Sepintas tak ada yang lebih dari gamelan mini buatan Pak Tunut ini. Namun Istimewanya, suara gamelan mini ini persis dengan gamelan asli.
Di rumah Tunut, di Desa Pulorejo Kec Loceret, Kabupaten Nganjuk, Provinsi Jawa Timurtak nampak jika didalamnya terdapat bisnis kecil-kecilan yang sudah dijalani selama 20 tahun lebih itu.
Pembuatan gamelan mini yang selama ini menjadi topangan keluarganya itu, tak membutuhkan banyak ruang untuk memroduksinya. Bahkan, Tunut tak menyediakan tempat khusus untuk merakit gamelan yang berukuran sekitar 30 cm itu.
Usaha ini ditekuni Tunut sejak 1985 silam. Bermula dari rasa ingin tahunya, dia mencoba membeli salah satu gamelan mini yang diproduksi di Tulungagung. Dari sanalah dia belajar untuk merakit sebuah gamelan yang awalnya hanya sebagai mainan anak kecil itu.
Penasaran, dibongkarnya gamelan mini itu, dan dia mencoba memahami setiap bagian dari replika alat musik dari jawa itu.
''Saya butuh waktu tiga hari untuk belajar memahamai seluruh bagian gamelan mini ini. Setelah itu, saya bertekad membuatnya sendiri,'' kata Tunut.
Ternyata langkah bapak dua anak ini tepat. Dia mampu membuat gamelan mini itu dengan kualitas yang jauh lebih bagus dibanding contoh yang dipakainya. Gamelan yang awalnya sering dipakai sebagai mainan anak-anak itu, kini bisa dimainkan layaknya gamelasn asli.
Bahkan, nada disetiap lonjoran baja yang menempel pada gamelan mini miliknya itu, sama persis dengan nada gamelan asli. Bisa demikian, karena Tunut mengacu pada nada gamelan asli untuk membuat gamelan mininya itu.
''Ada tiga jenis gamelan ini. Kecil, sedang dan besar. Semuanya menggunakan nada sesuai dengan gamelan asli. Sehingga meski kecil, bisa dipakai untuk menyanyikan gending-gending layaknya pagelaran wayang kulit,'' terangnya.
Diungkapkan dia, tak mudah untuk membuat nada-nada yang sama persis dengan gamelan asli itu. Dia butuh pelaras nada yang benar-benar paham dengan not-not gamelan. Selain itu, juga mempunyai keahlian meninggi dan rendahkan (tuning) nada yang dihasilakan dari lempengan baja itu.
''Sebelum dipasang, lempengan baja itu di laras dulu. Dengan cara memukul bagian-bagian tertentu jika nada yang dihasilkan terlalu tinggai, atau sebaliknya,'' ungkap Tunut.
Untuk menjalankan bisnis ini, dia dibantu tujuh orang pekerja, yang rata-rata diambil dari tetangganya sendiri. Dia sengaja menampung anak putus sekolah yang jumlahnya memang tergolong tinggi di desanya itu.
''Semua pekerja saya putus sekolah. Ada yang hanya SMP, dan bahkan ada yang SD saja nggak lulus. Dan telah bekerja mulai awal berdiri usaha ini,'' ungkapnya dengan logat jawa kental.
Dari usahanya itu, Tunut mengaku tak banyak mendapatkan keuntungan. Hanya saja, dia mengaku lega jika sebagian rezekinya itu dia bagi dengan beberapa tetangganya. Dari gemelan mini ukuran kecil miliknya, Tunut menjualnya denga harga Rp3 ribu per buah.
Sedangkan ukuran sedang, dia menjualnya Rp6 ribu. Dan yang paling besar dengan panjang sekitar 50 centimeter, dia menjualnya dengan harga Rp10 ribu.
''Itu harga untuk pedagang. Tapi untuk pembeli langsung yang biasa diecer, selisihnya rata-rata Rp2 ribu per buah,'' urainya.
Dalam sehari, Tunut dan tujuh pekerjanya mengaku mampu memproduksi sekitar 300 buah gamelan mini. Ini karena proses pembuatan yang tergolong tak terlalu rumit, apalagi butuh alat khusus.
''Bahannya hanya dari kayu kiloan dan plat baja. Dan proses yang lama saat ?nglaras'," tambahnya.
Lagi-lagi, modal yang menjadi kendala Tunut untuk mengembangkan usahanya ini. Dia mengaku pernah gagal order lantaran tak tersedianya modal yang cukup.
''Pernah datang order dari Kalimantan sebanyak 10 ribu buah. Tapi saya tak sanggup memenuhi karena tak ada modal,'' akunya sembari menyebut jika produknya itu telah dipasarkan di seluruh Pulau Jawa dan Bali. (Tritus Julan/Sindo/rhs) (sumber okezone.com)
No comments:
Post a Comment