Tuesday, April 5, 2011

Edwin Aprihandono, Lulusan Amerika yang Sukses di Bisnis Futsal

TIDAK bisa dimungkiri, sepak bola adalah olahraga terpopuler di dunia saat ini. Peminatnya pun beragam, mulai dari anak-anak hingga dewasa.

Kini,masyarakat mulai mengenal permainan baru di ranah lapangan hijau, yakni futsal. Futsal merupakan varian dari sepak bola yang dimainkan di lapangan tertutup dan lebih kecil serta dengan jumlah pemain masing-masing tim lima orang. Sejak masuk ke Indonesia pada tahun 2002, peminat futsal di Tanah Air semakin bertambah. Seiring dengan itu, bisnis lapangan futsal pun semakin menjanjikan.

Hal itu bisa dilihat dari keberadaan lapangan futsal hampir di setiap kawasan. Managing Director MS Indoor Soccer Court & School Edwin Aprihandono merupakan salah seorang yang melihat peluang tersebut. Awalnya, pria yang tengah melanjutkan S2 di Institut Teknologi Bandung (ITB) ini tidak terlalu menyukai sepak bola. Dia justru lebih menggandrungi olahraga basket.

Meski demikian, almarhum eyangnya, Muhammad Sidiq yang gemar menonton sepak bola, secara tidak langsung telah mengubah pandangan Edwin terhadap sepak bola. ”Saya dikasih tahu bahwa inti bermain sepak bola itu adalah kerja keras kelompok.Tidak bisa individu untuk menghasilkan sebuah gol. Ini memberikan inspirasi kepada saya. Oleh karena itu singkatan MS dari MS Indoor Soccer Court & School saya ambil dari nama almarhum eyang saya Muhammad Sidiq,” ujar Pria Kelahiran 24 April 1981 ini.

Dia juga meyakini sepak bola adalah olahraga yang tidak akan tergerus dengan tren. Terlebih, permainan kulit bundar ini terjangkau untuk semua kalangan. ”Saya pun memutuskan membuka bisnis ini karena sepak bola adalah olahraga yang merakyat dan enggak ada matinya.

Berbeda dengan bisnis paintball dan gokart yang mengikuti tren,” paparnya. Sekembalinya dari menyelesaikan kuliahnya strata satunya di Academy of Art San Francisco, AS, jurusan Graphic Design Branding pada 2006 lalu,Edwin tidak lantas membuka bisnis lapangan futsal. Dia terlebih dahulu bekerja di salah satu perusahaan tambang batu bara di Indonesia.Tidak lama kemudian, Edwin pun melirik bisnis lapangan futsal yang belum terlalu populer kala itu. Pada tahun 2007, Edwin memanfaatkan lahan kosong seluas 1.600 hektare milik keluarganya di kawasan Cibubur. Seiring waktu, luas lahan tersebut bertambah hingga tiga ribu hektar.

Untuk modal, dia tidak sungkan meminta bantuan dari orang tua. Sementara sisanya didapat dari tabungan selama bekerja di AS. Menurut Edwin, modal tersebut dia gunakan untuk membangun struktur bangunan lapangan futsal dengan biaya kurang lebih Rp900 juta,paket rumput,gawang dan jaring (tinggi 5 meter) sekitar Rp150 juta per lapangan. Sementara untuk lampu Edwin menggunakan lampu hemat energi.Untuk menerangi lapangan futsal ini dibutuhkan sekitar 18 lampu dengan harga Rp100 ribu per lampu. Adapun untuk harga bola, ujar dia, cukup bervariasi.

”Kalau untuk bola harganya bervariasi.Ada bola yang harganya Rp125 ribu. Kalau bola tersebut dipakai konstan, biasanya setiap lapangan kami mengganti empat bola per bulan,” ujar Pria yang hobi traveling ini. Meski balik modal dari bisnis lapangan futsal ini tidak secepat bisnis lainnya, yakni sekira tiga tahun. Namun, ditilik dari segi omzet, bisnis tersebut menurut dia cukup menjanjikan.

Edwin mengungkapkan, dengan harga sewa Rp125 ribu–150 ribu per jam per lapangan, kini dia sudah bisa menikmati omzet sebesar Rp60–70 juta per bulan dari lapangan futsalnya di Cibubur. Sementara biaya operasional yang harus dikeluarkan per bulan untuk listrik dan gaji sekitar 13 karyawan hanya mencapai Rp15 juta per bulan.

Sekira tahun 2009,Edwin pun memutuskan untuk membuka lapangan futsal baru di kawasan BSD. Modalnya dia peroleh dari keuntungan dari lapangan futsal di Cibubur, dana pribadi serta pinjaman dari bank. Di lokasi yang baru ini Edwin menyewa tanah seluas 4.800 ha selama 10–15 tahun.Adapun biaya sewa tanah mencapai Rp150 juta per tahun untuk tiga tahun pertama. Harga di tahun berikutnya, jelas dia, tentatif atau tergantung perkembangan harga tanah. Selain itu dia juga menerapkan pola bagi hasil dengan pemilik tanah.

”Pemilik tanah mendapatkan bagi hasil sebesar 30 persen dari keuntungan selama setahun dan 70 persen untuk manajemen MS Indoor Soccer dan kerja sama berlangsung selama 10–15 tahun,” paparnya. Untuk lapangan futsal di BSD, ujar dia, pembangunan struktur memakan biaya lebih besar, yakni sekira Rp3 miliar. Meski demikian, biaya paket pemasangan rumput, gawang dan jaring lebih murah, yakni sekitar Rp120 juta per lapangan. Sementara itu, biaya operasional di BSD tidak jauh berbeda dengan di Cibubur, yakni sekitar Rp15 juta.Dengan mematok harga sekitar Rp150 ribu–250 ribu per jam, kini Edwin bisa mengeruk omzet sekitar Rp80–90 juta per bulan. Di sisi lain konsumen lapangan futsal cukup beragam.

Edwin menjelaskan, konsumennya datang dari berbagai kalangan, mulai dari anak sekolah hingga pegawai pemerintah. Adapun untuk lapangan futsal di Cibubur hampir sebagian besar konsumennya adalah pegawai pabrik dan karyawan. ”Kalau di BSD lebih beragam, ada anak sekolah,kuliah,karyawan dan bahkan pegawai pemda,” ungkapnya. Edwin menuturkan, salah satu kunci dari kesuksesan bisnis lapangan futsal adalah lokasi yang tepat.Beruntung,dua lapangan futsalnya berada di lokasi yang strategis. Meski demikian, Edwin juga gencar melakukan promo agar konsumen semakin bertambah.

Salah satunya dengan menggelar kompetisi futsal dan menerapkan potongan harga saat bulan puasa. Menjalani bisnis lapangan futsal ini, ujar Edwin, tidak lantas lepas dari berbagai tantangan. Beberapa waktu lalu, bisnis lapangan futsalnya sempat terkena kampanye hitam yang dilakukan oknum-oknum tertentu. Orangorang tidak bertanggung jawab itu menaruh paku di lapangan untuk memberi citra buruk bagi lapangan futsalnya.

”Karena itu,setiap pagi kita sisir lapangan untuk menghindari halhal seperti itu. Kita percaya kalau ada niat baik dan selalu memberikan yang terbaik,insya Allah konsumen akan kembali,” paparnya. (adn)(Maya Sofia/Koran SI/rhs) (sumber okezone.com)

No comments: