan kenyamanan seperti itu, sangat wajar jika

banyak pihak yang menyayangkan bahkan

menentang keputusannya untuk mengundurkan diri,

termasuk orangtua dan mertua. Hanya istrinyalah

satu-satunya orang yang sangat mendukung

keputusannya saat itu.

Ade mulai berbisnis dengan modal keyakinan

yang kuat bahwa dia akan berhasil. Dia bahkan

memulainya tanpa mobil, notebook, atau komputer

yang bagi sebagian orang IT adalah salah satu

‘tangan’. Ade hanya mengandalkan sedikit

tabungannya yang masih tersisa. Selama empat

bulan pertama, dia telah menghabiskan sisa-sisa

tabungannya. Hingga akhirnya, dia memperoleh

proyek pertama berupa penjualan hardware dengan

keuntungan 10 juta.

Keuntungan tersebut langsung digunakannnya

sebagai modal membeli notebook. Berkat

ketekunannya, proyek berikutnya pun datang silih

berganti hingga akhirnya Ade bisa menyewa gedung

di Graha Kirana, Jakarta, lantai tujuh, dan

membawahkan tujuh orang karyawan.

Saat Ade mulai menikmati hasil perjuangannya,

tiba-tiba satu customer besamya menyatakan

bangkrut pada 2 Januari 2001. Imbasnya mereka

tidak bisa membayar tagihan penjualan komputer

dari perusahaan Ade sebesar 150 jutaan.

Customer-nya juga tidak bisa melunasi tunggakan

jasa lainnya yang nilainya ratusan juta. Sementara

saat itu, tidak ada satu pun aset yang bisa disita

karena sudah disita terlebih dahulu oleh perusahaan

lain yang juga memberikan kredit kepada

customer-nya. Karena manajemen yang belum

bagus, tingginya piutang yang tak tertagih,

akhirnya perusahaan Ade ikut bangkrut.

Sementara dia sendiri masih mempunyai utang

kepada supplier yang jumlahnya cukup besar.

Ade pun harus menerima kenyataan pahit ini

dengan lapang dada. Satu tahun setelah dia
memutuskan menjadi entrepreneur, kondisinya pada

saat itu seperti berbalik 180 derajat, dan secara

mendadak dia mempunyai utang sekitar 250 juta.

Saat itu benar-benar menjadi masa yang sulit

bagi Ade dan keluarganya. Karyawan dan

teman-teman yang dulu dekat dengannya tiba-tiba

seakan menjauh entah kenapa. Dalam kondisi

bangkrut, Ade juga masih harus berurusan dengan

kejaran para debt collector yang disewa para

suppliernya.

Ade pun menjual seluruh harta benda, mobil,

notebook, computer, dan handphone untuk

membayar sisa gaji karyawan dan sebagian utang.

Namun, dia tetap mempertahankan rumah untuk

keluarganya berteduh. Ade juga tidak pernah punya

niat untuk melarikan dir. Dia hadapi seluruh cacian,

telepon, surat, bahkan kedatangan 8 orang debt

collector dalam satu mobil kijang untuk menagih

utang. Dia hadapi semua itu dengan kebesaran jiwa

dan penuh ketabahan.

Namun, tidak ada satu pun di dunia ini yang

bisa menghalanginya untuk tetap hidup, tetap

bersemangat, dan tetap yakin bahwa dia bisa

menyelesaikan masalah yang menghimpitnya. Oleh

karena itu, dengan cobaan yang sangat berat

karena lilitan utang, Ade memberanikan diri

membuat proposal bisnis dan melamar kembali

menjadi profesional di sebuah grup perusahaan

ternama.

Ade selalu berkeyakinan bahwa Tuhan akan

memberikan yang terbaik buat hamba-Nya. Dia
yakin banyak hikmah dan pelajaran yang bisa

diambil dari peristiwa kebangkrutannya itu. Ade

sangat bersyukur bahwa dalam waktu satu bulan

setelah tragedi itu, dia bisa kembali bekerja sebagai

pimpinan pada sebuah perusahan consulting dalam

grup perusahaan ternama. Hasil dan bekerja

sebagai profesional, dia gunakan untuk melunasi

kewajiban secara bertahap, sambil terus melakukan

recovery terhadap perekonomian keluarganya.

Berkat prestasinya dalam mengelola perusahaan, Ade pun akhimya direkrut

sebuah perusahaan Swiss yang berbasis di Hongkong. Dia sempat

bekerja dan tinggal di Hongkong. Namun, jiwa

petualangan dan wirausaha yang mengalir dalam

dirinya, membuat Ade kembali tertantang untuk

menjadi pengusaha. Maka pada 2003, Ade kembali

memutuskan keluar dari perusahaan Swiss.

Walaupun saat itu, dia menerima gaji dalam dolar

dengan nilai yang cukup besar untuk ukuran

Indonesia.

Ade kembali dikatakan gila oleh kawan

kawan dekat, orangtua, dan mertuanya. Namun

sekali lagi, dukungan yang sangat besar diberikan

oleh istrinya. Dia begitu percaya bahwa Ade mampu

menjadi pengusaha. Apalagi waktu itu dia lebih siap

dengan modal seperti notebook, kendaraan, dana,

network dan sebagainya.

Kini, perusahaan yang didirikannya semakin

mantap melenggang sebagai pemain yang amat

diperhitungkan dalam bidang software

development, khususnya untuk dunia logistik.
Omzet semakin meningkat seiring dengan

bertambahnya jumlah customer. Apalagi Ade

berhasil melakukan negosiasi untuk bisa melakukan

pekerjaan secara remote sehingga pada saat yang

sama dia bisa melayani untuk banyak customer

sekaligus.

Ketika ditanya tentang lebih enak mana antara

menjadi karyawan atau pengusaha. Ade

menjelaskan dengan mengambil perbandingan satu

orang kawan yang paling bagus kondisinya, di

antara sekian banyak kawannya yang masih

menjadi karyawan hingga saat ini.

Saat pertama kali bekerja sebagai karyawan

sekian tahun yang lalu, kawannya itu memperoleh

gaji Rp500 ribu dan bisa menyuruh-nyuruh orang

karena grade-nya agak tinggi. Sementara Ade

hanya digaji Rp125 ribu, karena dia-lah orang yang

di suruh-suruh itu. Dua tahun kemudian, kawannya

naik pangkat menjadi manajer dengan gaji Rpl,5

juta dan dapat fasilitas inventaris mobil. Sementara

gaji Ade hanya naik hingga Rp750 ribu dan tetap

menjadi anak buahnya. Satu tahun kemudian, gaji

kawannya naik lagi menjadi dua juta, sementara

Ade harus pindah kerja supaya mendapatkan gaji

sebesar satu juta.

Lima tahun kemudian, kawannya tersebut masih menjadi karyawan sebagai IT

Manager di sebuah perusahaan Korea dengan 10 anak buah.

Sedangkan Ade sudah menjadi pengusaha dan

keluar dari kantor dengan jabatan IT Manager

dengan 16 anak buah. Selama empat bulan setelah
keluar kerja, Ade tidak mendapatkan income, dia

hanya mengandalkan hidup dan sisa-sisa

tabungannya. Padahal saat itu, dia baru punya

anak umur tiga bulan, baru pindah satu bulan dari

rumah mertua ke rumah sendiri, tidak ada mobil

atau motor, tidak ada komputer atau pun notebook.

Yang menjadi modalnya saat itu hanyalah planning

kerja sebagai wiraswasta, dan sebuah produk

software yang sudah jadi.

Empat bulan kemudian, kawannya masih menjadi karyawan sebagai IT Manager di

Perusahaan yang sama, sedangkan Ade telah mendapat proyek

pertama senilai RplOO juta. Keuntungan dari proyek

tersebut langsung dia jadikan untuk modal usaha,

membayar utang, membeli notebook, dan membuka

SOHO (Small Office Home Office).

Saat ini, kawannya masih menjadi karyawan

sebagai IT Manager di perusahaan yang berbeda.

Sementara Ade tetap menjadi pengusaha,

berkantor di Kelapa Gading, bisa masuk siang dan

pulang siang itu juga, bisa liburan kapan saja,

punya notebook dan komputer, punya mobil, rumah

lebih besar, bisa menggaji karyawan, dan bahkan

berteman dekat dengan presiden direktur dari

tempat kawannya bekerja.

Dari cerita ini, Ade tetap merasa lebih enak

menjadi pengusaha daripada menjadi karyawan.

Walaupun di pertengahan jalan, ada tahap di mana

dia banyak mengalami berbagai hambatan, tapi

ternyata hambatan tersebut tidak menjatuhkannya,

melainkan justru memperkuat mentalnya sehingga
kualitas bisnis dan kehidupan keluarganya justru

semakin meningkat.

Sebagai salah satu ungkapan syukur atas karunia yang diterimanya, Ade

selalu berusaha untuk berbagi kebahagiaan dengan yang lain. Dia pun

mendirikan lembaga sosial dengan nama CFH

(Coding For Humanity). Lembaga ini memberikan

pelatihan komputer gratis bagi anak jalanan dan

anak-anak tidak mampu. Berbagai aktivitas

sosialnya di CFH bisa dilihat di blog-nya

http://www.wirama.wordpress.com. Biog tersebut

dimaksudkan Ade sebagai wadah informasi kegiatan

CFH, karena CFH belum memiliki web sendiri. Dia

berharap semoga apa yang tertuang dalam blog itu

dapat memberikan inspirasi bagi orang lain untuk

dapat saling membantu dengan sesama.

Saat ini, CFH telah mempunyai beberapa cabang, bukan hanya di Jakarta,

melainkan juga merambah ke Surabaya dan Bandung. Anak-anak

jalanan yang dilatih pun semakin banyak. Sejak

didirikan pada 17 Juli 2006, berbagai pelatihan

komputer gratis bagi anak jalanan telah dilakukan.

Pelatihan pertama diadakan di Dilts Foundation, dan yang terakhir di Rumah

Singgah Pelita Rasamala Senen. Sejumlah relawan

programmer yang direkrut Ade juga bertambah dari

semula lima relawan hingga kini menjadi tiga puluh

lima relawan. Mereka semua tersebar di Jakarta,

Bandung, dan Surabaya.

Melalui CFH, Ade dan kawan-kawannya

meluangkan waktu, dana, dan tenaga demi sebuah

misi sosial, tanpa mengharapkan imbalan apa pun.

Bahkan, tidak jarang mereka harus mengeluarkan

dana sendiri untuk operasionalnya. Ade bertekad

menyumbangkan sebagian keuntungan bisnisnya

khusus untuk mengembangkan CFH ini.

Sejak awal, Ade memang tidak berniat untuk

menggalang dana atau meminta sumbangan dari

pihak lain. Selain mendapatkan pendanaan dari

keuntungan Jsoft Indonesia, Ade juga membuka

sebuah toko komputer di Mangga Dua Square untuk

menopang biaya operasional CFH.

Ade juga salut dan bangga dengan kawan

kawannya yang rela datang jauh-jauh dari

Pamulang sampai Tanjung Priok hanya untuk

mengajar di CFH Jakarta. Banyak kejadian yang

membuatnya terharu. Ada yang kehujanan saat

perjalanan pulang. Ada yang mengalami kecelakaan

kecil sebelum mengajar, tapi karena dia

bertanggung jawab untuk materi pengajaran serta

jadwal mengajarnya, dia tetap datang juga.

Walaupun masih terlihat bekas lukanya, kawannya

ini tetap semangat untuk mengajar dan memberikan

komitmennya.

Ade berkeyakinan bahwa bisnisnya akan

mendapatkan banyak rahmat dan rezeki berkat

aktivitas sosialnya di CFH. Ade merasa tercerahkan

dan menyadari bahwa ketika berbisnis saja dibantu

oleh Allah, apalagi ketika mengadakan kegiatan

sosial. Ade yakin dia tidak akan kekurangan atau

miskin dengan banyak mengeluarkan dana untuk

aktivitas sosialnya.
Fakta justru membuktikan bahwa sebetulnya

Allah telah memberikan rezeki yang begitu berlimpah

kepadanya semenjak CFH didirikan. Dia banyak

menerima pesanan software, baik untuk perusahaan

lokal maupun multinasional.

Sebagaimana pengusaha yang lain, Ade

menyatakan pentingnya fokus dalam usaha

membangun sebuah bisnis. Alhamdulillah saya bisa

menjaga fokus bisnis saya, yaitu dalam bidang

software development. Apa pun kondisi yang

sedang saya hadapi, customer mengenal saya

sebagai ahli di bidang tersebut, ungkap pria yang

sejak kecil jago main catur ini.

Berkat konsistensi, calon customer maupun

customer yang sudah ada, tetap melihat Ade

sebagai pebisnis yang konsisten dan fokus terhadap

jalur bisnisnya. Setiap mereka butuh software,

mereka akan ingat kepada saya atau perusahaan

saya, papar Ade yang menghabiskan masa

remajanya di Malang, Jawa Timur ini.

Dalam berbisnis, Ade juga menekankan pentingnya prinsip be yourself.

untuk menerapkan ini, seorang pebisnis

terlebih dahulu perlu mengetahui kemampuan,

keahlian, apa yang menjadi passion-nya, ujar anak

seorang PNS ini.

Bagi teman-teman yang ingin terjun menjadi wirausaha, Ade tetap

menyarankan pentingnya sebuah persiapan.

Persiapan di sini bukan hanya dan soal dana saja,

walaupun dana itu penting, yang paling

utama adalah persiapan mental. Selain itu juga

rencana bisnis yang matang, bidang apa yang akan

digeluti, dan berapa target kerja yang akan dicapai.

Persiapan juga mencakup pengetahuan tentang

berbagai hal yang berhubungan dengan industri

yang akan digeluti. Membina hubungan dengan

calon partner, ikut milis yang mendukung, dan

bergabung dalam komunitas juga akan membantu

perkembangan bisnis kita, ungkap pria yang senang

tampil modis ini.

Begitu target dibuat, “jangan mundur satu

langkah pun,” tegas Ade. Apabila ada hambatan di

jalan, anggap saja itu latihan sebelum bertemu

hambatan sesungguhnya di belantara bisnis. Satu

hal penting yang harus diingat adalah perusahaan

hanya akan menerima kita bekerja sampai batas

umur tertentu, tapi perusahaan milik kita sendiri

akan tetap menerima dan menampung kita seumur

hidup.
Dari Buku: Rahasia Jadi Entrepreneur Muda – Kumpulan kisah para pengusaha muda yang sukses berbisnis dari nol, Penulis: Faif Yusuf, Penerbit: DAR! Mizan

No comments: