Wednesday, April 6, 2011

Indra Leonardi, Sentuhan Emas Tukang Potret Kelas Dunia

oleh : Yuyun Manopol

Karya-karya foto Indra Leonardi dinilai banyak kliennya sebagai karya masterpiece. Sejumlah tokoh kelas dunia menjadi klien loyalnya. Ia pun dinilai mampu memadukan kepiawaian seni fotografi dengan manajemen bisnis. “Fotografi adalah people-oriented business,” kata sang maestro meyakini.

Sederetan foto pemimpin negara terpampang di dinding Studio King Foto di Jl. KH. Hasyim Asyhari, Jakarta Pusat. Contohnya, ada foto ukuran besar mantan Presiden Filipina Joseph

Estrada. Foto itu berdekatan dengan foto Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ukuran 80×100 cm yang sedang memakai seragam kebesaran presiden, lengkap dengan lencana. Di sisi lain, terdapat foto Presiden Filipina saat ini, Gloria Macapagal Arroyo. Di bagian lain, ada pula foto Gus Dur, Megawati, George Bush senior, Margareth Thatcher, Colin Powell, dan para penggede lainnya. Foto-foto itu bukan sekadar pajangan pemanis, tetapi memang karya Indra Leonardi, fotografer andal yang juga memimpin barisan fotografer di jaringan studio foto King Foto Group milik keluarganya.

Melihat siapa yang dipotret lulusan Brookes Institute of Photography, California, Amerika Serikat ini, orang bisa langsung menilai sosok pemotretnya memang luar biasa. Boleh jadi, karena melihat reputasinya, keluarga Megawati Soekarnoputeri, Gus Dur, hingga Presiden SBY menjadi pelanggan loyalnya. Contohnya, ketika pada Oktober lalu Gus Dur mantu, menikahkan putrinya, Yenny Wahid, Studio King Foto (KF) — lewat anak usahanya di segmen premium, Leonardi Portraiture — ikut menangani perhelatan itu untuk urusan dokumentasi (fotografi dan videografi).

Michael Leonardi, Direktur Pengelola KF Group, juga mengakui Keluarga SBY hingga kini menjadi salah satu pelanggan tetap Leonardi Portraiture. Lihat saja, foto keluarga Presiden SBY dengan menantunya, Anissa Pohan, dan cucunya yang baru lahir dalam busana putih-putih, menghiasai salah satu dinding Studio KF di Jl. Hasyim Asyhari tadi. Setelah dilantik menjadi Presiden terpilih tahun 2009-14, Indra juga diminta memotret pasangan SBY-Boediono untuk dijadikan poster yang akan disebar ke publik. “Beliau sudah lama menjadi klien kami, bahkan sejak sebelum menjadi presiden,” ujar anak sulung dari tiga bersaudara putra Gunawan Leonardi ini.

Indra bukanlah nama asing di pentas industri dan komunitas fotografi di Indonesia. Di mata fotografer senior Darwis Triadi, Indra merupakan salah satu fotografer terbaik Indonesia. Menurut fotografer selebritas ini, kelebihan Indra ada pada sisi konsistensinya dalam bidang portrait dan kemampuannya bertahan dalam dua era fotografi, analog dan digital. Michael menambahkan, adik bungsunya itu sangat tertarik pada fotografi portraiture karena fotografi jenis ini memerlukan proses kreatif yang penuh tantangan.

Jerry Aurum, pendiri JerryAurum Photography dan Jerry Aurum Design Company, juga mengaku kagum kepada Indra sejak masih kuliah. “Dibandingkan fotografer lain sezamannya, ia mampu berevolusi sampai sekarang dengan membuat karya baru,” katanya. Di matanya, ada dua sisi kesuksesan Indra. Pertama, dari segi bisnis, ”King Foto merupakan studio paling sukses dan mampu bertahan di Indonesia,” ucap Jerry tak menutupi kekagumannya. Kedua, kualitas fotonya diakui.


Meski profesionalisme dan hasil karyanya dikagumi banyak orang, nama Indra tak begitu dikenal masyarakat kebanyakan. Tampaknya, pria berkacamata tebal ini memang low profile, tak begitu suka publisitas. Bahkan, bisa dikatakan namanya kalah ngetop dengan nama studio KF sendiri.


Nama Indra baru dikenal sebagai fotografer andal sejak ia meluncurkan buku Indonesian Portrait tahun 2007. Buku ini berisi 108 foto terpilih koleksinya selama 15 tahun perjalanan kariernya sebagai fotografer di Indonesia. “Itu adalah hasil job saya. Mau itu foto siapa, kita harus melakukan yang terbaik. Kalau hasilnya jelek, buat apa?” kata pria kelahiran 19 Agustus 1964 ini tegas, mengomentari koleksi kebanggaannya itu.

Menurut Indra, sebenarnya ia semula tak berpikir menekuni dunia fotografi. ”Awalnya, saya ingin menjadi pembalap,” ujarnya sambil tertawa lepas. Indra menceritakan, masa remajanya banyak dihabiskan untuk berorganisasi. Tak banyak waktu yang diluangkannya di dalam kamar gelap. Namun, ketika ia menjadi salah seorang pengurus Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) di SMA, semua temannya sepakat menunjuknya sebagai penanggung jawab bidang fotografi dan dokumentasi. “Mereka tahu saya punya kamera, sehingga saya ditugaskan menjadi seksi dokumentasi,” ujarnya. Mungkin juga karena mereka tahu, keluarganya punya bisnis fotografi. Selulus SMA, ayahnya mengirim Indra ke Singapura. Di sana, Indra magang pada Watanabe, fotografer kawakan yang bekerja untuk Dentsu, agen iklan ternama dunia. Saat itu Watanabe yang asal Jepang itu tinggal di Singapura. Indra juga sempat menjadi asisten Merreck Smith, fotografer langganan Stephen Spielberg dan Michael Jackson. “Ayah saya sebetulnya sudah mempersiapkan kami untuk meneruskan bisnis keluarga,” ujar Michael mengenang.


Begitu kembali ke Indonesia pada 1989, Indra langsung meluncurkan Leonardi Portraiture, yang didirikan untuk menampung klien kelas premium. Inilah perbedaan antara Leonardi Portraiture dan KF yang mengambil segmen pasar yang lebih umum. Di Leonardi Portraiture, yang menangani foto para kepala negara dan tokoh publik, Indra sendiri yang terjun memotret. Adapun di KF, ada sejumlah fotografer anak buah Indra yang menanganinya.

Meski tak bercita-cita menjadi fotografer, dunia fotografi bukan hal asing bagi Indra. Dari kecil, saat berangkat sekolah, kembali ke rumah dan akhirnya tidur malam, ia sering melihat ayahnya, Gunawan Leonardi, bekerja keras membangun bisnis foto keluarga KF Group. “Meskipun banyak trial and error dan fasilitasnya tak secanggih sekarang, usahanya bisa bertahan,” ujar bungsu dari tiga bersaudara ini. Indra menceritakan, bisnis fotografi keluarga Gunawan dimulai dari Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara. Beberapa tahun kemudian, Gunawan memindahkan KF ke Medan. Awal 1970, KF hijrah ke Jakarta. Kini Gunawan yang telah berusia lebih dari 80 tahun berdiam di Singapura bersama istrinya. Semua urusan bisnis keluarga sudah diserahkan kepada anak pertama dan ketiga. Adapun anak kedua memutuskan menjadi ibu rumah tangga.

Lantas, apa resep KF Group menghadapi persaingan bisnis fotografi yang ketat dan tetap mampu bertahan sebagai pemain penting? Resep pertamanya, memperhatikan pendekatan humanistis (kemanusiaan). Menurut Indra, inilah faktor terpenting. ”Fotografi adalah people-oriented business. Jangan melulu memikirkan teknik, tapi juga harus ada unsur manusianya,” ujarnya. Ia meyakini, melakukan pendekatan personal sangat berguna bagi fotografer untuk mendapatkan jiwa objek foto. Alhasil, foto yang dihasilkannya mampu menggambarkan emosi objek. Hal penting lainnya, fotografer harus percaya diri dengan gayanya sendiri. “Mereka (fotografer) harus pede dengan style mereka sendiri,” katanya tandas.

Indra tak asal bicara. Menurut salah seorang pelanggannya, Addie MS, konduktor Twilite Orchestra, satu hal yang membuatnya terkesan kepada Indra adalah pendekatan personal yang dilakukannya sebelum sesi foto. “Sebelum difoto, saya diajak ngobrol dari hati ke hati tentang apa passion dan pikiran saya sebagai konduktor,” ujarnya. Dengan begitu, foto yang dihasilkan mampu menampilkan aura dan karakter Addie sebagai seorang konduktor orkestra. Di mata Addie, Indra termasuk perfeksionis dan detail. Lihat saja, sesi fotonya menghabiskan waktu hingga siang. “Meski perfeksionis, Indra punya karakter mudah diajak kerja sama. Tidak merepotkan objek. Keramahannya itulah yang menutupi kesan perfeksionis,” ungkap Addie.

Resep kedua, mau berinovasi dan terus belajar. “Kalau saya tahu ada fotografer yang hasil fotonya bagus, saya bisa berada di depan studionya untuk memperhatikan lama-lama hasil foto-fotonya,” kata Indra. Kebiasaan itu terus belanjut sampai sekarang jika ia menemukan karya seorang fotografer dengan kualitas bagus. Dengan cara ini, ia mengaku bisa memperkaya sudut pandangnya.


Menurut Indra, ia juga harus memperhatikan kepentingan dan keadaan klien. “Ketika bertemu objek foto, saya selalu bertanya, ‘Punya waktu berapa lama?’ Tapi kami juga perlu berpikir mereka juga merupakan orang-orang biasa. Kalau terlalu gugup, malah bisa-bisa tidak memperhatikan apakah bajunya rapi atau tidak. Lalu, asal main jepret,” ujarnya. Dikatakan Indra, ini merupakan tantangan bagi fotografer untuk bekerja cepat dalam waktu terbatas.


Karena itu, resep ketiganya, melakukan persiapan. Menurut Indra, persiapan adalah hal yang paling krusial dan menentukan. Untuk menyiasatinya, ia sudah mengambil ancang-ancang di garis mana objek foto nantinya akan difoto. “Dulu waktu film masih hitam-putih, saya kadang menandai plot di lantai untuk objek berdiri di situ, lalu jepret-jepret. Selesai,” katanya. Hitungannya menit bahkan detik. Hal ini menuntut fotografer bisa bekerja cepat dan efisien.


Resep keempat, menjaga kepercayaan klien. Ini misalnya dilakukan dengan menerapkan aturan tidak mengumbar jatidiri klien. Bahkan ketika SWA menanyakan daftar kliennya secara detail, Indra enggan mengungkapkanya. Foto-foto tim Leonardi Portraiture bersama klien tersebut pun tidak boleh masuk ke Facebook dan media Internet lainnya. Seperti diketahui, usai menjalankan sesi pemotretan, biasanya Indra dan timnya berfoto bersama klien. Begitu juga seusai memotret keluarga SBY, Indra bersama timnya foto bareng. “Saya khawatir kalau masuk ke Facebook, nanti malah disalahgunakan,” katanya menjelaskan.

Kepiawaian Indra dalam profesinya sebagai fotografer maupun dalam berbisnis diakui Michael, kakaknya. Dalam pandangan pria kelahiran 18 Desember 1960 ini, Indra mampu berperan sebagai seniman berbakat yang energik, kreatif dan berwawasan luas. ”Indra juga mampu menjalin hubungan relasi dengan siapa pun secara akrab dan menyenangkan sehingga diterima oleh berbagai kalangan masyarakat,” ujarnya. Di mata Michael, Indra adalah sosok yang pandai menyelaraskan bakat seni dengan manajemen bisnis sehingga seni fotografi menjadi sesuatu yang diperhitungkan dalam industri jasa fotografi. Dia mengakui, kehadiran Indra di KF — sepulang dari belajar dan magang fotografi di Singapura dan AS — berpengaruh besar terhadap pengembangan genre dan standar kualitas fotografi pada hasil karya seluruh fotografer KF.


Hingga kini, bersama kakaknya, Indra mengelola 10 studio KF (semuanya di Jakarta). Di luar Studio KF, juga ada sejumlah anak usaha. Pertama, KF Bridal Image yang merupakan distributor tunggal di Indonesia untuk gaun Cymbeline Paris yang langsung diimpor dari Paris. Kedua, Divisi Videografi KF (bidang gaya hidup), yang didirikan pada tahun 2000, dan fokus pada pengambilan momen khusus hari pernikahan. Ketiga, Leonardi Portraiture, divisi premium KF yang didirikan pada 1987. Keempat, Dgra Printing Digital, distributor tunggal di Indonesia untuk art paper Hahne Muhle dari Jerman. Kelima, Neeps Arts Institute of Photography, sekolah fotografi. Cukupkah? “Kami juga ingin membesarkan lab kami,” ujar Indra soal rencana lain bisnisnya. Yang pasti, semua bisnis itu terkait fotografi. Alasannya, KF Group tidak bisa sekadar mengandalkan kebesaran namanya.

Bicara tentang tim, saat ini Indra memiliki 20 fotografer di bawah koordinasinya. Setiap Selasa ia menyediakan waktunya sehari penuh khusus untuk berdiskusi dengan mereka. “Foto saya seperti apa, dan apa yang saya kerjakan minggu itu saya sharing kepada mereka,” katanya. Fotografer yang direkrut di KF rata-rata mempunyai latar belakang pendidikan fotografi baik dari dalam maupun luar negeri. Namun, Indra tak segan-segan merekrut office boy di KF sebagai fotografer. “Mau sekolah tinggi atau rendah, sepanjang dia punya kemampuan foto, kenapa tidak?” ujarnya.

Hal itu sesungguhnya sudah dijalankan ayahnya dulu. “Kesuksesan kami saat ini banyak berasal dari kontribusi mereka,” kata anggota Photo XXV ini. (Photo XXV adalah kelompok 25 fotografer top dunia, yang anggotanya dipilih melalui seleksi oleh komite khusus, dan Indra satu-satunya fotografer dari Asia.)


Salah satu klien penting Indra, Boy Thohir, mengakui kemampuannya. Presiden Direktur PT Adaro Energy itu menilai Indra merupakan salah satu fotografer terbaik yang pernah dimiliki Indonesia. Boy tahu kualitas foto dan karakteristik personal Indra sejak kuliah di AS. Waktu itu, jumlah orang Indonesia yang kuliah di sana tidak terlalu banyak sehingga mereka saling kenal. “Dulu kalau dia butuh objek foto untuk tugas kuliahnya, saya sering diminta untuk jadi objeknya,” ujar Boy.

Alasan lain Boy memilih Indra adalah pendidikan Indra di bidang fotografi. Sejak awal tema foto Indra adalah portrait. Berangkat dari sana, Boy tak ragu memilih Indra. “Banyak fotografer bagus di Indonesia. Tapi di antara mereka jarang yang mengambil sekolah fotografi,” katanya. Baginya, karya foto Indra adalah sebuah masterpiece. Boy mencontohkan fotonya ketika di AS bersama seorang perempuan yang kini menjadi istrinya. “Sampai sekarang masih bagus sekali fotonya,” ujarnya.

Sejak kembali ke Indonesia, Boy selalu menggunakan Leonardi Portraiture untuk acara penting keluarga seperti ulang tahun emas anggota keluarga, pernikahan dan sunatan. Kalau untuk ulang tahun anak-anak, Boy cukup menggunakan jasa King Foto. Ia mengaku tak keberatan dengan tarif yang dikenakan. “Bagi saya, momen-momen itu merupakan sejarah,” katanya.


Boy mengakui baik KF maupun Leonardi Portraiture semakin berkembang setelah Indra kembali ke Indonesia. “Saya rasa tarif Indra memang premium dan bisa dibilang paling tinggi dibandingkan fotografer lainnya yang sejajar. Tapi ini wajar karena fotonya adalah masterpiece,” katanya.


Indra mengungkapkan jadwalnya hingga saat ini masih sangat padat. Setelah posisi sebagai tukang potret kelas dunia berhasil direngkuh, memiliki karya-karya yang dinilai masterpiece, dan punya klien tokoh-tokoh dunia, apa keinginannya saat ini? ”Saya ingin mengurangi jadwal memotret. Saya nggak mau, ketika sudah tua masih motret juga,” ujarnya. Menurutnya, fotografi adalah kerja tim. “Jadi, (saat ini) kalau saya mengerjakan sendiri, dua kali sesi foto aja saya bisa mampus,” ucapnya sembari tertawa. Ke depan, Indra juga berencana akan lebih sering mengikuti berbagai kegiatan yang lebih menghibur dan rileks, tetapi tetap bisa mengasah kemampuan fotonya.


Ya, kini sang fotografer andal nan supersibuk ini rupanya mulai berpikir untuk lebih ”mandito” walau tetap di jalur fotografi. (*) (sumber swa online)

No comments: