Friday, May 6, 2011

Nenek Iwa, Menyulap Kepompong Jadi Duit

Andina Meryani - Okezone

Bagi sebagian orang, kepompong ulat mungkin dianggap sampah atau sesuatu yang menjijikkan. Namun, di tangan kreatif Ibu Iwa RA justru kepompong ulat disulap menjadi berbagai kerajinan tangan yang indah dan bernilai jual.

Perempuan 61 tahun ini mengisi hari-harinya untuk membuat aksesoris dan sulaman dari kepompong. Meskipun penglihatannya mulai tak awas, namun setiap harinya dia bisa menghasilkan lebih dari 10 kerajinan atau dalam waktu tiga bulan, setidaknya 300 kerajinan dihasilkan dari tangannya sendiri.

Kegiatan ini dimulainya sejak 2001 lalu. Namun sebelum memproduksi kerajinan aksesori dan sulaman kepompong, nenek satu cucu ini memiliki usaha membuat kerajinan bunga kering, sehingga usaha kerajinan bukanlah hal baru baginya karena pekerjaan ini dijalaninya sejak 32 tahun yang lalu.

Dikisahkannya pada saat itu, Ibu Iwa baru saja menikah dengan sang suami, Irwin Hasibuan (62) di mana perannya sebagai ibu rumah tangga diisinya dengan mulai menggeluti hobinya saat masih gadis dulu, yakni membuat kerajinan. Dengan bermodalkan Rp2.000, dia mulai membuat kerajinan bunga kering. Di luar dugaan, hasil kerajinannya ini laku dijual dan pesanan pun mulai membanjir.

Selama puluhan tahun menggeluti usahanya tersebut, berulang kali dirinya mengalami pengalaman jatuh bangun. Masa kejayaan dialaminya sekira awal tahun 90-an. Pada 1992, usahanya tidak hanya dilirik pasar domestik, namun juga banyak pesanan mengalir dari luar negeri di antaranya jadi Amerika Serikat, Brunei Darussalam, Malaysia dan Singapura. Bahkan, dirnya mengaku saat itu kerap mondar mandir ke negara-negara tetangga untuk mengikuti berbagai undangan pameran. Sementara itu, dari dalam negeri pelanggannya kebanyakan berasal dari kalangan birokrat.

Namun, masa kejayaannya meredup seiring krisis moneter yang menghantam di tahun 1997 yang dianggapnya sebagai titik nadir usahanya.

“Saat krisis moneter itu pelan-pelan usaha saya terus menurun. Itulah yang disebut sampai titik nadir kami. Terus terang saya bingung mau bagaimana. Pokoknya sempat menangis berdarah-darah,” ungkapnya saat ditemui okezone, di Pameran Ekonomi Daur Ulang, di Menara Bidakara, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Tak patah arang, pelan tapi pasti usah beranjak bangkit. Kalau itu saat Gus Dur menjabat sebagai presiden, dirinya kerap mendapat pesanan bunga kering dari kalangan pemerintahan. Dengan adanya pesanan ini cukup mampu membangkitkan kembali usahanya.

Hingga pada akhirnya di tahun 2001, ibu tiga anak ini mengubah jalur usahanya dari bunga kering ke kerajinan kepompong. Alasannya tak lain karena dirinya melihat pasar mulai jenuh dengan produk-produknya. Pemilihan kepompong sebagai bahan baku utama dimulainya dari sekedar coba-coba. Berbagai macam kepompong ulat dicobanya. Biasanya, dia memilih untuk mempertahankan warna asli kepompong dalam setiap produknya meskipun kadang bereksperimen untuk mengganti warna aslinya. Hasilnya, kepompong warna kuning emas atau putih ini disulap menjadi berbagai aksesoris seperti aksesori baju atau jepitan rambut. Atau ibu Iwa menyulamkan kepompong sebagai hiasan di baju ataupun selendang. Kreasi ini dibuatnya tak lain untuk menyesuaikan dengan selera pasar.

”Ibu cari biar tampil beda dan eksklusif. Pokoknya harus kreatif dan bahannya yang unik. Dari situ saya lihat kepompong dan berpikir kalau itu bisa disulam dan diapa-apain menjadi aksesoris. Eh, malah bikinan nenek-nenek disukai anak-anak,” ungkap perempuan penggemar Mario Teguh ini.

Untuk mempromosikan produknya, Ibu Iwa terbilang rajin mengikuti pameran. Dalam sekali pameran, dia bisa meraup pendapatan antara Rp2 - 3 juta dari aksesori yang dijualnya. Adapun kisaran harga yang ditawarkannya terbilang terjangkau dengan rata-rata Rp 10 ribu per buah untuk aksesoris dan sekira Rp100 ribu untuk bahan sulaman.

Tak hanya di dalam negeri, perempuan kelahiran Medan ini juga pernah memamerkan produknya hingga Singapura untuk mengikuti pameran selama tiga minggu dan ternyata produknya juga laris manis.

Meskipun produknya makin dikenal, namun Ibu Iwa mengaku hanya dapat membuat paling banyak dua kerajinan dengan desain yang sama persis. Selebihnya, bentuk desainnya pasti sudah berbeda. Untuk itu jika dirinya kebanjiran pesanan dengan model yang sama, maka yang mengerjakan adalah para pegawainya yang berasal dari daerah sekitar rumahnya, di Citeureup Bogor. Sementara untuk pemasaran produknya banyak dibantu oleh anak-anaknya melalui website.

“Ya, kasih saja ke pegawai. Kan banyak yang bisa mengerjakan. Benar loh, ini enggak tahu kenapa cuma bisa buat satu atau dua saja dengan desain yang sama. Kalau disuruh bikin yang sama lagi, sudah enggak bisa,” jelas pemilik Indo Citra Galeri Craft Art ini.

Saat ini, selain membuat kerajinan kegiatannya pun semakin bertambah dengan mengajar para mahasiswa yang ingin belajar membuat kerajinan, salah satunya ibu Iwa sudah mendapat tawaran untuk menjadi salah satu dosen tamu di Institut Pertanian Bogor (IPB). Ke depan, dia berangan-angan ingin membuat buku katalog berisi koleksi desain aksesorisnya untuk dapat membagi ilmunya bagi siapapun yang tertarik.

“Ibu ingin bikin katalog, buku koleksi desain biar bisa bagi-bagi ilmu buat orang lain,” tandasnya.(adn)

Hj. Iwa RA
Indo Citra Galeri Craft Art
Jalan Prapatan Dukuh Rt 01/Rw 01, Pasar Mukti, Citeureup, Kabupaten Bogor Jabar
Hp: 08568944146
(rhs) (sumber okezone.com)

No comments: