Thursday, December 22, 2011

Kerajinan Batok Kelapa, Mengubah Limbah Jadi Rupiah

Jakarta - Limbah tak selamanya hanya menjadi sampah. Dengan sedikit kreatifitas, barang yang tidak bernilai bisa diubah menjadi 'mesin penghasil uang'. Salah satu contohnya adalah cangkang atau batok kelapa.

Batok kelapa yang tidak bernilai, masih bisa disulap menjadi barang bermanfaat, salah satunya adalah dibakar untuk menjadi arang. Namun ternyata, cangkang kelapa ini masih bisa diubah menjadi barang yang lebih bernilai dari sekedar arang saja.

Adalah Ade Sumarno, seorang pria berumur 27 tahun yang berhasil menyulap batok kelapa inimenjadi berbagai barang unik. Mulai dari barang keperluan sehari-hari hingga hiasan rumah yang memiliki nilai seni.

Ade mulai menggeluti bisnis ini sejak tiga tahun lalu. Awalnya, ia mengubah limbah kelapa tersebut menjadi pernak-pernik untuk ucapan terima kasih di pernikahan. Bentuknya macam-macam, mulai dari sendok, garpu, asbak dan lain-lain.

"Modalnya tidak banyak, hanya perlu batok kelapa, alat potong seperti gergaji, lem dan ampelas saja," katanya kepada detikFinance ketika ditemui di tempat kerjanya, Bandung, Minggu (6/11/2011).

Ia pun mulai melebarkan usahanya dengan mencoba menggali kreatifitasnya supaya bisa memberi nilai tambah bagi usahanya tersebut. Ade pun mulai mencoba membuat pajangan dan hiasan rumah dari batok kelapa tersebut.

Sudah beberapa pajangan ia hasilkan, berbentuk gajah, kuda bahkan mahluk mitologi yang hanya ada dalam dongeng, yaitu naga. Ia mengaku bisa menerima pesenan untuk hiasan rumah tersebut, tak hanya bentuk yang sudah ada, tapi tergantung keinginan pelanggan.

"Semua model juga bisa tergantung keinginan. Bisa model becak atau motor Harley (Davidson). Binatang lain juga bisa tak hanya kuda atau naga," katanya.

Untuk waktu pengerjaan, Ade mengatakan, tergantung dari bentuk dan tingkat kerumitan pemesanan. Ia mencontohkan, pengerjaan model naga yang cukup rumit memerlukan waktu sekitar dua minggu, sementara model kuda yang lebih sederhana bisa rampung sekitar empat hari saja.

Harga yang ditawarkan pun beragam, sesuai dengan tingkat kesulitan dan hasil akhirnya. Ia menjual pajangan dan hiasan batok kelapa mulai dari Rp 500 ribu sampai Rp 1,5 juta.

Selama ini, Ade yang belum memiliki toko sendiri, menjajakan barang dagangannya dengan menitip di galeri-galeri seni hingga gerai-gerai di stasiun dan hotel. Namun, ia mengaku pembelian paling sering dilakukan oleh orang asing melalui pemesanan.

"Banyaknya yang beli memang dari luar. Mereka biasanya telepon ingin model seperti apa. Nanti setelah selesai langsung dikirim," ujarnya.

Selain itu, ia kini sedang mencoba untuk mengkolaborasi buah karyanya itu dengan medium keramik. Salah satunya adalah merangkai batok kelapa yang sudah dipotong di atas papan keramik berukuran 30x30 cm.

Menurutnya, keramik tersebut bisa disusun di tembok sehingga menjadi hiasan dinding yang cukup menawan. Bahkan, ia mengaku pernah menerima pesanan dari salah satu direktur Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk menghias seluruh dinding kamar mandinya dengan ornamen batok kelapa tersebut.

Atas jerih payahnya tersebut, ia bisa meraup omzet sekitar Rp 10-20 juta per bulan. Uang yang cukup besar tersebut awalnya hanya dari modal yang sangat kecil, bahkan tak sampai jutaan rupiah.

"Dari satu karung (batok kelapa) itu tidak sampai Rp 100 ribu. Itu isinya sekitar 10 kg, bisa jadi puluhan bentuk akhirnya," tambahnya.

Tertarik dengan peluang usaha ini?

Hubungi:
Ade Sumarno
Jalan Terusan Dursasana
Bandung 40173
Email: Ade_magrib@yahoo.co.id
Facebook: Ade_magrib@yahoo.co.id

(ang/qom) Angga Aliya - detikFinance

sumber: http://finance.detik.com/read/2011/11/07/081747/1761521/480/kerajinan-batok-kelapa-mengubah-limbah-jadi-rupiah

Mantan Karyawan BUMN yang Sukses Berbisnis Bunga

TIDAK semua orang berani memutuskan keluar dari pekerjaan yang mapan dan mendapatkan penghasilan tetap. Namun, itulah yang dilakukan Rosita Suwardi Wibawa yang kini terbukti tidak keliru membuat keputusan untuk terjun menjadi wirausahawan.

Meski dianggap kurang populer, Rosita memutuskan berhenti dari pekerjaannya di sebuah perusahaan BUMN yang didambakannya sekian lama. Ibu tiga orang anak ini pun terbilang berani untuk mencoba menjadi florist, mendirikan usaha karangan bunga yang terbilang sudah banyak pemainnya.

Akan tetapi, satu hal yang membuatnya percaya diri adalah sistem yang dipakai dalam menjalankan bisnis bunga. Dia menggunakan konsep business opportunity berupa franchise yang dianggapnya terbilang baru di Indonesia. Selain menjual rangkaian bunga untuk kalangan korporasi ataupun individu, Rosita memperkaya bisnisnya dengan beragam kegiatan formal ataupun nonformal yang tentu saja berkaitan dengan tanaman dan bunga-bungaan.

Dengan ini, jaringan bisnis rangkaian bunga Rosita semakin berkembang. Rosita mulai mendirikan usaha karangan bunga yang dinamakan "Tar A Porter" di daerah Tangerang pada awal 2010 lalu. Setahun kemudian, tepatnya Februari 2011, dia menawarkan kemitraan usaha ini untuk mengembangkan jaringan di seluruh Indonesia.

Pada tahun pertamanya dia sudah memiliki standard operating procedure (SOP) tersendiri berdasarkan pengalaman usaha di bidang penyewaan tanaman hias dan karangan bunga segar di kurun waktu 2003-2005. Di tahun keduanya, perempuan yang juga bergelar magister kenotariatan itu menduplikasikan usaha melalui business opportunity.

Saat ini sudah ada empat mitra cabang yang dibukanya. Di tahun kedua ini pula dia mengembangkan cara pengolahan limbah berdasarkan hasil riset sederhananya. Tujuannya, Tar A Porter harus membuat limbah bunga menjadi bernilai ekonomis seperti potpourri atau bunga kering yang dijadikan bahan aroma terapi. Ketertarikannya terhadap usaha bunga dimulai Rosita 2003 silam.

Saat itu alumnus Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (UGM) ini merintis usaha sendiri berbendera “Rumah Daun” dengan bisnis utama penyewaan bunga. Bermodalkan Rp250 ribu, dia mendapatkan order pertama dengan menyewakan tanaman hias. Dari sana order bunga hiasnya terus berkembang dan mendapatkan klien perusahaan-perusahaan besar seperti Mitsubishi, Medco Energi, Bank Niaga,Auto Mall, Plaza, hingga pusat perbelanjaan seperti Plasa Semanggi.

Namun, setelah usahanya berjalan selama dua tahun, tiba-tiba kesabarannya teruji. Suaminya, Wibawa Prasetyawan, harus melanjutkan studi ke Inggris. Karena waktu persiapan hanya sedikit dan belum mempersiapkan manajemen untuk meninggalkan usahanya, Rosita merelakan menjual usaha beserta asetnya.“ Rasanya seperti menjual bayi sendiri,” ujarnya.

Rosita dan keluarga hidup di Inggris selama kurang lebih dua tahun.Di Negeri Ratu Elizabeth itu dia bekerja bergantian dengan suaminya karena harus menjaga anak-anak.Di samping bekerja, Rosita beruntung bisa mengambil kursus singkat di salah satu sekolah fashion terbaik di London, yaitu Central Saint Martin College, tempat desainer Alexander Mc Quinn dan Stella Mc Cartney belajar mode.

Hasil studinya di London diakuinya sangat berperan dalam mengenali taste dan kualitas desain dalam setiap rangkaian bunganya. Tak heran jika setiap rangkaian bunganya memiliki gaya dan model menarik konsumen. Sepulangnya dari Inggris, Rosita mendampingi suami keliling tugas di luar Jakarta.

Selama itu pula dia akhirnya merapat kepada teman-temannya yang menjadi pengusaha sekaligus mengambil Magister Kenotariatan di Universitas Airlangga. Barulah setelah suami kembali dinas di Jakarta, dia merintis kembali usaha dengan bendera Tar A Porter. Dua hari setelah membangun Tar A Porter Flower pada akhir Februari 2010, order datang bertubi- tubi dari klien-klien lamanya ketika masih mengelola Rumah Daun.

Berbekal pengalaman sebelumnya, pada tahun pertama Tar A Porter membuat SOP yang mendasari profesionalitas kerja karyawannya. Adapun, sistem business opportunity yang dikembangkannya memungkinkan mitra kerjanya menduplikasikan usaha dengan tujuan menjamin kualitas mutu dan desain produk bunga dari Tar A Porter.

Saat ini Tar A Porter Flower mempunyai empat cabang yakni di Alam Sutera (www.- taraporter.com/alamsutera), BSD (www.taraporter.com/bsd), BSD The Green (www.taraporter.com/bsd-thegreen) dan Jakarta Pusat. Ke depan, impiannya ingin memberikan servis dan kualitas terbaik di bidang bunga dan variannya.

Adapun, pengembangan potpourri diharapkan bisa mengurangi ketergantungan pada produk impor dari Jepang, India, China dan Thailand. “Dengan mengolah potpourri sendiri, Tar A Porter berharap dapat memberikan sumbangsih untuk Indonesia,” tukasnya. (Nanang Wijayanto/Koran SI/nia)
(Koran SI/Koran SI/ade)

sumber: http://economy.okezone.com/read/2011/09/21/455/505497/bisnis-bunga-masih-merekah

Bermodal Rp500 Ribu, Franchise Cemal Cemil Suguhkan "Tempo Doeloe

RINDU akan panganan masa kecil membuat tiga wanita cantik ini mempunyai ide untuk menghadirkan kudapan-kudapan tersebut saat ini.

Disamping itu, keprihatinan mereka terhadap mainan anak-anak saat ini yang kebanyakan terbuat dari plastik, membuat mereka ingin menyuguhkan mainan semasa kecil yang penuh dengan kreativitas dan edukasi yang kebanyakan terbuat dari bambu.

Adalah tiga wanita yakni Eby Kartiati, Yeni, dan Satyo, yang mempunyai ide untuk mewujudkan hal di atas. Ketiga ibu ini mempunyai ide untuk mendirikan sebuah toko yang memfasilitasi kerinduan seseorang dengan masa kecil mereka.

"Awalnya pada 2003 mereka kangen sama makanan-makanan semasa kecil. Seperti cokelat Ayam Jago, permen berbentuk rokok, kudapan mi Anak Mas, hingga permen karet Chiclet. Selain itu mereka juga concern sama mainan anak yang semuanya dari plastik. Makanya diadakan lagi mainan seperti gangsing dan yoyo," tutur Asisten Pemilik Toko Cemal Cemil, Wili, kepada okezone.

Ketiga ibu ini langsung turun tangan alias hunting bahan baku makanan-makanan dan mainan tersebut ke daerah-daerah. Saat ini bahan baku didatangkan dari suplier di luar kota seperti Yogyakarta, Surabaya, Malang, Semarang, dan Bali, yang semuanya buatan sendiri alias home made.

"Barang-barangnya terbatas dan nyarinya di daerah-daerah. Tapi kalau sekarang tinggal telepon saja, nanti dianterin. Beda sama dulu yang harus terjun langsung," tukasnya.

Wili mengisahkan, awal mula ketiga ibu-ibu yang bekerja di bidang periklanan tersebut bermodalkan Rp60 juta. Harga tersebut termasuk barang-barang dan properti seperti tokonya. Sementara omzet dari toko yang terletak di Jalan Kemang Selatan I Nomor 20, Jakarta Selatan, ini bisa mencapai Rp20 juta per bulan.

Dikatakannya, untuk kisaran harga di toko ini dimulai dari Rp4.000-Rp125 ribu. Di mana harga termahal itu berupa kaleng yang bahannya dari stainless steel.

"Sementara kendalanya kalau ada orderan partai besar karena pakai tangan, jadi harus pesan jauh-jauh hari. Paling enggak sebulan sebelumnya. Biasanya mereka pesan paket ulang tahun sama perkawinan. Dari awal berdiri sampai sekarang susah cari makanan Anak Mas yang model jaman dulu sama permen Benson," tuturnya.

{Franchise}

Pihak Cemal Cemil juga mengadakan kerja sama dengan ritel dan individu untuk penjualannya. Saat ini pihaknya baru bekerja sama dengan Restoran Bumbu Desa, dan ke depan akan bekerja sama dengan Giant, Hero, dan Restoran Sambara.

"Kita juga di-franchise-kan, sistem kerja samanya namanya konsinyasi atau consignment. Kita taruh barang-barang di sana, mereka tinggal menyediakan tempat. Kalau individu beli dan datang langsung ke kantor, nanti kita sistemnya bagi hasil. Yang laku dibayarkan, dan yang enggak laku dikembalikan, dengan catatan kondisinya masih bagus," bebernya.

Cara untuk individu ini, dijelaskannya, sangatlah mudah. Mereka hanya deposit dulu sebesar Rp500 ribu dan bebas memilih dan mengambil besaran barang dagangan sesuai dengan kebutuhannya. Target omzet dari franchise ini pun tidak ada, karena apabila barang yang diambil laku semua, tinggal dibayarkan saja sesuai dengan jumlah barang yang diambil.

"Nanti bagi hasilnya 20 persen. Nanti Kita pinjamkan bakul, tampah, dan taplak. Nanti dalam jangka waktu seminggu sudah ada yang laku dan dia mau apa aja disetorkan ke kita, terus mau stok lagi bisa, ambil dari toko," pungkasnya. (ade) Ade Hapsari Lestarini - Okezone

sumber: http://economy.okezone.com/read/2011/09/26/455/507075/bermodal-rp500-ribu-franchise-cemal-cemil-suguhkan-tempo-doeloe

Bisnis Ayam Penyet Ini Bisa Raup Rp800 Ribu/Hari

Di mana ada usaha, di situ ada jalan. Beginilah yang dilakukan pria ini. Dirinya yang sudah bosan hanya menjadi karyawan swasta pun lalu memutar otaknya untuk mempunyai sebuah bisnis.

Pintar membaca peluang. Itulah yang dilakukan Fajar Aryanto ketika dirinya ingin membuka bisnis. Kecermatannya mendirikan bisnis berbasis olahan penyet itu berawal ketika tidak ada orang lain yang mengambil bisnis penyet.

Idenya pun lalu disampaikan kepada orangtuanya, yang saat itu langsung disambut baik. Warung Penyet Gandhi, yang diambil dari nama sang ayah, langsung melejit dari mulut ke mulut dalam waktu tiga bulan sejak didirikan.

"Ghandi itu nama ayah saya. Tiga bulan sejak beroperasi lumayan animo masyarakat. Lagipula, belum ada yang mengambil makanan olahan penyet. Kebanyakan kan seperti bakso, pecel ayam," ungkap pria yang disapa Fajar ini kepada okezone, Kamis (13/10/2011).

Modal awal yang digelontorkan Fajar pun tak terlalu besar. Hanya sekira Rp4 juta-Rp5 juta, dirinya sudah bisa membangun usahanya. Gerobak bekas yang masih bagus pun dibelinya sekira Rp200 ribu untuk permulaan.

"Modalnya sekira Rp4 jutaan, itu sudah termasuk gerobak, meja, kursi, kompor dua buah, bahan baku seperti ayam, iga, bebek, dan lele," jelas pria kelahiran 16 Januari 1983 itu.

Dengan modal yang tidak terlalu besar, dirinya bisa meraup keuntungan hingga Rp800 ribu per hari dengan omzet nyaris sebanyak dua kali lipat. Harga yang ditawarkan pun tak terlalu mahal, dengan menu andalan ayam, lele, iga, dan bebek penyet, dan soto Bandung, dia mematok harga sekira Rp12 ribu-Rp25 ribu saja.

Bisnisnya yang terletak di Jalan Cakrawala, Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur ini, pun rencananya akan berekspansi ke daerah selatan Jakarta. Selama ini, Fajar pun baru mempromosikan usahanya melalui jejaring sosial, seperti melalui media Twitter @PenyetGandhi dan Facebook.

"Intinya, kalau kita mau berusaha, pasti akan ada jalan. Kalau ditunda terus, nanti malah enggak jadi-jadi berbisnisnya," kelakarnya.
(ade) Ade Hapsari Lestarini - Okezone

sumber: http://economy.okezone.com/read/2011/10/13/455/514908/bisnis-ayam-penyet-bisa-raup-rp800-ribu-hari

Fajar, Pengusaha Tak Bersepatu Kantongi Omzet Ratusan Juta

BABEH, begitu dia dipanggil. Pemuda bernama lengkap Fajar Wisnu Wardhono ini merupakan seorang anak yatim serba bisa asal kota hujan, Bogor. Pemuda yang kini berusia 23 tahun ini memiliki lika-liku masa remaja tak seperti kebanyakan orang lainnya.

Kisahnya dimulai saat dia masih berseragam putih biru. Saat ditinggalkan ayahnya, Babeh bukan berasal dari keluarga mampu. Karenanya, saat temannya sibuk menimba ilmu guna mengejar cita-citanya, Babeh malah berusaha menyambung hidupnya dan ibunya. Dia  rela membanting tulang dengan berdagang majalah dan koran.

Dalam perjalannnya selama SMP, Babeh mengaku tidak mementingkan atribut yang dikenakan, bermodalkan celana saja sudah cukup bagi dia.  “Sepatu saja saya enggak punya waktu SMP, cuma celana sekolah tiga potong," kata dia kala berbincang dengan okezone belum lama ini. Karenannya, tak heran jika pemuda ini lantas jarang mengikuti kegiatan study tour yang kala itu sering dilakukan.

Namun, Babeh tidak minder dengan keadaanya, justru demi mencari dana tambahan dia malah aktif berorganisasi. Organisasi dilakoninya bukan tanpa maksud, sambil menyelam minum air, begitulah kata pepatah yang di tekuni Babeh. Dalam organisasi tersebut, Babeh mengambil kesempatan sebagai penjual alat-alat graffiti, kaos serta jasa konveksi. Menurut dia, hasil dari jualan tersebut cukup untuk menghidupi dia dan ibunya.

Semakin bertambahnya umur, Babeh makin giat bekerja. Pemuda berbadan kekar ini pun sempat melirik usah mikro untuk bertahan hidup. Kala itu, dia memilih usaha krupuk. Awalnya, di hanya dititipi menjual oleh temannya, sejalan dengan itu, dia mulai meminjam modal untuk untuk berjualan. Namun, dirinya terbentur kendala distribusi kerupuk tersebut. ”Karena engga punya motor waktu dagang krupuk, akhirnya saya minjem motor temen saja," kenangnya.

Dari usaha-usaha tersebut Babeh mulai mengumpulkan modal. Berbekal tanya-tanya, dia mencoba peruntungannya dengan berternak lele, gurami serta benih ikan. Hasilnya lumayan, kala itu Babeh berhasil menggarap untung lumayan. Dia mampu membeli sebuah sepeda motor dan merenovasi rumah. Saat okezone bertanya suka-duka berternak ikan, dia menuturkan, saat yang paling menyenangkan adalah kala menunggu waktu panen. "Tapi pernah juga sedikit lagi panen, malah kebanjiran," ujarnya miris.

Cukup mapan dengan berternak lele dan lainya, Babeh yang kala itu telah menapaki bangku kuliah kembali menggembangkan usahanya menjadi supplier ayam dan daging. Saat itu, dia menyalurkan telur dan daging untuk warung nasi padang, restoran dan katering di daerah Bogor. Karena usahanya, Babeh pernah diusir dari kampus. "Waktu itu saya nganterin dagangan sambil bawa bronjongan ke kampus. Saya di usir-usir satpam kampus, gara-gara bawa bronjongan bau ayam," kata Babeh.

Kerja keras dan kesabarannya memang patut mendapatkan apresiasi. Berkat usaha-usaha yang kini masih berjalan, Babeh sukses meraup untung ratusan juta per bulannya.  "Sekarang omzetnya sampai diangka Rp100 juta-Rp200 juta per bulannya," ujarnya bangga.

Sukses tak lantas membuatnya lupa diri, Babeh kini bersedia berbagi pengalamannya dengan menjadi pendampingan Usaha Kecil Menengah (UKM), serta mengajar bahasa inggris untuk anak anak tidak mampu. Saat ini, pemuda tersebut mengatakan sedang melirik usaha housekeeping.

Sukses menjadi pengusaha kecil-kecilan, Babeh kini mencoba peruntungannya di bidang entertainment sebagai pemain beatbox atau beatboxer. Sekadar informasi, Beatbox merupakan salah satu bentuk seni yang mengfokuskan diri dalam menghasilkan bunyi-bunyi ritmis dan ketukan drum, instrumen musik, maupun tiruan dari bunyi-bunyian lainnya, khususnya suara turntable melalui alat-alat ucap manusia seperti mulut, lidah, bibir, dan rongga-rongga ucap lainnya.

Babeh, pemuda yang dulu tak mempunyai sepatu kala sekolah, kini telah manggung di beberapa stasiun televisi swasta dan dapat menghidupi keluarganya dengan layak dan berkecukupan. (mrt)
(ade) Idris Rusadi Putra - Okezone

sumber: http://economy.okezone.com/read/2011/10/16/22/515969/fajar-pengusaha-tak-bersepatu-kantongi-omzet-ratusan-juta

Lengkungan Janur Kuning Jadi Bisnis yang Menjanjikan

ANDA tentu tidak asing mendengar kata janur kuning. Ya Anda biasa melihatnya di acara-acara besar seperti pernikahan, khitanan, dan sebagainya. Janur kuning yang sering Anda lihat di acara-acara tersebut ternyata bisa mendatangkan pundi-pundi rupiah yang cukup menggiurkan.

Adalah Bang Anas, warga Rawa Belong yang memanfaatkan daun kelapa untuk dijadikan janur kuning sebagai mata pencahariannya. Berawal dari sekadar membantu usaha orang lain membuat dekorasi dari janur kuning, akhirnya Bang Anas mencoba untuk memulai usaha janur kuning ini sendiri.

"Awalnya saya cuma bantu-bantu orang membuat dekorasi dari janur kuning. Tapi lama-lama kalau bantu orang terus penghasilan saya tidak cukup, maka dari itu saya coba usaha sendiri untuk buat janur kuning ini, dan hasilnya cukup berkembang," ungkap pria berkumis tipis ini kepada okezone, belum lama ini.

Bermodal awal sebesar Rp2 juta, Bang Anas bisa meraup rupiah ke koceknya sebesar Rp4 juta-Rp5 juta per minggunya. Pesanan pun membeludak di bulan-bulan baik seperti Bulan Mulud (rabiul awal), dan Bulan Haji.

"Kalau bulan-bulan baik seperti bulan mulud, bulan haji omzet saya bisa naik 100 persen, yaitu per minggunya bisa mencapai Rp4 juta-Rp5 juta per minggunya. Itu sudah bersih masuk ke kantong saya dan sudah dipotong untuk membayar gaji-gaji beberapa pegawai yang membantu saya dan untuk beli-beli peralatan. Tapi kalau lagi bulan standar seperti bulan sekarang per minggu bisa mencapai Rp1 juta-Rp2 juta," paparnya.

Adapun harga satu set janur kuning dihargai sebesar Rp70 ribu per set. Namun bila acara-acara seperti pernikahan jatuh pada tanggal yang unik seperti tanggal 11 bulan 11 tahun 2011, biasanya Bang Anas mematok harga dua kali lipatnya dengan ukuran janur kuning yang lebih besar.

"Biasanya kita membuat janur kuning sesuai dengan pesanan. Kalau yang ukuran standar kita hargai Rp70 ribu, kalau langganan meminta ukuran yang lebih besar tentu harganya berbeda bisa dua kali lipatnya," ungkapnya.

Untuk bahan dasar pembuatan janur kuning, yakni daun kelapa, umumnya Bang Anas membelinya dari daerah Serang, Jawa Barat. Bahkan bisa juga mengambil hingga ke daerah sekitaran Jawa.

Bang Anas yang juga berasal dari Serang tersebut mengaku tidak kesulitan untuk mencari daun kelapa, karena sudah ada distributor tetap yang menyuplainya.

Pelanggan yang biasanya memesan janur kuningnya, biasanya berasal dari salon atau perias acara pernikahan, khitanan, dan lain-lain. Tak heran, "daerah jajahannya" pun sudah sampai ke Tanjung Priok, Tangerang, Serang, Karawang, hingga Bogor.

"Selain tukang rias, yang perorangan juga suka ada yang beli janur kuning saya. Tapi kan itu terbatas. Kebanyakan saya terima pesanan dari tukang rias itu tadi," tegasnya.

Namun dikala pesanan sepi, seperti pada bulan puasa dan bulan Safar, omzet bapak tiga orang puteri ini bisa anjlok hingga 50 persen. Ini karena di bulan-buulan tersebut tidak banyak atau jarang orang-orang menggelar acara-acara resmi.

Di sisi lain, selain digunakan untuk pernikahan, Bang Anas juga membuat janur kuning itu sebagai bahan membungkus ketupat. Dihargai Rp5 ribu per ikatnya yang berisi 10 bungkus ketupat, bungkus ketupat bang Anas tidak hanya laris saat menjelang Hari Raya Idul Fitri saja, di hari-hari biasa pun bungkus ketupatnya laku keras.

"Tidak hanya saat menjelang Lebaran saja, yang jual ketupat sayur juga masih datang ke saya untuk beli," ungkap Bang Anas.

Dia mengakui bila omzet penjualan bungkus ketupat tidak sebesar pembuatan janur kuning, namun cukup menjanjikan. Dalam satu hari saja, dirinya bisa menjual dua ribu hingga tiga ribu bungkus ketupat. Ini berarti dalam satu hari Bang Anas bisa membawa sekira Rp3 juta per bulannya ke rumah.

Namun, dalam menjual janur kuning ini Bang Anas pun harus memperhitungkan berapa janur kuning yang akan dibuat, karena tidak jarang Bang Anas membuang janur kuning yang tidak laku karena sudah layu.

Sekadar informasi, janur kuning ini hanya bertahan selama lima hari dan itu pun bertahan setelah dimasukkan ke dalam plastik, untuk mencegah agar janur kuning tersebut tidak layu, karena jika lebih dari lima hari, janur kuning tersebut akan layu.

Namun untuk mengantisipasi hal tersebut, Bang Anas sudah membuat perkiraan yakni hanya membuat pesanan dalam jumlah banyak ketika ada yang memesan. Selebihnya, Bang Anas akan membuat lebihnya untuk dijadikan cadangan.

"Biasanya untuk buat janur kuning ini saya sudah ditelepon oleh langganan saya untuk bikin janur kuning. Misalnya sudah ada yang memesan sebanyak 50 pasang tinggal saya bikin cadangan 20 pasang, jadi saya sudah ada target perkiraan," pungkasnya. (mrt) (rhs) R Ghita Intan Permatasari - Okezone

sumber: http://economy.okezone.com/read/2011/10/20/455/517857/lengkungan-janur-kuning-jadi-bisnis-yang-menjanjikan

Raup Untung Lewat si Mini Beromzet Besar

TIDAK semua hal kecil menghasilkan nilai yang kecil. Coba saja tengok barang tiruan yang diperkecil alias miniatur. Semua hal dalam bentuk miniatur rasanya memang terlihat menarik dan unik. Tilik saja, kereta api dalam bentuk mini, bajaj mini, atau bahkan kendaraan pengisi Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam bentuk mini rasanya akan menarik bagi sebagian orang.

Pemandangan tersebut dapat dilihat kala kita melintas di sekitar Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta . Jika Anda berasal dari arah Pancoran mengarah ke Pasar Minggu, maka di sebelah kiri jalan akan banyak dijumpai barang-barang unik miniature, mulai dari aneka mobil, bajaj, truk, kereta api, yang memang sudah ada sejak 34 tahun silam.

Maklum saja, usaha dari pria bernama Marsa'ad atau lebih dikenal sebagai Umar (70) berlabel "UD Senang Anak" ini sudah ditekuni sejak 1977, setelah dirinya bangkrut dari usaha stempel miliknya. "Awalnya saya usaha pembuatan stempel pada 1972. Namun, karena bangkrut, akhirnya saya mencoba membuat kerajinan. Awalnya coba-coba, mungkin ini yang dimaksud orang-orang, saya bakat," kenang Umar kala berbincang dengan okezone.

Setelah bangkrut, Umar mengisi waktunya dengan kegiatan iseng seperti membuat kincir angin dengan hiasan berbentuk manusia. Kincir tersebut akan bergoyang saat tertiup angin. Dari situlah usahanya berkembang. Diawali hanya membuat kincir, lambat laun pesanan pun mulai berdatangan. "Dulu modalnya kecil banget hanya Rp800, dan yang saya buat baru kincir angin. Dari modal segitu, Rp200-nya saya belikan triplek bekas, dan dapat satu becak penuh triplek," katanya seraya tertawa.

Tak hanya kincir angin, pelanggan Umar banyak yang memesan kendaraan berbentuk truk. Umar sendiri optimistis kemampuannya lebih dari cukup untuk memproduksi miniatur tersebut.

Semakin hari, model yang dibuatnya semakin bertambah. Dari hanya membuat bentuk truk pengangkut pasir, saat ini sudah tidak terhitung lagi banyaknya bentuk yang dibuat. Truk, kereta api, bajaj, mobil, transportasi massa Jakarta "Trans Jakarta", dan becak.

Namun, seiring dilarangnya becak di Jakarta , maka keberadaan miniatur becak ini juga mulai tergerus peminatnya. Akhirnya, Umar memutuskan untuk tidak lagi membuat miniatur becak itu. "Yang paling laku bentuk truk ini. Harganya ada yang sampai Rp100 ribu-an," jelasnya.

Sejalan dengan bertambahnya miniatur ciptaannya, omzet penjualannya pun turut melambung seiring banyaknya peminat. "Per harinya memang tidak tentu, tapi rata-rata bisa menjual sampai 20 buah. Waktu paling ramai ya Sabtu dan Minggu. Per bulan ya bisa sampai 400-an yang terjual. Tapi beda dengan sekarang, sekarang ini kadang hanya laku lima buah," tuturnya.

Lelaki asal Serang ini menuturkan, penjualannya saat ini memang tidak selaris sebelum krisis moneter melanda Indonesia 1998 silam. Saat itu, penjualannnya per hari bisa mencapai 40-100 buah per hari.  Tidak heran jika omzetnya waktu itu bisa menembus angka hingga Rp40 juta per bulannya.

Lebih jauh dirinya menjelaskan, saat ini selain pengrajin jumlahnya semakin sedikit, modal untuk membuat miniatur ini juga tidak mudah didapatkan. Beberapa tahun silam, dirinya sempat memperoleh pinjaman dari sebuah mitra binaan sejumlah Rp35 juta untuk modal. "Sekarang memang tidak semudah dulu. Yang penting sekarang bisa buat makan. Tapi yang penting, anak saya kelimanya sudah kuliah semuanya," imbuhnya.

Untuk memperoleh pinjaman dari bank misalnya, dirinya harus mempunyai agunan yang bisa digunakan sebagai jaminan ke bank yang bersangkutan. "Waktu itu mau meminjam ke BRI, tapi karena saya tidak punya jaminan, tidak bisa. Ya tidak jadi," kata Umar.

Sehingga, saat ini modalnya diperoleh dari hasil penjualan. Berapa banyak miniatur yang dijual, barulah dirinya membeli bahan baku untuk membuat yang baru. berbeda dengan sebelum krisis moneter, modal melimpah, dirinya juga bisa mempekerjakan orang untuk membuat miniatur, dan ketersediaan barang juga terjamin banyaknya.

Harga yang ditawarkan per buah memang tidak bisa terbilang murah. Semua lantaran miniatur yang dihasilkan benar-benar buatan tangannya. "Kisaran hrganya paling murah Rp40 ribu lalu ada yang sampai Rp300 ribu," akunya.

Pasar Eropa


Umar menuturkan, kincir angin hasil buatannya tak hanya digemari oleh masyarakat sekitar. Kincir angin tersebut juga diminati oleh negara-negara lain. Dia mengatakan, dahulu tak jarang ada pesanan yang datang dari negara tetangga seperti Australia , bahkan ada yang memesan langsung dari Jerman dan Belanda.

"Yang memesan dari Belanda itu ada. Orang itu minta per bulannya disiapkan 300 buah. Tapi saya tidak bisa menyanggupi. Karena semua dikerjakan sendiri dan hanya dibantu beberapa orang. Jadi, banyaknya 300 itu, kadang baru ada beberapa bulan. Biasanya orang Belanda itu datang langsung untuk mengambil pesanannya," tutur dia.

Di Belanda, kerajinan buatannya itu kembali dijual dan lumayan diminati. Diceritakannya, jika per buahnya dijual dengan harga Rp75 ribu, namun sesampainya di negara Kincir Angin, harganya bisa melambung beberapa kali lipat menjadi Rp600 ribu hingga Rp700 ribu per buahnya.

Meski begitu, Umar menyesalkan minat para pemuda yang menyepelekan kerajinan miniatur ini. Dia mengungkapkan, pengrajin miniatur sudah semakin sedikit jumlahnya. Bahkan, kelima anaknya pun enggan meneruskan usahanya meskipun menjanjikan. Padahal, bahan baku pembuatan miniatur ini tidak susah didapat. Karena hanya berasal dari kayu, triplek, paku kecil, dan beberapa jenis plastik.

"Bahan baku tidak sulit dicari. Yang sulit itu orang yang membuatnya. Waktu membuat satu miniatur memang tidak tentu. Ada yang sampai satu bulan baru selesai, dan ada yang satu hari bisa dibuat dua jenis miniatur," jelasnya. (mrt) (rhs) Yuni Astutik - Okezone

sumber: http://economy.okezone.com/read/2011/11/10/455/527479/raup-untung-lewat-si-mini-beromzet-besar

Andalkan Jejaring Sosial, Usaha Makaroni pun Laris Manis

USAHA rumahan sebenarnya dapat diberdayakan menjadi bisnis yang cukup menggiurkan. Bila cerdik, tidak perlu merogoh kocek untuk pemasarannya, cukup maksimalkan ponsel cerdas yang ada. Adalah Devi, seorang mahasiswi salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta yang menjalankan usaha penjualan makaroni dengan mengandalkan teknologi terkini yaitu BlackBerry Messenger (BBM) dan Twitter. Melalui jejaring sosial tersebut, Devi telah berhasil berjualan makaroni.

Devi mengaku, sejak kecil memang sudah menyukai dunia bisnis. Berawal dari ibu yang juga seorang pebisnis makaroni, Devi kecil kala itu sering diajak sang ibu berjualan. Dari sini lah jiwa pebisnis Devi tumbuh sehingga ia mencoba berbisnis yang sama untuk melanjutkan usaha ibunya.

“Dari kecil sudah sering ikutan mama bikin makaroni. Sekarang terpikir untuk menjadikannya sebuah usaha. Selain itu juga karena saya suka bisnis," ungkap Devi ketika berbincang dengan okezone, di Jakarta, belum lama ini.

Dalam memasarkan makaroni garapannya, Devi menggunakan cara yang efisien. Dia mencari pelanggan hanya mengandalkan BBM yang ternyata terbilang sukses. Sampai saat ini, Devi telah mempunyai sekira 1.600 kontak sebagai pelanggannya. Melalui BBM, pelanggan bisa berkomunikasi langsung dengannya untuk memesan makaroni maupun hanya bertanya seputar makaroni buatannya.

Selain dari BBM, Devi mengaku juga ikut sering ikut bazaar dalam memasarkan makaroni, serta mencari jaringan pelanggan. "Iya jualannya di rumah, pelanggan biasanya pesan melalui BBM dan juga dari satu bazaar ke bazaar lain. Pendekatan jualannya ke mereka yang mau jadi reseller dan menggunakan BBM plus twitter," jelasnya.

Anak keempat dari lima bersaudara ini mengaku, dari penjualan makaroni ini telah bisa memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari. Adapun pesanan dari pelanggan dalam sehari bisa mencapai 30-150 cups dengan ukuran sembilan centimeter (cm). Untuk modalnya sendiri pun tidak telalu mahal, berkisar antara Rp100 ribu-Rp500 ribu. "Tergantung pesanan juga, tapi rata-rata segitu," imbuhnya.

Dari berjualan macaroni ini, Devi mengaku bisa meraup laba dua kali lipat modal pembuatan makaroni. Hanya bermodal BBM dari pelanggan yang memesan makaroninya, dia bisa meraup laba dua kali lipat dari modal awal. Harga makaroni yang dijual juga bermacam-macam, tergantung bentuk dan ukurannya yang berkisar antara Rp10 ribu-Rp160 ribu. "Karena ini baru usaha kecil, aku menghitung labanya per hari. Keuntungannya dua kali modal," ungkapnya.

Devi yang juga kerja di perusahaan media sebagai account executive ini mengaku sampai sekarang belum kawalahan untuk memenuhi permintaan pelanggan. Menurutnya, semua usaha yang dijalani dengan ketekunan dan perasaan senang tidak akan merasa capek dan kawalahan. "Pasti enjoy saja," katanya singkat.

Macaroni buatan Devi ini juga bisa dipesan untuk memenuhi kebutuhan ulang tahun, hadiah, atau hanya sekadar camilan dan bahkan juga bisa dipesan untuk bingkisan. "Bentuk dan ukuran juga bisa sesuai permintaan. Untuk memesan makaroni buatan saya bisa melalui kontak BBM dengan no pin 20F04DE6 atau bisa langsung follow Twitter di @macaroni_ku," tutur Devi. (mrt) (rhs) Idris Rusadi Putra - Okezone

sumber: http://economy.okezone.com/read/2011/11/17/455/530837/andalkan-jejaring-sosial-usaha-makaroni-pun-laris-manis

Belajar 3 Jam, Sekarang Omzetnya Rp10 Juta/Bulan

JAKARTA - Sudah tak bisa dipungkiri lagi, industri kerajinan adalah sebuah usaha yang mempunyai marjin keuntungan yang cukup tinggi, yakni hingga 70 persen.

Lihat saja pengusaha glass painting Dyah Rachmanita, hobi melukisnya bisa berbuah pundi-pundi uang. Padahal, dirinya hanya belajar tiga jam saja untuk bisa melukis di atas gelas.

Kepada okezone, dia menceritakan sejak dulu, dirinya memang sudah hobi melukis. Suatu saat, Mei 2007, dia kedatangan pelukis dari Rumania yang mengajarkannya kerajinan melukis gelas. "Hanya tiga jam saya diajari dan selanjutnya saya kembangkan sendiri," ujarnya kepada okezone.

Lebih dari empat tahun setelah dia belajar, Dyah kini telah memiliki sebuah showroom untuk memajang kerajinannya di Plaza Araya, Malang. Perempuan yang mengaku sampai saat ini masih mendesain dan mengerjakan hasil akhir karya-karyanya sendiri ini, sudah bisa mempekerjakan lima perajin.

Menariknya, dari usahanya ini, ia dapat memperoleh omzet usaha sekira Rp10 juta sebulan dengan margin keuntungan mencapai 70 persen. "Ya, untungnya sebesar itu karena ini kan barang seni ya. Mereka yang beli menghargai karya kita," ucapnya.

Meskipun semua bahan baku gelasnya didapatkan dengan mudah di pasaran, tetapi khusus untuk catnya, dia langsung mengimpor dari Italia dan Prancis.

Dalam sehari, dia bisa menggarap berbagai kerajinan dari gelas seperti toples, botol, lampu petromak, dsb. "Lama pengerjaannya tergantung ukuran dan rumitnya desain," tambahnya.

Meskipun terlihat sangat menarik dan diminati pengunjung, tapi ia mengaku belum memikirkan untuk mengekspor kerajinannya. "Belum lah, kita belum mampu ngekspor, harus skala besar banget dan kita belum sanggup," lanjutnya lagi.

Ia juga menganggap bahwa acara-acara seperti pameran Inacraft ini sangat baik untuk mendukung usahanya. "Yang sering-sering saja kayak gini," tutupnya. (ade) Gina Nur Maftuhah - Okezone

sumber: http://economy.okezone.com/read/2011/04/26/22/449972/belajar-3-jam-sekarang-omzetnya-rp10-juta-bulan

Bisnis Olahan Durian Raup Omzet Rp1 Juta/Hari

King Of Fruit atau Durian termasuk salah satu buah yang banyak penggemarnya. Entah itu mulai dari anak-anak maupun orang dewasa. Durian nampaknya tidak hanya dimakan sebagai buah, namun juga nikmat disantap sebagai kudapan lain yang berbeda.

Hal ini menginspirasi Ammy Syamsudin (60 tahun) untuk membuat sesuatu yang berasal dari durian. Berawal dari hanya menjual macam-macam minuman seperti es koktail dan es kelapa, dirinya mencoba membuat sesuatu yang berbeda dari buah durian.

Warung tempatnya berjualan pun terbilang cukup sederhana. Ditandai dengan menumpuknya buah durian di depan pintu masuk. Es durian BBT sendiri sudah melegenda sejak 1970-an.

"BBT diambil dari Baba Tong, nama kakek dari Ibu saya (Ammy Syamsudin). Jadinya disingkat BBT," ungkap Anak dari pemilik warung, Feri Gunawan saat ditemui okezone di warungnya.

Diceritakannya, dahulu warung yang sudah berdiri sejak 1978 tersebut hanya menjual dua macam minuman. Yaitu es koktail atau es buah dan es kelapa. Namun, ketika disadari banyak buah durian yang tersedia di pasaran, Ibu Ammy mencoba membuat es durian.

"Awalnya memang coba-coba. Kalaupun enggak laku juga enggak masalah. Karena saat itu Ibu saya suka juga makan durian," kisahnya.

Awal menjual es durian, sehari Ibu Ammy hanya mampu menghabiskan lima buah durian sebagai bahan olahan es durian. Modalnya kala itu masih terbilang kecil yakni sekira Rp200 ribu. "Dulu pertama jual paling laku lima buah durian. tapi sekarang bisa habis sampai 50 buah durian," paparnya.

Warung yang pada awalnya hanya mampu meraih omzet Rp3 ribu per hari, saat ini sudah semakin berkembang. Ini terbukti dari penghasilan kotor yang saat ini diperoleh bisa menembus angka Rp1 juta per harinya. Atau jika dengan hitungan berapa banyak pengunjung yang datang bisa mencapai 100 pengunjung per harinya.

Sabtu dan Minggu pun menjadi hari yang dikunjungi banyak pembeli. Meskipun banyak menu es durian lain seperti durian kopyor, durian campur, durian nangka maupun durian alpukat, namun rata-rata para pembeli lebih banyak memesan es durian.

"Untuk es durian yang lain itu, pelanggan yang meminta. Mereka yang menelurkan ide, dan menu itu baru setahun terakhir, belum lama," terangnya.

Es durian yang dijual memang sederhana, daging buah durian dicampur dengan sedikit es serut, kemudian ditambahkan sedikit susu kental manis. Jadilah es durian khas BBT.

Diceritakannya pula, es durian BBT mempunyai ciri khas yang membuatnya berbeda dari es durian yang lain yaitu daging durian yang digunakan asli, tidak ada campuran apapun. Selain es serut yang digunakan sedikit, daging duriannya juga lebih banyak, sehingga tekstur buah durian lebih terasa.

Lelaki kelahiran 25 Desember 1976 ini menjelaskan jika sudah ada beberapa cabang es durian BBT. Di antaranya di Blok M plaza, dan Taman Ubud Lestari Tangerang. Namun menurutnya, kedua cabang tersebut tidak seramai warung yang terletak di jalan Matraman raya persis di samping sekolah Marsudirini.

"Kalau saya lihat, tempat menentukan sekali. Di mal mungkin orang mikirnya sudah biasa es durian. Omzet di mal kecil, paling hanya Rp200 ribu. Orang sepertinya lebih suka makan di pinggir jalan seperti ini," ungkapnya lagi.

Menurutnya, musim hujan tidak menjadi kendala dalam menjajakan es duriannya tersebut. Karena, menikmati es durian tidak hanya pas saat panas ataupun hujan. Buah durian ternyata mampu juga memberikan efek hangat pada tubuh, sehingga tidak masalah untuk menyantapnya kapan saja.

Namun demikian, bukan berarti dirinya tidak mempunyai kendala dalam berjualan es durian. Kendala yang dialami selama berjualan berasal dari buah durian itu sendiri, yang biasanya berasal dari lokal seperti Sumatera, dan Jawa. Namun jika ternyata stok dalam negeri habis atau kurang bagus, Feri menggunakan buah dari Thailand.

"Kalau lokal enggak ada, biasanya kita ambil dari Thailand. Masalah harga relatif sama. Lagi pula saat ini di supermarket sudah banyak yang jual buah durian, jadi tidak terlalu khawatir akan kehabisan stok durian," tambahnya.

Harga es yang ditawarkan warung yang buka dari pukul 07.00 WIB hingga 19.00 relatif terjangkau. Dengan hanya bermodal Rp12 ribu kita sudah bisa menikmati legitnya daging durian. Atau jika ingin sesuatu yang berbeda, coba alpukat campur durian yang rasanya tidak kalah segarnya. (ade) Yuni Astutik - Okezone

sumber: http://economy.okezone.com/read/2011/05/01/22/451917/bisnis-olahan-durian-raup-omzet-rp1-juta-hari

Bola Majalengka yang Mendunia, Omzetnya Capai Rp500 Juta/Bulan

MAJALENGKA, salah satu kabupaten di Jawa Barat ini mungkin tak setenar Bandung,ibu kota provinsinya. Namun soal potensi,Majalengka mungkin tidak berada di bawah.Dari sinilah salah satu bisnis lokal mampu merambah pasar internasional.

Siapa menyangka, dari kota yang berada di kaki Gunung Ciremai ini,bola kaki kualitas dunia dihasilkan. Si kulit bundar yang dihasilkan putra-putri Majalengka ini bahkan digunakan pesepak bola internasional dalam ajang bergengsi Piala Dunia. Adalah Irwan Suryanto, Direktur PT Sinjaraga Santika Sport, sosok yang berada di belakang prestasi tersebut. Namun, menggapai sukses bukan hal mudah yang diraih dalam waktu singkat. Butuh proses panjang dan ketangguhan dalam menghadapi berbagai tantangan.

“Bagi seorang entrepreneur, untuk mencapai sukses besar, modal yang pertama adalah niat dan keseriusan dalam menjalankan usaha,” ujar Irwan saat ditemui di Jakarta, akhir pekan lalu.

Nama Irwan kini tidak asing lagi di dunia usaha, khususnya dalam bisnis peralatan olahraga. Melalui bisnisnya,pria kelahiran Majalengka ini mengharumkan bola buatan Indonesia di kancah dunia, sekaligus membuka lapangan kerja bagi warga Majalengka. Namun, di balik itu semua, ada perjuangan keras yang telah dilaluinya.

Pria ini pernah bekerja sebagai kuli di Pasar Baru,menjadi kernet dan sopir angkutan antarkota, juga jatuh- bangun saat membangun usahanya.Kisah perjalanan hidupnya merintis usaha layak menjadi inspirasi. Irwan yang hanya lulusan sekolah menengah pertama (SMP) ini mengaku kesulitan memperoleh pekerjaan layak lantaran dibatasi jenjang pendidikan yang dimilikinya.

Hal itu memaksanya bekerja serabutan tanpa kejelasan. Meski demikian, Irwan tidak pernah kecil hati atau putus asa. Dari kernet, ia bekerja maksimal hingga akhirnya menjadi sopir di sebuah perusahaan.“Dari situ, saya bisa menabung sedikit demi sedikit untuk dipakai modal,” katanya.

Lalu, dia memutuskan keluar dan mulai menjalankan roda usahanya sendiri. Irwan memberanikan diri membuka usaha toko kelontong dengan modal yang terbatas. Bermodal dana Rp25 juta pinjaman dari bank,dia memulai usahanya. Namun, bukan dari sana suksesnya bermula.Kecintaan dan hobinya bermain tenislah yang mengantarkan Irwan menjadi jajaran pengurus pusat Persatuan Olahraga Tenis Indonesia. Di sana, dia berkenalan dengan seorang investor asal Korea, yang kemudian menggugahnya untuk beralih ke bisnis di bidang peralatan olahraga.

Tahun 1994, atas saran Kim, sang investor Korea,Irwan pun meminjam dana Rp300 juta dari bank untuk membangun pabrik bola di tanah kelahirannya. Dia mendirikan PT Sinjaraga Santika Sport. “Saat itu dia (Kim) bilang, jangan tanggung- tanggung, harus standar internasional,” kenang Irwan.

Irwan pun memutuskan untuk memberangkatkan 20 pemuda Majalengka untuk menjalani pelatihan produksi di Korea, agar kualitas barang produksinya maksimal dan bisa diterima di dunia internasional. Waktu terus berjalan, Irwan pun memiliki 500 karyawan dan mulai mengekspor si kulit bundar buatannya.

“Banyak pemuda yang menganggur. Jadi, bagi saya, inilah kesempatan untuk membantu mereka selagi saya masih bisa,” ujar Irwan.

Awalnya,dia hanya mengerjakan pesanan 2.000 bola sebulan, pesanan mitra dari Korea, kemudian meningkat 5.000 per bulan.Pada 1995, pesanan meningkat menjadi 10.000 bola per bulan dan tahun 1996 menjadi 15.000 per bulan.

Pemesannya bukan hanya dari Korea, melainkan juga Uni Emirat Arab, Brasil, Jepang, dan Amerika Latin. Namun,usahanya tidak berjalan mulus lantaran keuntungan yang didapat hanya Rp100 per bola,sementara biaya produksi terus membesar. Akibatnya, sepanjang dua tahun menjalankan roda usaha, Irwan mengalami kerugian hingga hampir bangkrut. Irwan pun melakukan perenungan. Dia memutuskan menunaikan ibadah haji demi memperoleh ketenangan batin dan petunjuk secara spiritual.

“Satu kunci lain yang harus kita punya adalah keikhlasan. Dengan ikhlas, pasti akan ada jalan dan dimudahkan,”katanya.

Hasil perenungannya,Irwan pun memberanikan diri memutuskan hubungan bisnis dengan sejumlah mitranya, termasuk Kim yang selama ini yang paling banyak meraup keuntungan dari usahanya.Namun, cobaan belum usai. Pada awal 1998, perekonomian nasional dilanda krisis.

Irwan pun berjuang keras untuk bertahan.Dengan dukungan keluarga dan karyawan, Irwan mampu mempertahankan optimismenya. Usaha mendapatkan pembeli dari luar negeri terus dilakukan tanpa kenal lelah.Irwan tahu persis,kebutuhan bola sepak secara global per hari mencapai 250.000 buah. Dengan kualitas produksinya yang cukup baik,dia yakin mampu menarik pembeli. Keyakinan itu berbuah manis.

Pesanan pertama datang dari salah satu pemegang lisensi Piala Dunia 1998 untuk penyediaan bola sepak,yaitu Harry Romies, seorang pemilik jaringan swalayan besar di Eropa. Harry memesan bola dari Irwan untuk digunakan dalam pertandingan sepak bola bergengsi tingkat dunia itu.“Saat itu kualitas produksi kami mendapat lisensi internasional dari FIFA, dan kami menjadi yang pertama di Indonesia yang mendapatkan itu,” ujarnya bangga.

Mengantongi lisensi internasional, usahanya mulai menemukan titik terang. Makin banyak pesanan bola untuk digunakan dalam Piala Dunia 1998.Irwan pun tidak lagi perlu susah payah memasarkan hasil produksinya. Sebagai penyedia bola untuk ajang Piala Dunia, proses pemasaran bagai berjalan dengan sendirinya. Namun, bagi Irwan itu bukan akhir dari prestasi.

Dia tidak henti-hentinya melakukan perbaikan kualitas agar bola dari Majalengka tetap diakui dunia. Hingga saat ini, usaha yang dirintisnya sudah berusia 17 tahun.Pesanan mengalir deras dari negara-negara tetangga. Bahkan, dia mengaku hampir tidak sanggup memenuhi pesanan tersebut. Membanjirnya pesanan, otomatis mendorong omzet dari bisnisnya semakin besar. “Ya, mungkin sekarang per bulan bisa sekitar Rp500 juta,” tuturnya merendah.

Mendapat Apresiasi Lima Presiden

Buah dari prestasi adalah penghargaan.Itu yang diperoleh Irwan, berkat keberhasilannya mengembangkan bisnis yang mengharumkan nama Indonesia, sekaligus menjadi sumber penghasilan bagi warga daerah asalnya,Majalengka.

Tak tanggung-tanggung, penghargaan dan pengakuan yang diterima Irwan datang dari orang nomor satu di negeri ini. Bahkan, tak hanya satu, lima presiden yang pernah dan tengah memimpin negeri ini telah ditemuinya dalam berbagai kesempatan. “Mulai almarhum Soeharto, BJ Habibie, almarhum Abdurrahman Wahid, Megawati, dan Susilo Bambang Yudhoyono. Hanya dengan Bung Karno, saya belum pernah bertemu,” ujar Irwan sambil tertawa.

Di kantor PT Sinjaraga Santika Sport di kawasan Gudang Peluru, Jakarta Selatan, terlihat foto- foto Irwan yang diabadikan bersama pejabat dan petinggi negara. Terakhir, ia bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika bola sepak buatannya digunakan dalam ajang Piala Dunia 2010.“Suatu kebanggaan ketika hasil produksi kita dihargai dan ikut dipromosikan,” tuturnya.

Sepanjang 17 tahun menjalankan bisnis, Irwan beberapa kali memperoleh penghargaan, mulai lisensi FIFA,lisensi FIBA (induk olahraga bola basket internasional),Museum Rekor Indonesia, dan lain-lain. Kini, dia tengah membuat produk bola yang akan digunakan sebagai suvenir ASEAN Games yang akan berlangsung di Indonesia. (Koran SI/Koran SI/wdi)

sumber: http://economy.okezone.com/read/2011/05/08/22/454569/bola-majalengka-yang-mendunia

Modal Cuma Rp5 Juta, C59 Kini Melanglang ke Eropa

SIAPA tak kenal dengan kaos merek C59. Kaos yang melegenda dengan ikon, tulisan, serta gambar lucu buatan asli orang Bandung tersebut ternyata modal awalnya cuma Rp5 Juta. C59 sendiri diambil dari alamat rumah yaitu Jalan Caladi nomor 59 Bandung, tempat di mana pertama kali usaha tersebut lahir.

Pada 1980 nampaknya tahun yang bersejarah untuk Marius Widyarto atau yang biasa disapa Kang Wiwied. Uang kado pernikahannya, yang kala itu sekira Rp5 juta, dibelikannya satu mesin jahit dan dua mesin obras sebagai modal usaha.

"Ya kalau sekarang besaran nominal, jaman dahulu di 1980-an mungkin sebesar Rp5 jutaan," ungkapnya saat berbincang dengan okezone beberapa waktu lalu.

Awalnya, dalam membangun usaha tersebut, dirinya hanya mengandalkan jaringan yang dimilikinya. Yaitu dari teman-teman dekatnya yang mempunyai komunitas hobi seperti motor, terjun payung, off road, dan lain sebagainya. "Saya punya teman banyak, komunitas motor, terjun payung, dan off road. Itu yang menjadi network pemesanan kaos," bebernya.

Usaha tersebut dimulai dengan istri tercintanya Maria Goreti dan satu orang pembantu. Kala itu dirinya berpikir, bagaimana membuat sesuatu yang berbeda dari yang lain. Di mana pada tahun-tahun tersebut bisnis sablon kaos juga sudah marak.

"Dulu sudah ada pesaing, tapi bagaimana saya mendesain t-shirt dengan desain yang aneh. Waktu itu sablonan kalau di cuci hilang. Akhirnya saya menciptakan bagaimana sablonan ini tidak hilang yaitu dengan sablon karet. Di situlah mulai booming," jelasnya.

Selain keunikan dari jenis sablon yang tidak mudah hilang tersebut, laki-laki yang memiliki kreatifitas tinggi ini juga menyatakan jika hal lain yang unik dari kaosnya adalah tidak adanya bagian sambungan di bagian sisi kiri maupun kanan kaosnya. Hal itulah yang juga menjadi salah satu uniqe selling poin dalam bisnisnya.

"Seperti misalnya, kaos tidak ada bagian sambungan, di bagian kanan dan kiri ini tidak ada sambungan. Itu yang menjadi salah satu unique selling point dari saya, meski ini berawal di gang sempit. Memang bukan saya yang pertama, tapi produk ini banyaknya di luar negeri," terangnya.

Sebelum sesukses sekarang, bisnis kaos tersebut hanya melayani kaos bergambar yang pada saat itu teknik pengerjaannya masih sangat sederhana, yakni hanya menggunakan komputer. Baru pada 1985, C59 mulai menunjukkan keunggulan dari segi bahan, jenis sablon, dan teknik pisah warna yang pada masa itu produknya terkenal di Bandung dan Jakarta.

Diceritakannya pula, dalam memulai sebuah bisnis kaos tidaklah harus punya banyak modal, pintar membuat sablon. Yang terpenting adalah kita berani mengeluarkan ide kreatif yang kita punya. Dari awalnya hanya ngobrol santai dengan kawan, jika kita kreatif maka bisa menjadi ide dalam membuat sebuah desain kaos.

Dicontohkannya, saat masa sekolah dulu, dirinya memperoleh ide dalam membuat sebuah kaso dari hasil obrolan santai dngan temannya. Sehingga, dirinya yang mempunyai ide, untuk modal diserahkannya kepada teman yang orang tuanya mempunyai usaha kaos.

"Dulu pas sekolah, ide nakal, cerdas, simpel. Kata-kata selalu ada. Ide kreatif bisa berasal dari mana saja, celetukan. Karena saya punya ide. Saya tidak bisa meggambar, manfaatkan teman yang bisa gambar, tidak punya punya uang manfaatkan teman yang orangtuanya punya pabrik kaos," jelasnya lagi.

Saat ini, usaha yang telah mempekerjakan 559 ribu karyawan tersebut sudah semakin jauh berbeda dengan masa di awal 1980-an silam. Pada 1990, C59 semakin berkembang dengan membangun pabrik dan fasilitas modern bersamaan dengan dibangunnya toko retail (showroom) yang pertama di Jalan Tikukur nomor 10.

Dirinya enggan memberikan detail berapa besaran omzet per bulan yang masuk ke kantongnya. Dirinya hanya mampu menjelaskan jika saat ini C59 sudah bisa menghidupi 559 orang karyawan yang di awal hanya terdapat tiga orang pekerja termasuk dirinya dan istrinya.

"Masalah pendapatan, sekarang yang jelas saya bisa menghidupi 559 orang karyawan saya. Saya tidak bisa berbicara tentang omzet. Untuk jumlah produksi saya juga tidak bisa memberikan secara besaran angka. Ya kira-kira per bulan 59 ribu pieces. Untuk harga per pieces, kira-kira Rp59 ribu, hitung saja," terangnya sambil berkelakar.

Dengan keuntungan yang sudah berkali lipat dari awalnya terdahulu, sejak 1990-an dirinya telah mendaftarkan merek tersebut untuk melindungi dari maraknya barang tiruan. "Hak paten sudah sejak 1990-an. Di mana tahun itu C59 sudah menjadi Perseroan Terbatas (PT). C59 dengan segala turunannya sudah saya patenkan," bebernya.

Memang, sejak periode 1993-1994, C59 sudah berdiri secara sah sebagai perusahaan berbentuk Perseroan terbatas dengan Marius Widyarto Wiwied sebagai direktur utamanya.

Sementara itu, seiring dengan perkembangan jaman, pada 2000 silam, di usia yang ke-20, C59 mulai memasarkan produknya ke Eropa Tengah seperti Ceko, Slovakia, dan Jerman. Saat ini, C59 juga terus melakukan ekspansi ke beberapa kota di Indonesia, dengan mendirikan toko sendiri dan menjalin kerja sama dengan Ramayana Departement Store sebagai saluran distribusi yaitu Jakarta, Balikpapan, Yogyakarta, Ujung Pandang, Lampung, dan Malang.

Sementara untuk menggelar pasar nasional, C59 menjalin kerja sama dengan PT Matahari Departement Store. Konsep dan varian produknya juga berubah dari "Basic t'shirt" (Kaos Oblong) menjadi "Fahion Apparel" dengan segmentasi kalangan remaja usia 14-24 tahun.  (wdi) Yuni Astutik - Okezone

sumber: http://economy.okezone.com/read/2011/05/10/22/455264/modal-cuma-rp5-juta-c59-kini-melanglang-ke-eropa

Bisnis Sehat Ayam Organik Ini Beromzet Ratusan Juta

Pemakaian bahan kimia dan antibiotik berlebihan pada produk pangan kian mengkhawatirkan. Melalui Pronic (Probiotik Organic), Christopher Emille Jayanata memasarkan produk ayam organik yang lebih aman, sehat, dan tetap enak.

Siapa yang tak suka daging ayam? Boleh dikatakan, daging ayam dan olahannya adalah makanan favorit orang Indonesia dari desa hingga kota. Di Jakarta saja, tercatat kebutuhan ayam potong mencapai 1,5 juta ekor per hari. Tak heran, bisnis ayam potong pun banyak dilirik, salah satunya oleh Christopher Emille Jayanata.

Namun, bisnis produk ayam potong yang digeluti pria kelahiran Bogor ini berbeda dari ayam potong kebanyakan. Probio Chicken, demikian produk ini dinamakan, merupakan daging ayam dari peternakan organik yang higienis dan bebas bahan kimia.

“Produk ayam Probio Chicken dijamin bebas antibiotik dan hormon, sedikit lemak, dan rendah kolesterol. Kualitas dan rasanya juga lebih enak,” ujarnya di Jakarta, belum lama ini.

Christopher mengaku prihatin melihat penggunaan antibiotik pada peternakan ayam yang kian masif dan sangat mengkhawatirkan. Menurut ketentuan, penggunaan antibiotik hanya dibatasi hingga hari ke-20. Nyatanya, ungkap dia, banyak peternak yang terus melakukannya sampai masa panen (30 hari).

“Menurut standar WHO, itu dilarang karena bisa berpengaruh pada kesehatan manusia yang akan mengonsumsinya. Namun, banyak peternak mengabaikan karena khawatir gagal panen dan dia bisa merugi,” ungkapnya.

Berawal dari fenomena tersebut, Christopher lantas berinovasi dengan menciptakan produk ayam potong yang sama sekali bebas antibiotik. Sebagai penggantinya digunakan probiotik, semacam mikroba positif yang berguna untuk kesehatan dan mengoptimalkan pencernaan.

“Saya menamainya dengan probiotik ‘tumbuh’. Probiotik yang telah dibiakkan di laboratorium diteteskan ke mulut ayam untuk menjaga supaya tetap sehat,” katanya.

Christopher menceritakan asal mula perkenalannya dengan teknologi mikrobiotik yang berguna bagi pengembangan produk pertanian dan peternakan itu. Sejak kecil, alumnus arsitektur ini mengaku sudah familier dengan dunia pertanian yang diperkenalkan orang tuanya (keduanya alumnus Institut Pertanian Bogor). Sejak SD, Christopher telah belajar cara berjualan tanaman hias seperti kaktus dan succulents yang eksotis.

Pada 1991 semasa kuliah di jurusan arsitektur, Christopher membangun perusahaan konsultan lanskap dengan nama PT Essicipta Lestari. Krisis moneter yang menghantam Indonesia pada 1998–1999 juga turut dirasakannya. Christopher pun memutar otak mencari lahan bisnis baru yang berbasis pertanian. Setahun kemudian, dia dipertemukan dengan peneliti dari Balai Penelitian Ternak (BPT) Ciawi, I Putu Kompiang.

“Beliau sedang meneliti teknologi mikrobiotik yang berguna untuk pertanian. Akhirnya bersama beliau,saya mengembangkan produk probiotik dan kami cobakan ke sentra-sentra pertanian mulai Garut, Wonosobo, Yogyakarta, hingga Malang,” kenangnya.

Pemberian probiotik bagi tanaman padi, sayur, buah, serta produk peternakan dan perikanan, ungkapnya, ternyata hasilnya sangat bagus. Selain itu, mampu mengurangi atau bahkan menghilangkan penggunaan bahan kimia seperti pupuk dan pestisida.

“Inilah cikal bakal dari pertanian organik, menghilangkan penggunaan bahan kimia dan menggantikannya dengan kekuatan alami probiotik. Pada 2000, pertanian organik memang belum populer di Indonesia,tapi secara tidak sadar saya sudah melakukannya,” tuturnya.

Christopher mengaku prihatin melihat pemakaian bahan kimia pestisida dengan dosis berlebihan pada sebagian besar lahan pertanian. Dia pun berkeinginan mengubah pertanian Indonesia ke arah yang lebih sehat, salah satunya melalui pemakaian probiotik. Namun, dia sadar harus berhadapan dengan industri agrokimia yang telah mendominasi sejak lama.

“Daripada jualan probiotik dan harus bertanding dengan perusahaan agrokimia raksasa, pada 2004 saya putuskan menjual ayam potong hasil peternakan dengan probiotik,” tandas Christopher, yang pada 2007 lantas meresmikan perusahaan baru bernama Pronic sebagai produsen resmi Probio Chicken.

Dia menambahkan, bisnis ayam potong Probio Chicken mulai dipasarkan di Jakarta pada Januari 2004. Namun, distribusinya masih sebatas di Ranch Market kawasan Pejaten. Saat itu, penjualan stabil 20–50 ekor per bulan, dengan harga jual Rp25 ribu-Rp30 ribu per ekor. “Sayangnya saat itu yang beli tidak ada orang Indonesia, kebanyakan ekspatriat karena harganya memang lebih mahal,” ungkapnya.

Periode 2004–2007, permintaan di Ranch Market meningkat. Namun, Pronic hanya mampu menjual maksimum 1.000 ekor per bulan. Pada 2007, kata dia, banyak orang Indonesia yang menanyakan produk ayam organik, terutama para orang tua dari anakanak autis. Karena itu, Pronic pun lantas memperluas distribusi ke supermarket lain.

Minat yang luar biasa terlihat dari angka penjualan. Jika per September 2007 penjualan hanya 1.100–1.200 ekor per bulan, pada September 2008 meningkat 600 persen menjadi 6.000 ekor. Saat ini, Probio Chicken bisa ditemui di hampir semua Ranch Market dan supermarket kawasan Jakarta, Bandung, Surabaya, Denpasar, Lampung, dan Balikpapan.

Angka penjualan juga melejit hingga 12 ribu ekor per bulan dengan omzet pada 2010 mencapai Rp500 juta. “Tahun depan kami ada rencana untuk ekspor,” ujarnya. (inda s) (Koran SI/Koran SI/ade)

sumber: http://economy.okezone.com/read/2011/05/15/22/457245/bisnis-sehat-ayam-organik-beromzet-ratusan-juta

Bisnis Herbal Ini Untungnya Puluhan Juta

Industri herbal berbasis rumah tangga memang telah memiliki ruang tersendiri di masyarakat Indonesia. Khasiatnya telah dipercaya masyarakat sebagai obat alternatif, membuat peluang bisnis di industri ini terus menjadi lahan bisnis yang menggiurkan.

“Kami sudah dua puluh tahunan menekuni usaha ini. Sekilas, usaha kami memang biasa tetapi sebenarnya berbeda. Coba dicermati lagi, usaha minuman herbal tradisional kebanyakan dibuat serbuk, bukan sirup seperti kami,” ujar Cyprine A Dewayani Marketting Intan Kendedes Herbal ketika ditemui okezone di sela-sela ajang Agro and Food Expo 2011.

Ketika berbincang dengan okezone, usahanya ini tergolong unik dan menarik karena ia menjual berbagai macam olahan tanaman herbal seperti beras kencur, kunir asam, kunyit, jahe merah yang telah diolah dengan gula batu menjadi sirup.

“Kami juga menjual sirup belimbing wuluh dan jeruk purut yang sangat bermanfaat untuk menurunkan kolesterol” lanjutnya.

Lebih lanjut, dia menyatakan bahwa omset usahanya sekira Rp15-20 juta per bulan. Dari usahanya ini, dia bisa mendapatkan keuntungan sebesar 50 persen.

Mengenai bahan baku, usaha yang berbasis di Menteng, ini mengungkapkan bahwa dalam memenuhi kebutuhan bahan bakunya ia mempunyai supplyer khusus untuk memenuhi produksinya.

“Kita ada supplyer khusus karena kalau kita ambil langsung dari pasar, biasanya sering gak ada kalau dalam jumlah banyak. Selain itu, ongkosnya juga lebih mahal,” lanjutnya lagi.

Meskipun masih berskala industri rumah tangga, dia yakin bahwa kualitas barang dagangannya tidak kalah dengan produk Sido Muncul. Bahkan, produk herbal olahannya telah lima tahun ini mengikuti jamuan kenegaraan setiap tanggal 17 Agustus.

“Agustus mendatang, ini adalah kali keenam. Selain itu, kami juga pernah ikut acara-acara pameran  makanan yang diselenggarakan di Singapura, Malasyia, dan Brunei”

Usaha jenis rumah tangga yang  mempekerjakan ibu rumah tangga sekira sepuluh pekerja ini menargetkan untuk memperoleh izin IPRT  dari pemerintah agar dapat mensupply hasil produksinya ke supermarket. (nia)
(rhs) Gina Nur Maftuhah - Okezone

sumber: http://economy.okezone.com/read/2011/05/28/22/462031/bisnis-obat-alternatif-untungnya-puluhan-juta

Berbekal Inovasi, Tas Kulit Ini Beromzet Puluhan Juta

Bermodalkan keuletan dan terus melakukan inovasi, itulah salah satu kunci menuju kesuksesan. Hal ini dibuktikan oleh seorang wanita muda, Putri Zanita, 26.

Usaha yang dijalani baru belum genap berusia satu tahun ini telah maju pesat. Ketertarikannya pada dunia fesyen, Putri nekat mendirikan home industry bernama UTEE, yang menghasilkan berbagai macam produk tas kulit maupun dompet yang berkualitas tinggi. Terbukti, hingga saat ini sudah ada sekitar 40 desain yang telah dibuatnya. Bahkan, produknya laku keras di pasar.

Sebelum merintis bisnis UTEE, Putri sempat mengenyam pendidikan di Universitas Bina Nusantara, Jakarta, jurusan desain grafis. Setelah lulus PADA 2008, Putri melanjutkan studi di Northumbria University, Newcastle, jurusan desain manajemen. Ketika kembali ke Indonesia, Putri sempat bekerja sebagai visual merchandiser di salah satu butik ternama di Jakarta.

Namun karena alasan tidak betah, Putri akhirnya mengundurkan diri. Setelah itu, Putri mengambil kursus menjahit di Susan Budiharjo selama enam bulan. “Akhirnya mencoba mendalami dunia fesyen lebih lanjut, karena merasa tidak cocok dengan dunia pekerjaan yang saya jalani,” kata Putri di bilangan Fatmawati, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Berbekal mesin jahit, Putri iseng mencoba membuat tas jenis jelly fish sebanyak enam buah. Tanpa disangka, tas itu malah laku terjual hanya dalam waktu tiga bulan. Sadar bisnisnya menguntungkan, Putri lalu merekrut dua orang karyawan. Rumahnya pun disulap menjadi pabrik kecil sekaligus workshop.

“Jadi lebih seperti home industry. Karena kita tidak pernah melempar ke industri. Semuanya kita kerjakan sendiri, dari mendesain sampai menjahit,” tutur perempuan berambut panjang itu.

Modal awal, Putri mengeluarkan dana sekirA Rp25 juta. Dana yang didapatkan dari ibunya itu, digunakan di antaranya untuk membeli mesin jahit, bahan baku kulit, mesin obras, dan gaji karyawan.

“Awalnya, kulit didapat dengan harga miring dari tante saya sendiri. Waktu itu, gaji karyawan sifatnya borongan jadi tidak seperti sekarang,” ucapnya.

Sekarang, wanita yang total ingin berbisnis ini mengeluarkan dana sekirA Rp3,5 juta per bulan untuk biaya produksi. “Bahan baku sendiri saya ambil dari sekitar Jawa Barat. Itu saya langsung ambil sendiri ke pabriknya. Karena kan kualitasnya juga lebih premium. Untuk desain saya kembangkan sendiri, karena saya juga ilustrator,” paparnya.

Pada saat ini, home industry UTEE mempekerjakan sekitar lima orang karyawan. Untuk satu orang karyawan, dibayar sekira Rp60 ribu-Rp90 ribu per hari. “Itu pendapatan bersih sih, karena mereka juga tinggal dan makan di rumah saya,” ucapnya.

Putri dan beberapa karyawannya juga menerima pesanan tas di luar proyek UTEE. Biasanya pesanan itu bisa mencapai tiga lusin setiap bulan. “Jatuhnya ya lebih mahal. Ada harga khususnya. Biasanya, tarif minimal untuk ongkos jahit saja Rp250 ribu. Konveksinya kita batasi, supaya fokus ke UTEE,” terangnya.

Untuk memasarkan semua produknya, wanita jebolan universitas luar negeri ini lebih memilih menjualnya melalui empat stockist yang tersebar di Jakarta dan Bali, di antaranya The Goods Dept, Manekineko, dan Voila.

Selain itu, juga menjual produknya di onlinestore yakni UTEE2010.blogspot.com dan Ratimaya.com. Namun, Putri mengaku penjualan melalui UTEE2010.blogspot.com jauh lebih menguntungkan, karena stockist mengenakan pajak yang lebih tinggi. Semua produk UTEE dibanderol dengan harga mulai dari Rp300 ribu hingga Rp2 juta per buah. Omzet awal yang didapat Putri adalah sekira Rp4,5 juta per bulan.

Sementara untuk sekarang, bisa meraup keuntungan hingga Rp14 juta dari hasil penjualannya di stockist dan Ratimaya.com. Total keuntungan itu adalah di luar pendapatan dari acara bazar yakni Brightspot Market. Meski baru pertama kali mengikuti acara itu, omzet yang didapatkan tak tanggung-tanggung, yakni hingga Rp23 juta hanya dalam waktu tiga hari.

“Dari masing-masing stockist pun berbeda omzetnya. Pertama kali menjual melalui The Goods Dept, aku bisa dapat Rp6,5 juta per bulan,” tuturnya.

Walaupun baru saja merintis bisnisnya, ia mengaku sudah pernah melakukan ekspor beberapa produknya ke Singapura, Australia,dan Belanda. Putri mengungkapkan, salah satu kendala ekspor hingga saat ini adalah terkait dengan proses pembayaran.

Sementara itu ketika ditanya kenapa lebih memilih kulit sebagai bahan baku produknya, Putri mengatakan karena dia ingin barang UTEE bisa lebih dikenal orang. “Jadi, orang tidak perlu membeli tas kulit dari merek yang mahal seperti Louis Vuitton. Dan UTEE kan jadi punya ciri khas,apalagi pemain tas kulit juga belum banyak di Jakarta. UTEE juga punya varian yang limited,” ucapnya.

Ke depan, dirinya mengaku bakal membuat beberapa gebrakan. Pertama, dia akan berkolaborasi dengan sebuah clothing brandlokal. “Bisa saja untuk membuat satu koleksi pakaian dan tas. Kira-kira dalam tiga bulan mendatang,” jelasnya.

Kedua, berencana untuk membuka cabang di Bali. Putri mengaku, biaya sewa tempat di Bali jauh lebih murah ketimbang di Jakarta,yakni hanya sekira Rp10 juta. Dengan bermodal sekira Rp30 juta, Putri optimistis target itu akan segera terealisasi.

Sedikit banyak Putri belajar bisnis dari orang tuanya yang juga berprofesi sebagai wirausaha, meski jenis usaha yang dirintisnya tidak sama. “Bisnis ya belajar autodidak saja sih, let it flow. Terjun sendiri, yang penting sabar dan pelan-pelan. Orang tua memang pengusaha. Mereka yang sering menasihati ketika saya baru merintis UTEE,” papar dia.

Lambat laun, manajemen UTEE yang tadinya masih berantakan ,mulai dibenahi sedikit demi sedikit. Tak hanya dunia fesyen, Putri juga menyukai kuliner. Sampai suatu ketika, dia mulai jatuh cinta pada kue jenis cupcake.

“Di London ada toko cupcake yang terkenal banget. Pas sudah di Jakarta sambil menunggu karyawan produksi tas, akhirnya coba bikin cupcake. Awalnya, saya bagikan ke orang-orang secara gratis. Dari situ, pesanan kue mulai banyak,” ujarnya.

Ia juga sempat kursus masak di Bogasari. Dirinya sering bereksperimen membuat resep baru, karena menurutnya cupcake belum banyak dikenal di Indonesia. Bahkan ke depan, Putri berencana untuk mendirikan usaha cupcake yakni Cuprocks. Modal usaha cupcake jauh lebih murah ketimbang tas kulit, yakni hanya sekira Rp3.000 per buah.

“Cupcake di sini kan masih belum terkenal. Jadi biar ada value-nya, saya buat hiasan-hiasan cupcake yang sifatnya personal. Sudah ada namanya, Cuprocks. Rencananya, toko cupcake akan digabungkan dengan tas kulit di Bali,” tutupnya. (Sandra Karina/Koran SI/ade)

sumber: http://economy.okezone.com/read/2011/05/29/320/462173/berbekal-inovasi-tas-kulit-bisa-beromzet-belasan-juta

Iseng-Iseng, Omset Batu Permata Ini Capai Rp3 Juta/Hari

JAKARTA - Siapa sangka usaha batu permata yang berawal dari iseng-iseng ini bisa menghasilkan omzet penjualan Rp3 juta per hari. Tapi begitulah yang lakoni M yusuf yang mempunyai usaha batu permata bernama Yusuf Gemstone yang berdomisili di Pasuruan, Jawa Timur.

Yusuf menjelaskan dalam usaha batu permata yang dikelolanya sejak tahun 1997 ini dimulai dari keisengan, alias coba-coba meneruskan usaha orang tua. Orang tua Yusuf sendiri sudah lama bergelut di bisnis batu permata ini.

"Iseng-iseng saja, awalnya saya tidak berminat. Selanjutnya tanpa saya larut dalam usaha ini saja," ungkap Yusuf kepada okezone di acara festival UKM di Smesco, Jakarta akhir pekan lalu.

Meneruskan keisengannya, lama- lama Yusuf mulai tertarik karena untung yang dia peroleh juga lumayan banyak. Sekarang ini, omzet usaha batu permata Yusuf mencapai Rp3 juta per hari.

"Kesehariannya kadang tidak dapat, kadang dapat sejuta rupiah. Maksimal sehari Rp3 juta. Belum pernah saya mas dapat Rp5 juta. Kadang faktor kapasitas barang yang saya miliki juga," tambahnya.

Walaupun usahanya ini dinilai main-main namun menghasilkan, tapi dia mengaku selama menjalani usaha ini dia tidak pernah mengalami kerugian atau kesusahaan dalam usahanya. Namun ketika ditanya tips dan triknya, pemuda berjenggot ini hanya tersenyum. "Ga pernah jatuh, ga pernah rugi. Lancar terus usahanya," imbuhnya.

Untuk mendapatkan bahan batu permatanya sendiri dia mengaku mendapatkannya dari luar negeri. Karena, menurut dia tambang batu permata ini di Indonesia agak susah. Namun hasilnya nanti juga sebagian dijual ke luar negeri. "Memang sebagian batu dapatnya di luar negeri, nanti dari sini dijual ke luar negeri," tambahnya.

Dia menjelaskan untuk tambang batu permata ini sendiri yang paling bagus adalah tambang di Myanmar, Srilanka. Walau demikian untuk belanja batu permata miliknya dia mengaku membelinya dari Thailand dengan memesan pada seorang teman sehingga harganya pun menjadi murah. "Belanjanya di Thailand, teman saya punya istri di sana, jadi harganya bisa miring," ungkap dia.

Untuk harga sendiri, dia mengaku juga bermacam macam tergantung jenis dari batu permata itu sendiri. Ada yang kualitas bagus yang langka, dan ada juga batu permata yang biasa. "Harganya Rp50 ribu sampai Rp3 juta," jelasnya.

Untuk persaingan penjualan batu permata ini sendiri, Yusuf menjelaskan untuk sekarang ini agak masih sedikit persaingan. Tapi kata Yusuf yang berasal dari Pasuruan ini mengaku senang jika semakin banyak persaingan.

"Persaingannya yah begitu, justru saya semakin banyak persaingan saya senang, ada komunitas, konsumen bisa milih. Tapi mungkin repotnya di harga ya," jelasnya.

Terakhir Yusuf menjelaskan sedikit cara kerja dia membuat batu permata ini. Pertama-tama batu permata ini dipoles, dibuat rangka, lalu dibuat perhiasan. Yusuf mengaku melakukan semua ini sendiri saja. "Dipoles ulang, dibuat rangka, dibuat perhiasan. Perhiasan bisa dari bahan baku emas, perak, stainless, tergantung segmen pasar kita," tutupnya. (wdi) Idris Rusadi Putra - Okezone

sumber: http://economy.okezone.com/read/2011/06/04/22/464459/iseng-iseng-omset-batu-permata-ini-capai-rp3-juta-hari

Mantan Karyawan BUMN yang Sukses Jualan Boneka di Internet

TIDAK semua orang berani memutuskan keluar dari pekerjaan yang telah sekian lama ditekuni dan menghasilkan kenyamanan dari gaji tetap, untuk sepenuhnya berwirausaha.

Langkah berani itulah yang dibutuhkan untuk menghasilkan kesuksesan sebagai seorang pengusaha. Langkah kurang populer itu pula yang diambil oleh Dewanto Purnomo, yang memutuskan untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya di sebuah perusahaan badan usaha milik negara (BUMN), kemudian memulai bisnis menjual boneka melalui internet.

Sebagaimana pengusaha cerdas lain, langkah berani yang diambil Dewanto bukannya tanpa dasar. Sejak dua tahun lalu bapak tiga anak ini telah mencoba memahami seluk beluk bisnis yang akan digelutinya ini. Beberapa website khusus penjualan boneka bahkan telah dikembangkan oleh Dewanto, di antaranya bonekalucu.com, bonekabesar.com, serta bonekabear.com.

"Responsnya cukup besar. Sebagian besar dari daerah Kalimantan," ujarnya kepada SINDO beberapa waktu lalu. Awal Dewanto memulai usaha ini adalah ketika melihat seorang rekan mengalami kesulitan memasarkan boneka yang diproduksinya. Dewanto, yang sejak awal telah mengetahui berbagai keunggulan internet, kemudian mencoba membantu rekannya itu dengan membuat website.

"Saat itu saya melihat ada peluang usaha yang bisa dimasuki.Kemudian memutuskan untuk berkecimpung dalam bisnis ini.Tentu saja saat itu hanya sebagai usaha sampingan," paparnya. Ternyata, animo masyarakat terhadap website yang dikembangkan pria yang memiliki hobi membaca ini cukup besar.

Belakangan Dewanto baru menyadari banyaknya masyarakat yang menggunakan mesin pencari di dunia maya untuk membeli boneka secara online. Hal itu makin diyakininya setelah dia mengenal beberapa rekan bisnis yang juga memiliki strategi penjualan via internet. Dengan modal awal Rp15 juta, mulailah pria kelahiran 1971 itu mendatangi sejumlah produsen boneka terbesar di Indonesia yang berada di Bekasi, untuk menjadi penghubung antara produsen dan pembeli.

Semakin lama langkah itu semakin memantapkannya menggeluti bisnis boneka. Hampir semua jenis boneka dijual Dewanto.Target pasarnya adalah eceran dan grosir. Terkadang ada juga konsumen yang mencari boneka untuk kebutuhanpromosi. Biasanya yang membutuhkan boneka untuk kebutuhan promosi adalah perusahaan, yang umumnya memesan dengan jumlah banyak.

Karena masih memiliki keterbatasan sumber daya, sejumlah permintaan pembelian boneka dari korporasi dia tolak. Jika dilihat dari sisi keuntungan, penjualan eceran dan grosir relatif lebih menguntungkan daripada kepada perusahaan. Ini karena perusahaan lebih banyak meminta diskon akibat dana promosi telah dianggarkan sebelumnya. "Selain itu, waktu pemesanannya pun kadang sangat mepet," katanya.

Kendati begitu, Dewanto mengaku tetap menerima permintaan pembelian boneka dari korporasi. Bahkan bersama beberapa rekan Dewanto berencana membuka gerai di sejumlah daerah untuk menjual boneka dan mainan anak. Kehadiran gerai tersebut bisa memenuhi permintaan dari sejumlah perusahaan yang hendak memesan boneka.

Untuk permintaan grosir atau eceran, sebagian besar konsumen yang membeli boneka melalui Dewanto berasal dari luar Pulau Jawa. Hal itu sesuai dengan karakteristik penjualan lewat online yang sebagian besar adalah masyarakat yang membutuhkan dan secara material mampu, tapi memiliki keterbatasan ruang dan waktu.

"Saya pernah dikontak oleh konsumen yang bekerja di Freeport, Papua. Konsumen ini ingin memberikan hadiah ulang tahun kepada anaknya yang berada di Medan. Mereka punya uang, tapi tidak bisa keluar untuk membeli boneka. Maka mereka pun mencari penjual boneka di internet dan meminta mengirimkan boneka itu ke Medan," paparnya.

Karena permintaan terus bertambah banyak, akhirnya Dewanto memutuskan untuk menambah mitra pemasok dan pabrik pembuatan boneka. Setidaknya sudah ada 12 mitra Dewanto yang siap menyuplai jenis boneka apa pun. Apalagi, setiap bulan ada saja permintaan boneka yang spesifik dan hanya bisa dipenuhi oleh pemasok atau pabrik tertentu.

Hanya dalam tiga bulan setelah memulai usaha modal awal Dewanto sebesar Rp15 juta sudah kembali dan sekarang dia telah menjual 15 kategori boneka. Dari boneka karakter hingga jenis bantal. Menurut dia, boneka beruang berbagai ukuran merupakan boneka yang paling banyak dicari. Keuntungan bersih per boneka berkisar antara 20–30 persen dari harga jual.

Lantaran lama berjualan boneka, Dewanto mengaku cukup tahu ciri boneka berkualitas. Menurut dia, boneka bermutu bagus memiliki ciri spesifik, di antaranya bentuknya akan segera kembali normal jika dipencet dengan tangan. Penjualan boneka pun dipengaruhi tren. "Misalnya, boneka berwarna merah laris pada Tahun Baru China, warna merah muda laku pada Hari Valentine. Kalau sekarang sedang tren warna ungu dan hijau. Tapi secara umum konsumen banyak mencari boneka berwarna cokelat," paparnya.

Dewanto mengaku awalnya juga bingung karena banyaknya jenis boneka. "Tapi ternyata ada juga pelanggan fanatik yang membeli boneka jenis tertentu. Tapi paling banyak adalah boneka beruang dari berbagai ukuran. Ini best seller dari produk kami. Biasanya per bulan bisa lima sampai 10 boneka jenis ini yang keluar," tuturnya.

Soal harga tentu bervariasi. Ada yang murah, ada pula boneka yang harganya di atas Rp700 ribu per buah. Seiring berjalannya waktu, Dewanto mengaku permintaan pasar terus meningkat. Kini Dewanto sedang mengupayakan agar usahanya bisa diwaralabakan. Untuk merealisasikannya dia tengah menjalin kerja sama dengan rekannya membuat konsep waralaba.

Meski saat ini usaha sudah terbilang sukses, ternyata pada awalnya mendapat tentangan dari keluarga. Dewanto menuturkan bahwa setiap pilihan yang diambil pasti memiliki konsekuensi. Hal itu disadari oleh Dewanto  saat memilih mengundurkan diri dari tempatnya bekerja di sebuah BUMN.

Dia memilih untuk serius menekuni bisnis penjualan boneka online. "Sebenarnya tidak diizinkan keluarga, termasuk istri. Tapi saya sudah bisa meyakinkan mereka bahwa rezeki itu tidak hanya datang dari kantor," kenang Dewanto saat memulai usaha. Dia mengaku bahwa langkah itu harus diambilnya agar hasil yang diperolehnya maksimal.

Selama dua tahun terakhir dia sering menggunakan waktu di sela-sela pekerjaan rutinnya untuk menjalankan bisnis ini. Pada suatu titik, dia mengaku tindakannya itu tidak adil terhadap perusahaan sehingga memilih untuk mengundurkan diri dan mantap menjalankan usaha bisnis boneka online.

"Apalagi saya sempat menerima surat peringatan (SP) dari atasan.Saya selalu ikhlas ketika dapat SP, karena memang sering telat kalau ordernya lagi banyak.Saya juga kerap minta izin," katanya. Kini dia mengaku sangat optimistis dengan usaha yang dijalankan. Apalagi sekarang omzet bulanan usahanya telah mencapai puluhan juta.

Bahkan di masa datang dia yakin konsumen akan semakin menyadari berbagai keunggulan dengan membeli barang via internet. Dia yakin pula, ke depan akan semakin banyak orang yang terjun ke dunia pemasaran via internet. Dewanto tak segan membagi tips untuk mereka yang baru mau berkecimpung di bisnis ini.

Menurut dia,ada baiknya pemula terlebih dulu riset pasar melalui internet, di antaranya lewat situs researchinternet.com yang akan memandu jenis barang apa yang paling banyak dicari konsumen. "Setelah itu hubungi produsen atau distributor agar bisa memperoleh barang contoh yang diinginkan dengan harga lebih murah.

Lalu buat web sederhana,tapi yang bisa menunjang aktivitas pemasaran. Untuk kebutuhan itu semua, setidaknya diperlukan dana awal berkisar Rp5 juta- Rp10 juta," ujarnya. Dewanto yakin orang akan beruntung jika memiliki kesempatan dan kesiapan. "Kesiapannya, kita punya produk. Kesempatannya ya peluang bisnis boneka online yang masih sangat besar," tuturnya. (hermansah) (Koran SI/Koran SI/and)

sumber: http://economy.okezone.com/read/2011/06/19/22/470017/mantan-karyawan-bumn-jualan-boneka-di-internet

Franchise Pecel Lele, Pria Ini Raup Rp3 Miliar/Bulan

JAKARTA - Usaha Pecel Lele Lela yang berdiri sejak 2006 ini mulai di-franchise-kan pada 2009. Dengan 32 outlet franchise yang ada, usaha ini menghasilkan omzet sebesar Rp10 juta per hari. Dengan kata lain omzet per bulan dari usaha pecel lele ini mencapai kurang lebih Rp3 miliar.

Awalnya, Rangga Umara, pemilik restoran Pecel Lele Lela memilih lele sebagai bahan baku utamanya dalam merintis usaha di dunia perkulineran. Pria berkacamata ini menuturkan alasan dia memilih lele untuk menjadi makanan utama dalam restorannya karena lele itu ada di mana-mana.

Sejauh mata memandang di kaki lima, warung pecel lele dari dulu hingga sekarang masih tetap ada. Walaupun terkena krisis sekalipun lele tetap eksis hingga sekarang. Dengan melihat peluang market yang luas bapak dua anak ini memutuskan mantap untuk memilih lele dalam merintis awal usahanya.

"Kenapa lele? Karena lele sudah banyak ya, di mana-mana ada. Ini menandakan bahwa market-nya luas. Dan saya pelajari untuk pengusaha pemula itu cocoknya memulai bisnis yang sudah banyak karena apa, biaya untuk buka pasarnya bisa ditekan. Makanya saya pilih lele. Kan lele ada di seluruh Indonesia," ungkap Rangga kala ditemui dalam acara International franchise License & Bussines Consept Expo conference (IFRA) di Jakarta Convention Center (JCC) beberapa waktu lalu.

Dengan modal awal sebesar Rp3 juta, pria lulusan Sekolah Tinggi Manajemen dan Ilmu Komputer (STIKMI) Bandung ini, memulai usaha ini. Hingga akhirnya usaha yang dirintisnya pada 2006 bisa dia franchise-kan pada 2009.

Pecel lele Lela yang mempunyai arti "Lebih Laku" ini sudah memiliki lebih dari 32 outlet franchise di seluruh Indonesia, seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Bali, Makassar, Purwokerto, Semarang, Palembang, Pekanbaru, Batam, Surabaya, dan Palu. Sementara untuk outletnya yang dia bangun sendiri sudah berjumlah delapan outlet.

Dengan menu variatif serta harga yang terjangkau ini, yaitu berkisar antara Rp15 ribu-Rp18 ribu, Anda sudah bisa mencicipi menu variatif di pecel lele Lela ini. Misalnya menu favorit yaitu lele saus padang dan bagi yang tidak menyukai lele, ayam bakar madu bisa juga menjadi pilihan favorit Anda.

Dengan franchise fee sebesar Rp75 juta, Anda sudah bisa berbisnis Pecel Lele Lela ini dan juga turut melestarikan makanan tradisional khas Indonesia.

Dalam merintis usaha ini jatuh bangun dirasakan, sehingga sukses seperti sekarang ini. Keberaniannya untuk keluar dari pekerja kantoran untuk menjadi pengusaha ini bukan hal yang mudah karena dia sudah merasa lelah untuk terus bekerja dengan orang lain, karena dari awal memang Rangga mempunyai niat untuk menjadi pangusaha.

Dengan memasok lele dari daerah Bogor, Parung dan Karawang ini setiap harinya Pecel Lele lela bisa menghabiskan 30 ekor, 50 ekor bahkan 70 ekor atau bahkan bisa sampai 100 ekor lele per hari ini. Rangga pun sedang mempersiapkan agar Pecel lele Lela ini bisa go international.

"Insya Allah, mungkin akhir tahun ini kita ingin membawa Pecel Lele Lela ini bisa go international, dimulai dari Singapura dan Malaysia. Doakan saja ya," paparnya.

Visi dari Pecel Lele Lela yang ingin menjadi brand nasional dan pemimpin pasar usaha pecel lele modern di Indonesia dan membawa makanan tradisional Indonesia pada dunia internasional, Rangga memiliki keyakinan untuk tidak hanya puas hingga sampai pada titik tertentu saja. Namun terus melakukan yang terbaik yang bisa dilakukan. (wdi) (ade) R Ghita Intan Permatasari - Okezone

sumber: http://economy.okezone.com/read/2011/06/20/22/470263/franchise-pecel-lele-pria-ini-raup-rp3-miliar-bulan

Omzet Miliaran, Mantan TKW Sukses Jadi Pengusaha Sapu

PURBALINGGA - Di balik kisah sedih yang dialami para Tenaga Kerja Wanita (TKW ) asal Indonesia di luar negeri, ternyata ada juga TKW yang mampu meraih kesuksesan setelah kembali ke kampung halamannya.

Seperti di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah. Seorang mantan TKW sukses menjadi pengusaha sapu usai pulang bekerja dari Singapura. Tidak tanggung-tangung omzet usaha sapunya bisa mencapai miliaran rupiah. Bahkan, produk sapunya ini telah merambah ke beberapa negara seperti Taiwan, Korea Selatan, dan Malaysia.

Inilah sukses yang diraih Rohimah (37), istri dari Bambang Triono warga Desa Karang Gambas, Kecamatan Padamara, Kabupaten Purbalingga. Di rumah yang juga dijadikan kantor, serta tempat produksi sapunya inilah, Rohimah beserta suaminya mengedalikan usaha sapunya yang terbuat dari rumput glagah. Usaha pembuatan sapu yang dimulai sejak 2005 ini, kini telah menjadi lapangan kerja bagi ratusan warga sekitar.

Kesuksesan pabrik sapu milik Rohimah ini ternyata tidak datang begitu saja. Namun beberapa kali mengalami pasang surut. Bahkan, usaha sapunya ini sempat vakum selama dua bulan akibat ketiadaan modal serta buruknya administrasi.

Kondisi inlah kemudian yang membuat Rohimah memutuskan untuk menjadi TKW ke Singapura. Namun, Rohimah hanya bekerja selama satu tahun di Singapura. Meski demikian, banyak pengalaman yang didapat hingga ia bersama suaminya melanjutkan usaha sapunya ini.

“Wah, usaha saya semula sempat pasang surut, pokoknya untuk sukses tidak gampang dan harus bekerja tekun mas,” ujar Rohimah, mantan TKW.

Tentu saja, kesuksesan Rohimah juga tak lepas dari peran dari Bambang Triono suaminya. Ayah dua anak inilah yang bekerja untuk mencari tempat pemasaran produk sapunya hingga kualitas produk sapunya dipercaya untuk diekspor ke beberapa negara Asia. “Kita saling mendorong dan bahu membahu mas,” ujar  Bambang Triono.

Banyaknya permintaan sapu dari berbagai negara membuat Rohimah dan Bambang tak bisa mengerjakan sendiri. Mereka harus mempekerjakan beberapa warga sekitar. Tentu saja kondisi ini sangat menguntungkan warga sekitar yang sebagian besar bekerja sebagai buruh tani. Bahkan, jumlah para pekerja di pabrik sapu milik Rohimah ini, mencapai ratusan orang.

Meski telah sukses, namun masih banyak kendala yang dihadapi Rohimah dan Bambang dalam mengembangkan usahanya ini, Seperti modal dan peralatan yang masih manual. Sehingga, mereka pun berharap pemerintah bisa membantu masalah yang dihadapi. (Saladin Ayyubi/Global/ade)

sumber: http://economy.okezone.com/read/2011/06/25/22/472687/omzet-miliaran-mantan-tkw-sukses-jadi-pengusaha-sapu

Iseng Buat Jual Beli Online, Omzetnya Kini Rp11 Juta/Bulan

JAKARTA - Berawal dari iseng-iseng ingin membantu menyediakan sebuah media bagi jual beli online, setelah satu tahun setengah usahanya berjalan, laba usahanya kini mencapai Rp5 juta-Rp11 juta per bulan.

