LEBIH baik menjadi kepala ayam daripada menjadi ekor gajah. Nasihat orang tua ini menjadi inspirasi I Wayan Astika, pengusaha kerajinan perak asal Gianyar, Bali.
”Nasihat kuno tersebut mengandung pengertian, lebih baik menjadi pemimpin di perusahaan kecil daripada menjadi karyawan di perusahaan besar," kata Wayan Astika.
Berbekal nasihat dari orang tuanya itu, Wayan nekat meninggalkan pekerjaannya yang sudah mapan untuk mendirikan usaha kerajinan perak.
Wayan keluar dari jabatannya sebagai manajer produksi di sebuah perusahaan perak untuk mencoba berusaha sendiri. Faktor kedekatan dengan keluarga serta semangat mengubah nasib ke arah kehidupan yang lebih baik juga menjadi pendorong bapak dua anak ini.
”Dorongan keluarga saat memulai bisnis ini begitu besar. Hingga sekarang keluarga juga terus memberikan dukungan yang luar biasa. Mereka adalah kekuatan saya dalam menjalankan roda bisnis ini," ujarnya.
Kisah Wayan hingga menjadi pengusaha perak diawali pada 1997. Wayan mengawali dari titik paling rendah sebagai sopir pribadi sebuah perusahaan perak di Bali.
Sebagaimana sopir pribadi, tugas Wayan hanyalah melayani keperluan transportasi majikannya. Antar-jemput bos menjadi keseharian Wayan waktu itu. Selama dua tahun Wayan menjalani pekerjaannya sebagai sopir dengan sepenuh hati. Memasuki tahun 1999, berkat dedikasi yang ditunjukkannya, nasib membawa Wayan menjadi sopir perusahaan.
”Masih samasama sopir. Tapi, status saya sudah sopir perusahaan," tutur pria humoris ini. Hanya setahun menjadi sopir perusahaan, promosi jabatan kembali diterima Wayan. Kali ini perusahaan menunjuk Wayan menjadi teknisi. ”Kebetulan saya sekolahnya di STM. Jadi, saya sedikit tahu tentang mesin," tutur Wayan.
Karier di bidang teknisi ternyata menjadi awal loncatan prestasi Wayan di perusahaannya. Karena dianggap berprestasi, berturutturut dia diangkat menjadi supervisor produksi, wakil manajer produksi, hingga jabatan terakhir sebelum memutuskan keluar adalah seorang manajer produksi. Berada di posisi top manajemen sebuah perusahaan perak yang lumayan besar di Bali bagi sebagian orang adalah posisi menggiurkan. Tapi, tidak bagi Wayan. Jiwanya ternyata memberontak. Nasihat kuno orang tua terus saja terngiang di telinganya.
”Saya berpikir, kok begini saja jalannya. Saya ingin meningkat. Hari esok harus lebih baik dari hari ini," kata pria yang fasih berbahasa Inggris ini.
Berbekal pengalaman, semangat, dan dorongan dari keluarga, pada 2008 Wayan memutuskan keluar dari perusahaan tempatnya bekerja untuk mengelola usaha kerajinan perak sendiri. Suami dari Komang Ayu Linda Purmaheni ini mengatakan, peran istri dan dua anaknya saat-saat awal merintis usaha begitu besar.
”Sejatinya saya memulai usaha ini pada 2006, tapi waktu itu istri yang menjalankannya. Dia menawarkan hasil karya kita ke toko-toko kerajinan di Bali," ujar Wayan.
Gayung pun bersambut dengan banyaknya pesanan. Pada 2007 usaha peraknya mampu mempekerjakan satu orang karyawan di bagian produksi. Menyadari prospek cerah di bisnis perak, Wayan makin serius mengembangkan usahanya.
Setelah berjalan hampir tiga tahun, saat ini usaha perak yang digeluti Wayan telah memiliki sekitar 10 karyawan. Peningkatan usaha Wayan tak lepas dari peran Bank Negara Indonesia (BNI) Sentra Kredit Kecil (SKC) Denpasar yang mau mengucurkan bantuan modal dan juga bantuan keterampilan kepada para pelaku usaha kecil menengah seperti Wayan.
Modal awal Rp100 juta dari hasil tabungan mendirikan usaha perak dengan bendera Kaki Bersama Sejahtera (KBS) Silver, berhasil ditingkatkan berkat bantuan modal Kredit Usaha Rakyat (KUR) BNI. Bantuan modal awal yang dikucurkan BNI berjumlah sebesar Rp150 juta. Hingga sekarang Wayan mengaku total bantuan modal BNI yang dikucurkan ke usahanya mencapai Rp350 juta. Sejak itulah produksinya meningkat tajam.
Sebelumnya, KBS Silver hanya mengolah sekitar satu kg perak untuk dibuat aneka aksesori seperti gelang, anting-anting, dan cincin. Sejak adanya kucuran KUR, bahan baku yang diolah meningkat menjadi empat hingga lima kg per hari. Bahkan, belakangan ini perak yang diolah telah mencapai 10 hingga 15 kilogram. Tapi, jumlah itu ternyata belum merupakan hasil produksi yang optimal karena mesin yang dimiliki KBS Silver berkapasitas 20 kg/hari.
Sementara untuk meningkatkan produksi dibutuhkan modal kerja tambahan yang tidak sedikit. Apalagi, belakangan harga perak terus menanjak. Satu hal yang membesarkan hati Wayan, industri kerajinan perak tergolong usaha yang tahan banting. Kendati sempat terpukul krisis ekonomi, bisnis ini masih terus berkembang karena perajin tidak bergantung pada pasar ekspor.
Buktinya, setelah ekspor ke Amerika Serikat dan Inggris berkurang gara-gara krisis, produksi KBS Silver tidak sampai anjlok. Menurut pengakuan Wayan, 75 persen produksinya merupakan pesanan dari pelanggan. Peralihan masyarakat dari menggunakan emas ke perak yang harganya relatif terjangkau juga menjadi alasan lain bertahannya industri kerajinan yang banyak berkembang di Pulau Dewata ini. Dengan harga mulai Rp25 ribu hingga Rp2 juta, perak menjadi bisnis yang menjanjikan. Meski demikian, ada rasa gundah di hati Wayan terkait usahanya tersebut.
Yakni soal promosi. Kurangnya perhatian pemerintah membantu usaha kecil menengah di bidang promosi menghalangi perkembangan usahanya. Padahal, Wayan punya cita-cita tinggi. Usaha peraknya dengan brand Silvernesia (singkatan dari Silver from Indonesia) kelak dapat lebih dikenal secara lebih luas lagi. Ibarat kata, kalau orang bicara silver ya Silvernesia. (sugeng wahyudi)(Koran SI/Koran SI/rhs) (sumber okezone.com)
No comments:
Post a Comment