Kerja keras, ketekunan, dan tak mudah putus asa. Inilah prinsip pemilik CV Markisa Cemerlang, Chairul A Halim, dalam membesarkan usaha pengolahan buah markisa menjadi sari markisa maupun pulp.
Hasilnya sangat mengagumkan. Kendati masih menggunakan dapur dan pekarangan belakang rumah sebagai lokasi usaha, produknya telah mampu menembus pasar ekspor di Asia, Australia, hingga Eropa. Dia pun berhasil meraih berbagai penghargaan, mulai dari tingkat lokal hingga nasional, di antaranya penghargaan upakarti dalam hal gugus kendali mutu produk dari Presiden RI.
Usaha pengolahan buah markisa mulai dijalankan Chairul 1996 silam dengan modal awal sekira Rp5 juta dan tenaga kerjanya istri dan anak-anaknya. Prosesnya produksinya pun sangat sederhana, hanya menggunakan pisau dan sendok sebagai alat pengeruk buah markisa. Awalnya, uji coba produk hanya dilakukan di lingkungan tempat tinggalnya, di perumahan Hartaco Indah Makassar Nomor 10, Blok 1 AG.
Walaupun respons yang diberikan tetangga di lingkungannya cukup bagus, Chairul kesulitan untuk memasarkan produknya lebih luas. “Pada periode tersebut pemasaran sangat susah. Bahkan, tidak semua toko yang mau dititipi produk sari markisa untuk dijual,” jelasnya.
Namun demikian, Chairul tidak putus asa. Periode 1996-2005 merupakan masa penuh ujian dan kerja keras bagi Chairul untuk mengenalkan dan memasarkan produknya di wilayah Kota Makassar.
Beruntung, di kota Angin Mamiri tersebut mulai marak digelar pelaksanaan meeting, incentive, convention,and exhibition (MICE). “Posisi Makassar sebagai kota MICE sejak 1996 hingga saat ini menjadi sasaran pasar yang potensial bagi produk kami,” urainya.
Chairul pun memanfaatkan pelaksanaan MICE di Makassar, bukan hanya untuk memasarkan produknya. Walaupun hanya laku sedikit, dia tetap telaten untuk mendatangi tempat acara karena tujuannya bukan sekadar pemasaran, tapi sebagai ajang promosi gratis bagi usahanya. Hasilnya pun cukup memuaskan.
Mulai periode itu pula, 2003-2005, dia mulai mengekspor produk olahan markisa ke Australia dalam bentuk pulp. Karena keterbatasan produksi buah markisa dan modal membuatnya hanya mampu mengekspor satu kontainer dari total permintaan sebanyak 12 kontainer.
Sayang, realisasi ekspor ke Australia hanya bertahan dua tahun. Kendati demikian, permintaan untuk ekspor tidak lantas berhenti. Permintaan untuk ekspor masih terus berdatangan seperti dari beberapa negara di Eropa, khususnya Belanda.
Namun, permintaan ekspor ke Belanda tidak dipenuhi Chairul karena permintaan produknya harus dalam bentuk pasteurisasi atau telah melalui proses pemanasan tanpa pengawet. “Untuk tahun ini, permintaan ekspor berasal dari Prancis serta Jepang. Namun, untuk pasar Eropa pada dasarnya masih cukup sulit untuk dirambah,” jelasnya.
Kini Chairul menikmati hasil kerja keras dan keuletannya. Walaupun masih menggunakan dapur dan pekarangan belakang rumahnya sebagai lokasi usaha, usahanya telah mampu menyerap tenaga kerja hingga 50 orang.
Dia juga sudah mempunyai peralatan pengeruk buah markisa senilai Rp10 juta per unit. Sayangnya, berapa omzet produksinya per bulan, dia tidak bersedia mengungkapkan.
“Yang paling penting usaha ini telah mampu memberdayakan petani-petani markisa di daerah, terutama untuk wilayah Malakaji, Kabupaten Gowa, serta petani markisa di kabupaten Tana Toraja,” kata Chairul.
Chairul berangan bisa mengembangkan usahanya, terutama menembus pasar ekspor. Untuk mewujudkan angan tersebut, dia berharap, Pemerintah Sulawesi Selatan mendukung pengembangan budi daya markisa dan promosi.
Untuk promosi, sebagai pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dia merasa tidak pernah dilibatkan secara langsung. Menurutnya, yang diikutkan dalam pameran hanya pegawai pemerintah daerah. (yakin achmad)(Koran SI/Koran SI/ade) (sumber okezone.com)
1 comment:
aslm.. Afwan sblumnya pak. Apa boleh sy yg suplai buah markisa untk bapak? Krn di daerah jeneponto sdah bnyak budi daya buah markisa. Makax sy mau pasarkan di mkassar..
Post a Comment