Henry Ford dilahirkan pada tanggal 30 Juli 1863. Ia dimasukkan ke
sekolahnya pada usia 5 tahun oleh ibunya. Ketika akan berangkat ia harus
berlari-lari kecil menuju sekolahnya yang berjarak kurang lebih 2½ mil
itu. Dan dengan jarak yang sama pula kembali pulang pada saat gelap
telah turun, sampai di rumah. Dengan begitu ia harus membawa bekal
dari rumah untuk makan siang di sekolahnya. Tiga tahun kemudian ia
dipindahkan ke sekolah lain oleh orangtuanya tapi masih dalam jarak
yang sama.
Sejak masih kecil Henry telah menaruh perhatian yang besar
terhadap berbagai mesin-mesin. Hal tersebut amat mencemaskan
ayahnya. Ayahnya, William Ford menginginkan anaknya kelak menjadi
seorang petani atau pedagang besar dan sukses karena ia sendiri adalah
juga keturunan seorang petani. Akan tetapi Henry tidak berminat
terhadap pertanian. Kesukaannya kepada mesin-mesin itu kadang-kadang
sering menyulitkannya, karena ia harus melawan kemauan ayahnya.
Suatu hari seorang petani datang ke sekolah Henry sambil marahmarah.
Ia mengadu kepada guru di sekolah itu, dan menceritakan perihal
tingkah laku beberapa orang murid sekolah itu. Mereka dipimpin oleh
Henry untuk membendung sebuah sungai kecil yang mengaliri ladangladang
pertanian miliki petani tadi.
Bendungan tersebut mengakibatkan aliran sungai menjadi terhenti
dan mengakibatkan banjir yang tidak karuan. Sang guru langsung
berpaling dan berkata kepada Henry, “Pekerjaan apa ini, Henry?” tanya
gurunya dengan geram. “Kami tidak melakukan apa pun dan membanjiri
ladang itu, kami hanya membangun sebuah bendungan untuk
membendung air guna mengadakan percobaan kincir air untuk
penggilingan kopi. Bapak dapat melihatnya bagaimana hebatnya alat itu
bekerja,” elak Henry.
Serta-merta gurunya itu marah dan mengukum Henry. Kemudian
berkata kepada murid-murid yang lain, “Kalian harus belajar menghormati
masyarakat, dan menolongnya. Bukankah saya selalu berpesan begitu
setiap kali kalian akan pulang?” (Kejengkelan tersebut diucapkan sang
guru untuk menghibur si petani yang marah-marah tadi. Tapi ia tertarik
dengan pekerjaan yang telah dilakukan oleh murid-muridnya).
Setelah eksperimen di atas dianggap cukup berhasil, Henry menjadi
lebih tekun mempelajari cara-cara mesin bekerja. Di sekolahnya suatu
ketika, sewaktu pelajaran, sedang berlangsung, dengan bangga ia
bercerita kepada teman-temannya mengenai mesin-mesin yang
diketahuinya. Teman-temannya itu menjadi tertarik dan berkerumun di
sekelilingnya mengakibatkan pelajaran terganggu. Tiba-tiba gurunya
datang ke tengah-tengah kerumunan itu. “Henry!”, bentak gurunya
dengan geram dan menatap para murid-muridnya, “Apakah kalian tidak
pernah mencoba bagaimana untuk belajar yang baik? Apa gunanya kalian
datang ke sekolah ini. Ha? Sekarang kalian bersama Henry harus tinggal
di kelas sehabis pelajaran nanti.”
Gurunya itu memberikan kepada mereka sebuah mesin yang telah
dirusakkan lebih dulu. “Kalian harus membetulkan mesin ini!” gertak
gurunya itu. “Bilamana kalian tidak dapat memperbaikinya, kalian akan
mendapat hukuman lagi”. Akan tetapi Henry dengan tangkas
mengerjakan mesin tersebut hanya dalam jangka waktu kurang dari 10
menit segera selesai. Gurunya jadi kagum melihat bakat muridnya
tersebut.
Keterampilannya dalam bidang permesinan itu membuat ia mulai
dikenal orang. Ia sering memperbaiki mesin-mesin para tetangganya.
Banyak orang yang kagum akan bakat Henry itu, tetapi ayahnya
membenci pekerjaan itu. William Ford menginginkan anaknya menjadi
seorang petani yang baik. Tetapi hal tersebut tidak dapat dicegahnya
karena Henry mempunyai kemauan yang besar dalam bidang ini.
Setelah meningkat dewasa, dan merasa mampu untuk hidup mandiri.
Henry meminta restu kepada orangtuanya untuk mencoba hidup
merantau. Ia berjalan menuju kota Detroit. Di kota ini ia mendapatkan
pekerjaan pada sebuah pabrik. Ia mendapat gaji 2,50 dolar seminggu.
Tapi ia harus mengeluarkan biaya 3,50 dolar untuk biaya hidup dalam
waktu yang sama. Maka untuk menutupi kekurangan itu, ia menambah
pekerjaan ekstra sebagai pelayan pada sebuah toko permata. Dari toko ini
ia menerima 2,00 dolar. Sembilan bulan lamanya ia bekerja di pabrik itu,
sementara menjadi pelayan pada toko permata ketika pulang dari bekerja
di pabrik.
