Friday, May 6, 2011

Menengok Desa Produsen Boneka

JOMBANG - Keuletan perajin boneka di Desa Sidokerto Kec Mojowarno, Jombang layak diacungi jempol Mereka masih saja bertahan di usaha kecil ini.

Tujuh ibu-ibu dan peremuan tampak sibuk memotong kain perca di rumah milik Muhammad Najib, salah satu perajin boneka di Desa Sidokerto.

Mereka tampak tekun memotong helai demi helai kain sesuai dengan contoh kertas motif itu. Usai memotong, mereka membawa ke rumah masing-masih untuk dibentuk menjadi boneka yang menjadi satu-satunya penghasilan mereka itu.

Keseharian seperti ini telah mereka lakoni sejak empat tahun lalu. Pekerjaaan yang membutuhkan ketelatenan ini memang menjadi satu-satunya pilihan untuk mengais rejeki, meski hasil yang mereka raih tak sebanding dengan keringat mereka itu.

Kondisi ini juga dialami sang pemilik usaha ini. Najib mengaku, sejak empat tahun lalu, harga boneka buatannya tersebut tak kunjung naik.
Padahal menurutnya, sejumlah bahan baku yang dipakai, beberapa kali mengalami kenaikan.

''Kain dan lem beberapa kali mengalami kenaikan. Tapi harga boneka ini tak ikut naik,'' kata Najib.

Bisa demikian, Najib mengaku jika dari hasil produksinya itu, hanya dijual kepada perajin tas yang ada di Gresik dan Pasar Turi Surabaya. Sehingga menurut dia, harga ditentukan oleh dua penampung boneka mininya itu.

''Saya memang hanya melayani perajin tas dan pedagang Pasar Turi Surabaya. Karena memang boneka yang kami buat ini, khusus untuk aksesoris tas,'' tutur Najib, pria tiga anak ini, Sabtu (16/2/2008).

Dari boneka yang dibuat itu, ia hanya mendapati harga Rp10-13 ribu per lusin. Praktis, untuk membuat satu boneka ini, ia hanya menerima rata-rata Rp1.000.

Itupun belum termasuk upah karyawan dan pembelian bahan baku berupa kain polar dan bulu yang ia beli dari Semarang dan Bandung itu.

''Untungnya tipis. Tapi yang membuat kami bertahan, ada banyak tenaga kerja yang bisa kami tampung,'' kata Najib.

Dia menyebut, sedikitnya 50 rumah tangga ikut berkecimpung dalam usaha kecilnya itu. Mulai dari memotong, isi, menjahit, hingga menjadi boneka yang lucu itu.

Bahkan menurut dia, rata-rata penduduk di desanya menjadi perajin boneka dari tiga perajin yang ada. ''Rata-rata setiap rumah tangga ikut menjadi karyawan, meski bukan karyawan tetap. Karena desa ini memang sentra boneka,'' katanya lagi.

Diapun dituntut untuk membuat boneka yang sedang tren di pasaran. Tak jarang, dia harus membeli sampel boneka yang banyak digemari anak-anak maupun dewasa.

Tujuannya, agar produksi boneka ini tetap jalan. ''Sementara ada sekitar tujuh jenis boneka. Mulai dari Sakera, Ikan, Panda dan jenis lainnya,'' rincinya.

Kendati dalam kondisi yang demikian, dia mengaku akan tetap menjalankan usaha ini. Selain risiko yang minim, dia juga mengaku tak banyak membuang bahan yang ia beli dengan harga yang terus melambung itu.

''Semua lain perca bisa digunakan. Sisa potongan yang paling kecil, juga bisa dipakai untuk isi boneka,'' ungkapnya sembari tersenyum.

Dalam sehari, dia dan puluhan karyawannya tersebut mampu memproduksi sedikitnya 100 lusin bonek berbagai macam bentuk. Memasuki pergantian tahun ajaran sekolah, produksinya bisa melonjak hingga dua kali lipat. ''Karena boneka ini untuk hiasan tas, dan tas itu sendiri ramai pembeli saat awal tahun ajaran baru,'' ungkapnya.

Najip berharap, usaha kecil miliknya tersebut mendapat perhatian khusus dari pemerintah daerah setempat. Dia merasa, jika hanya mengandalkan pengiriman daru dua pasar tersebut, harga barang buatannya itu tak akan bisa beranjak naik.

''Minimal kami dibantu promosi ke daerah-daerah lain. Kami berani bersaiong soal kualitasnya,'' pungkas Najib.(Tritus Julan/Sindo/rhs) (sumber okezone.com)

No comments: