Bermain memang menjadi dunia yang
menyenangkan bagi anak-anak. Dengan bermain, anak-anak sering kali mampu
mengetahui segala hal yang berada di sekitarnya. Mereka
kemudian secara kritis bertanya mengenai berbagai
hal yang baru diketahuinya. Dengan suasana yang
gembira ini, anak-anak akan dengan mudah
menerima ilmu. Pengetahuan mereka pun bertambah
dengan sangat cepat.
Kecintaan pada dunia anak-anak inilah yang
mengiihami Ari Bayat untuk terjun dalam bisnis
mainan edukatif. Berkat kegigihannya, pria kelahiran
Kiaten, Jawa Tengah ini, sedikit demi sedikit mulai
menikmati jerih payahnya dalam bisnis. Dengan
memakai bendera bisnis Arba Makmur, berbagai
produk mainan edukatif yang dibuatnya kini telah
menyebar ke berbagai daerah di Indonesia.
Bisnis ini dimulai Ari ketika masih aktif bekerja
di sebuah bank swasta nasional. Setiap Sabtu Ari
selalu berkeliling menawarkan mainan edukatif ini ke
berbagai playgroup dan Taman Kanak-Kanak yang
ada di sekitar indekosnya. Dia pun melakukan
pendataan nama kepala sekolah, alamat, serta
contact person yang bisa dihubungi. Begitu
informasi tersebut didapatnya, dia langsung
menelepon mereka satu per satu.
Dari situlah Ari bisa mengetahui bahwa ternyata respons dan animo
masyarakat terhadap maman edukatif ini sangat tinggi.
Bahkan, Ari sering merasa kewalahan dalam memenuhi permintaan
mereka karena produsen mainan edukatif yang
dipasarkannya cukup jauh dari tempat tinggalnya.
Kondisi kewalahan itulah yang membuat Ari
berpikir untuk memproduksi aneka mainan edukatif
sendiri. Dia pun mulai menabung untuk mewujudkan
keinginannya. Setelah menikah, Ari pindah ke
daerah Taman Mini, Jakarta Timur.
Selain faktor udara yang menurutnya masih
sejuk, dia pilih daerah itu karena dekat keramaian
dan Asrama Haji Pondok Gede. Dia sering melihat
berbagai acara yang diselenggarakan di sana. Salah
satunya adalah acara manasik haji yang selalu
ramai dan diikuti oleh berbagai siswa Taman
Kanak-Kanak dari berbagai sekolah. Dia berpikir
bahwa bisnis mainan edukatifnya pasti akan bisa
berkembang jika berhasil membidik target market
yang cukup besar.
Ari pun mulai sering berjualan di daerah Taman
Mini dan Asrama Haji. Pelanggannya sedikit demi
sedikit terus bertambah. Produknya pun mulai
dikenal di daerah tersebut. Pada 2004, Ari
memberanikan diri mengajukan pinjaman ke bank
untuk membuat workshop, dan membeli berbagai
mesin guna memproduksi berbagai jenis mainan
edukatif. Dalam dua tahun, pesanan yang
diterimanya terus meningkat. Kini Ari sudah
mempunyai empat orang karyawan. Dia pun sudah
mempunyai rencana jangka panjang untuk
memperluas workshop yang sudah ada.
Sampai saat ini, produk mainan edukatif yang
dibuatnya lebih banyak menggunakan bahan baku
kayu dan triplek. Ari kemudian memprosesnya
dengan mesin-mesin yang dimodifikasi sendiri
karena keterbatasan modal. Yang penting baginya,
kualitas tetap terjaga dengan baik dan produksi
bisa berjalan terus. Sambil jalan dia terus
mengumpulkan dana untuk menyempurnakan
mesin-mesin yang sudah ada.
Berbagai koleksi Arba Makmur ditujukan untuk
kalangan anak, mulai usia dua tahun hingga
sembilan tahun. Mulai kebutuhan untuk playgroup,
TK, dan keperluan anak autis. Ide desain sering Ari
dapatkan dari berbagai pameran, toko mainan
maupun browsing di Internet. Dia pun tidak
segan-segan untuk menjalankan prinsip ATM
(Amati, Tiru, Modifikasi).
Dari berbagai produk yang dihasilkannya, Ari
berusaha untuk menjadi salah satu pemain yang
diperhitungkan oleh seluruh pesaing. Pemasaran
produk ini pun sebetulnya relatif mudah karena
segmennya jelas. Dia membagi produknya dalam
dua segmen pasar yang berbeda, yaitu produk
untuk segmen menengah atas dan menengah
bawah.
Strategi pemasaran dan harga yang diterapkannya pun
berbeda mengikuti preferensi
konsumennya. Untuk menjangkau pasar, jenis
produk yang telah dihasilkannya sendiri antara lain
berbagai alat peraga edukatif, balok bangunan,
puzzle, maze, hammer, panggung boneka, dan
berbagai alat rumah tangga.
selama di dunia ini pernikahan masih di
halalkan, bisnis ini akan selalu hidup dan
berkembang, kata Ari dengan optimis.
Bisnis mainan edukatif ini biasanya sangat
ramai pada bulan Mei hingga Agustus. Setelah itu,
penjualannya akan turun sehingga Ari harus pandai
mencari peluang lain. Untuk itu, dia juga
memproduksi kerajinan kayu seperti tatakan piring,
gantungan cangkir, gantungan baju, box bayi, kursi,
dan meja anak, dan aneka produk dari kayu lainnya.
dengan strategi itu, Arba Makmur tetap terus eksis
dan bisa selalu mempersiapkan stok untuk
menyambut tahun ajaran baru papar pria yang
punya misi mewujudkan dunia belajar yang
menyenangkan ini. Bisnis di bidang ini
memang harus selalu kreatif, inovatif, dan
pandai melihat peluang.
Jika ada ide, renungkan,dan langsung jalankan.
Karena banyak orang yang punya pikiran sama
dengan kita. Hanya orang yang berani actionlah
yang akan mengambil peluang itu, ujar pria
kelahiran 25 Juli 1975 ini.
Melalui mainan edukatif, Ari ingin membantu
anak-anak menumbuhkan kepercayaan diri mereka.
Sifat percaya diri tidak hanya harus dimiliki oleh
orang dewasa, tetapi anak-anak juga memerlukan
dalam perkembangannya menjadi dewasa. Untuk
anak-anak, rasa percaya diri membuat mereka
mampu mengatasi tekanan, dan penolakan dari
teman-teman sebayanya.
Anak yang percaya diri mempunyai perangkat
yang lebih lengkap untuk menghadapi situasi sulit,
dan berani minta bantuan jika mereka
memerlukannya. Mereka jarang diusik. Justru
mereka sering mempunyai daya tarik yang membuat
orang lain ingin bersahabat dengannya. Mereka
tidak takut untuk berprestasi dan menunjukkan
bahwa mereka memang kreatif.
Kegigihan bisnis Ari memang tidak lepas dari
gemblengan masa kecil yang dilaluinya. Jiwa
entrepreneurship secara tidak sadar rupanya telah
tertanam dalam dirinya. Pada usia sepuluh tahun,
Ari sudah berjualan es lilin pada musim sadranan
(ruwahan) di daerah asalnya. Ada perasaan bangga
dan senang ketika dagangannya laku saat itu.
Di sela-sela hiburan panjang waktu SMP, Ari
memanfaatkannya untuk mencetak bata merah.
Begitu bangun pagi, dia langsung bergulat dengan
tanah dan mengaduk-aduknya hingga menjadi
adonan lumpur. Adonan tersebut kemudian dia
cetak menjadi batu bata yang siap dibakar. Jika
hasil cetakannya bagus, banyak yang mau membeli.
Hasil jerih payah selama liburan sekolah tersebut
biasanya bisa untuk membeli sepatu atau sisanya
buat sekadar uang jajan.
Saat hiburan SMA, Ari tidak malu berjualan es
krim dengan berkeliling dari gang ke gang, dari
kampung ke kampung, di daerah Makam Haji dan
Jongke di Kota Solo. Dia biasa bangun pagi sebelum
subuh, merebus air, memarut kelapa dan
memprosesnya menjadi es krim, serta menjualnya
hingga jam sembilan malam. sungguh sepenggal
penjalanan hidup yang sangat berkesan, padahal
saat itu saya tidak disuruh orangtua. Semua itu
saya lakukan karena niat saya yang kuat untuk bisa
mandiri, ujar Ari mengenang.
Kegemaran menjual ini kemudian menghiasi dan
mengisi hari-harinya saat menyelesaikan kuliah.
Mulai dari menjual soal-soal ujian masuk perguruan
tinggi, mengoordinasi fotokopi buat satu kelas,
menjual minuman saat pendaftaran mahasiswa
baru, menjual minyak wangi, dan sebagainya.
Baginya, kegiatan tersebut sangat menyenangkan.
Dengan berjualan, dia bisa menambah teman,
dan yang jelas bisa mendapatkan uang untuk
memenuhi kebutuhannya sendiri. Sayangnya, Ari
mengakui bahwa kegiatan bisnis kecil-kecilan
tersebut tidak dia tekuni dengan serius, karena
masih memikirkan kuliah dan harus segera lulus.
Berhubung Ari kuliah di jurusan perbankan, pada
saat itu yang tertancap dalam pikirannya setelah
lulus adalah bekerja di bank.
Ari berhasil menyelesaikan kuliah dengan susah
payah dan diwisuda pada akhir 1997. Dalam kondisi
ekonomi yang sangat tidak mendukung, karena
krisis ekonomi, Ari tetap berusaha mengirimkan
lamaran kerja ke berbagai bank di Kota Solo, Yogya,
dan Semarang. Sambil menunggu panggilan, dia ikut
bekerja dalam sebuah proyek perumahan di Yogya.
Penantiannya selama enam bulan ternyata tidak
menghasilkan panggilan sama sekali. Sempat muncul
ide untuk menjadi agen koran di suatu daerah.
Namun sayang, di samping tidak ada modal, dia
juga masih ragu untuk terjun sebagai wirausaha.
Akhirnya pada suatu hari, Ari memutuskan
untuk merantau ke Jakarta. Dengan bermodalkan
semangat yang tinggi, walaupun masih dalam
kondisi krisis ekonomi, dia mulai bergerilya
memasukkan lamaran dari pintu ke pintu. Akhirnya,
pada November 1998, Ari diterima bekerja di sebuah
bank swasta setelah lolos serangkaian tes.
Di bank swasta tersebut, Ari bekerja di pusat
data kredit. Pertengahan 2000 dia pindah ke
cabang Podomoro. Di sinilah hobi berjualannya
muncul dan membara kembali karena didukung
dengan kondisi kantor yang strategis, dekat dengan
pabrik yang mempunyai ribuan karyawan. Dia
berjualan keripik belut, batik solo, jagung turbo, dan
sebagainya. Hingga dia bisa mengambil kredit
sepeda motor. Pada akhirnya, Ari harus memilih
untuk keluar dari bank karena proses merger yang
terjadi saat itu.
Ari sangat bersyukur bahwa kini usaha yang
dirintisnya sudah membuahkan hasil. Walaupun
menghadapi berbagai kendala yang datang silih
berganti, namun dia tetap melangkah dengan
optimistis dan semangat yang tinggi. Kendala yang
dihadapinya mulai dari masalah sumber daya
manusia, permodalan, dan pemasaran. Berbagai
kendala tersebut, justru membuat Ari merasa
semakin tertantang untuk selalu mengatasinya
dengan baik. Dia mempunyai suatu keyakinan
bahwa semua kendala bisa diatasi dengan sikap
yang jernih dan berpikir positif.
Sikap optimistis yang didukung dengan
pengetahuan yang baik akan mengarahkan
seseorang kepada kesuksesan.
Keberhasilan Ari dalam mengembangkan
bisnisnya selama ini, juga tidak lepas dari
kegemarannya untuk selalu belajar. Seperti
membaca buku yang menjadi salah satu
kegemarannya sejak dulu. Selain itu, dia juga
memberikan apresiasi yang tinggi atas dukungan
teman-temannya yang sangat berarti dan selalu
mau diajak berbagi.
Dari Buku: Rahasia Jadi Entrepreneur Muda – Kumpulan kisah para pengusaha muda yang sukses berbisnis dari nol, Penulis: Faif Yusuf, Penerbit: DAR! Mizan
No comments:
Post a Comment