Kesuksesan tentu tak serta-merta direguk seseorang. Namanya berbisnis, jatuh-bangun, pahit-getir, dan pasang-surut pernah dirasakan pria asli Balongsari, Kecamatan Tandes, Surabaya ini.
Kini pria kelahiran 1 Maret 1977 ini sukses mengelola CV Sawoong Creative. Gerai Sawoong Creative tersebar di beberapa lokasi, antara lain City of Tomorrow, Jembatan Merah Plaza (JMP), House of Sampoerna, dan Royal Plaza yang semuanya di Surabaya.
Tak ketinggalan, workshop-nya di Kalijudan III/2 Surabaya juga dilengkapi gerai meski sederhana. Gerai-gerai inilah yang seolah menjadi mesin pencetak uang bagi suami Sukma Dewi ini.
“Semuanya ini berawal dari hobi selama kuliah. Meski mengambil jurusan FISIP, saya tertarik pada desain grafis. Sejak masuk kuliah 1996, saya belajar desain grafis secara autodidak,” terang jebolan Sosiologi FISIP Unair tahun 2000 ini.
Hobinya itu terilhami kebiasaan para senior maupun teman kuliah seangkatan yang selalu menuangkan ide-idenya ke dalam desain grafis yang lantas diaplikasikan ke t-shirt.
“Rasanya ada kebanggaan jika kita memakai kaus dengan desain pribadi sebagai wujud ekspresi diri,” urai bapak dua anak yang pernah menekuni profesi sampingan sebagai penjual lukisan ini.
Lantaran desainnya selalu menarik perhatian, akhirnya Kuncar, demikian Kuncarsono Prasetyo biasa disapa, yang kala itu masih menyandang status mahasiswa kerap kali kebanjiran order cetak kaus untuk kegiatan internal kampus.
Usaha tersebut tak disangka berkelanjutan, bahkan sempat menjadi usaha sampingan tatkala dia menyandang status sebagai salah wartawan sebuah harian lokal terbitan Surabaya. Seiring dengan meningkatnya omzet bulanan, Sawoong Creative kini justru menjadi sumber penghasilan utama.
“Saya sengaja mengangkat heritage sebagai tema cenderamata yang saya produksi, baik itu kaus, gantungan kunci, pin, tas, sandal maupun lainnya. Ini wujud kepedulian dan kecintaan saya terhadap cagar budaya di Surabaya, kota kelahiran saya,” sebut pria berhobi berat bersepeda gunung ini. Kali pertama Kuncar mengangkat tema cagar budaya sebatas pada t-shirt berlabel Sawoong.
Ini juga didasari hobi mengoleksi foto, buku, reklame lawas. Dengan modal awal Rp2,5 juta hasil tabungan, awal 2009 Kuncar memberanikan diri mencetak kaus. Semula dia sebatas membuat desain yang kemudian dibawa ke perusahaan konveksi di Sidotopo, Surabaya.
Seiring waktu, pesanan mulai menghampiri, bahkan membanjiri. Di saat kewalahan menghadapi pesanan, kerap kali Kuncar menuai kekecewaan. ”Gimana tidak kecewa, uang muka sudah masuk tapi pesanan sablonan belum jadi. Perusahaan konveksi biasanya mendahulukan order sendiri. Berpindah-pindah perusahaan konveksi sempat saya lakoni,” ungkapnya.
Pada Juli 2009, Kuncar memberanikan diri membuka usaha konveksi sendiri. Merek dagang Sawoong yang telah familier tetap dipakainya. ”Juli 2009 saya mulai belanja keperluan konveksi.Total modal sekira Rp15 juta. Itu dari untung usaha. Dengan Rp15 juta saya bisa beli mesin jahit tiga unit, mesin potong satu unit dan peralatan sablon,” katanya.
Memanfaatkan rumah kontrakan Rp2,5 juta per tahun di Kaliwaron III/7, Surabaya, Kuncar mulai menjalankan usaha hingga akhirnya pindah di Kalidami III/2. Kini dia mempekerjakan sedikitnya 10 orang. ”Omzet bulanan sekarang antara Rp75 juta-Rp100 juta. Itu dipotong ongkos produksi sekira Rp40 juta dan gaji karyawan. Bersih sekira Rp27 juta,” katanya.
Laba yang didapat selalu ditambahkan sebagai modal usaha. ”Saya optimistis, usaha ini akan terus berjalan. Selain terinspirasi dengan cenderamata yang ada di kota atau negara lain. Dalam menekuni usaha saya juga mengedepankan hal yang beda. Kalau saya murni bisnis garmen, akan kalah dengan produk China yang murah, karena itu diperlukan keunikan,” bebernya.
Berangkat dari keyakinan tersebut, tak semua pekerjaan Sawoong Creative diserahkan ke pekerjanya. Lantaran desain merupakan roh Sawoong, Kuncar sengaja menangani langsung pekerjaan yang satu ini. Namun, soal jahit, sablon, dan lainnya, dia serahkan ke pekerja.
Yakin cagar budaya sebagai trade mark bisa membuat hidup usahanya, Kuncar menolak keinginan pencinta kaus oblong yang minta desain Jembatan Suramadu atau bangunan baru lain.
Dia tetap konsisten terhadap cagar budaya Surabaya dengan harapan banyak orang datang ke Kota Pahlawan dan menjadikan produk Sawoong sebagai oleh-oleh.
Dengan begitu, cagar budaya Surabaya tak sebatas bisa dinikmati melalui foto. ”Kalau lewat foto, sedikit orang yang bisa menikmatinya. Tapi kalau diangkat ke kaus, tentu banyak orang bisa melihat,” katanya.
Kesuksesan yang direngkuh tak membuat Kuncar berpuas diri. Tahun ini dia pasang target membuat waralaba atas usahanya. ”Ada beberapa kenalan yang ingin waralaba atau kerja sama bagi hasil menekuni usaha sejenis. Ada dari Jakarta, Bali, Malang, dan lainnya.Tema yang diangkat sama, cagar budaya di tiap kota tersebut,” katanya.
Dengan gerai waralaba, Kuncar berharap makin memantapkan usaha yang dirintisnya. Sebuah usaha yang berangkat dari hobi. (soeprayitno)(Koran SI/Koran SI/ade) (sumber okezone.com)
No comments:
Post a Comment