Begitulah prinsip yang selalu dipegang teguh oleh Ary Gunawan. Dengan memanfaatkan kemajuan digital, pria kelahira Gresik, Jawa Timur, itu menjalankan bisnis kuliner dengan menu ayam bakar secara cermat.
"Saya memilih ayam bakar karena tidak rumit, baik dalam persiapan, memasak, maupun menyimpannya," kata Ary membuka percakapannya dengan Kompas.com, Sabtu (12/3/2011). Alasan lain, makanan dengan bahan dasar ayam disukai banyak orang, bahannya pun murah dan gampang dicari.
Usaha ayam bakar milik Ary ini diberinya nama Ayam Bakar Ciamik (ABC). Ia merintis usaha tersebut dari nol bersama istrinya, Ami. Sejak awal, ia sudah membuat konsep berdagang secara murah: tanpa warung, tanpa pegawai, dan dengan modal tetap sekecil mungkin.
"Saya sengaja tak memakai warung karena terkendala peraturan lingkungan yang tak membolehkan warganya membuka warung atau kios di rumah. Untuk sewa kios di luar kluster, modalnya minimal Rp 4 juta-Rp 5 juta per tahun," jelas Ary, yang sebelumnya pernah bekerja sebagai analis pemasaran di sebuah Badan Usaha Milik Negara.
Ary tak menyerah oleh keadaan. Kendala itu disiasatinya dengan cara melayani pelanggan dengan pesanan via telepon, SMS, dan jejaring sosial Facebook. Pada Mei 2010, ia mulai menerima pesanan dari tetangga-tetangganya di kompleks Serpong Garden, Cisauk, Kabupaten Tangerang, Banten. Pada bulan pertama, ia menggunakan ayam broiler sebagai bahan dasar, sebelum digantinya dengan ayam pejantan yang memiliki tekstur lebih baik dan sedikit kolesterol.
Modal uang jajan
Soal modal, Ary menyebut besarannya setara dengan "uang jajan", lebih kurang Rp 200.000. "Ini kan sama dengan menyisihkan uang untuk beli pulsa atau beli baju. Waktu itu saya cuma memakai satu wajan (teflon) untuk memanggang ayam, ayamnya pun hanya 3-5 ekor," katanya.
Modal lainnya adalah ketekunan. Ary mencari buku untuk resep ayam bakar madu dan ayam goreng. Istrinya kemudian mencoba-coba sendiri resep yang cocok di lidah pelanggan. Karena pelanggan puas, mulai Oktober 2010 Ary memberanikan diri untuk memperluas "daya jelajah" ABC hingga ke Bumi Serpong Damai, yang berjarak dua hingga lima kilometer dari rumahnya. Pengantaran pesanan dilakukan dua kali sehari, yakni pukul 10.30 dan 15.30.
Pengembangan usahanya ini berhasil. Pesanan mulai bertambah, kini Ary menghabiskan 8-10 ekor ayam setiap hari. Demi efisiensi waktu dan biaya, pengantaran makanan mulai ia limpahkan kepada tukang ojek di sekitar rumahnya. "Saya menghindari fixed cost dengan tidak merekrut pegawai dan membeli mobil," katanya.
Ary pun mengatur siasat agar pesanan dapat diantar sebanyak mungkin dengan hanya sekali jalan. Ia mulai memasuki komunitas-komunitas warga di Serpong agar pengantaran makanan bisa dilakukan serentak di satu kawasan.
"Saya memanfaatkan BlackBerry Messenger (BBM). Jadi kalau ada pelanggan pesan, saya kirim BBM ke pelanggan lain di sekitarnya, siapa tahu ikut pesan juga," jelas Ary.
"Kuliner ini sasarannya komunitas, jadi ada repeat order. Kenapa kuliner? Karena bisnis ini murah dan gampang mencari bahannya, cash flow-nya cepat, margin keuntungannya optimum," tambahnya.
Selama kurang lebih sembilan bulan, ABC melayani pesanan dari pelanggan di BSD City hingga Alam Sutera, Serpong. Pemesannya tak hanya para pegawai kantoran yang kesulitan mencari makan siang di kawasan tersebut, tapi juga rumah tangga. Ary juga menerima pesanan khusus untuk acara keluarga, seminar, ataupun acara-acara lain.
Pasar pun mulai bergerak lebih luas. Mulai Maret 2011, Ary mulai menyanggupi pesanan di area Gading Serpong maupun pesanan khusus dari Jakarta. Untuk melengkapi usahanya, ia dan rekannya bekerja sama membuka kedai kecil di pekarangan sebuah rumah di dekat Granada Square BSD City, Serpong, Tangerang Selatan. Dengan adanya kedai offline, pelanggan dapat membeli dengan cara take away atau tetap melalui delivery service dengan pengantaran lebih cepat.
Ary mengungkapkan, usahanya kini dapat mendulang omzet Rp 12 juta per bulan dan masih punya potensi lebih besar. Itu belum termasuk pesanan-pesanan khusus untuk acara-acara tertentu. Margin keuntungan yang diraihnya bisa mencapai 40 persen.
Dalam waktu dekat, Ary mulai menjajaki peluang bisnis lunch box untuk pesanan-pesanan jarak jauh. Pria bersahaja yang selalu mengaku "masih belajar berwirausaha" ini juga tetap membuka kelas entrepreneur in action untuk berbagi pengalaman kepada siapa pun yang ingin terjun dalam dunia bisnis. Asalkan ada niat dan tak takut rugi, niscaya siapa pun dapat memiliki usaha mandiri.
- Penulis: Laksono Hari Wiwoho
- Editor: Erlangga Djumena (sumber kompas.com)
No comments:
Post a Comment