"Kita ada semenjak Januari tahun lalu, awalnya kita cuma pengen sediain media, soalnya semua user kan gratis daftar. Kita pengen bantu kasih tau masyarakat kalau jualan online itu enggak susah dan mahal," demikian diceritakan Digital Strategist bukalapak.com Ainin Dita Z ketika ditemui okezone belum lama ini.

Ia menceritakan bahwa sebagai situs jual beli online, sekarang website www.bukalapak.com telah diakses oleh 11 juta user per bulan.

"Kita sudah nomor dua, di bawah Kaskus dan mengungguli tokobagus.com dan tokopedia.com" lanjutnya.

Kesuksesan usahanya ini, menurutnya dikarenakan kekhususan dan keunikan medianya. User, menurutnya hanya tinggal mencari barang apa yang diinginkan.

"Toolbar kita gampang, kayak googlesearch gitu. Jadi user tinggal search saja mau cari apa, langsung keluar sugestionnya. Kita kasih rekomendasi tentang barang itu. Di samping itu, kita juga kayak facebook, ada fasilitas chatting, jadi mereka bisa chat dulu," ceritanya dengan ceria.

Menanggapi kekhawatiran dan keraguan calon pembeli, ia juga menceritakan bahwa websitenya menyediakan rekening bersama untuk menampung sementara dana pembeli sebelum di serahkan ke penjual.

"Pembeli kirim uang dulu ke rekening bersama. Kalau barang pesenannya sudah dikirim, baru kita kasih duitnya. Kalau barang enggak dikirim, kan duitnya kita balikin jadi enggak rugi. Kalau yang lain kan mereka transaksi langsung," tuturnya.

Meskipun awalnya iseng, mendirikan media dan menggratiskan usernya, seiring dengan kemajuan online trading, Ia tak menyangka usahanya ini akan menghasilkan keuntungan yang cukup besar.

"Pendapatan kita murni dari iklan, reseller dan rekening bersama saja. Memang kita maunya cuma mempermudah, jadi dari rekening bersama kita hanya kasih charge Rp10-20 ribu ke user. Kalau barang dari pembeli ke penjual kita enggak pernah ambil untung Tapi sekarang kita bisa dapet Rp5-10 jutaan lah sebulan," lanjut Dita.

Perputaran uang di situsnya sendiri, Dita mengaku tidak pernah melakukan riset. Namun, Ia yakin bahwa dari 35 persen barang yang disediakan di websitenya selalu laku terjual. Ia juga bercerita meski ada banyak barang-barang yang ditawarkan, ia menyebut sepeda dan sparepart adalah barang-barang utama yang sering diperdagangkan

"Mungkin ada lebih dari 50 ribu barang yang ada dan 35 persennya pasti kejual. Perputaran uang pembeli-penjual saya enggak tahu, enggak pernah riset, ratusan juta rupiah pasti, kalau awal bulan bahkan bisa miliaran rupiah"

Ke depan, menurutnya bukalapak akan menggandeng juga reseller untuk memasang iklan di websitenya.

"Kita pengen join sama reseller sepeda misalnya, jadi mereka pasang iklan di bagian atas website, buat barang-barang rekomendasi. Setiap user yang mengklik barang-barang meski enggak terlalu related, barang mereka ada terus. Jadi mereka kebantu promosi, selama ini mereka enggak tahu bagaimana kalau mau promosi online ternyata. Selain itu, kita juga mau launching logo baru," jelasnya.

Meski masih mengalami hambatan seperti adanya kecurigaan bagi pembeli untuk melakukan jual beli online, tapi Ia yakin online trading akan terus tumbuh di Indonesia.

"Sampai akhir tahun, kita optimis bisa tumbuh 100 sampai 500 persen. Banyak orang masih kurang percaya jual beli online karena enggak ketemu langsung, makanya kita sediain rekening bersama. Kita juga kasih step-step untuk melakukan jual-beli di online lengkap di website kita, mulai dari cara bikin email," tandasnya mengakhiri pembicaraan. (and) Gina Nur Maftuhah - Okezone

sumber: http://economy.okezone.com/read/2011/06/29/22/474014/iseng-buat-jual-beli-online-omzetnya-kini-rp11-juta-bulan

Selembar Rp100 Ribu Modal Ita Yudi Berbisnis Asesoris

PERNAH berfikir untuk membuat sesuatu yang berbeda, menjualnya dan bahkan bisa menjadi trendsetter? Hal ini yang dialami oleh Ita Yudi. Seorang Wanita yang pada awalnya merintis menjadi pekerja kantoran alias wanita karir yang kemudian banting setir menjadi wirausaha mandiri yang mempekerjakan banyak orang.

"Awalnya saya kerja di kantor, sebuah perusahaan yang berurusan dengan proyek-proyek. Isinya laki-laki semua, jadi tidak ada yang menggunakan assesoris. Akhirnya kerja seperti itu tidak enak. Nganggur," ucapnya mengawali cerita ketika ditemui okezone di standnya dalam sebuah pameran yang baru-baru ini diadakan di Smesco center, Jakarta.

"Nah, saya kan pakai jilbab. Dan dari awal sudah hobi membuat asesoris. Mencoba-coba. Awalnya saya ingin punya bros buatan sendiri. Trial and error terus sih, tapi terus di coba," imbuhnya.

Bahan yang awalnya digunakan adalah untaian kawat-kawat dan manik-manik yang kemudian dirangkainya. Entah itu menjadi bunga, bentuk binatang, atau bentuk abstrak yang menurutnya layak untuk dijadikan hiasan. Selain dari kawat, dirinya juga mengaku membuat dari bahan lain seperti kain yang berasal dari limbah garmen, dan juga lilin atau clay.

"Saya buat dari semua bahan. Seperti yang sering saya buat ini dari metal, kawat. Ada juga yang dari benang wol dirajut, kain bekas limbah garmen, dan clay," terangnya.

Memang, bahan-bahan tersebut terlihat sangat sederhana dan mudah sekali untuk mencarinya. Seperti kawat misalnya, yang dengan mudah bisa kita temukan di pasar-pasar. Limbah garmen yang juga dengan mudahnya bisa didapatkan dari perusahaan garmen yang membuang sisa kainnya.

Diakuinya, untuk memulai usaha seperti dirinya, memang tidak membutuhkan banyak modal. Dirinya menuturkan, untuk memulai usaha ini dulu hanya cukup bermodalkan selembar uang Rp100 ribu saja.

"Modal untuk ini, sederhana saja. Malahan kalau sudah punya tang yang sebagai alat sudah bisa. Paling dulu modal Rp100 ribu," ungkapnya.

"Kalau kawat, dulu waktu saya memulai usaha ini kawat seperti ini memang jarang. Tapi sekarang sudah banyak sekali yang jual. Sekarang dimana-mana orang jual. Rp10 ribu juga sudah bisa buat beli kawat," ungkapnya lagi.

Dirinya menunjukkan kawat kecil sebagai alat yang digunakan untuk membentuk material serta kawat-kawat yang digunakan sebagai dasar pembuatan bros-bros tersebut. Kawat kecil dengan ujung lancip itu digunakan untuk membentuk dan membengkokan kawat sehingga membentuk suatu bentuk yang diinginkan.

Dalam setiap usaha, tentunya semua tidak langsung berjalan dengan lancar. Hal itu pula yang dialami oleh Ita. Awalnya, dalam sehari dirinya hanya mampu menjual satu sampai dua pieces bros. Jadi dalam sebulan, rata-rata dirinya hanya bisa menjual sebanyak 20 pieces bros.

Namun, saat ini hal tersebut sudah tidak berlaku lagi dalam kamus usahanya. Diakuinya, animo masyarakat terhadap kerajinan assesoris ini meningkat. Terbukti dari jumlah yang dihasilkannya laris manis terjual bak kacang goreng.

"Dulu, yang tertarik jarang sekali. Sekarang yang tertarik banyak. Sekarang tidak usah deh keluar negeri, di Indonesia juga sudah banyak kok. Lebih bagus dan juga lebih murah. Tidak usah ke Bangkok dan China. Kita sudah bisa menyaingi kok," ucap Ita optimis.

Memang, dari segi harga bros yang dijualnya sangat bervariasi. Untuk yang motif sangat sederhana dibandrol dengan harga Rp2.500 sampai Rp10 ribu. Namun, jika yang bentuknya agak rumit dan menggunakan banyak material serta batu-batuan, bahkan ada yang menggunakan kristal swarovski harga bisa selangit alias bisa mencapai Rp500 ribu.

Bentuk yang dimaksud memang rumit. Dengan detil yang sangat kecil dan sempurna, dibagian tengahnya ditambahkan bebatuan yang senada dengan warna kawat dan manik-manik. "Saya juga mengangkat kekayaan Indonesia. Karena ada batu-batu yang berasal dari Indonesia, yang tidak kalah bagusnya. Tapi ada juga yang menggunakan kristal swarovski. Per pieces harganya Rp2.500 sampai 500 ribu," jelasnya.

Kesulitan yang dihadapinya tidak sampai disitu, kadang material yang dibutuhkannya tidak terdapat di Indonesia. Sehingga dirinya harus memesan material tersebut dari China. Bersyukurlah kini, pesanan terus berdatangan. Jumlahnya bisa sampai ribuan, sehingga dengan sendirinya para distributor tersebut mendatangkan langsung material-material tersebut tanpa harus melalui pemesanan terlebih dahulu.

"Kendala, material kan 75 persen dari China. Tapi karena sekarang pesanan sudah banyak dan juga banyak yang sudah memulai bisnis serupa, jadi para distributor material ini sudah ada dengan sendirinya," akunya.

Dengan usahanya tersebut, ibu dari tiga orang anak ini memiliki 40 karyawan binaan yang membantunya dalam merangkai berbagai jenis bahan yang akan dijadikan asesoris terutama bros.

Dirinya tidak membutuhkan sebuah toko besar atau kios dalam menjajakan bros-brosnya. Di rumahnya yang terletak di daerah Kalimalang merupakan "pabrik" sekaligus tempatnya memajang bros-brosnya. Selain itu, dirinya juga rajin melakukan kerja sama dengan butik-butik yang banyak terdapat di ibu kota. "Pekerja rata-rata ibu rumah tangga biasa yang masih radius kecamatan lah," ucapnya.

Saat okezone berusaha mencari tahu lebih jauh, berapa pendapatan per bulannya saat ini, dirinya enggan berbagi lebih jauh. Karena menurutnya bisnis seperti ini tidak bisa dihitung secara pasti. Namun menurutnya, per bulan dirinya bisa menjual hingga ratusan aneka macam asesoris.

Terakhir, dalam hal pemasaran produk, dirinya mengingatkan untuk bisa menjadi yang berbeda diantara sekian banyak pesainganya. Banyak melihat, membaca dan memperhatikan pasar adalah kunci kesuksesannya.

"Kita harus menjadi yang berbeda. Banyak membaca, entah dari buku atau bisa juga browsing di internet," tandasnya. (and) Yuni Astutik - Okezone

sumber: http://economy.okezone.com/read/2011/07/31/22/486317/selembar-rp100-ribu-modal-ita-yudi-berbisnis-asesoris

Manisnya Usaha Minuman Bajigur Rasa Durian

ANDA pasti pernah mendengar kata "bajigur"? Ya, bajigur adalah minuman tradisional yang berasal dari Jawa Barat. Minuman ini enak diminum di kala cuaca dingin, karena ciri khas minuman ini selalu disajikan dalam keadaan hangat.

Minuman yang terbuat dari campuran gula merah dan santan, merupakan teman minum kala menyantap singkong goreng atau pisang goreng dipagi atau sore menjelang malam hari tiba.

Namun apa jadinya bila minuman tradisional tersebut dimodifikasi dengan durian? Tentunya berbeda dengan bajigur pada umumnya dan memberikan sensasi rasa tersendiri.

Adalah Tutang (35), yang mengkreasikan bajigur dan buah durian menjadi sebuah minuman yang menggiurkan. Berawal dari sebuah keisengan, bapak tiga orang anak ini mencoba memadukan buah durian. Hasilnya tidak main-main. Buktinya, minuman baru ini diapresiasi baik oleh para penikmat kuliner.

"Kenapa saya jual bajigur durian ini? Karena biar orang tertarik untuk mencoba, biar beda dan unik saja. Selain itu biar harga jualnya jadi tinggi dan ada perubahan rasa yang signifikan, sehingga hasilnya pun mejadi enak," ungkap Tutang, ketike berbincang kepada okezone, belum lama ini.

Pada awalnya, Tutang hanya berjualan es kelapa muda saja, namun memasuki bulan November 2009, ketika memasuki musim dingin Tutang memiliki inisiatif untuk beralih menjual minuman hangat, dan bajigur-lah yang dipilih. Meskipun pada hari pertama menjual bajigur durian ini hanya laku satu gelas saja, namun setelah seminggu berlalu, Tutang pun berhasi menjual 15 liter dalam satu hari, di mana satu liter terdiri dari lima gelas. "Tiga bulan kemudian, bajigur duriannya laku sebanyak 90 liter per harinya," paparnya.

Tutang pun mematok minuman hasil kreasinya ini dengan harga yang terjangkau. Hanya dengan Rp7.500 per gelas, pembeli sudah bisa merasakan sensasi minuman yang beda daripada yang lain.

Dengan modal awal sebesar Rp200 ribu, kini Tutang pun dapat meraih omset sebesar Rp1,5 juta-Rp2 juta per hari. Bahkan, bisa mencapai di atas Rp2 juta pada akhir pekan. Jika dikalkulasi, Tutang mengaku bisa meraih omzet sebanyak Rp60 juta.

Sementara, Tutang dapat menghabiskan 40 hingga 50 butir buah durian. Jumlah itu dapat menghasilkan 150 hingga 200 gelas per harinya.
(and) R Ghita Intan Permatasari - Okezone

sumber: http://economy.okezone.com/read/2011/08/04/22/487974/manisnya-usaha-minuman-bajigur-rasa-durian