Berbekal ketekunan dan semangat pantang
menyerah, Ade Aan Wirama memantapkan diri
terjun sebagai pengusaha dalam bisnis software
development. Bersama dua orang partner, dia
mendirikan perusahaan software development
dengan nama Jade Software Indonesia. Selain itu,
Ade juga memfokuskan diri pada jasa
pengembangan software untuk urusan logistik,
pembuatan program yang disesuaikan dengan
kebutuhan costumer.
Berkat profesionalisme yang tinggi, perusahaan
Jsoft Indonesia kini telah dikenal, terutama di dunia
logistik. Klien perusahaan ini pun tidak hanya dari
dalam negeri, bahkan sudah banyak yang berasal
dari luar negeri. Perusahaan yang mempunyai
alamat situs www.jsoftindonesia.com ini berkantor
di Kelapa Gading, Jakarta.
Beberapa software andalan Jsoft di antaranya
adalah J-Freight dan J-Repair. Software J-Freight
yang sangat dibutuhkan oleh dunia logistik tersebut
kini telah mendobrak pasar Jerman, Hongkong, dan
Singapura. Sedangkan software J-Repair kini
menjadi program standar untuk berbagai bengkel di
bawah salah satu grup terkenal yang mempunyai
anggota 200 bengkel.
Perjalanan Ade menjadi pengusaha di bidang ini,
dimulai ketika dia mengambil keputusan untuk
mengundurkan diri dari sebuah perusahaan
pelayaran nasional pada awal 2000. Saat itu, dia
menjabat sebagai IT Manager dengan lima orang
staf IT dan sebelas staf EDP. Saat itu bisa dibilang
gaji Ade sudah cukup tinggi, selain menerima
fasilitas mobil dan notebook, dia juga mempunyai
hubungan yang sangat dekat dengan owner.
Dengan kenyamanan seperti itu, sangat wajar jika
banyak pihak yang menyayangkan bahkan
menentang keputusannya untuk mengundurkan diri,
termasuk orangtua dan mertua. Hanya istrinyalah
satu-satunya orang yang sangat mendukung
keputusannya saat itu.
Ade mulai berbisnis dengan modal keyakinan
yang kuat bahwa dia akan berhasil. Dia bahkan
memulainya tanpa mobil, notebook, atau komputer
yang bagi sebagian orang IT adalah salah satu
‘tangan’. Ade hanya mengandalkan sedikit
tabungannya yang masih tersisa. Selama empat
bulan pertama, dia telah menghabiskan sisa-sisa
tabungannya. Hingga akhirnya, dia memperoleh
proyek pertama berupa penjualan hardware dengan
keuntungan 10 juta.
Keuntungan tersebut langsung digunakannnya
sebagai modal membeli notebook. Berkat
ketekunannya, proyek berikutnya pun datang silih
berganti hingga akhirnya Ade bisa menyewa gedung
di Graha Kirana, Jakarta, lantai tujuh, dan
membawahkan tujuh orang karyawan.
Saat Ade mulai menikmati hasil perjuangannya,
tiba-tiba satu customer besamya menyatakan
bangkrut pada 2 Januari 2001. Imbasnya mereka
tidak bisa membayar tagihan penjualan komputer
dari perusahaan Ade sebesar 150 jutaan.
Customer-nya juga tidak bisa melunasi tunggakan
jasa lainnya yang nilainya ratusan juta. Sementara
saat itu, tidak ada satu pun aset yang bisa disita
karena sudah disita terlebih dahulu oleh perusahaan
lain yang juga memberikan kredit kepada
customer-nya. Karena manajemen yang belum
bagus, tingginya piutang yang tak tertagih,
akhirnya perusahaan Ade ikut bangkrut.
Sementara dia sendiri masih mempunyai utang
kepada supplier yang jumlahnya cukup besar.
Ade pun harus menerima kenyataan pahit ini
dengan lapang dada. Satu tahun setelah dia
memutuskan menjadi entrepreneur, kondisinya pada
saat itu seperti berbalik 180 derajat, dan secara
mendadak dia mempunyai utang sekitar 250 juta.
Saat itu benar-benar menjadi masa yang sulit
bagi Ade dan keluarganya. Karyawan dan
teman-teman yang dulu dekat dengannya tiba-tiba
seakan menjauh entah kenapa. Dalam kondisi
bangkrut, Ade juga masih harus berurusan dengan
kejaran para debt collector yang disewa para
suppliernya.
Ade pun menjual seluruh harta benda, mobil,
notebook, computer, dan handphone untuk
membayar sisa gaji karyawan dan sebagian utang.
Namun, dia tetap mempertahankan rumah untuk
keluarganya berteduh. Ade juga tidak pernah punya
niat untuk melarikan dir. Dia hadapi seluruh cacian,
telepon, surat, bahkan kedatangan 8 orang debt
collector dalam satu mobil kijang untuk menagih
utang. Dia hadapi semua itu dengan kebesaran jiwa
dan penuh ketabahan.
Namun, tidak ada satu pun di dunia ini yang
bisa menghalanginya untuk tetap hidup, tetap
bersemangat, dan tetap yakin bahwa dia bisa
menyelesaikan masalah yang menghimpitnya. Oleh
karena itu, dengan cobaan yang sangat berat
karena lilitan utang, Ade memberanikan diri
membuat proposal bisnis dan melamar kembali
menjadi profesional di sebuah grup perusahaan
ternama.
Ade selalu berkeyakinan bahwa Tuhan akan
memberikan yang terbaik buat hamba-Nya. Dia
yakin banyak hikmah dan pelajaran yang bisa
diambil dari peristiwa kebangkrutannya itu. Ade
sangat bersyukur bahwa dalam waktu satu bulan
setelah tragedi itu, dia bisa kembali bekerja sebagai
pimpinan pada sebuah perusahan consulting dalam
grup perusahaan ternama. Hasil dan bekerja
sebagai profesional, dia gunakan untuk melunasi
kewajiban secara bertahap, sambil terus melakukan
recovery terhadap perekonomian keluarganya.
Berkat prestasinya dalam mengelola perusahaan, Ade pun akhimya direkrut
sebuah perusahaan Swiss yang berbasis di Hongkong. Dia sempat
bekerja dan tinggal di Hongkong. Namun, jiwa
petualangan dan wirausaha yang mengalir dalam
dirinya, membuat Ade kembali tertantang untuk
menjadi pengusaha. Maka pada 2003, Ade kembali
memutuskan keluar dari perusahaan Swiss.
Walaupun saat itu, dia menerima gaji dalam dolar
dengan nilai yang cukup besar untuk ukuran
Indonesia.
Ade kembali dikatakan gila oleh kawan
kawan dekat, orangtua, dan mertuanya. Namun
sekali lagi, dukungan yang sangat besar diberikan
oleh istrinya. Dia begitu percaya bahwa Ade mampu
menjadi pengusaha. Apalagi waktu itu dia lebih siap
dengan modal seperti notebook, kendaraan, dana,
network dan sebagainya.
Kini, perusahaan yang didirikannya semakin
mantap melenggang sebagai pemain yang amat
diperhitungkan dalam bidang software
development, khususnya untuk dunia logistik.
Omzet semakin meningkat seiring dengan
bertambahnya jumlah customer. Apalagi Ade
berhasil melakukan negosiasi untuk bisa melakukan
pekerjaan secara remote sehingga pada saat yang
sama dia bisa melayani untuk banyak customer
sekaligus.
Ketika ditanya tentang lebih enak mana antara
menjadi karyawan atau pengusaha. Ade
menjelaskan dengan mengambil perbandingan satu
orang kawan yang paling bagus kondisinya, di
antara sekian banyak kawannya yang masih
menjadi karyawan hingga saat ini.
Saat pertama kali bekerja sebagai karyawan
sekian tahun yang lalu, kawannya itu memperoleh
gaji Rp500 ribu dan bisa menyuruh-nyuruh orang
karena grade-nya agak tinggi. Sementara Ade
hanya digaji Rp125 ribu, karena dia-lah orang yang
di suruh-suruh itu. Dua tahun kemudian, kawannya
naik pangkat menjadi manajer dengan gaji Rpl,5
juta dan dapat fasilitas inventaris mobil. Sementara
gaji Ade hanya naik hingga Rp750 ribu dan tetap
menjadi anak buahnya. Satu tahun kemudian, gaji
kawannya naik lagi menjadi dua juta, sementara
Ade harus pindah kerja supaya mendapatkan gaji
sebesar satu juta.
Lima tahun kemudian, kawannya tersebut masih menjadi karyawan sebagai IT
Manager di sebuah perusahaan Korea dengan 10 anak buah.
Sedangkan Ade sudah menjadi pengusaha dan
keluar dari kantor dengan jabatan IT Manager
dengan 16 anak buah. Selama empat bulan setelah
keluar kerja, Ade tidak mendapatkan income, dia
hanya mengandalkan hidup dan sisa-sisa
tabungannya. Padahal saat itu, dia baru punya
anak umur tiga bulan, baru pindah satu bulan dari
rumah mertua ke rumah sendiri, tidak ada mobil
atau motor, tidak ada komputer atau pun notebook.
Yang menjadi modalnya saat itu hanyalah planning
kerja sebagai wiraswasta, dan sebuah produk
software yang sudah jadi.
Empat bulan kemudian, kawannya masih menjadi karyawan sebagai IT Manager di
Perusahaan yang sama, sedangkan Ade telah mendapat proyek
pertama senilai RplOO juta. Keuntungan dari proyek
tersebut langsung dia jadikan untuk modal usaha,
membayar utang, membeli notebook, dan membuka
SOHO (Small Office Home Office).
Saat ini, kawannya masih menjadi karyawan
sebagai IT Manager di perusahaan yang berbeda.
Sementara Ade tetap menjadi pengusaha,
berkantor di Kelapa Gading, bisa masuk siang dan
pulang siang itu juga, bisa liburan kapan saja,
punya notebook dan komputer, punya mobil, rumah
lebih besar, bisa menggaji karyawan, dan bahkan
berteman dekat dengan presiden direktur dari
tempat kawannya bekerja.
Dari cerita ini, Ade tetap merasa lebih enak
menjadi pengusaha daripada menjadi karyawan.
Walaupun di pertengahan jalan, ada tahap di mana
dia banyak mengalami berbagai hambatan, tapi
ternyata hambatan tersebut tidak menjatuhkannya,
melainkan justru memperkuat mentalnya sehingga
kualitas bisnis dan kehidupan keluarganya justru
semakin meningkat.
Sebagai salah satu ungkapan syukur atas karunia yang diterimanya, Ade
selalu berusaha untuk berbagi kebahagiaan dengan yang lain. Dia pun
mendirikan lembaga sosial dengan nama CFH
(Coding For Humanity). Lembaga ini memberikan
pelatihan komputer gratis bagi anak jalanan dan
anak-anak tidak mampu. Berbagai aktivitas
sosialnya di CFH bisa dilihat di blog-nya
http://www.wirama.wordpress.com. Biog tersebut
dimaksudkan Ade sebagai wadah informasi kegiatan
CFH, karena CFH belum memiliki web sendiri. Dia
berharap semoga apa yang tertuang dalam blog itu
dapat memberikan inspirasi bagi orang lain untuk
dapat saling membantu dengan sesama.
Saat ini, CFH telah mempunyai beberapa cabang, bukan hanya di Jakarta,
melainkan juga merambah ke Surabaya dan Bandung. Anak-anak
jalanan yang dilatih pun semakin banyak. Sejak
didirikan pada 17 Juli 2006, berbagai pelatihan
komputer gratis bagi anak jalanan telah dilakukan.
Pelatihan pertama diadakan di Dilts Foundation, dan yang terakhir di Rumah
Singgah Pelita Rasamala Senen. Sejumlah relawan
programmer yang direkrut Ade juga bertambah dari
semula lima relawan hingga kini menjadi tiga puluh
lima relawan. Mereka semua tersebar di Jakarta,
Bandung, dan Surabaya.
Melalui CFH, Ade dan kawan-kawannya
meluangkan waktu, dana, dan tenaga demi sebuah
misi sosial, tanpa mengharapkan imbalan apa pun.
Bahkan, tidak jarang mereka harus mengeluarkan
dana sendiri untuk operasionalnya. Ade bertekad
menyumbangkan sebagian keuntungan bisnisnya
khusus untuk mengembangkan CFH ini.
Sejak awal, Ade memang tidak berniat untuk
menggalang dana atau meminta sumbangan dari
pihak lain. Selain mendapatkan pendanaan dari
keuntungan Jsoft Indonesia, Ade juga membuka
sebuah toko komputer di Mangga Dua Square untuk
menopang biaya operasional CFH.
Ade juga salut dan bangga dengan kawan
kawannya yang rela datang jauh-jauh dari
Pamulang sampai Tanjung Priok hanya untuk
mengajar di CFH Jakarta. Banyak kejadian yang
membuatnya terharu. Ada yang kehujanan saat
perjalanan pulang. Ada yang mengalami kecelakaan
kecil sebelum mengajar, tapi karena dia
bertanggung jawab untuk materi pengajaran serta
jadwal mengajarnya, dia tetap datang juga.
Walaupun masih terlihat bekas lukanya, kawannya
ini tetap semangat untuk mengajar dan memberikan
komitmennya.
Ade berkeyakinan bahwa bisnisnya akan
mendapatkan banyak rahmat dan rezeki berkat
aktivitas sosialnya di CFH. Ade merasa tercerahkan
dan menyadari bahwa ketika berbisnis saja dibantu
oleh Allah, apalagi ketika mengadakan kegiatan
sosial. Ade yakin dia tidak akan kekurangan atau
miskin dengan banyak mengeluarkan dana untuk
aktivitas sosialnya.
Fakta justru membuktikan bahwa sebetulnya
Allah telah memberikan rezeki yang begitu berlimpah
kepadanya semenjak CFH didirikan. Dia banyak
menerima pesanan software, baik untuk perusahaan
lokal maupun multinasional.
Sebagaimana pengusaha yang lain, Ade
menyatakan pentingnya fokus dalam usaha
membangun sebuah bisnis. Alhamdulillah saya bisa
menjaga fokus bisnis saya, yaitu dalam bidang
software development. Apa pun kondisi yang
sedang saya hadapi, customer mengenal saya
sebagai ahli di bidang tersebut, ungkap pria yang
sejak kecil jago main catur ini.
Berkat konsistensi, calon customer maupun
customer yang sudah ada, tetap melihat Ade
sebagai pebisnis yang konsisten dan fokus terhadap
jalur bisnisnya. Setiap mereka butuh software,
mereka akan ingat kepada saya atau perusahaan
saya, papar Ade yang menghabiskan masa
remajanya di Malang, Jawa Timur ini.
Dalam berbisnis, Ade juga menekankan pentingnya prinsip be yourself.
untuk menerapkan ini, seorang pebisnis
terlebih dahulu perlu mengetahui kemampuan,
keahlian, apa yang menjadi passion-nya, ujar anak
seorang PNS ini.
Bagi teman-teman yang ingin terjun menjadi wirausaha, Ade tetap
menyarankan pentingnya sebuah persiapan.
Persiapan di sini bukan hanya dan soal dana saja,
walaupun dana itu penting, yang paling
utama adalah persiapan mental. Selain itu juga
rencana bisnis yang matang, bidang apa yang akan
digeluti, dan berapa target kerja yang akan dicapai.
Persiapan juga mencakup pengetahuan tentang
berbagai hal yang berhubungan dengan industri
yang akan digeluti. Membina hubungan dengan
calon partner, ikut milis yang mendukung, dan
bergabung dalam komunitas juga akan membantu
perkembangan bisnis kita, ungkap pria yang senang
tampil modis ini.
Begitu target dibuat, “jangan mundur satu
langkah pun,” tegas Ade. Apabila ada hambatan di
jalan, anggap saja itu latihan sebelum bertemu
hambatan sesungguhnya di belantara bisnis. Satu
hal penting yang harus diingat adalah perusahaan
hanya akan menerima kita bekerja sampai batas
umur tertentu, tapi perusahaan milik kita sendiri
akan tetap menerima dan menampung kita seumur
hidup.
Dari Buku: Rahasia Jadi Entrepreneur Muda – Kumpulan kisah para pengusaha muda yang sukses berbisnis dari nol, Penulis: Faif Yusuf, Penerbit: DAR! Mizan
No comments:
Post a Comment