Suatu hari, tiba-tiba ia mendapat kabar perihal ayahnya yang sakit
keras. Ayahnya meminta Henry agar lekas pulang. Henry tidak dapat
berbuat apa-apa kecuali memenuhi permintaan ayahnya itu. Ia harus
kembali ke ladang!
Selama bekerja sebagai petani, Henry mempunyai ide untuk membuat
sejenis mesin yang dapat bekerja sebagai bajak di ladang-ladang. Ia tidak
menyetujui binatang-binatang dipekerjakan di ladang-ladang dan kebun.
Mereka menjadi banyak makan. Selama musim dingin mereka tidak
bekerja, tetapi makan terus. Henry menciptakan sebuah mesin yang
dapat bekerja di ladang-ladang untuk menggantikan hewan tanpa harus
terus-menerus memberinya makan. Hasil temuannya itu merupakan
sumbangan yang amat berarti bagi penciptaan mesin-mesin pertanian
kelak. Banyak orang yang tertarik kepada idenya. Di samping itu ia
banyak pula membantu para tetangganya telah sedikit demi sedikit
memakai mesin di ladang-ladang mereka. Henry begitu cakap dalam
bidang permesinan ini, sehingga ia dikenal sebagai ahli mesin satusatunya
di daerah itu, ini berlangsung selama beberapa tahun.
Karena tidak dapat meninggalkan tanah pertanian selama ayahnya
sakit. Maka ia banyak memperhatikan masalah dan kekurangan-kekurangan
yang diderita oleh para petani. Ia menyimpulkan bahwa para
petani tidak perlu mengeluarkan biaya yang banyak yang 24 hari dalam
setahun bekerja memproduksi bahan makanan. Henry berkata kepada
para tetangganya, “Bila waktunya membajak, mengolah tanah dan
menuai lebih baik, para petani harus menggunakan mesin-mesin atau
mekanisasi. Di samping pekerjaan lebih cepat selesai, dapat pula
memberikan upah yang layak. Ladang yang diolah dengan cara
mekanisasi dapat dan akan menekan biaya operasionalnya, selain
pekerjaan dapat diselesaikan dengan tepat, para petani dapat pula
menikmati hasil ladangnya dengan pendapatan yang pantas.”
Henry Ford menciptakan mesin pertaniannya yang pertama ketika ia
berumur 20 tahun. Percobaan yang pertama dari mesin yang kelihatan
aneh. Ini hanya mampu bergerak 40 kaki kemudian tiba-tiba berhenti.
“Saya mengharapkan mesin ini mampu membajak seluruh ladang-ladang
dalam waktu yang singkat,” kata Henry, “Tapi penemuan ini belum
mempunyai kekuatan yang berarti.” Traktor yang pertama ini masih
menunggu penemuan lain di negara itu, yakni penggunaan bahan bakar.
Sementara itu Henry Ford menyenangi seorang gadis manis di sebuah
kota lain. Tetapi gadis manis tersebut tidak menyukainya. Henry
memikirkan cara memecahkan problem itu. Ia membeli satu set
permainan sulap dan meminjam seekor kuda manis kepunyaan bapaknya.
Kemudian ia membuat sebuah jubah dari kain satin. Selanjutnya
mendirikan sebuah grup sulap di dekat rumah Clara Bryant, anak gadis
yang memikat hatinya itu. Dengan memakai baju rompi yang banyak
sakunya, juga sebuah jam yang dibuatnya sendiri dan dua buah sapu
tangan, Henry menunjukkan kebolehannya dalam bermain sulap. Henry
mengadakan dua kali pertunjukan yang selalu menarik di kala itu. Hal
tersebut sekaligus mencapai yang diinginkannya, menaklukkan hati Clara
Bryant yang semula tidak suka kepadanya.
“Ibu,” kata Clara Bryant kepada ibunya suatu pagi, “Saya kira laki-laki
yang bernama Ford yang mengadakan pertunjukan bersama kawannya di
samping rumah itu, saya yakin ia akan dapat terkenal di dunia.”
Henry tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Beberapa minggu
kemudian ia menghampiri ayahnya dan berkata, “Ayah, sekiranya saya
memutuskan untuk menikah, apa yang akan ayah berikan kepada saya?”
William Ford berpikir sejenak lalu katanya, “Engkau akan mendapatkan
delapan puluh acre (1 acre sama dengan 4072 m2) tanah, semua kayu
yang engkau inginkan dapat engkau potong sendiri untuk sebuah rumah.
“Baiklah,” sorak Henry. Kemudian ia mulai menebangi pepohonan di
tanah yang diberikan oleh ayahnya itu. Sebagian untuk dipersiapkan
untuk mendirikan sebuah rumah untuk keluarga kelak. Akhirnya apa yang
ia inginkan untuk menikahi Clara tercapai. Henry dan Clara menikah pada
bulan April 1888. Mereka hidup dengan menggarap ladang selama tiga
tahun di pemberian ayahnya. Pada suatu malam Henry berkata kepada
istrinya, “Clara, saya yakin kita akan lebih sukses, bila kita bisa pindah ke
Detroit. Saya akan membuat sebuah kereta kuda di sana. Di sini saya
terlalu sibuk!” Henry kemudian menerangkan kepada istrinya tentang
gagasan-gagasannya untuk membuat kendaraan yang digerakkan dengan
mesin.
