DIA pernah tinggal sekitar 15 tahun di Jakarta dengan pekerjaan tak tetap. Segala kesulitan hidup pernah dia alami sebelum akhirnya Bunaken mengubah nasibnya.
Bak roda pedati berputar. Itulah jalan hidup Daniel Takaedengan, sosok pengusaha diving dan penginapan di salah satu tempat paling eksotis di dunia, Bunaken, Sulawesi Utara. Dia pernah tertatih-tatih hidup dalam kesulitan sebelum akhirnya sukses berbisnis. “Saya pernah menjadi kuli, buruh serabutan, dan lainnya. Mungkin orang tak percaya dengan masa lalu saya ketika melihat apa yang saya alami saat ini,” kata Daniel.
Sebelum membuka usaha diving dan penginapan dengan bendera Immanuel Dive Center, pria yang sekarang berusia 63 tahun tersebut memang hidup penuh kegetiran. Salah satu yang paling dia rasakan adalah saat merantau ke Jakarta pada 1974. Daniel muda merantau ke Jakarta karena terpesona dengan gemerlap dan janji manis kesuksesan yang ditawarkan Ibu Kota.
Waktu itu Daniel mengaku pergi ke Jakarta untuk mengubah nasibnya. Putra asli Bunaken itu pun meninggalkan kampungnya yang tenang,damai,dan eksotis menuju kota tempat mimpi sebagian besar orang ditambatkan. Dengan bekal sedikit kemampuan berbahasa Inggris, sosok yang mengaku hanya sempat sekolah hingga SMA ini mulai melamar pekerjaan di Ibu Kota.
Daniel berjuang keras mendapatkan pekerjaan. Selama berusaha mencari pekerjaan yang menjanjikan, Daniel menyambung hidupnya dengan menjalani beragam profesi. “Saya kerja serabutan,” kenangnya. Akhirnya,dia diterima sebagai seorang guru honorer di salah satu sekolah swasta Jakarta untuk mengajar bahasa Inggris.Namun, menjadi guru honorer belum mampu mengubah nasibnya.
Gaji yang diterima tak seberapa, sementara biaya hidup di Jakarta mahal. Pada titik inilah Daniel benarbenar meresapi sebuah ungkapan bahwa sekejam-kejam ibu tiri masih lebih kejam Ibu Kota. “Gunung jika dipandang dari kejauhan terlihat biru membentang, tapi ketika terlihat dari dekat menyeramkan,” ujar Daniel menyimpulkan sendiri kehidupan Jakarta yang keras dan kejam.
Merasa Ibu Kota bukan rumah baginya untuk mengubah nasib, Daniel pun memutar otak untuk segera bisa keluar dari Jakarta. Jalan lalu terbuka saat dia melihat siaran televisi yang menampilkan keelokan alam Bunaken. Melihat kampung halamannya begitu indah terpampang di layar kaca,tebersit ide dalam diri Daniel untuk mengembangkan pariwisata di sana. Dengan tekad bulat, tepat pada 1989 Daniel pun pulang kampung.
Keputusan Daniel sebenarnya boleh dibilang nekat.Sebab,selain tak mengenal seluk beluk dunia kepariwisataan,dia juga tak punya modal sepeser pun.Namun,hal itu tak membuatnya berkecil hati. “Saya hanya yakin saja waktu itu,” terangnya. Dengan modal nekat dan keteguhan hati, sebuah penginapan sederhana dengan lima kamar dan lebih mirip seperti barak dibangun Daniel pada 1989.Tempat tersebut menjadi cikal bakal berdirinya Immanuel Dive Center.
Lazimnya usaha baru, Daniel pun harus melewati tantangan berikutnya untuk mendapatkan tamu.Tantangan ini dilalui Daniel dengan penuh peluh.Terlebih banyak orang di sekitar sana menyebut lokasi penginapan Daniel angker. Setelah sekian lama menunggu, tamu pertama yang ditunggutunggu datang juga. Seorang warga berkebangsaan Swiss akhirnya menyewa penginapan Daniel.
Sebagai pelanggan pertama, Daniel dan istrinya Grace Afniwaty memperlakukan sang tamu bak raja. Waktu itu, Daniel dan istrinya yang juga harus merangkap kerja sebagai guide, room boy, dan koki melayani tamunya sebaik mungkin. Tujuannya agar sang tamu puas dan mau mempromosikan tempat usahanya. “Senang rasanya mampu memberikan pelayanan terbaik. Terlebih setelah itu, tamu saya berjanji membawa temannya untuk menginap di tempat saya.
Itulah tonggak awal usaha saya,” kata ayah dari empat anak ini. Keberanian mengambil risiko dan kemauan mengubah nasib merupakan kunci sukses. Daniel membuktikan hal itu. Di bawah bendera Immanuel Dive Center, kini Daniel mengelola 19 penginapan (cottage), 8 hotel mini, perlengkapan diving, dan motor boat. Tak kurang dari 20 karyawan menyandarkan hidupnya di sini.
Sebagian besar wisatawan yang menginap di tempat Daniel berasal dari kawasan Eropa seperti Belanda, Jerman, Inggris, Swiss,Italia.Dengan dibukanya jalur penerbangan Kuala Lumpur– Manado, kini Immanuel Dive Center mulai banyak dikunjungi turis dari Malaysia dan Jepang. Mereka umumnya memang penggemar olahraga laut, termasuk diving. Salah satu kunci Immanuel Dive Center tetap bisa eksis di tengah persaingan yang ketat, menurut Daniel, terletak pada pemberian jasa layanan yang sesuai dengan keinginan konsumen.
“Kami selalu menyajikan pelayanan terbaik,”katanya. Immanuel Dive Center kini menjadi salah satu dari empat pemain lokal dan tujuh investor asing yang bergerak di industri pariwisata di Bunaken, Sulawesi Utara. Seiring berjalannya waktu, usaha Daniel terus berkembang. Tak hanya di Bunaken,Daniel pun mengembangkan usaha resornya di Pulau Lembeh yang berhadapan dengan Pulau Bitung. Di pulau itu Daniel sedang membangun enam cottage dan diperkirakan selesai 2010 ini.
Pulau Lembeh dikatakan Daniel juga memiliki titik-titik menantang untuk olahraga air. Pulau tersebut memiliki kekayaan alam menawan, spesies ikan yang langka, dan pemandangan menarik untuk para fotografer. Dengan jarak hanya sekitar 48 km dari Bunaken, sekitar satu jam perjalanan darat, Daniel mengharapkan ke depannya para wisatawan yang berkunjung ke Bunaken mau mencoba suasana baru di Lembeh.
Demi membesarkan usahanya itu, Daniel mengaku mengajukan pinjaman ke Bank Negara Indonesia (BNI). Permintaan kredit sebesar Rp400 juta ke BNI langsung disetujui. Daniel mengaku, kucuran kredit dari BNI benar-benar membantu mengembangkan usahanya hingga Pulau Lembeh. Apalagi, bank nasional itu sering kali juga memberikan masukan terkait strategi bisnisnya.“Yahada semacam konsultasi bisnis begitu,” katanya. Nah, lantaran hubungannya dengan BNI sudah begitu dekat, Daniel pun enggan berpaling.
Menurutnya, setelah usahanya berkembang pesat,banyak bank yang datang menawarkan kredit. Tak jarang mereka mengiming-imingi beragam fasilitas, termasuk suku bunga rendah. Lantaran telanjur cinta dengan BNI, dia enggan berpaling. “Sejak pertama memulai usaha, saya hanya berhubungan dengan BNI,” katanya. Kini Daniel bisa dikatakan sedang menikmati buah kerja kerasnya selama ini.
Meski demikian, dia mengaku belum puas. Pria yang kerap menjadi motivator bagi anak-anak muda yang hendak berwirausaha tersebut mengatakan, dalam berwirausaha tak ada kata puas.Kepada anak muda,terutama kepada para sarjana, pesan Daniel adalah: ciptakan lapangan kerja, jangan hanya menunggu. Apalagi hanya berharap menjadi seorang pegawai negeri sipil. (sugeng wahyudi)(Koran SI/Koran SI/rhs) (sumber okezone.com)
No comments:
Post a Comment