Awalnya, Tasmania Purnamaningsih tak pernah berpikir menjadi pengusaha. Namun, lantaran niat memberikan lapangan kerja bagi orang lain, dia pun membuka usaha tenun.
Kehidupan Tasmania Purnamaningsih sudah mapan sebelum memutuskan menjadi pengusaha tenun. Perempuan ini akrab disapa Nia Wibowo, Nia diambil dari nama panggilannya dan Wibowo dari suaminya, tersebut bekerja di sebuah perbankan nasional. Sebagai wanita karier yang berada di posisi menjanjikan, Nia tentu bisa melakukan apa saja dengan penghasilan yang dimiliki.
Selain itu, Nia juga berkesempatan menapaki jenjang karier yang lebih tinggi. Tapi, di tengah situasi seperti itu, Nia malah merasa gelisah. Dia merasa apa yang dicapai, dimiliki, dan diraih, hanya bermanfaat bagi dirinya, keluarga, dan anaknya saja. ”Saya merasa menjadi makhluk paling egois waktu itu,” tuturnya.
Nia menginginkan kehidupannya lebih bermakna bagi orang lain. Bisa memberikan manfaat bagi sesama walau dalam bentuk paling sederhana sekalipun. Di tengah kegelisahan tersebut, Nia pun berdoa dan berkonsultasi dengan suami demi menentukan jalan terbaik. Tak dinyana, jalan yang diambil Nia sungguh mencengangkan.
Saat kariernya tengah menanjak, dia memutuskan pensiun dini. Mendengar keputusan tersebut, keluarga, terutama suami dan anak, kaget. ”Anak saya protes, kenapa mama pensiun dini, sementara karier tengah bagus-bagusnya. Suami juga demikian,” ujar Nia.
Tekad sudah bulat. Meski mengundang protes, Nia memutuskan tetap mengambil pensiun dini pada usia 45 tahun. ”Keputusan waktu itu didasari niat saya yang ingin segera mewujudkan cita-cita memberikan manfaat bagi orang lain,” ungkapnya. Nia pun tercatat pensiun pada 2008.
Setelah memutuskan pensiun, Nia segera menyusun rencana mewujudkan cita-citanya memberikan manfaat bagi sesama. Yang dilakukannya adalah dengan membuka usaha tenun di tempat tinggalnya di Kabupaten Deliserdang, Sumatera Utara.
Bagi Nia, tenun termasuk salah warisan budaya Nusantara yang wajib dilestarikan dan dikembangkan. ”Selama ini orang hanya mengenal batik sebagai warisan budaya bangsa, padahal tenun juga warisan budaya yang wajib dilestarikan,” tutur perempuan yang hobi jalan-jalan ini.
Sekadar catatan, jauh sebelum memutuskan menekuni usaha tenun, Nia secara diam-diam juga telah berkecimpung di dunia sulaman. Aktivitas itu dia lakukan selama masih bekerja di perbankan, tapi tak dijalaninya secara serius. ”Saya sudah melakoni usaha sulaman 10 tahun lalu,bekerja sama dengan perajin asal Jawa Barat. Tapi memang, tidak dilakukan secara serius,” tuturnya.
Anehnya, meski memutuskan menekuni usaha tenun, Nia mengaku tak memiliki keahlian menenun. Yang dia miliki hanyalah teori, dasar-dasar menenun, dan beragam desain.Itu pun dia baca dari buku-buku tentang tenun.
Nia berpendapat, untuk memiliki usaha di salah satu bidang, tidak harus ahli di dalamnya. Terpenting adalah kemauan serta mengupayakan agar usaha tersebut dapat berjalan dan menghasilkan produk-produk mumpuni. Bermodalkan niat membuka lapangan kerja bagi orang lain, berdirilah usaha tenun dengan bendera Roemah Tenoen. Dalam perjalanannya, tidak mudah mengembangkan usaha ini, terutama di wilayah Sumatera.
Ditambah, tak banyak warga di sekitar tempat tinggal Nia yang bisa menenun. Yang pertama dilakukan adalah memberikan edukasi kepada warga tentang cara-cara menenun.
Nia mengaku bersyukur lantaran Pemerintah Kabupaten Deli Serdang banyak membantu upayanya mengembangkan tenun di Sumatera. ”Jujur, pemerintah daerah banyak memberikan bantuan baik moral maupun bantuan lainnya guna mewujudkan cita-cita saya,” katanya.
Dari hasil pembelajaran tentang tenun, satu per satu, terutama ibu rumah tangga yang diberikan pembekalan mulai bisa menenun. Dari sana, ilmu tersebut ditularkan kepada warga lainnya sehingga tumbuhlah tangan-tangan terampil di bidang tenun di wilayah Deliserdang.
Nia mengaku senang karena upaya dan cita-citanya memberikan manfaat bagi orang lain satu per satu menuai hasil.Terbukti telah banyak warga, terutama ibu rumah tangga,yang menjadi mitra kerjanya.
”Saat ini saya memetik hasil dari upaya dan cita-cita saya. Senang rasanya bisa memberikan manfaat bagi sesama. Terlebih, mereka yang menjadi mitra kerja saya rata-rata berasal dari golongan ekonomi kecil. Kebanyakan adalah istri tukang ojek, tukang becak, dan lainnya,” ucap ibu dari satu putri bernama Maudi Palupi tersebut.
Roemah Tenoen yang memiliki workshop di Kecamatan Tanjung Morawa, Deliserdang, kini telah menjadi salah satu pusat usaha tenun ternama. Satu hal yang menjadikan produk Roemah Tenoen diterima masyarakat, terutama golongan menengah ke atas, karena memang memiliki kualitas tinggi. Produk tenun Roemah Tenoen memiliki desain menarik dan menggunakan bahan sutera. Menurut Nia, bahan sutera dipilih karena dia ingin mengangkat citra kain tenun.
Selama ini kain tenun kebanyakan terasa berat sewaktu dikenakan lantaran menggunakan bahan biasa. Dengan bahan sutera, tenun tidak lagi menjadi masalah saat dikenakan, tapi malah membuat anggun si pemakainya. Lantaran menggunakan bahan sutera, tak heran harga yang dipatok Roemah Tenoen untuk tiap produknya terhitung mahal.
Untuk kain sarung dan selendang yang banyak diminati, harganya berkisar Rp200.000 hingga Rp3,5 juta. ”Biasanya kalau yang paling mahal terletak pada desainnya yang khusus,” kata Nia yang mengaku omzet usahanya berkisar di angka puluhan juta. Selain dipasarkan melalui outlet yang terletak di Deli Plaza Lt 2, Medan, produk Roemah Tenoen juga telah menyebar ke mana-mana.
Ajang pameran menjadi salah satu wahana memasarkan sekaligus memperkenalkan produk ke masyarakat luas. Seperti barubaru ini ketika produk Roemah Tenoen ikut serta pada ajang Inacraft 2010.
Roemah Tenoen dapat berpartisipasi pada ajang pameran bergengsi tersebut lantaran fasilitas Bank Rakyat Indonesia. Nia mengaku, usahanya telah menjadi mitra binaan Bank BRI.
Bank BRI menyalurkan kredit sebesar Rp800 juta. ”Awalnya saya enggak berniat pinjam. Tapi, karena Bank BRI memberikan tawaran, akhirnya saya ambil,” ujarnya.
Ternyata setelah menjadi nasabah Bank BRI, banyak manfaat yang diperolehnya, dari konsultasi bisnis, penasaran, hingga mengikuti ajang pameran Inacraft.
Setelah cita-citanya memberikan manfaat bagi orang lain tercapai, Nia mengaku hidupnya jauh lebih tenang. Dia pun lebih bisa menikmati kesehariannya dengan penuh syukur serta terus melakoni hobinya jalan-jalan tanpa perlu merasa gelisah lagi. (sugeng wahyudi)(Koran SI/Koran SI/ade) (sumber okezone.com)
No comments:
Post a Comment