Bisnis salon memang sudah bertebaran di
mana-mana, tetapi salon yang khusus membidik
pangsa pasar Muslimah belum banyak ditemukan.
Berawal dari pengalaman Yulia Astuti saat kesulitan
mencari salon yang sesuai dengan keinginannya, dia
memutuskan untuk membuka bisnis salon khusus
buat para Muslimah. “Sebagian orang berjilbab
seperti saya, ingin dilayani oleh sesama wanita.
Para Muslimah berjilbab juga akan merasa lebih
nyaman jika tidak tercampur dengan laki-laki saat
melakukan perawatan diri di salon,” ujar Yulia yang
selalu tampil chic ini.
Usai lulus kuliah dari Fakultas Sastra Universitas
Indonesia pada Januari 2000, Yulia langsung
diterima bekerja di sebuah perusahaan manufaktur
asal Jepang. Pada bulan itu juga dia menikah
dengan seorang pria asal Solo yang berprofesi
sebagai akuntan. Saat sedang
semangat-semangatnya meniti karier, Yulia
melahirkan anak pertamanya pada November 2000.
Dia pun sangat menikmati peran barunya sebagai
seorang ibu, selain sebagai profesional.
Dua peran tersebut mau tidak mau menuntut
Yulia untuk bisa menjalankan keduanya dengan baik
dan seimbang. Pekerjaan di kantor menuntut
perhatian, energi, dan sikap profesional. Sementara
peran sebagai ibu tidak kalah mulia, juga menuntut
perhatian ekstra. Seiring perjalanan waktu, akhirnya
naluri keibuan Yulia ternyata lebih mendominasi
dirinya.
“Saya lebih condong memilih peran sebagai ibu,”
jawab wanita cantik kelahiran 1976 ini ketika
ditanya mengenai prioritasnya.
“Seprofesional apa pun kita mengatur waktu dan
peran, kadang kita menghadapi dilema. Ada saja
bentrokan yang terjadi. Misalnya ketika bersiap
pulang kerja pada jam enam sore, sering kali
tiba-tiba atasan memberi pekerjaan. Padahal, anak
saya di rumah sudah menunggu seharian untuk
mendapatkan kasih sayang,” kata Yulia mengenang.
Mulai saat itu muncul keinginannya untuk menjadi
pengusaha. Yang ada dalam pikirannya waktu
itu, menjadi pengusaha itu enak. Lebih bebas
mengatur waktu untuk diri sendiri, keluarga, dan
pekerjaan. Bahkan, bisa ikut mengatur orang lain.
Sayangnya, dia belum mempunyai keberanian untuk
segera memulai.
Sampai akhirnya Yulia membaca Rich Dad Poor
Dad karya Robert T. Kiyosaki. Merasa mendapatkan
pencerahan baru, Yulia pun langsung
mempraktikkannya dengan mencoba terjun sebagai
investor. Tidak tanggung-tanggung, dia
berinvestasi pada sektor agrobisnis, walaupun
sebetulnya dia masih “buta” dengan dunia itu.
“Jangankan untuk beragrobisnis ria, berkebun saja
sebetulnya saya tidak terlalu tertarik,” ujar nyonya
Ari Nugroho ini.
Keputusan Yulia yang tampak tergesa-gesa
tersebut membuatnya harus mau menelan “pil pahit”.
Hanya perlu tiga bulan untuk memastikan
bahwa uangnya akhirnya lenyap tak berbekas.
Padahal, nilai investasi yang dia tanamkan besar
untuk ukuran dia saat itu.
Pengalaman pahit sebagai investor tersebut
menginspirasi Yulia untuk mencoba berbisnis sendiri.
Dia ingin mengelola modalnya sendiri, bukan hanya
sebagai investor lagi. Keputusan dalam memilih
usaha pun diambilnya dengan sangat hati-hati. Dia
tidak ingin membuat keputusan gegabah yang
berujung pada kegagalan seperti pengalaman
sebelumnya.
Yulia pun mencoba untuk terus menggali potensi
yang ada dalam dirinya. Dia melakukan
inventarisasi berbagai kegemarannya. Dari hasil
eksplorasi diri tersebut, Yulia menyadari kalau dari
dulu dia suka dengan aktivitas yang berhubungan
dengan perawatan diri. Sejak SMP dia sudah
senang dengan maskeran wajah, senang dipijat,
dan luluran. Yulia mengaku merasa enjoy dengan
perasaan nyaman setelah melakukan perawatan diri
di salon. Dia juga merasa nyaman saat menyentuh
kulit yang halus dan bersih. Bahkan untuk
memuaskan kegemarannya, Yulia senang meracik
berbagai ramuan kesehatan untuk dipakai sendiri.
Akhirnya, Yulia mendapatkan sebuah ide bisnis
yang prospektif. Dia mulai berpikir kenapa tidak
memulai bisnis dari yang apa dia sukai saja.
Walaupun bukan termasuk orang yang maniak
salon, tapi dia amat suka dengan aktivitas yang
berbau perawatan diri. Apalagi selama ini, dia sering
mengalami kesulitan mencari salon yang dijamin
tidak ada laki-laki di dalamnya. Hal itulah yang
mendasani dia ingin mempunyai usaha salon Muslimah.
Hambatan pertama saat akan memulai usaha
salon tersebut langsung menghadang. Yulia tidak
punya cukup modal karena tabungannya telah
terkuras habis saat gagal dalam bisnis sebelumnya.
Namun, Yulia tidak menyerah begitu saja. Dia pun
mencarii jalan keluar dengan mengajak
teman-temannya untuk bergabung sebagai mitra.
Setelah mendapatkan mitra, Yulia pun mulai
melakukan persiapan teknis pembukaan salon
pertamanya. Dia mulai hunting ke beberapa pusat
grosir, membeli handuk di ITC Mangga Dua, beli
kosmetik di Pasar Baru, cari gorden di Tanah
Abang, dan pesan furniture di Klender,
sampai menawar AC ke Glodok, meskipun pada
akhirya dia tahu, beli AC di Depok ternyata
ada yang lebih murah. Kehujanan saat
membagikan brosur dan dikejar-kejar satpam
gara-gara nekat membagikan brosur di
mal juga turut mewarnai persiapan membuka salon.
“Yang pasti, semua itu merupakan pengalaman
yang sangat seru bagi saya,” ungkap mama Caca ini.
Semua persiapan tersebut dikerjakan sendiri
oleh Yulia sambil terus bekerja. Bayangkan saja,
dia tinggal di Tanjung Priok, tiap hari berangkat
bekerja ke Cengkareng, dan kini merintis usaha di
daerah Depok.
Walaupun dia sudah mempersiapkan dengan
baik, tidak semuanya berjalan mulus. Kendala yang
muncul selalu ada. Masalah datang silih berganti.
Namun, dia tidak mau terlalu fokus pada masalah
yang timbul. Dia memilih untuk fokus dan teguh
pada impiannya. Yulia mengaku, berkat
kesungguhannya, banyak pihak yang mau
membantu. Sering kali dia memperoleh kemudahan
yang muncul dengan tiba-tiba.
Singkat cerita, salon yang diberi nama MOZ5
(baca: moslima) tersebut berhasil dibuka pada 9
Mei 2002. MOZ5 itu sebenarnya dari kata
Muslimah. Biar terdengar funky dan mudah diingat
orang, Mus saya ubah jadi Moz, dan 5 untuk kata
limah. Ciri khusus salon ini adalah hanya melayani
perawatan khusus bagi para Muslimah,” ujar anak
pertama dari pasangan Jusuf A. Haras dan Syamsiah ini.
Keputusan Yulia untuk membuka Salon MOZS di
Jalan Margonda Raya No. 455 Depok ini, tentu
dengan pertimbangan yang mendalam. Kawasan
Margonda merupakan daerah yang sangat strategis,
beberapa kampus universitas ternama berada di
sekitarnya. Banyak mahasiswa dan pekerja yang
bermukim di Depok sehingga potensi pasar di daerah
ini sangat luar biasa.
Bersama tiga orang karyawan, Yulia siap menerima
tamu pertama. Perasaannya waktu itu
campur aduk jadi satu. Saat tamu pertama datang,
dia dan para karyawannya pun sempat gugup.
Namun, semua itu berhasil diatasinya dengan
memberikan pelayanan yang ramah dan
menyenangkan. Setelah tamu pertama, tamu
berikutnya datang menyusul silih berganti. Hari
pertama langsung berhasil “pecah telor”.
