TIDAK mudah menyerah. Terus berinovasi dan melihat perubahan sebagai sebuah peluang. Itulah prinsip menekuni usaha yang selalu dipegang oleh Dendy, 35 tahun, pemilik toko pusat jajanan dan oleh-oleh khas Mirasa, Kota Madiun.
Dendy memang tidak memulai usaha dari nol. Sebab, yang merintis usaha jajanan khas ini adalah orangtuanya, Edi Sukanto. Dia baru melanjutkan dan mengembangkan usaha ini sejak 1990-an.
Dendy saat ditemui mengatakan, dulu usaha jajanan khas ini melekat hanya pada jajanan brem asli Madiun. Namun, dia mengaku tidak ingin hanya berhenti pada produk jajanan brem saja. Hingga akhirnya, dia mulai membuat jajanan khas lain seperti sambal pecel, kerupuk puli, lempeng, tempe, dan madu mongso.
“Kami menyediakan jajanan khas dan oleh-oleh khas Madiun. Rupanya, itu diminati oleh pelancong dari luar kota. Sehingga, saat ke Madiun, mereka selalu jujukannya ke sini. Dari situlah, usaha jajanan khas ini berkembang pesat,” ujarnya, Selasa (6/4/2010).
Dendy mengutarakan, semula nama Mirasa itu melekat pada produk brem yang diproduksinya. Namun, seiring perkembangan, nama Mirasa itu kemudian dijadikan sebagai nama toko yang khusus menyediakan jajanan khas Madiun. “Kalau dulu, produknya itu hanya brem saja. Tapi sekarang, ada lebih 1.000 item jajanan khas yang kami sediakan. Semuanya dibuat secara tradisional dan tanpa campur tangan mesin,” ujarnya.
Dia menyadari menjalankan usaha jajanan khas ini tidak mudah dan persaingannya cukup ketat. Untuk menjaga jajanan khas Mirasa ini tetap diminati, Dendy mengaku terus menjaga mutu dan kualitas cita rasa semua produk makanan khas itu. Bahkan, setiap hari ada tim khusus yang melakukan pengecekan mutu produk. “Tujuannya agar semua makanan dalam kondisi baik dan tidak dalam keadaan kedaluwarsa. Sebab, kalau sampai cacat sedikit maka dampaknya akan merugikan pelanggan," ujarnya.
Namun, kata dia, menggeluti usaha jajanan khas ini juga tidak mudah. Dia merasakan beberapa kali ada tantangan yang harus dihadapi. Di antaranya, membanjirnya produk tiruan jajajan khas di pasaran. Selain itu, juga membanjirnya produk makanan dan minuman yang dikemas modern dan disediakan di pusat perbelanjaan. “Kami harus senantiasa melihat perubahan pasar. Namun, perubahan itu kami anggap tantangan dan malah bisa menjadi peluang,” ujar pemuda yang mengaku belum berani berkeluarga ini.
Dia melihat, prospek usaha jajanan khas dan oleh-oleh khas ini akan tetap diminati di masa datang. Sebab, kata dia, jajanan khas ini tidak diproduksi secara massal dan memiliki keunikan yang tidak akan bisa dibandingi oleh produk makanan lainnya.
“Jajanan madu mongso misalnya, dibuat dari tangan-tangan yang sudah terampil membuatnya. Begitu pula, brem dan lempeng. Selain itu, produk jajanan khas ini hanya melekat pada daerah, tidak ada di pasar modern,” urainya.
Toko Mirasa yang dikembangkan oleh Dendy juga berkembang pesat. Di Kota Madiun saja berdiri dua cabang yakni di Jalan Pahlawan dan Jalan Panglima Sudirman, Kota Madiun. Selain itu, toko Mirasa juga ada di Ponorogo, Surabaya, dan Jakarta. Setiap toko itu menyediakan produk jajanan khas yang sama. Sedangkan, jumlah seluruh karyawan yang bekerja di Toko Mirasa itu mencapai 75 orang.
“Kalau soal omzetnya gak perlu disebutkan lah. Yang terpenting, kami terus berusaha mengembangkan jajanan khas dan oleh-pleh khas Madiun ini,” ujar Dendy. (rhs)
(Muhammad Roqib/Koran SI/ade) (sumber okezone.com)
No comments:
Post a Comment