PADA era 1990-an Tatang Sadnumi hanya pemasar sumpia, kue kering khas Cirebon, Jawa Barat. Dia mengambil sumpia dari pabrik dan mengedarkannya ke warung-warung kecil.
Berkat ketekunan dan kerja keras kini dia memiliki pabrik kue sumpia dan mempekerjakan puluhan karyawan. Tatang dan istrinya, Juju Juhaeni, sekarang memproduksi kue sumpia. Produksi pabriknya tidak hanya dipasarkan di Cirebon, tapi juga dipasarkan ke daerah-daerah lain. Tingginya permintaan terhadap kue berbahan baku terigu dan udang itu membuat mereka kewalahan memenuhi pesanan.
Sumpia sering disajikan dalam berbagai acara, seperti hajatan, jamuan Lebaran atau camilan sehari-hari. Selain memproduksi sumpia, Tatang memproduksi kue keju. Di pasar tradisional atau swalayan, kedua jenis kue buatannya dikemas dalam bungkus plastik. Kebanyakan sumpia yang beredar di Cirebon dan sekitarnya berasal dari pabriknya. Menjelang Lebaran merupakan masa panen bagi Tatang.
Saat itu permintaan terhadap sumpia naik 30 persen dibanding hari-hari biasa. Pada hari-hari biasa dia butuh 500 kilogram (kg) tepung terigu per hari untuk memproduksi 100 bal kue. Dengan harga kue Rp70 ribu per bal, omzet usaha Tatang mencapai ratusan juta rupiah per bulan. “Awalnya kami menitipkan kue ini ke toko-toko di sekitar rumah saja. Sekarang kami kewalahan memenuhi permintaan dari berbagai daerah seperti Tegal dan Bekasi,” ujar Tatang.
Kesuksesan Tatang tidak diraih mudah, melainkan melalui proses perjuangan bertahun-tahun. Dia pernah jatuh bangun dalam berbagai usaha yang digelutinya sejak muda. Namun, setiap kegagalan selalu dijadikannya sebagai pelajaran berharga. Dia selalu mencoba bangkit dari kegagalan tersebut. Berkat kerja keras dan keuletan kini Tatang menikmati kesuksesan.
”Saya sudah belajar usaha sejak lulus SMA pada 1977.Saat itu saya berjualan gula merah keliling kampung,” tuturnya. Merasa kesulitan menjual gula merah, sejak 1993 Tatang beralih memasarkan sumpia. Saat itu dia mengambil kue ini dari sebuah pabrik di Kecamatan Talun, Kabupaten Cirebon.“Saya memasarkan sumpia dengan menyetor ke warung-warung kecil di Cirebon,” katanya.
Lantaran jumlah pelanggannya terus bertambah,Tatang mengaku sering kesulitan mendapatkan sumpia, khususnya saat mendekati Lebaran. Atas dasar itu dia mulai tergerak untuk memproduksi sumpia sendiri. Pada 2005 Tatang mulai menjalankan rencananya. Pada tahap awal kue diproduksi di rumahnya, bermodalkan beberapa kilogram tepung terigu.
Tatang mendatangkan pekerja yang sudah ahli membuat jenis makanan itu. Bersama ibu-ibu di lingkungan tempat tinggalnya Tatang bersama istri kemudian belajar membuat makanan itu. Dia kemudian mengedarkan kue sumpia produksinya ke warungwarung kecil yang selama ini menjadi pelanggannya. Tatang, yang sudah berpengalaman, tidak sulit lagi memasarkan kue sumpia produksinya. Kue buatan Tatang ternyata diminati pasar dan selalu ludes terjual.
Dia lantas menambah kapasitas produksi.Tatang juga memperluas pasar dengan menawarkan kue produksinya ke warung-warung dan pasar-pasar yang jauh dari kediamannya. Dengan mengajak relasi dan langganan di berbagai kota untuk bergabung memasarkan produk, permintaan sumpia buatannya terus meningkat dan usaha Tatang terus berkembang. Tatang pun terus menambah jumlah karyawannya dengan merekrut kerabat dan tetangga.
Lantaran rumahnya sudah tidak memadai lagi sebagai pabrik kue, untuk menambah kapasitas produksi dia kontrak sebuah rumah, tidak jauh dari tempat tinggalnya. Perkembangan tidak berhenti di situ. Tatang pun memutuskan membeli sebidang tanah tidak jauh dari tempat tinggalnya untuk membangun pabrik. “Berkat kucuran kredit dari Bank BTN akhirnya saya bisa membeli sebidang tanah dan mendirikan pabrik baru di Blok Karangbaru,” ujar Tatang.
Selain mendapatkan kucuran kredit Tatang mengaku banyak difasilitasi oleh Bank BTN. “Pinjaman dari Bank BTN sangat membantu pengembangan usaha saya. Selain itu, kami bisa berkonsultasi bisnis,” ujarnya. Dia berharap Bank BTN terus mendukung usahanya agar terus berkembang dan menciptakan lebih banyak lapangan kerja.Tatang merasa bersyukur bisa membantu pemerintah mengatasi pengangguran.
Saat ini dia mempekerjakan sedikitnya 50 karyawan yang kebanyakan ibu-ibu dari lingkungan sekitar.“Sebagian karyawan juga ada yang berasal dari luar Kota Cirebon.Bagi mereka yang tempat tinggalnya jauh kami siapkan kendaraan untuk antar-jemput,” kata Tatang. Pabrik sumpia Tatang di Kampung Karangbaru cukup luas. Pabrik tersebut berdiri di atas tanah seluas seribu meter persegi.
Saat harian Seputar Indonesia berkunjung terlihat puluhan pekerja sedang sibuk membuat sumpia. Ada yang membuat adonan, mencetak kulit spring roll, sibuk mengisi dan menggulung kulit dengan udang, atau bumbu sumpia yang lain. Sumpia yang sudah digulung itu kemudian digoreng hingga berwarna kecokelatan. Demi menjaga kualitas produk Tatang turun langsung mengontrol pekerjanya di pabrik.
Bersama istri, terkadang Tatang masih meramu bumbu untuk sumpia.Namun jika sedang sibuk, keduanya mempercayakan tugas tersebut kepada anaknya yang sudah terlatih. “Kami juga sering mendengarkan masukan-masukan dari para pelanggan, misalnya produk kami keasinan atau terlalu manis,” kata Tatang.
Saat ini Tatang sudah mengembangkan sumpia dengan berbagai variasi rasa seperti rasa bawang, abon, dan udang. Tatang mengaku tidak khawatir menghadapi persaingan. “Kuncinya kita ikuti selera pasar dan memberikan yang terbaik bagi konsumen,”ujarnya. Kebahagiaan bisa datang karena mampu memberikan manfaat bagi orang lain. Pilihannya menekuni bisnis tidak salah lantaran bisa menciptakan lapangan kerja.
“Dengan bisa membantu orang lain saya merasa hidup lebih berarti. Sebaik-baik orang adalah yang bisa memberi banyak manfaat bagi orang lain,”katanya. Kesuksesan yang dia raih tak lepas dari bantuan banyak pihak, termasuk Bank BTN yang turut memfasilitasi perkembangan usahanya. “Alhamdulillah, sekarang saya bisa membeli rumah sendiri dan membeli beberapa mobil untuk usaha. Pendidikan anakanak juga lancar,”ujar Tatang. (adn)
(Ibnu/Koran SI/rhs) (sumber okezone.com)
No comments:
Post a Comment