Tuesday, April 5, 2011

Askari dan Uwinah, Sukses Sirup dari Jeruk Sambal dengan Berdayakan Warga Desa

Pasangan suami-istri, Askari dan Uwinah, berhasil mengubah kesulitan petani jeruk di Desa Weragati, Kecamatan Palasah, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, menjadi peluang usaha yang menghasilkan keuntungan.

Tanaman jeruk sambal dan jeruk peras yang ditanam di area seluas 22,5 hektare (Ha) sangat melimpah di Desa Weragati. Masa panen buah ini memang tidak ada putusnya, baik di musim hujan maupun kemarau.

Sayangnya, harga buah ini naik-turun sehingga kadang bisa anjlok. Menurut Uwinah, 45, Kepala Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) setempat, harga jeruk sambal sempat anjlok hingga Rp300/kg pada 2006 dari biasanya Rp7.000-Rp15.000/kg.

Para petani jeruk sambal enggan memetik buah karena harga jual dengan ongkos memetik tidak seimbang. Uwinah bersama Askari, 46, suaminya, yang menjabat Kepala Desa Weragati, prihatin terhadap kesulitan warganya.

Keduanya berpikir agar bisa memecahkan masalah yang dihadapi petani jeruk di desanya. Mereka meminta Kepala Urusan Ekonomi dan Pengembangan (Kaur Ekbang) desa setempat, Didi Suryadi, lulusan sarjana teknik pertanian Universitas Widya Mataram Yogyakarta, untuk meneliti kandungan jeruk sambal.

Hasilnya, jeruk sambal memiliki kandungan minyak asiri. Setelah dihitung, keuntungan dari minyak asiri terlalu kecil serta hanya bagian kulit jeruk yang dimanfaatkan, sedangkan dagingnya terbuang.

Uwinah dan Askari lalu bermusyawarah dengan warga dan Didi Suryadi untuk memanfaatkan bagian daging jeruk. Terciptalah pengolahan daging jeruk menjadi sirup. Sirup dari jeruk sambal itu diberi nama Jestika, kepanjangan dari Jeruk Sambal Weragati Majalengka.

Modal saat usaha ini mulai dijalankan dibantu dari Koperasi Bina Mandiri di Desa Weragati sebesar Rp6 juta. Sambil meneliti lebih lanjut, Uwinah yang juga Ketua Tim Penggerak PKK Desa Weragati bersama anggotanya mencoba menampilkan hasil pengolahan jeruk itu pada Pameran Pembangunan Kabupaten Majalengka di Lapangan Gelanggang Generasi Muda (GGM) pada 2006. Hasil karyanya mendapat sambutan luar biasa, termasuk dari Pemerintah Kabupaten Majalengka.

“Saat itu kami belum mengantongi izin PIRT (Pangan Industri Rumah Tangga), apalagi sertifikasi halal. Namun, permintaan pengunjung yang ingin membeli produk Jestika cukup banyak sehingga pegawai dari Dinas Kesehatan mempersilakan kami untuk menjualnya. Alhamdulillah, produk Jestika terjual laris dan habis,” kata Uwinah di tempat produksi sirup Jestika, Blok Pasar Desa Weragati belum lama ini.

Menurut Uwinah, tempat produksi Jestika pertama kali di balai desa dengan enam pegawai bagian pengupas kulit dan dua pegawai penyuling. Peralatan yang dimiliki masih terbatas pada alat-alat manual serta belum mengantongi izin PIRT dan sertifikat halal. Kelengkapan tersebut baru dapat terpenuhi setelah mendapatkan bantuan keuangan program pembinaan dari Bank BRI.

Wanita kelahiran 2 November 1965 itu menuturkan, pernah mengalami kesulitan membeli beberapa peralatan yang rusak pada 2008. Atas dasar itu, pihaknya mendapatkan penawaran program pembinaan dari Bank BRI pada September 2008 lebih dari Rp20 juta setelah mengisi dialog di TVRI Bandung.

“Kami menyambut baik program tersebut dan Alhamdulillah semuanya berjalan lancar. Peralatan yang rusak diganti dengan yang baru dan bisa membeli peralatan pelengkap lainnya. Sisanya kami gunakan untuk pengembangan usaha,” kata Uwinah.

Setelah berjalan satu tahun empat bulan, tepatnya pada Maret 2010, saat mengikuti pameran di Jakarta, Jestika mendapatkan penawaran kedua dari Bank BRI untuk memperpanjang program pembinaan. Nilai bantuan bertambah menjadi sekira Rp50 juta.

Bantuan tersebut digunakan untuk pengembangan usaha dan peningkatan sarana dan prasarana di antaranya tempat produksi, outlet Jestika, perizinan, dan sertifikat halal.

“Kami mengucapkan terima kasih kepada Bank BRI yang telah membantu usaha yang dikelola oleh Bumdes (Badan Usaha Milik Desa) yang di dalamnya adalah ibu-ibu dari tim penggerak PKK Desa Weragati,” ujar Uwinah.

Kini Uwinah dan Askari telah mengenyam hasil jerih payah mereka. Sebanyak 50 warga dari keluarga eks penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) bekerja sebagai pengupas kulit. Aset yang dimiliki Jestika pun bertambah menjadi sekira Rp200-an juta.

Untuk itu, ibu dua anak ini mengaku optimistis dengan usaha yang dikelolanya meski harus bersaing dengan minuman segar produksi pabrik.

“Minuman segar Jestika sangat natural karena berasal dari buah jeruk asli dan memakai gula tebu. Selain natural, Jestika juga bisa menjadi ikon minuman segar asal Kabupaten Majalengka. Jestika bisa jadi oleh-oleh khas Majalengka. Kami yakin Jestika akan berkembang dengan pesat,” ujar Uwinah. (taofik hidayat)(Koran SI/Koran SI/ade) (sumber okezone.com)

No comments: