JAKARTA - Bagi Nurati, 38, menjadi pengusaha kerupuk tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Maklum pada tahun 1992, dia dan sang suami Carkendi, 41, tidak memiliki modal sepeser pun.
Dibantu oleh salah satu anggota keluarganya, dia memulai usaha kerupuk ikan dan udang di Desa Kenanga,Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu. Modal usahanya pun tidak berupa uang, melainkan bantuan satu ton tepung tapioka sebagai bahan utama membuat kerupuk. Meski tanpa modal uang tunai, Nurati tetap gigih menjajaki usaha yang baru digelutinya ini. Awalnya, pembuatan kerupuk dilakukan dengan cara tradisional. Bersama sang suami, dia pun membuat adonan kerupuk.
Dengan peralatan seadanya. Setelah jadi kerupuk,dia mulai memasarkan hasil usahanya ke sejumlah warung di Desa Kenanga dan sekitarnya. Nurati juga mengakui awalnya, dia mengalami kesulitan memasarkan produksi usahanya ini. Maklum, Desa Kenanga merupakan sentra kerupuk. Selain Nurati, sudah ada sejumlah usaha kerupuk. Bahkan bisa dikatakan usaha kerupuk sudah menjamur di sana.Beberapa di antara pesaing Nurati telah memiliki permodalan yang cukup besar.
Namun, hal itu tidak membuat Nurati patah arang. Dengan ketekunan dan keuletannya mengelola bisnis kecil-kecilan ini, hasil produksinya mulai diminati konsumen. Seiring semakin derasnya pesanan kerupuk, dia pun mulai mendapatkan harapan cerah terhadap industri kerupuk yang digelutinya ini. Perlahan tapi pasti,usaha yang digelutinya ini, mampu memberikan harapan bagi keluarganya.Semakin banyaknya pesanan kerupuk mengangkat perekonomian keluarganya.
Setelah mampu bertahan, dia pun memberanikan diri untuk menambah modal usaha dua tahun berikutnya. Pada tahun 1994, ia meminjam uang sebesar Rp25 juta kepada salah satu kerabatnya. Bantuan modal ini jelas menyuntikkan ”darah segar” bagi geliat usahanya. Saat itu juga ia pun memberikan label kerupuk hasil produksinya dengan nama perusahaan kerupuk Cap Dua Mawar. Pemberian label kerupuk ini, diharapkan menjadi trade markkerupuk yang dihasilkan.
”Nama atau label ini hanya sebagai identitas usaha saja, karena ini sudah menjadi kebutuhan di pasaran,”ujarnya. Usaha pembuatan kerupuk ini pun lambat laun semakin diminati oleh konsumen.Bahkan,produksinya berhasil merambah pasar ke luar daerah.Salah satu daerah yang menjadi langganannya adalah Kota Surabaya Jawa Timur. Pelanggan kerupuk Cap Dua Mawar di Kota Surabaya berasal dari pedagang di pasar tradisional, industri rumahan,serta rumah makan.
”Produksi per harinya yang sebelumnya hanya satu ton kini bertambah menjadi 2 ton,” ujarnya. Perusahaan kerupuk Cap Dua Mawar yang sebelumnya hanya mempekerjakan 5-10 karyawan lalu bertambah hingga 40 karyawan. Meski sempat mengalami pasang surut usaha,namun kerupuk Cap Dua Mawar tetap mampu bertahan dan eksis.”Tidak dipungkiri selalu ada kendala usaha, tapi secara umum, usaha kami tetap dapat berjalan,” ungkapnya.
Nurati mengaku, semakin tingginya pesanan kerupuk dalam beberapa tahun terakhir, karena dia selalu menjaga kualitas hasil produksi. Menurut dia, kualitas kerupuk sangat mempengaruhi pelanggan. Nurati mengaku tidak pernah mengurangi takaran bumbu- bumbu serta racikan ikan dan udang. Pasalnya, bila dikurangi, maka kualitas atau cita rasa kerupuk hasil produksinya turun.
”Masalah harga, terkadang pelanggan tidak mempersoalkan, yang penting kualitas rasa tetap terjamin,”bebernya. Pada tahun 2007 lalu, Nurati pun mencoba peruntungan kembali dengan mengembangkan usaha agar bisa lebih maju lagi. Dia ingin memiliki lokasi usaha yang lebih representatif dan meningkatkan alat-alat pembuat kerupuk. Saat itu, Nurati belum memiliki tempat menyimpan kerupuk yang bisa menampung 2 ton adonan kerupuk.
Dia kerap kali kesulitan untuk mencari tempat yang paling nyaman. Untuk itu, dia membutuhkan tempat penyimpanan kerupuk dengan luas yang cukup memadai. Tepat pada tahun 2008,dia mendapatkan tawaran kredit usaha kecil menengah (UKM) dari PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI). Tawaran kredit UKM ini, langsung direspons olehnya. Dia mendapatkan persetujuan kredit Rp1 miliar.
”Uang kredit ini sebagian besar digunakan untuk menambah gudang penyimpanan kerupuk dan alat pembuat kerupuk,”tandasnya. Sarana infrastruktur tersebut menurutnya sangat membantu dalam pengembangan usaha yang dijalani. Dengan sarana yang memadai, usaha pembuatan kerupuk Cap Dua Mawar semakin maksimal dan mampu memproduksi dengan kualitas yang semakin baik. Nurati juga menceritakan, setelah mendapatkan bantuan modal dan pengembangan usaha,omzet penjualan pun terus merangkak naik.
Jika pada tahun 1992, omzet per bulan hanya mencapai Rp70 juta. Perlahan tapi pasti omzet usahanya semakin bertambah. Bahkan saat ini penghasilan per bulannya sebesar Rp390 juta. Kredit usaha kecil menengah yang digulirkan perbankan ini, menurut Nurati, dapat meningkatkan usahanya ini.”Kalau diberikan kredit usaha lanjutan, akan saya manfaatkan untuk pengembangan permodalan terutama modal untuk bahan baku produksi,” bebernya.
Bahan baku produksi tersebut, seperti rasa kerupuk yang lebih variatif dan beraneka ragam. Hal ini bertujuan agar konsumen memiliki banyak pilihan dalam memiliki kerupuk Cap Dua Mawar. Cita rasa kerupuk yang variatif juga menjadi rencana jangka panjangnya dalam menggeluti usaha ini. Di lokasi produksi kerupuk Cap Dua Mawar di kawasan sentra industri kerupuk Desa Kenanga, produksinya sebesar 2 ton per harinya.
Tiap minggu, Nurati terus memasok Kerupuk Cap Dua Mawar ke Kota Surabaya. Mengenai armada angkut kerupuk ke luar daerah, Nurati memanfaatkan truk pengangkut buah asal Surabaya yang biasa bolakbalik ke Indramayu. ”Kalau harus menggunakan armada sendiri, biaya operasionalnya lebih tinggi,” ujarnya. (Tomi Indra)(//css) (sumber okezone.com)
No comments:
Post a Comment