Di Detroit ia mendapatkan pekerjaan di perusahaan lampu “Edison”
pada malam hari, sedangkan pada siang hari ia membuat kereta kudanya
untuk berlari. Selama dua tahun ia belum dapat menciptakan kereta
kudanya untuk berlari. Ia telah banyak menghabiskan waktu di
bengkelnya yang terbuat dari batu bata sederhana itu, sementara di
sekeliling para tetangganya melihat tingkahnya, menganggap Henry telah
gila.
“Sebuah kereta kuda!?” kata mereka, “kapan akan bergerak kalau
Henry tidak mendorongnya.” Tapi Henry Ford tetap pada pendiriannya.
Henry tidak berhenti bekerja di bengkelnya. Ia menumpahkan segala
perhatiannya dengan penuh konsentrasi terhadap idenya. “Barang apa
yang dikerjakan si dungu itu?” kata orang-orang yang melihat kelakuan
Henry itu. Kemudian mereka menyiramnya dengan air. Henry Ford tidak
dapat berbuat apa-apa, ia dalam keadaan miskin sekali.
Pada suatu pagi tahun 1893, sebuah kereta kuda siap untuk diuji
coba. Dengan kegigihan yang kuat dan cekatan yang membaja Henry Ford
mulai mengoperasikan keretanya, yang sangat membisingkan dan
mengeluarkan asap yang mengepul-ngepul di udara. Kereta itu meluncur
dari pabriknya menuju jalan raya. Tapi tidak jauh berlari. Baru beberapa
kaki saja beranjak dari bengkel tiba-tiba mati, dan tak dapat berkelok
karena tidak mempunyai kemudi. Akan tetapi mesin kereta itu kembali
hidup. Kini Henry telah membuktikan kepada orang-orang di sekelilingnya
yang selama ini menganggap lucu, dungu, dan tolol, sekarang tidaklah
demikian halnya.
Malam itu, Henry si perancang kereta itu merasa sangat puas dan
bahagia dengan hasil temuannya. Karya tersebut dirayakannya dengan
segelas susu panas, kemudian membantingkan bajunya yang basah oleh
keringat itu ke samping perapian, lantas meloncat ke tempat tidur. Untuk
menikmati mimpi yang indah yang untuk pertama kalinya setelah
meninggalkan tanah pertaniannya.
Ketika kereta ciptaannya diuji coba untuk kedua kalinya, istrinya ikut
ambil bagian, yaitu sebagai penumpang. Kreativitas mereka itu
menimbulkan sensasi, beberapa ekor kuda sekonyong-konyong terkejut,
lantas lari sekencang-kencangnya tidak tentu arah ketika kereta Henry itu
lewat di dekatnya. Suara kereta itu menimbulkan pekik yang
memekakkan telinga, lantaran kerasnya. Mendadak kereta itu terhenti
karena mesinnya mati.
Orang-orang menyaksikan keanehan itu serentak menyerbu,
mengelilingi benda yang belum pernah mereka lihat sebelumnya. Sertamerta
mereka bersorak, sebagian merasa kagum, tapi sebagian besar
menunjukkan rasa cemas. Sejumlah besar dari mereka mengeluhkan
suara yang ditimbulkan oleh kereta aneh itu sehingga mengakibatkan
kebisingan dan kegaduhan. Mereka berkata bahwa hal tersebut pasti akan
menimbulkan bencana, sehubungan dengan ia tidak dapat dikendalikan.
Ia hanya bisa lari lurus memanjat bukit dan meloncati tebing-tebing.
Mereka menasihati Henry Ford agar pekerjaan itu diberhentikan saja. Tapi
sang “penemu” itu menjawab, “Kereta ini harus lari, dan lari”, tapi itu
harus diperbaiki, kata mereka. Ford menjawab spontan “Saya sekarang
belum mempunyai dana dan tidak mempunyai koneksi yang dapat
membantu saya. Yang saya pikirkan sekarang adalah bagaimana dapat
menciptakan sebuah ’otomobil’.” Bertahun-tahun lamanya Henry
memikirkan bagaimana ia dapat menyempurnakan hasil karyanya itu.
Demikianlah sampai ia mampu menunjukkan kepada dunia bahwa ia telah
mendapatkan modal yang besar dan kuat, hasil dari gagasan-gagasannya
yang semula dianggap gila itu.
Ketika Henry Ford meninggal dunia pada tahun 1947, ia mencapai
usia 83 tahun. Sedikit sekali orang yang dapat memahaminya, tetapi
berjuta-juta orang tahu bahwa kereta kudanya telah mengelilingi dunia.
sumber: http://www.theprofessional.biz/article/101
No comments:
Post a Comment