Kesibukan yang bertambah setelah mempunyai
usaha sampingan membuat Yulia terus belajar
memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. Jika
sebelumnya jam istirahat kantor biasa dipakai untuk
tidur siang, kini digunakannya untuk memantau
perkembangan salon.
Selain sibuk menelepon, waktu istirahatnya
juga sering dimanfaatkan untuk membuat rencana
pengembangan bisnis dan laporan. Dampaknya,
kejenuhan yang dulu sering menghinggap, kini
berangsur mulai hilang. Begitu ada waktu luang, dia
langsung memanfaatkannya untuk melakukan
berbagai aktivitas yang menunjang kemajuan
salonnya. Mulai bikin resep kosmetik dan
bahan-bahan tradisional, sampai bikin draft
newsletter untuk promosi.
Seiring berjalannya waktu, euforia memulai bisnis
sendiri mulai hilang. Kualitas masalah yang
dihadapi juga terus meningkat mengikuti
pertumbuhan bisnisnya. Yulia tidak lagi terlalu
dipusingkan oleh berbagai masalah teknis
sehari-hari. Dia mulai berlatih membuat prioritas. Dia
mulai memusatkan perhatiannya pada seputar
masalah karyawan, kepuasan pelanggan,
peningkatan kualitas pelayanan, dan sebagainya.
Hal ini membuat cara berpikirnya jauh lebih maju
dari sebelumnya.
Yulia juga selalu memikirkan nasib para karyawan.
Bagaimanapun keluarga mereka
menggantungkan hidup dari usaha salonnya.
Pekerjaan inilah yang paling menantang sekaligus
paling menyentuh sisi kemanusiaannya. Hubungan
baik yang dibangunnya tidak sekadar hubungan
antara bos dan karyawan, atau hubungan antara
salon dengan pelanggan. Namun, lebih kepada
hubungan sebagai mitra, hubungan sesama manusia
sebagai seorang pribadi yang unik dan spesial.
Sebagai pemimpin, Yulia berusaha memberi
contoh yang baik bagi para anggota tim salon
MOZ5. Dia menyadari, cara dia berinteraksi akan
memengaruhi bagaimana para karyawan bersikap
dengan para pelanggan. Apalagi membina hubungan
dengan para pelanggan sangat memengaruhi
kelangsungan bisnis ini. Para pelanggan adalah urat
nadi dalam setiap bisnis, terutama dalam bisnis jasa
seperti salonnya.
Perlahan tapi pasti, Yulia mulai membangun
sistem yang lebih baik. Sistem tersebut sangat
berbeda dengan pola yang dibangunnya saat
pertama memulai bisnis. Saat pertama kali memulai
bisnis, dia merasa sangat sibuk. Tenaga dan
pikirannya terkuras habis. Bahkan, dia pun sempat
bertanya-tanya, beginikah rasanya jadi pengusaha?
Mengapa tidak seindah yang dibayangkan
sebelumnya? Hidupnya seperti dikejar-kejar. Pada
awal berbisnis, kesibukan yang menggunung antara
membangun bisnis, bekerja, dan keluarga, membuat
kualitas hidupnya serasa menurun.
Berkat pembelajaran yang tiada henti, sistem
yang dibangunnya sudah mulai berjalan dengan
baik. Saat ini, dia tidak harus datang ke salon
setiap waktu. Semua pekerjaan sudah bisa
didelegasikan kepada para karyawan. Dengan
begitu Yulia bisa lebih berkonsentrasi untuk
memikirkan hal-hal yang lebih bersifat strategis.
Untuk mencapai tahap tersebut, Yulia tidak
segan-segan belajar manajemen salon
kepada orang yang lebih profesional. Walaupun
untuk itu dia harus merogoh kocek sekitar
Rp300 ribu untuk setiap jam konsultasi.
Baginya investasi yang telah
dikeluarkannya tersebut sangat worth it. Hal itu
lebih baik daripada dia harus trial and error sendiri
yang justru bisa mengakibatkan biaya kegagalan
yang jauh lebih mahal.
Dengan terus belajar dari berbagai pengalaman, buku,
seminar, sharing, dan bergaul
dengan orang-orang sukses, kemampuan bisnis
Yulia semakin terasah. Yulia juga selalu
mendisiplinkan diri untuk teachable dan rendah hati.
