DAUR ULANG, Ummah Dg Ne’nang memperlihatkan hasil kerajinan daur ulang dari barang bekas di Makassar, kemarin.
Bagi sebagian orang, sampah identik dengan kotor dan bau busuk. Namun jika jeli melihat peluang, ditambah sentuhan kreatif, sampah dapat menjadi sumber uang.
Kejelian memanfaatkan peluang itulah yang ditunjukkan oleh Ummah Dg Ne’nang, 47. Ummah bukanlah pemulung, tetapi dia mengolah sampah, khususnya sampah plastik, menjadi produk kerajinan.
Kendati hanya menempuh pendidikan formal hingga kelas 3 Sekolah Dasar, wanita kelahiran Takalar, 6 Juni 1962 itu berhasil membangun usaha kerajinan dari sampah.
Dulunya dia hanya bekerja sebagai pengumpul sampah-sampah plastik maupun sampah daur ulang lain dari para pemulung. Sampah itu dijual kembali ke perusahaan daur ulang. Namun, pemikiran inspiratif membuatnya beralih untuk mengolah sampah plastik menjadi produk kerajinan seperti tas, topi, hingga jaket.
Dari kreativitasnya ini dia mampu membukukan keuntungan hingga Rp3 juta per bulan. Dia pun bercerita, usahanya dimulai pada 2007, dengan modal awal Rp5 juta. Dana sebesar itu digunakan untuk membeli sampah plastik dari pemulung. ”Termasuk membeli sebuah mesin jahit yang dioperasikan secara manual,” ujarnya.
Tenaga kerjanya pada tahap awal hanya sekitar dua orang yang diambil dari tetangga dan dilatih langsung olehnya. Inspirasi usaha sampah plastik ini datang dari acara televisi yang menampilkan proses pengolahan sampah menjadi produk kerajinan.
Selain itu, dia mengaku sejak kecil memang menyukai seni kerajinan tangan. “Selain dapat mendatangkan uang, usaha ini juga merupakan wujud kepedulian terhadap lingkungan, dan semangatnya adalah pemberdayaan pemulung,” urai ibu dari Nuranti, Zaki, Musgirah, dan Yasir ini.
Jenis sampah yang dikumpulkan Ummah sebagai bahan produksi sangat beragam. Ada plastik pembungkus makanan, pembungkus deterjen, juga botol-botol bekas minuman ringan. Setelah diolah, sampah itu menjadi tas, map kerja, bunga plastik, dompet, dan celemek. Kemudian ragam produknya berkembang.
Kini tersedia topi dan jaket yang terbuat dari plastik-plastik bekas bungkus mi instan yang dikumpulkan dari para pemulung. Ummah punya nama unik untuk produk-produknya. Menurut dia, menyinergiskan usaha dengan menjaga lingkungan harus bisa dijalankan, terutama oleh kalangan industri.
Berlandaskan hal itu, Ummah memberi nama produknya dengan tema lingkungan. Salah satunya adalah produk tas yang diberi nama ”Tas Sayang Lingkungan”.
Ummah mengakui proses pemasaran produknya tidak mudah. Pada awalnya dulu banyak pihak yang menolak. Salah satu alasan yang selalu dikemukakan oleh calon pembeli adalah produk yang dihasilkannya terbuat dari sampah. Ummah pantang menyerah. Dia sasarkan produknya pada pasar kalangan remaja dan pelajar.
Dia percaya, jiwa remaja dan pelajar yang kreatif dan selalu ingin tampil beda membuat produk tas yang dihasilkannya menjadi pilihan fashion tersendiri. Sasaran pasar kalangan remaja dan pelajar tersebut membuat harga produk-produk yang dihasilkan Ummah juga relatif terjangkau.
Harga tas, misalnya, bervariasi antara Rp45 ribu–Rp60 ribu per buah, tergantung desain dan ukuran. Dompet dijualnya dengan kisaran harga Rp15 ribu per buah dan map dijual Rp20 ribu per lembar.
“Map lebih banyak dipesan oleh kantor, tapi banyak produk yang dijadikan sebagai buah tangan untuk setip pejabat yang berkunjung ke Makassar. Harga untuk jenis ini tergantung pemesanan,” tutur Ummah.
Untuk wilayah pemasaran, ruang lingkup terbesar baru di Kota Makassar dan sekitarnya. Berkat kemajuan bisnisnya, tenaga kerja yang tadinya hanya dua saat ini telah sembilan orang. Tenaga kerjanya berasal dari lingkungan sekitar rumah yang berprofesi sebagai pemulung.
Ummah juga masih menggunakan rumah tinggalnya sebagai tempat usaha. “Ada juga yang mengerjakan tugas di rumah masing-masing seperti mencuci sampah-sampah plastik sebelum didesain menjadi aneka bentuk produk,” urainya.
Ummah menyebutkan persoalan utama dari usaha yang dikembangkannya adalah promosi. Bantuan pemerintah untuk melakukan promosi akan membuka peluang untuk pasar lebih besar. Alasannya, makin besar usaha akan berbanding lurus dengan penyerapan tenaga kerja dari masyarakat pemulung.
“Bantuan untuk mempromosikan produk sangat dibutuhkan karena kami tidak bisa menyediakan dana promosi sendiri. Dana yang ada hanya habis untuk biaya operasional,” ungkapnya.
Kegigihan Ummah membangun usaha dari sampah tidak hanya berdampak pada pendapatan finansial. Dia juga banyak mendapat penghargaan kewirausahaan. Bagi istri Abdul Rahman Nur ini, penghargaan mendorongnya untuk lebih kreatif menciptakan produk-produk baru. (adn)
(yakin achmad/Koran SI/rhs) (sumber okezone.com)
No comments:
Post a Comment