Pram dan Bisnis Kopi Klotok
BERCITA-cita dapat mengembangkan usaha untuk mempersiapkan masa pensiun,Adhi Pramono dan istrinya,Sri Handayani memberanikan diri untuk membuka usaha kuliner.
Sebuah warung kopi yang diberi nama “Omah Ngopi Kopi Klotok” dibuka di kawasan Secang, Jawa Tengah, tepatnya di Jalan Raya Magelang–- Semarang Km 11. Kini bisnis yang dibuka pada September tahun lalu itu mulai menjadi tempat tujuan penggemar wisata kuliner di Kota Semarang dan sekitarnya. Kawasan Secang yang terletak di lereng Gunung Sumbing memang terkenal berhawa sejuk. Dengan modal Rp100 juta, Pram dan Yani––panggilan akrab keduanya–– menjadikan kawasan tersebut sebagai inspirasi usaha kuliner tradisional. Kopi klotok dan nasi sayur lodeh menjadi menu utama yang ditawarkan Omah Ngopi Kopi Klotok.
Menurut Yani, kopi klotok sebetulnya sama dengan kopi tubruk lain. Namun, yang membedakannya adalah dari cara pengolahan yang akan disajikan ke pengunjung.Biji kopi yang dipakai di Omah Ngopi adalah biji kopi lokal dari Lampung dan Cepu yang diolah secara tradisional.
“Setelah dipetik, kulit kopi dipecah dengan menggunakan alat khusus dan dijemur atau dioven, kemudian dikupas lagi hingga menjadi biji kopi,”tutur Yani.
Kemudian, lanjutnya, biji kopi yang sudah dikupas tersebut dimasak dengan menggunakan penggorengan khusus dari tanah liat yang menggunakan pemanasan dari kayu bakar.Setelah itu,kopi ditumbuk untuk menjadi bubuk kopi. “Kopi klotok dimasak dengan cara mendidihkan air dan memasukkan kopi hingga berbuih.Kemudian diaduk hingga buih hilang, baru gula dimasukkan,” imbuh Pram.
Menariknya, gula yang dipakai di Omah Ngopi hanya gula aren dan gula batu yang ditempatkan pada satu toples kaca bermotif lama. Pengunjung dipersilakan memilih sendiri gula tambahan itu sesuai dengan selera. Dengan cara-cara tradisional itu, rasa kopi dari kopi klotok sangatlah khas. Bahkan banyak pengunjung mengatakan, rasa kopi klotok tidak meninggalkan gatal di tenggorokan sebagaimana kopi instan pada umumnya.
Omah Ngopi Kopi Klotok cocok untuk menjadi tempat beristirahat setelah menempuh perjalanan jauh atau selepas kerja.Areal kosong di kawasan Omah Ngopi ditumbuhi berbagai jenis pohon bunga yang menyejukkan suasana.
Menurut Pram, sebelum disewa menjadi tempat usaha,tempat tersebut memang bekas usaha tanaman dan bunga. Selain memang penghobi sayur lodeh serta penyuka kopi klotok, Pram melihat bisnis kuliner tradisional tengah menjadi tren dan dicari-cari orang-orang kota. ”Kalau sedang libur panjang atau Lebaran, banyak orang kota pulang kampung. Nah, kopi klotok dan sayur lodeh menjadi menu yang kerap dicari mereka,”terang Yani.
Apa yang diprediksi Yani dan Pram tidaklah meleset.Pada awal pembukaan Omah Ngopi Kopi Klotok, sajian menu utama mereka ludes hanya dalam tempo beberapa jam. Saat ini pun sejak buka pukul 07.00 WIB, Omah Ngopi Kopi Klotok tak pernah sepi pengunjung. Bahkan selepas pukul 13.00 WIB, pengunjung yang datang tidak bisa lagi menikmati sayur lodeh.
Dengan model pemasaran dari mulut ke mulut, popularitas Omah Ngopi Kopi Klotok semakin meningkat. Pram dan Yani kemudian menambah dua gazebo kecil lagi di rumah makannya tersebut.Bahkan, kata mereka, saat ini bukan hanya pengunjung dari kawasan Semarang yang mampir ke warungnya. Warga dari wilayah Jawa Barat,Jawa Timur,serta Jakarta pun sudah pernah mencicipi sayur lodeh dan kopi klotok buatan mereka. “Belum lama ini,ada orang dari Pasuruan, Bandung, dan Jakarta yang bermaksud belajar dan bekerja sama dengan saya untuk membuka usaha kuliner lainnya. Ini menjadi tantangan kami untuk terus mengembangkan usaha kuliner ini,”terang Pram.
Kendati bisnis kuliner belum lama dimulai, pasang surut usaha sudah mereka rasakan. Awal 2010, mereka juga terimbas oleh apa yang sering disebut efek Januari. Efek Januari adalah kecenderungan menurunnya daya beli masyarakat yang diikuti pula menurunnya belanja dan wisata kuliner pada awal tahun. Kendati demikian, penurunan omzet itu tak memengaruhi usaha kuliner yang mereka jalankan. Bahkan pada pertengahan Maret 2010, Yani mengklaim usaha mereka beranjak naik karena Omah Ngopi Kopi Klotok terus dikunjungi banyak tamu. Kopi klotok mulai dikenal banyak anak muda pencinta kuliner.
Selain itu, dinas-dinas dan instansi pemerintah di Jawa Tengah mulai sering menyambangi Omah Ngopi Kopi Klotok sekadar untuk makan siang atau menggelar rapat. Sementara komunitas anak muda, komunitas sepeda motor, dan sejumlah organisasi wanita kerap mampir ke rumah makan mereka. Kesuksesan usaha Pram dan Yani tidak sampai di situ saja. Selain akan menambah menu bebek goreng dalam daftar menu Omah Ngopi pada akhir Maret 2010, keduanya juga akan mengembangkan usaha kuliner lain di Yogyakarta, tepatnya di Jalan Kaliurang. Mereka memiliki usaha waralaba ayam bakar. Bahkan dalam waktu dekat kedua-nya berencana membuka usaha bebek goreng di daerah Jawa Barat.
Pendekatan Personal
Pram yang saat ini bekerja di salah satu perusahaan kontraktor, tetap menyempatkan diri untuk berada seharian penuh di rumah makannya setiap Sabtu.Selain melakukan supervisi, Pram dan Yani sekaligus menemui para tamu Omah Ngopi.”Saya menemui pengunjung laki-laki,sementara istri saya berbincang dengan para tamu perempuan. Itu jurus yang cukup jitu dalam mengembangkan usaha apa pun,”terangnya.
Pendekatan Pram dan Yani dengan para pelanggan, relasi menjadi kunci sukses Omah Ngopi Kopi Klotok. Selain cita rasa yang lezat sekaligus unik, pengunjung merasa seperti rumah sendiri ketika berada di sana.Konsep Omah Ngopi sendiri dibuat open kitchen, di mana pengunjung bisa menyaksikan menu masakan yang panas di atas tungku tanah liat. Selain itu, nuansa tradisional begitu kental terasa dalam tatanan interior Omah Ngopi Kopi Klotok. Melengkapi meja-meja saji yang mampu menampung sekira 70 orang tamu, Omah Ngopi Kopi Klotok juga memberikan nuansa lama dengan hadirnya perkakas seperti toples kaca unik, cangkir kaleng blurik, serta gelas-cangkir poci yang terbuat dari tanah liat. Di dalam toples itulah jajanan lanting dan tembakau rokok linting disajikan gratis untuk tamu-tamunya.
Sementara di meja jati unik persis di depan pintu masuk joglo, terdapat sejumlah benda unik peninggalan zaman penjajahan berupa setrika ”jago” yang berbahan bakar arang kayu. Selain itu juga ada lampu teplok, sentir, dan petromak yang mencirikan kehidupan masyarakat desa zaman dahulu. (moch fauzi/koran SI/adn)
(//rhs) (sumber okezone.com)
No comments:
Post a Comment