Hasilnya dia mulai tahu, apa yang harus dia
lakukan. “I can see the whole picture. Business is
just a game,° tandas wanita yang gemar makan cakes ini.
Pada 2004 Yulia mengundurkan diri dari statusnya
sebagai karyawan dan memutuskan untuk
terjun sepenuhnya sebagai pengusaha. Salah satu
hal yang menjadi pertimbangannya, perusahaan itu
bisa mendapatkan banyak penggantinya dalam
waktu singkat. Tapi kalau salon MOZ5, siapa yang
bisa menggantikannya? Siapa yang bisa mengambil
alih dreams, passion, dan harapannya? Bagaimana
dengan nasib beberapa karyawan yang masa
depannya bergantung pada salon MOZ5?
Pertimbangan itulah yang menguatkan tekadnya
untuk secara full time mengelola dan mengembangkan
salon MOZS. Namun, Yulia tetap menghargai setiap waktu
yang dia habiskan pada pekerjaannya dulu. Begitu
banyak pelajaran yang dia dapatkan, yang mungkin
tidak akan didapatkan di luar. Membina hubungan
dengan atasan dan bawahan serta antar-sesama
karyawan. Belajar Strategic Management, Production
Management, Human Resources Management,
Planning, TQM, ISO, visi, dan misi perusahaan.
Tentu saja semua itu akan sangat bermanfaat jika
diaplikasikan ke bisnis sendiri. Dia menganggap saat
bekerja tersebut serasa mengambil kuliah di sekolah
management secara gratis, bahkan digaji.
Perkembangan salon MOZ5 di Depok yang sangat
bagus, membuat Yulia berpikir untuk
mengembangkan salonnya di wilayah lain.
Berhubung rumahnya cukup jauh dari Margonda,
pada awal 2006, dia memutuskan untuk mendirikan
cabang di kawasan Plumpang, Jakarta Utara. Lokasi
yang dipilih Yulia persis di Jalan Plumpang Raya
nomor 19 A. Selain strategis karena dekat jalan
raya, tempatnya juga bersih dan nyaman bagi pengunjung.
Menghadapi persaingan dalam bisnis salon ini,
Yulia mengaku cukup percaya diri dan optimistis.
Dia yakin bahwa setiap orang mempunyai rezeki
masing-masing. Yang penting baginya, selain
memberikan pelayanan yang istimewa, bagaimana
selalu menciptakan produk, atau pelayanan terbaru
untuk memanjakan para pelanggan.
Menurut wanita yang pernah memperoleh
beasiswa sekolah ke Jepang ini, segala usaha yang
telah dilakukannya tidak lepas dari dukungan
orangtua, suami, dan anak-anaknya. Apalagi usaha
yang digelutinya, ada hubungannya dengan masa
kecilnya.
Pada waktu itu, ibunya hanya memberi uang
jajan yang sedikit sekali. Bahkan, waktu sekolah
dasar pun ia tidak pernah dikasih uang jajan. Saat
itu timbul dalam benak Yulia, bagaimana caranya
mendapatkan uang sendiri. Dia pun mencoba
berjualan stiker atau gambar tempel, kartu, dan
menyewakan komik. Uang dari berjualan itu akhirnya
bisa buat jajan sendiri, tanpa harus minta dari
orangtua.
Begitu pun sewaktu SMP, Yulia berjualan makanan kecil,
donat dan buku. Hasilnya buat jajan
dan nonton bersama teman-temannya. Dia sempat
merasakan bahwa ternyata enak juga bisa
menghasilkan uang sendiri.
Dengan berbisnis, Yulia kini bisa lebih menikmati
hidupnya. Dia menyadari sepenuhnya apa yang dia
jalani, bukan sekadar menjalani layaknya air
mengalir. “Everyday is my journey of learning,
learning of life itself,” ungkapnya dalam bahasa
Inggris yang fasih. Setiap hari, dia merasa sedang
kuliah di universitas kehidupan. Dia semakin
mengenal dirinya sendiri.
Yulia menyadari apa yang dia lakukan, tidak
cuma akan memengaruhi keadaannya sendiri, tapi
juga memengaruhi banyak orang. Dia menyadari
bahwa dia akan mendapatkan karyawan, partner
bisnis, dan customer yang baik jika dia juga mampu
menunjukkan sikap yang baik. Untuk itulah dia
selalu meningkatkan kualitas diri.
Walaupun sekarang Yulia memang belum mendapatkan
semua yang dia inginkan, setidaknya apa
yang dia jalankan adalah pilihannya sendiri. “Saat
kita melakukan sesuatu atas pilihan kita sendiri,
maka semuanya menjadi sangat indah,” tegasnya.
Dalam bisnis dia juga belajar bersabar, ikhlas,
dan legowo. Sering kali segala sesuatu berjalan
tidak sesuai dengan harapan, bahkan jauh dari
harapan. Justru di situlah dia belajar berbagai hal.
“Di saat kita tidak mendapatkan apa yang kita
inginkan, kadang justru kita mendapatkan sebuah
pembelajaran yang luar biasa,” ungkapnya bijaksana.
Yulia mengajak para karyawan untuk mempunyai
mimpi yang besar. Seberapa kuat mimpi tersebut
akan terlihat dari seberapa besar hasrat untuk
mewujudkannya. Yulia menyadari betapa
keberhasilan yang diraihnya tidak lepas dari dream,
atau mimpi yang dibangunnya. Dream yang kuat
dan dipadukan dengan knowledge dan skill yang
tinggi akan menghasilkan kebiasaan bagus yang
mengantarkan kepada sebuah kesuksesan.
“Knowledge atau pengetahuan bisa didapat dari
seminar, buku, film, cd, kaset, dan sharing dengan
orang-orang sukses. Kuncinya ada pada sikap
open mind. Selalu mau belajar dari kesuksesan orang
lain. Pakai saja prinsip ATM (Amati Tiru Modifikasi),”
papar Yulia membagikan tips sukses.
Bagi mereka yang ingin berbisnis, Yulia
menganjurkan untuk memulai dari sesuatu yang
benar-benar disukai. Tidak sekadar mengikuti tren
yang bermunculan di masyarakat. Bisnis yang
berawal dari hobi akan menghasilkan ketekunan dan
lebih tegar diterjang badai. Walaupun kadang
mungkin merugi, pebisnis yang berawal dari hobi,
biasanya tetap senang menjalankan bisnisnya
karena pada dasarnya dia memang hobi dalam
bidang tersebut. “Dengan ketekunan dan kesabaran
yang terus dibangun, suatu saat bisnis tersebut
pasti akan berhasil juga,” ujar Yulia meyakinkan.
Pertengahan 2007, Yulia kembali mengembangkan
usaha salonnya dengan membuka cabang
ketiga di kawasan Harapan Indah Bekasi. Salon
yang ketiga ini menjadi pilot project untuk sistem
franchise yang akan dikembangkannya. Yulia
berharap dengan mewaralabakan MOZ5,
keinginannya untuk membuka cabang MOZ5 di
berbagai daerah akan lebih cepat terwujud.
Yulia bangga menjadi seorang pengusaha.
Ternyata, uang hanya salah satu risiko yang dia
dapatkan dalam berbisnis. Yulia mulai memasuki
tahap di mana baginya, bisnis bukan lagi sekadar
money machine saja. Selebihnya banyak perubahan
diri dan pelajaran hidup yang didapatnya. Yulia
bersyukur bisa memberikan manfaat dan menjadi
saluran rezeki bagi orang lain.
Di satu sisi, Yulia tetaplah seorang ibu, istri,
anak, sahabat, dan seorang Yulia bagi dirinya
sendiri. Banyak aspek lain yang juga sangat penting
dalam hidupnya. Bagi Yulia, bisnis hanyalah
jembatan menuju impian-impiannya. Bisnis hanyalah
salah satu penggembira dalam hidupnya. Karena
perannya sebagai ibu, istri, anak, sahabat, dan bagi
dirinya sendiri, jauh lebih penting dan berharga.
“Apa pun peran kita, semuanya tetap saja
menuntut nilai-nilai yang sama. Karena itu,
semuanya bisa berjalan berbarengan dan saling
beriringan,” papar Yulia dengan mantap.
Dari Buku: Rahasia Jadi Entrepreneur Muda – Kumpulan kisah para pengusaha muda yang sukses berbisnis dari nol, Penulis: Faif Yusuf, Penerbit: DAR! Mizan
No comments:
Post a Comment