Friday, May 6, 2011

Gairah Uke Membesarkan Garisprada

oleh : Eddy Dwinanto Iskandar

Bila melintas di Jl. Meruyung-Cinere, Depok, Anda akan melihat Kompleks Masjid Kubah Emas. Kompleks seluas 8 ribu m2 milik pengusaha Banten Hj. Dian Djuriah Maimun Al Rasyid itu, terlihat megah dengan empat kubah kecil dan satu kubah besar berlapis emas serta goresan desain interior ala Timur Tengah klasik.



Uke G. Setiawan, pemilik Biro Desain Interior Garisprada, patut bangga atas keberadaan masjid tersebut. Kebanggaannya bukan sebatas karena kompleks masjid itu digadang-gadang sebagai yang terbesar di Asia Tenggara. Lebih dari itu, Uke bangga karena dialah yang menuangkan konsep interior dan perencanaan arsitektur kompleks tersebut. “Boleh dibilang, inilah karya saya yang terlihat besar,” ujarnya.



Ya, sepanjang kariernya membangun kreasi di dunia arsitektur, khususnya desain interior, Kompleks Masjid Kubah Emas-lah yang telah menjulangkan namanya. “Milestone yang menjadi sejarah baru bagi saya,” kata Uke. Sejak itu, berbagai tawaran desain interior menghampirinya. Tidak saja proyek rumah tinggal, pesanan untuk merancang desain interior gedung perkantoran pun menjemputnya. Sebut saja Crown International Hotel (Medan), Villa Panimbang (Pandeglang), Hotel Novotel Mangga Dua Square (Jakarta), Hotel Novotel (Bandung), Legian Nirwana Suites “Pullman Legian” (Bali), dan banyak lagi. Sementara gedung perkantoran yang pernah digarapnya antara lain Graha Unilever Lt. 3 (Jakarta), PT Risjadson Sejahtera Agrobusiness (Medan) dan PT London Sumatra (Medan). “Kalau proyek gedung, biasanya keterlibatan kami mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan desain interior,” tuturnya.



Sayangnya, alumni Institut Teknologi Bandung Jurusan Desain Interior ini enggan membeberkan banderol tarifnya. Bagi Uke, yang terpenting dirinya bisa membiayai operasional bisnis yang dibangunnya. “Yah lumayan, kini sudah ada 40-an karyawan,” kata Uke merendah.



Bila menilik ke belakang, Uke mengaku menyukai dunia desain arsitektur sejak di bangku SMP. Kala itu, Uke remaja rajin menggambar dan memodifikasi contoh desain arsitektur yang ada di koran. “Waktu itu bahkan bapak saya memercayakan renovasi rumah kepada saya dan saya jadi mandornya,” tuturnya. Sejak itu, dia terus memperkaya referensinya tentang arsitektur, khususnya desain interior. Selain membaca buku, saat bepergian ia selalu menginap di hotel mewah. “Bukan apa-apa, demi memperkaya referensi saja,” ungkapnya.



Selepas kuliah, Uke bergabung di Graha Cipta Hadiprana hingga meraih posisi Arsitek Senior dan masuk jajaran Board of Designer. Namun, pada 1995 manakala seorang klien menantangnya untuk membuatkan desain atas namanya pribadi, gairah Uke pun menggelegak untuk berdiri di atas kaki sendiri. “Saya kira tidak fair kalau saya ambil tawaran itu sementara saya masih bekerja di perusahaan orang,” kata dia. Tak mau menunggu kesempatan kedua, ia langsung menyambar tantangan itu dengan lebih dulu pamit dari perusahaan yang menjadi tempatnya belajar dan berkarya selama 6 tahun.


Proyek pertamanya itu lantas ia kerjakan dari rumah. “Rumah saya di Bintaro sektor 5 yang waktu itu sangat di ujung,” katanya. Maka, semisal ingin fotokopi, Uke harus keluar jauh dari kawasan tinggalnya. Ingat, waktu itu belum ada telepon seluler, jadi untuk urusan komunikasi pun cukup sulit.



Meski demikian, perlahan tetapi pasti, satu per satu klien mulai mengenali kreasinya yang berciri desain neoclassic simple classic yang diwarnai dengan gaya arsitektur tropis. Ciri khas itu lantas dipadukan dengan nilai-nilai kejujuran, komitmen dan tentunya kapabilitas dalam berbisnis. “Ukuran keberhasilan karya saya adalah ketika klien berwajah semringah setelah melihat desain saya,” kata Uke seraya tertawa. Perjuangan keras pria kelahiran Pontianak 14 Oktober 1959 ini akhirnya terbayarkan. “Akhirnya, banyak orang merekomendasikan saya dari mulut ke mulut. Padahal saya tidak berpromosi sama sekali,” ucap Uke mengenang masa lalunya.



Kini, dengan mata sepenuhnya menatap ke masa depan, selain desain, Garisprada juga mulai merambah pembangunan proyek. “Karena, kalau desain tidak digarap sendiri rasanya ada yang kurang,” ujarnya.



Malah, belakangan Uke dengan salah satu rekan bisnisnya mendirikan perusahaan pengembang, PT Padiprada Developer. Akhir November 2010, proyek barunya Puri Padi-Padi Residence diluncurkan. Proyek perumahan dengan konsep perdesaan masa silam dengan kemudahan masa kini itu akan menjadi tonggak baru perjalanan bisnisnya.



Kala mencermati kisah perjuangan Uke, arsitek Ridwan Kamil pun menyetujui langkah yang ditempuh Uke selama ini. “Dunia dekoratif bisa dibongkar pasang, seorang desainer interior wajib meng-update informasi untuk mengikuti tren yang berkembang,” paparnya.



Satu lagi yang menurut Ridwan cukup penting, seorang desainer harus paham pemasaran. “Kami tidak bisa menunggu seperti warung,” ia menegaskan. Intinya, seorang desainer interior wajib memasarkan diri dan membangun personal branding secara agresif. Caranya, bisa dengan rajin menjadi pembicara seminar, melalui website, ataupun menyebar brosur. Bisa pula dengan banyak menulis di media atau menerbitkan buku. “Seperti cara yang ditempuh Luigi Moretti, arsitek yang menerbitkan buku, sehingga bisa mendapat klien baru dari pembaca bukunya,” tutur Ridwan.




Reportase: Sigit A. Nugroho (sumber swa online)

No comments: