SEMPAT jatuh bangun, Nana Mulyana sukses menjalani bisnis aluminium. Dari modal menjual mobil, omzet usahanya per bulan kini mencapai miliaran rupiah.
Nana mengaku, menjadi pengusaha adalah solusi untuk meraih rezeki yang banyak. Pria berusia 38 tahun ini berhasil mewujudkan obsesinya menjadi pengusaha aluminium dengan memegang sekitar 35 persen pasar se-Jawa Barat.
Dari mulanya kecil,usaha yang dirintis Nana kini memiliki jaringan penjualan hingga ke pelosok daerah di Jawa Barat. Padahal,sebelum merintis bisnis aluminium,dia yang juga Wakil Komite Syariah Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Barat mengaku sempat jatuh bangun. Pada awal 1990-an, beberapa kali dia membuka usaha di beberapa bidang seperti garmen dan elektronik. Sayang semua usahanya itu harus gulung tikar lantaran kalah bersaing.
”Dulu memang belum ada pengalaman, apalagi terjadi juga kesalahan pengelolaan dan manajemen sehingga membuat usaha yang dijalankan waktu itu harus ditutup,” kenang Nana saat ditemui di kantornya di Jalan Raya Rancaekek, Desa Bojongloa, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung. Semua kegagalan tidak lantas memadamkan api semangat Nana.
Dia terus mencari peluang baru. Mengambil pengalaman dari usaha sebelumnya, dia lantas memilih bisnis aluminium. Menurutnya, usaha yang dipilihnya masih memiliki pasar yang cukup besar. Bermodalkan Rp7 juta dari hasil penjualan mobil, Nana mencoba membidik usaha yang kala itu masih jarang; menjadi perajin aluminium.
”Bila kita perhatikan, hampir semua rumah terdapat aluminium. Baik sebagai bahan baku utama rumah, alat dapur, hingga aksesori rumah tangga lainnya,” ungkap suami Nia Kurniawati ini.
Kali ini Nana tak ingin gegabah, sebelum terjun dalam bisnis kerajinan logam, dia belajar terlebih dahulu ke kakaknya yang membuka usaha serupa di Jakarta. Dengan modal Rp7 juta, Rp1,5 juta digunakan untuk menyewa toko.Sisanya dia belikan perkakas dan bahan aluminium.
Saat itu dia merekrut seorang karyawan yang sudah ahli dalam bidang pembuatan berbagai perlengkapan rumah dari bahan aluminium. Menurut pria kelahiran Majalengka, 14 Juni 1972 ini, saat memulai bisnis aluminium dia belum punya ilmu pemasaran.
Waktu itu dia hanya mengharapkan pembeli datang sendiri ke tokonya Namun, setelah dikaji, pemasaran seperti itu kurang efektif. Dia pun mengubahnya dengan jemput bola. Nana membuat penawaran ke instansi-instansi pemerintah, instansi swasta, juga ke perusahaanperusahaan ritel. ”Kini kami sudah bermitra dengan mereka,” kata Nana. Perlahan tapi pasti usahanya makin berkembang.
Pada 2001 usahanya mendapat status CV dari Departemen Kehakiman dengan nama CV Nuansa Aluminium.Awalnya omzet per bulan bisa mencapai Rp1–2 miliar.
Setelah berjalan lebih dari 10 tahun,omzet per bulan pun makin meningkat.Karena berkembang pesat dan omzet yang terus meningkat, maka status usahanya diubah menjadi perseroan terbatas dengan nama PT Nuansa Aluminium. PT Nuansa Alumunium makin berkembang. Omset perusahaannya pun kini mencapai Rp10 miliar.
Dari yang tadinya hanya mengandalkan satu mesin roll forming buatan lokal, kini dia memiliki lima mesin roll forming buatan luar negeri. ”Harga mesin buatan luar cukup mahal, satu unit mencapai ratusan juta rupiah. Sedangkan yang standar buatan lokal saya simpan saja di gudang,” kata dia sambil tertawa. Meski dinakhodai seorang lulusan SMA, karena waktu kuliah di IAIN Bandung dia terkena drop out, usahanya telah menerapkan manajemen usaha modern.
Kini dia sudah berhasil memberdayakan 150 orang dari awalnya hanya tiga orang. Bahkan, Nana kerap mendorong karyawannya untuk mandiri.Tak heran dia pun sudah memiliki beberapa mitra usaha yang rata-rata dikelola mantan karyawannya dengan 32 lokasi usaha yang tersebar di seluruh wilayah Jawa Barat.
Bahkan,kini mulai berekspansi ke Jakarta,Surabaya, Denpasar, serta distributor dan pengecer di wilayah Jawa Tengah dan Kalimantan. Kemitraan yang dijalin dengan mantan karyawannya adalah dalam penyediaan bahan baku alumunium. Para mitranya diberi kemudahan dalam pembayaran kepada perusahaannya dengan memberikan tenggang waktu pembayaran. Hal inilah yang membuat hubungannya dengan mitra makin harmonis.
Nana memang menerapkan manajemen terbuka kepada para mitra binaannya. Dia memiliki prinsip bahwa apa yang diketahuinya dalam bisnis kerajinan alumunium harus diketahui pula oleh orang lain.”Karena itu, bagi mereka yang berminat berwirausaha di mana pun di seluruh Indonesia, bisa menjadi partner perusahaan kami. Nanti kita latih juga bagaimana cara menjadi perajin aluminium dan mengembangkan usaha ini,” kata Nana.
Menurutnya, dengan manajemen perusahaan modern, ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam memulai usaha,yakni aspek pemasaran harus jadi prioritas, manajemen produksi barang, permodalan dan manajemen keuangan, serta business plan. Kendati begitu dia mengakui, persaingan yang makin ketat kerap jadi kendala utama dalam pengembangan bisnisnya.
Terlebih dengan berlakunya ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) di mana banyak produk China yang lebih murah mulai menggempur pasar Indonesia. ”Karena itulah,strategi paling jitu melawan ACFTA yakni dengan menjalin kemitraan dengan pengusaha lokal.Karena,kemitraan inilah yang tidak bisa ditembus oleh mereka,” ujarnya.
Dia pun tetap optimistis,bisnis aluminium merupakan bisnis jangka panjang. Apalagi pemerintah mulai melarang pembuatan proyek pemerintah dengan bahan dasar kayu karena sumber daya alam sudah mulai menipis.
”Ini sebuah peluang yang amat besar dari bisnis ini. Di Pulau Jawa sendiri aluminium ini merupakan bisnis logam yang tidak akan mati dalam jangka waktu 50 tahun ke depan. Karena itu juga saya terus berekspansi untuk membuka pasar baru di Indonesia,” tandas Nana. (iwa ahmad sugriwa)(Koran SI/Koran SI/rhs) (sumber okezone.com)
No comments:
Post a Comment