Friday, May 6, 2011

Kerajinan Perak Beromzet Rp50 Juta Setelah Jatuh Bangun

Keteguhan untuk mempertahankan usaha berbuah manis. Sempat menelan pil pahit akibat krisis ekonomi, Hadanong Abdullah, 55, setia memproduksi kerajinan perak. Kini dia meraih kesuksesan.

Sebuah kerajinan perak berbentuk Tongkonan (rumah adat Toraja) disepuhnya dari semburan api kecil. Sesekali Tongkonan mini tersebut dia bolak-balik. Itulah aktivitas sehari-hari Hadanong Abdullah. Dia membuat berbagai kerajinan perak yang juga dilakukan ayahnya. Hadanong mengaku banyak belajar dari ayahnya. Pada akhir 1980-an, dia mengawali perjalanan usahanya.

Beberapa tahun kemudian, sekira awal 1990-an, Hadanong telah mengokohkan dirinya sebagai pengusaha kerajinan perak sukses. Ketika itu setiap bulan pria ini mampu menjual puluhan kerajinan perak dari berbagai ukuran, kecil, dan besar.

Dia mampu meraih omzet Rp60 juta-Rp70 juta per bulan. Banyak pemuda di sekitar kediamannya di Jalan Borong Raya, Makassar pun dipekerjakan.

“Anak-anak muda yang menganggur di daerah sini saat itu saya ajari semua untuk membuat kerajinan dari perak. Mereka akhirnya memiliki penghasilan dari situ,” kata Hadanong yang ditemui di kediamannya beberapa waktu lalu.

Namun, mengelola usaha kerajinan perak bukan tanpa hambatan. Krisis ekonomi 1997/1998 hampir memorak-porandakan usahanya. Bukan hanya pasar luar negeri yang sepi, pasar dalam negeri juga lesu. Permintaan kerajinan menurun sehingga dia terpaksa memangkas perajinnya.

Pria dengan tujuh anak ini memiliki komitmen dan motivasi kuat untuk mempertahankan usaha. Meski sempat terseok-seok memasarkan hasil kerajinan, Hadanong bertahan. “Teman-teman saya perajin perak semuanya sudah gulung tikar, tapi saya yakin usaha ini akan kembali diminati sehingga tetap fokus mengerjakan perak,” katanya.

Ketika itu dia hanya menerima beberapa pesanan kerajinan tiap bulan. Hasil tersebut dia gunakan untuk bertahan hidup. Pil pahit kedua kembali dia rasakan saat terjadi Bom Bali 2002, yang kembali menjatuhkan pasar kerajinannya.

Hadanong mengaku, Bali merupakan pasar domestik terbesar bagi produk kerajinan. Demi mempertahankan bisnis, ketika itu dia terpaksa mengolah perak bukan hanya untuk kerajinan.

Dia melayani pesanan pembuatan berbagai perabotan berbahan perak.Hadanong mengaku,dari sana dia mendapatkan penghasilan. Namun, dia tak beralih ke usaha lain. Dia memiliki keyakinan bahwa pasar kerajinan perak akan membaik.

Keseriusannya untuk terus mengembangkan dan mencari pasar baru kerajinan perak akhirnya menuai hasil. Usaha kerajinan perak kembali bergeliat. Beberapa pesanan dari dalam negeri mulai berdatangan.

Hadanong juga gencar mengikuti pameran-pameran UMKM dalam negeri untuk mengenalkan produk kerajinannya. Dia kini telah memiliki tujuh perajin.

Usaha kerajinan dia geluti di ruangan seukuran garasi mobil di samping rumahnya. Kondisi ekonomi yang membaik membuatnya dalam waktu dekat ini akan kembali memasarkan kerajinannya ke Bali.“Saya sudah hubungi teman di sana dan pasaran mulai bagus. Saya rencana akan kembali memasarkan ke Bali,” katanya.

Hadanong mengaku akan menambah perajinnya hingga 20 orang. Penambahan perajin perlu dilakukan lantaran pesanan kerajinan perak mulai marak kembali. Pria ini menawarkan kerajinannya yang paling kecil sampai paling besar dengan kisaran harga Rp750 ribu hingga Rp5 juta.

Setiap bulan Hadanong mampu meraih omzet hingga Rp50 juta. Dia juga mampu mengantarkan tiga anaknya meraih gelar sarjana dan memiliki kendaraan pribadi. Pria ini juga mampu memberikan modal kepada dua orang anaknya yang lain untuk membuka usaha. Kerajinan peraknya telah dipajang di toko-toko.

Di Makassar, Hadanong menitipkan kerajinannya ke empat toko besar di Jalan Somba Opu, yang merupakan daerah penjual kerajinan dan oleh-oleh khas Makassar. Hadanong mengaku mempertahankan ciri khas kerajinannya yang rumit dan hanya bisa dibuat dengan tangan.

“Saya pertahankan itu. Itu juga menjadi nilai jual kerajinan ini semisal model tongkonan, phinisi, badik, dan keris,” katanya. (jumardin akas)(Koran SI/Koran SI/ade) (sumber okezone.com)

No comments: