Wednesday, April 6, 2011

Jajang Hermawan, Cuma Modal Rp3 Juta, Raup Ratusan Juta/Bulan dari Usaha Kulit

BERMULA dari modal Rp3 juta, Jajang Hermawan meneruskan usaha kulit milik orang tua yang sempat mati. Kini, usahanya mampu meraup omzet ratusan juta rupiah per bulan.

Bicara sepatu kulit sulit dilepaskan dari Cibaduyut, Bandung. Sebagian besar produknya bukan hanya mampu bersaing di pasar lokal, tetapi banyak di antaranya mampu menembus pasar internasional.

Namun, siapa sangka bahan dasar produksi sepatu kulit di Cibaduyut itu sebagian dipasok dari Sukaregang, Kabupaten Garut? Jajang Hermawan, 47, adalah salah satu dari sekian banyak pemasok untuk produsen sepatu kulit di sentra sepatu Kota Bandung itu.

Kini, produksi kulit milik pabrik Jajang untuk bahan dasar sepatu telah mencapai 20 ton per bulan. Omzetnya saja kini sudah mencapai ratusan juta rupiah. Jajang sama sekali tidak menyangka bahwa usaha yang digelutinya dengan susah payah akan menjadi sebesar ini.

Jajang menceritakan awal dari usahanya yang telah membesar ini. Pada Februari 1993, Jajang menghidupkan kembali usaha kerajinan kulit yang telah dirintis oleh ayahnya, Adang Ahmad.

Berbekal ilmu tata cara mengolah kulit dan sejumlah uang modal usaha dari ayahnya, Jajang memberanikan diri menghidupkan usaha tersebut. “Saya hanya diberi uang sebanyak Rp3 juta sebagai modal. Dari uang itu, saya gunakan untuk membeli bahan dasar kulit dan mempekerjakan karyawan,” kata pria kelahiran Garut 4 Agustus 1963 ini.

Saat itu,seluruh proses produksi membuat kulit untuk bahan sepatu berada di atas tanah seluas 2.800 meter persegi. Dengan lima karyawan, Jajang mampu memproduksi kulit untuk bahan dasar sebanyak 3 ton dalam satu bulannya.

Saat itu, keuntungan kotor dari usahanya tersebut dalam sebulan mencapai Rp10 juta. Keuntungan ini selain digunakan untuk membayar upah karyawannya, juga ditabung untuk menambah modal usaha pada bulan berikutnya. “Bersihnya saya hanya menerima sekitar Rp2 juta saja untuk dinikmati,” tambahnya.

Keuntungan sebanyak itu kembali harus Jajang sisihkan lagi, yaitu berapa uang yang akan digunakan untuk menghidupi keluarganya dan mesti dia simpan sebagai cadangan modal di beberapa bulan berikutnya.

“Menabung harus saya lakukan. Saya harus bersiap-siap akan segala kemungkinan yang akan terjadi nantinya. Baik itu berupa perbaikan mesin pengolah sederhana, menambah modal hingga membiayai proses pengiriman bahan kulit yang sudah saya produksi ke produsen sepatu di daerah lain,” paparnya.

Pada awal merintis usaha, Jajang belum memiliki kendaraan pengangkut untuk membawa produk-produk hasil produksinya ke tempat pembuatan sepatu.

Ketika itu, Jajang masih menggunakan jasa travel dalam proses pengiriman barang. Sekali mengirim, Jajang membawa kulit hasil produksinya ke Cibaduyut sebanyak 2.000 kaki atau setara dengan 60 lembar kulit. Kira-kira, dari 60 lembar kulit yang dia bawa dari Garut, baru akan habis terpakai untuk produksi sepatu pada satu atau dua minggu kemudian setelah waktu pengiriman.

Jajang juga belum menggunakan mesin berteknologi canggih. Penggunaan mesin sebagai alat pengolah baru digunakan ketika proses produksinya memasuki tahun kelima, yaitu pada 1995. Itu pun hanya sebuah mesin pencelup tradisional, yakni sebuah mesin yang baru bisa dioperasikan dengan gerakan kaki. Kini semuanya berubah.

Jajang sudah memiliki armada untuk mengirim kulit. Selain itu, mesinnya juga makin modern. Beberapa mesin modern yang dimiliki Jajang adalah sebuah mesin belah (mesin yang digunakan untuk membelah bagian kulit luar dan kulit dalam), dua buah mesin shaving (mesin yang digunakan untuk meratakan kulit), dua buah mesin cetak (mesin yang digunakan untuk menciptakan motif), dan sebuah mesin togle (mesin yang digunakan untuk merapikan kulit yang kusut).

Bukan hanya jumlah mesin yang ditambah, dia pun mengajak serta warga daerah Sukaregang Garut untuk bergabung menjadi karyawannya. Dia telah memberikan lapangan pekerjaan bagi 22 orang warga di lingkungannya.

Dari yang hanya menghasilkan kulit untuk sepatu sebanyak 3 ton, kini dia mampu meningkatkan hasil minimal menjadi 20 ton per bulan. Pemasaran pun mulai dia kembangkan bukan hanya untuk beberapa produsen sepatu di Bandung, melainkan juga telah merambah ke Jakarta, yaitu sekitar kawasan Kapuk.

Bertambahnya bahan kulit yang diproduksi menuntut Jajang untuk memperluas lahan yang digunakannya sebagai tempat proses produksi. Lahan yang dipakai sebagai tempat pengolahan kulit yang terletak di Jalan Sudirman pun diubah Jajang menjadi pabrik. Luas tanah yang asalnya hanya 2.800 meter persegi ditambahnya menjadi 1 hektare.

Sebenarnya, tidak mudah bagi Jajang menjalankan usahanya tersebut. Banyak sekali hambatan dan rintangan yang dihadapinya. Namun, karena kemampuannya membaca situasi dan keberanian diri untuk mengambil risiko, usahanya mengalami kemajuan pesat seperti sekarang ini. (CR– 5/koran SI/adn)(//rhs) (sumber okezone.com)

No comments: