BERTAHAN hingga 20 tahun dalam bisnis ikan hias bukanlah waktu yang sebentar. Ketekunan disertai kerja keras dan semangat pantang menyerah menjadi modal terbesar.
Adalah Suryanto, 63, yang mampu bertahan puluhan tahun dalam bisnis ikan hias. Usaha yang ditekuninya memang mengandalkan hobi dari orang lain. Namun semangatnya yang tinggi mengantarkan Suryanto dari seorang penjual ikan eceran menjadi pengusaha ikan untuk partai besar.
Sekira tahun 1982, Suryanto hanyalah seorang pedagang ikan hias pinggir jalan protokol di Lampung. Saat itu, dia hanya menjajakan ikan hias kecil. Namun, tidak diduga, keberuntungan menghampiri Suryanto. Pria kelahiran Kota Bandar Lampung, Lampung, ini justru mendapat keuntungan yang cukup besar.
Dia menceritakan, saat itu untuk menjajakan ikan di pinggir jalan saja dibutuhkan dana yang cukup besar. ”Modal awal saya waktu itu sekira Rp2 juta. Jualan ikan kecil di emperan depan toko,” ungkap Suryanto saat ditemui harian Seputar Indonesia (SINDO) di rumahnya kawasan Pamulang, Tangerang Selatan, kemarin. Saat memulai usaha, usianya menginjak 28 tahun.
Sebelumnya tidak pernah terlintas dalam pikirannya untuk menggeluti bisnis ikan hias hingga puluhan tahun. Keyakinan akan prospek yang bagus dalam usaha ikan disampaikan oleh kakak kandungnya yang sudah terlebih dahulu menggeluti bisnis tersebut.
Secara perlahan namun pasti Suryanto mulai belajar merintis usahanya. Hasilnya, meskipun hanya berjualan di emperan toko, Suryanto mendapat keuntungan cukup besar. ”Empat bulan jualan di pinggir jalan, saya sudah bisa menikah walaupun sedikit dibantu kakak,” kenangnya. Keuntungan yang diperoleh selama lima tahun menjalani usaha menjual ikan di pinggir jalan membuat usahanya semakin besar.
Bermodal sekira Rp18 juta, Suryanto mulai membuka toko kecil di Lampung yang lebih permanen tanpa harus dibayangi ketakutan penggusuran aparat penegak peraturan daerah. Meskipun masih berstatus menyewa seharga Rp35 juta per tahun, toko itu bertahan hingga saat ini. ”Modal itu saya gunakan untuk tambahan membeli ikan dan perlengkapan akuarium yang bisa dijual,” imbuhnya.
Suryanto menceritakan, saat itu keuntungan yang didapat bisa mencapai 100 persen. Sebab, belum banyak pengusaha ikan hias yang menjadi pesaingnya. Namun belakangan untungnya secara perlahan berkurang lantaran mulai tumbuhnya pengusaha ikan baru. Dia menyebutkan, saat ini keuntungan mungkin hanya berkisar 20 persen.
Meski demikian, Suryanto tidak merasa khawatir. Sebab, sebagai pemain lama dalam usaha ini, dia memiliki banyak pengalaman dan pelanggan. Terlebih, harga yang ditawarkan bisa bersaing dengan pengusaha lain. Ketika sumber daya ikan di sekira Lampung menipis, Suryanto dituntut berpikir cepat dengan mencari sumber ikan lain untuk mengisi stok di tokonya.
Setidaknya, ada tiga kantong sumber ikan, yakni di Tulungagung (Jawa Timur), Bogor, dan Sukabumi (Jawa Barat), yang saat ini mengisi tokonya di Lampung. Dia juga pernah mengembangkan usahanya dengan mengekspor ikan alam ke sejumlah negara melalui bantuan eksportir.
Biasanya, ikan alam yang banyak berasal dari daerah Lampung dikirim ke Jepang. Ikan jenis ini biasanya untuk konsumsi. ”Tapi tidak bertahan lama karena sekarang stok atau sumber daya ikan alam sudah habis,” paparnya. Meskipun omzet yang diperoleh tidak sebesar saat pertama kali merintis usahanya, Suryanto sudah merasa berkecukupan.
”Sekarang omzet hanya Rp40 juta per bulan. Itu sudah dikurangi biaya untuk distribusi dari Jakarta ke Lampung (pulang pergi) sebesar Rp1,4 juta setiap minggunya,” kata Suryanto. Hampir setiap akhir pekan, Suryanto mengirimkan ikan-ikan hias segar ke tokonya di Lampung. Jarak tempuh yang terbilang cukup jauh itu tentu memiliki tingkat risiko yang cukup besar.
Tidak jarang pula, ketika waktu tempuh yang dibutuhkan sangat lama, ikan hias menjadi mati lantaran kekurangan oksigen. Dengan demikian, Suryanto harus memastikan ikan hias dalam kondisi sehat ketika memulai perjalanan dari Jakarta menuju Lampung. Meskipun terbilang pemain lama, Suryanto tidak berpikir untuk melakukan budi daya ikan hias untuk menjaga stoknya.
Selama 20 tahun menjalani bisnis ikan hias, Suryanto mengaku tidak menemui hambatan yang besar. Mulai menjamurnya pedagang ikan hias bermodal besar merupakan satu-satunya hambatan yang ditemuinya selama ini. Dia melihat, pada dasarnya prospek besar untuk bisnis ikan hias di Lampung cukup besar dibandingkan dengan di Jakarta.
Namun, lantaran persaingan di Lampung sudah sangat ketat, keuntungan bisnis ikan hias di Jakarta menjadi semakin besar. ”Di Jakarta banyak juga yang hobi ikan. Hobi tidak ada matinya dan selalu saja ada orang-orang baru,” tandasnya. Dalam menjalankan usahanya, Suryanto mengaku tidak bisa melakukannya seorang diri mengingat usianya yang sudah tidak muda lagi.
Saat ini, dia dibantu oleh anak-anaknya dan dua karyawan. Kedua karyawan bertugas mendistribusikan ikan hias dari Jakarta menuju Lampung. Tokonya yang berada di kawasan strategis di Lampung menjadi salah satu kekuatan bisnis yang digelutinya tetap bertahan. Suryanto memang pernah punya niat untuk beralih ke jenis usaha lain.Namun,dia menyadari, ketika seseorang tidak mendalami dan mengetahui seluk-beluk usaha yang akan digeluti,suatu saat akan mengalami keterpurukan, sehingga dia tetap memilih menjalankan usahanya saat ini.
”Usaha ini sudah jadi mata pencaharian. Anak saya lulus sarjana dan S-2 juga karena hasil atau keuntungan dari usaha ini,”katanya.
Bagi Suryanto, salah satu momentum yang tidak terlupakan selama 20 tahun menjalankan usahanya adalah ketika hobi ikan louhan sedang booming di pasar Indonesia dan dunia.
Tidak diragukan lagi, saat ikan yang dipercaya mendatangkan keberuntungan itu banyak diburu kolektor, masyarakat yang awalnya tidak hobi ikan pun mulai melirik untuk memelihara louhan. ”Karena banyak dicari, kita bisa jual hingga ribuan ekor ikan,” jelas Suryanto. Meski banyak orang memasang harga tinggi untuk ikan louhan, Suryanto mengaku tidak terlalu berambisi menjual dengan harga setinggi langit. Di saat orang lain menjual ikan louhan hingga miliaran rupiah, Suryanto hanya menjual jenis ikan itu sekitar Rp15 juta per ekor.
Baginya, tidak penting menjual dengan harga tinggi. Terpenting bisa menarik banyak orang untuk membeli ikan tersebut. ”Itu momentum paling besar dan tidak bisa dilupakan. Keuntungan kita saat itu dari hasil jual louhan saja sudah 30–40 persen,”katanya mengenang masa keemasan bisnisnya. Untuk memenuhi keinginan orang yang hobi mengoleksi ikan louhan, Suryanto mengaku tidak boleh kekurangan stok ikan bermotif tersebut. Selain itu, dia dituntut banyak memiliki pengetahuan mengenai ikan louhan. Dia tidak segan-segan mengumpulkan setiap informasi dan seluk-beluk ikan itu. Booming ikan louhan memang tidak terlalu lama, tapi Suryanto tidak boleh ketinggalan.
”Setiap ada model baru, kita harus cari agar tidak ketinggalan dengan yang lain.Motif mengikuti model yang berkembang. Keuntungan dari sini bisa sampai jutaan rupiah,” ujarnya. Selain ikan louhan, Suryanto juga pernah menggeluti bisnis ikan arwana.Saat itu,dia harus memiliki badan hukum untuk bisa mendapatkan sertifikat penjualan ikan arwana. Diakui Suryanto, bisnis ikan arwana tidak terlalu booming dibandingkan louhan. (wisnu moerti)(adn)
(Koran SI/Koran SI/rhs) (sumber okezone.com)
No comments:
Post a Comment