Friday, May 6, 2011

Jenang Apel Khas Kota Batu

Bermodalkan produksi apel di daerah Batu Jawa Timur (Jatim) dan tekad menjadi wiraswasta, mengembang kan bisnis jenang apel bisa jadi pijakan menjadi pengusaha.

Dengan kegigihan dan mental pantang menyerah, Samsul Huda berhasil menjadi pengusaha makanan berbahan baku buah-buahan.

Lulusan Fakultas Pertanian Unisma, mengawali bisnisnya dengan memproduksi jenang apel pada bulan Maret 2001.Huda memilih jalur berwira usaha jenang apel bukan tanpa pertimbangan.Pertama, di sekitar tempat tinggalnya, yaitu di sekitar Desa Bumiaji, merupakan kawasan pertanian apel.

Dengan demikian secara ekonomi, Huda tidak perlu mengeluarkan biaya lebih untuk mendatangkan bahan baku.Kedua,apel merupakan produk khas Kota Batu yang tidak mungkin disaingi daerah lain. Dia yakin,orang Surabaya atau Jakarta tidak mungkin akan membuat jenang apel. Karena untuk mendapatkan bahan bakunya saja sudah butuh biaya besar.

Lalu pertimbangan berikutnya adalah dia ingin memberdayakan petani apel di sekitar tempat tinggalnya yang sering rugi karena harga jual apel dari kebun mereka selalu dibeli murah oleh para tengkulak.

“Kini impian saya menjadi kenyataan. Setelah dua tahun berjibaku memasuki tahun ke tiga hingga sekarang ini alhamdulillah usaha kami lancar. Permintaan jenang apel terus bertambah,” bebernya.

Perusahaan rumahan miliknya, saat ini terus memproduksi jenang apel,minuman sari apel,dodol apel, keripik apel dan aneka keripik buah.“Kini bukan cibiran yang saya dapatkan, tetapi acungan dua jempol untuk saya. Sebab, usaha yang saya dirikan sejak tahun 2001 itu sudah banyak membawa manfaat bagi warga Desa Bumiaji dan Kota Batu,”ungkapnya.

Huda mengawali bisnis jenang apel dengan modal hanya Rp5 juta. Bersama beberapa temannya, dia menjalani dua tahun pertama yang sulit. Modal yang didapat orang tuanya digunakan membeli apel, gula, tepung dan peralatan pembuat jenang apel. Pada tahap ini, dia harus bisa menciptakan jenang apel yang bisa dikonsumsi oleh seluruh masyarakat di Jatim.

Bersama rekannya, Huda terus membanting tulang agar jenang apel hasil produksinya bisa laku di pasaran “Selama dua tahun kami masih banyak merugi. Karena belum kenal pasar dan hasil produksinya masih banyak yang gagal. Setelah sekian kali bereksperimen, kami temukan komposisi yang pas dan kami patenkan hingga sekarang ini,”ujar Huda. Meski sulit, Huda tidak putus asa mengembangkan bisnisnya.

Dia tetap membina jaringan baik dengan petani maupun pedagang. Bahkan, jaringan dengan pemerintah Kota Batu juga terus dijalankan dengan baik. Saat ini, Huda telah mempunyai relasi dengan puluhan bahkan ratusan petani apel serta agen makanan dan minuman ringan di wilayah Malang Raya hingga kota-kota lain di Jatim. Kecilnya usaha membuat Huda tidak puas.

Dia sadar untuk mengembangkan usaha butuh modal tambahan. Huda kemudian mendekati Dinas Perindustrian dan Perdagangan,Kota Batu.Rupanya usaha ini membuahkan hasil. Disperindag Kota Batu menjadi jaminan di Bank Mandiri sehingga Huda mendapatkan suntikan modal Rp5 juta lagi. Begitu usahanya lancar sehingga pada enam bulan berikutnya dia mengajukan kredit ke bank Jatim senilai Rp10 juta dan direalisasikan.

Huda percaya, investasi harus terus dijalankan. Berikutnya, wira usaha butuh sebuah paksaan.Baik paksaan modal, kemauan, dan kesungguhan.Karena dengan paksaan itu,menurut Huda akan timbul kebiasaan. Lalu, harus tertib manajemen. Baik manajemen keuangan, produksi, dan pemasaran. Setiap keluar masuk barang dan uang di perusahaan harus terdokumentasikan dengan rapi dan mudah dipahami.

Soal manajemen produksi, seorang wira usaha harus sanggup mencari pola yang sederhana,agar jam kerjanya pendek, tetapi bernilai produksi tinggi. Lalu manajemen pemasarannya. Seorang pengusaha harus berani bersaing di pasaran dan sanggup menciptakan desain barang yang mudah untuk diingat konsumen.

Yang tidak kalah penting menurut dia, pola hubungan antara bos dan karyawannya harus terbangun dengan baik.Karyawan jangan ditempatkan sebagai buruh atau pekerja. Namun, harus ditempatkan sebagai bagian dari keluarga agar timbul rasa kekeluargaan dan saling menghargai sesama. Menjadi bagian keluarga akan membuat karyawan ikut bertanggung jawab terhadap kelangsungan usaha.

“Dulu ibu-ibu yang bekerja di tempat kami ini awalnya bekerja sebagai buruh tani. Dengan upah Rp10 ribu per setengah harinya. Kini gaji mereka bisa bertambah besar dan tidak kepanasan serta tidak terlalu menguras keringat karena kerja di dalam ruangan,”ungkap Huda. “Begitulah seterusnya, setiap tahun kami menambah jumlah kredit Rp10 jutaan.

Sekarang ini karena saya sudah memiliki agunan dan usaha kami lancar, kemudian neraca keuangan perusahaan selalu positif, pihak bank memberikan tawaran kredit Rp1 miliar.Namun saya tolak, karena kami ingin cara alami.Yaitu dengan cara sedikit demi sedikit,supaya tidak terlalu membebani hidup,”ujarnya. Huda kini bisa tersenyum dan bisa menjadi contoh bagi wira usaha muda yang lain.

Lantaran sekarang ini dia sudah memiliki karyawan sekitar 85 orang pekerja. Bahkan, dia bisa memberi upah karyawannya mendekati upah minimum kota (UMK) Kota Batu sekitar Rp978 ribu per bulannya. Dalam seharinya, perusahaannya sanggup memproduksi 500 kg apel menjadi jenang apel, dodol apel, minuman sari apel dan keripik apel.

Termasuk memproduksi aneka keripik dari buah-buahan. Huda juga bisa menjadi tolak ukur keberhasilan anak desa yang sukses untuk mengembangkan usaha sendiri di rumahnya. Bisnis berawal dari modal Rp5 juta dan dipandang sebelah mata oleh tetangganya,tapi jika dilandasi dengan tanggung jawab dan kepercayaan bisa sukses. (maman adi saputro/Koran SI/adn) (//rhs) (sumber okezone.com)

No comments: