Wednesday, March 14, 2012

Budi Argawa, Mantan Bankir yang Sukses Menekuni Bisnis Pepaya

Saya Budi Argawa, usia saya 60 tahun, lahir di Gianyar Bali tanggal 13 Maret 1949, anak 4 cucu 4.

Latar belakang saya seorang bankir yang ingin meningkatkan kehidupan petani. Ini membawa saya untuk terjun ke bidang pertanian secara utuh. Jadi bagi saya untuk membela petani kita harus benar-benar ikut merasakan bagaimana kehidupan seorang petani. Saya mulai menggeluti pertanian ini sejak tahun 2004.

Mulanya saya melakukan penanaman di Bali berupa pohon-pohon jati. Saya punya program sejuta pohon dan yang sudah saya tanam 160 ribu lebih. Kemudian saya tingkatkan untuk masuk ke pertanian papaya. Karena pepaya itu banyak dibutuhkan dimana orang dari makan pagi sampai malam selalu dikonsumsi. Lihat saja di pesta-pesta selalu ada pepaya sedangkan di kesehatan pepaya adalah buah yang terbaik. Pepaya juga banyak dipakai untuk obat-obatan dan sebagainya.

Sementara itu di Bali, pepaya didatangkan dari Jawa. Sehingga saya memulai dengan swasembada. Jadi semua sesuai kemampuan sendiri dan saya mendapatkan bibit yang terbaik dari Hawai. Awalnya memang dari Thailand tapi menurut mereka bibit yang paling bagus dari Hawai. Akhirnya saya membeli bibit pepaya Bangkok dan Hawai. Setelah saya tanam di Bali ternyata ada permintaan dari RRC untuk campuran sub. Dan itu ada permintaan 200 ton per bulan. Kebetulan di Bali saya punya tanah 1,7 hektar dengan 1700 pohon yang menghasilkan 1,5 ton per minggu.

Untuk itu saya berusaha meningkatkan kemampuan guna memenuhi permintaan konsumen. Saya terus mengembangkan dan harga yang kita miliki di Bali tidak bisa terlalu mahal. Jadi peluangnya saya cek dan harganya cukup bagus untuk pepaya di Jakarta. Karena harga di supermarket bisa 7000 per kilo di Jakarta sedangkan di Bali cuma 5000 per kilo. Kita lihat harga sangat menjanjikan makanya saya datang ke Jakarta.

Dengan satu idealis saya memberikan contoh kepada temen-temen di Bali karena mereka banyak yang meninggalkan pertanian untuk masuk ke pariwisata semua. Memang banyak orang-orang muda yang mau berkarya tapi kalau di pertanian kurang berminat. Saya melihat bahwa kalau tidak memberikan keteladanan sebagai seorang bankir yang masuk kedunia pertanian memberikan contoh bahwa kita mau kerja. Kita memiliki tanah yang bagus, pasarnya juga bagus dan saya ingin menunjukkan bahwa ada petani dari Bali yang datang ke ibukota. Disini saya memiliki 10 ribu pohon dengan luas tanah 5 hektar.

Masa panen pepaya cuma 8 bulan dan saya melatih temen-temen petani yang disini. Merawat pepaya ini perlu perlakuan khusus karena kita harus mempertahankan bunga ini supaya menjadi buah. Apalagi tanah disini kurang bagus makanya kita harus lebih banyak pupuk kadang guna memperbaiki unsure hara. Bahkan saya harus mendatang pupuk terbaik di dunia dari Malaysia dimana satu gallonnya hampir 2,5 juta. Memang mahal dan umumnya petani tidak berani membeli pupuk ini.

Untuk pepaya ini berturut-turut bisa tiga kali panen dan setelah itu tidak layak untuk pepaya tapi kita tanami kedelai, kacang tanah dan sebagainya. Dengan 10 ribu pohon ini target saya menghasilkan 5 ton per hari selama 2 tahun. Dengan harga rata-rata 6000 – 7000 per kilo. Pepaya hawai sudah masuk ke supermarket Yogya, Makro, Jakarta buah, cempaka buah, total buah, duta buah dan toko-toko buah lainnya hampir rata kita masuki. Cuma saat ini masih menghasilkan 1 ton per dua hari karena sekitar seribu pohon yang bisa di panen.

Pohon pepaya ini ada dua macam yaitu pohon laki dan perempuan. Yang buahnya bulat itu perempuan sedangkan yang buahnya panjang laki. Tapi itu hanya soal alamiah saja karena rasa tetap sama manisnya bahkan semangka saja kalah manisnya dengan pepaya Hawai. Disamping itu pepaya hawai lebih tahan lama sehingga berbeda dengan pepaya lainnya.

Benih pepaya hawai ini harganya 38 juta per kilo makanya petani biasa tidak ada yang beli dan itu dalam US dolar. Karena saya seorang bankir maka bisa membeli benih tersebut. Jadi modalnya harus besar sekitar 400 juta. Saya akui yang paling mahal dari benih kemudian pemeliharaan seperti pupuk kandang. Kebetulan kita kerjasama dengan pak Oles yang punya produk pupuk IM 4 yang sudah dikomposkan. Kita tidak mau pakai pupuk ayam.

Saya ahli pepaya karena saya belajar. Sebab saya ingin memberdayakan petani dan target saya adalah petani harus mendapatkan bibit unggul, bibit yang bagus sehingga hasilnya dapat meningkatkan kesejahteraan petani. Saya ingin membagi ilmu dengan para petani di Bali. Saya memberi bibit unggul kepada petani dan mereka akan mengembalikan ke saya yang kemudian saya berikan kepada petani lainnya.

Begitu pula dengan petani yang sudah saya support bibit tadi juga harus bisa memberikan bibit kepada teman-temannya. Dengan demikian akan berkembang secara anak pinak ke petani-petani. Dan ini akan kita sejahterakan dengan nama Budi Argawa sejahtera. Saya akan buat terdata dan terukur anak cucu saya yang akan saya kumpulkan untuk beri mereka semangat. Saya akan ubah mainset mereka bahwa mereka bukan lagi pekerja tani tapi pengusaha tani.

Hal ini bisa dikembangkan ke tanaman palawija seperti kacang tanah, kedelai, jagung dan sebagainya. Saya mengajarkan ke petani untuk mencari bibit unggul yang bagus dan itu yang akan saya carikan. Saya ajari mereka pola tanam yang benar dan saya akan membina mereka. Saya seorang praktisi dan saya pelaku langsung dalam pertanian. Saya ingin bantu orang lain.

Planning kedepan, saya akan membuka lahan pertanian di daerah Jabodetabek. Karena target saya mencari tanah yang terbaik di daerah Jakarta dan sekitarnya. Setiap tanah yang akan saya tanami selalu dilakukan uji lab di ITB dan ini orang tidak lakukan. Yang saya pakai selalu lahan kritis dan lahan tidur karena itu memberdayakan. Jangan menanami sawah orang yang sudah subur dan saya kuasai dengan uang, itu salah. Memang semua tadinya alang-alang dan kita olah menjadi sesuatu yang bermanfaat.

Disini saya memperkerjakan 17 orang dan saya ingin angkat banyak orang untuk bekerja. Kalau bisa tidak ada sejengkal tanahpun di Indonesia yang kosong, kita semua harus menghasilkan. Dalam bisnis selalu ada trial and error dan saya pernah menanam jati mas pernah gagal. Meski di Indonesia negara agraris tapi dokter penyakit tanaman tidak ada. Makanya kita harus belajar belajar dan belajar kemudian harus berbagi.

Dengan berbagi saya menerima berkah banyak dan bisnis tambah lancar. Saya dibankir sudah 18 tahun lebih dan tambah saya berbagi bisnis tambah bagus. Jadi petani betul-betul capek tapi sehat dalam arti kata kita bahagia. Mereka saya support, anda bisa kalau anda mau. Pertama akan saya bantu bibit yang betul. Kedua, cara pola tanam. Ketiga, harus tahu pasar. Kalau kita bisa swasembada sendiri kita berarti tidak usah devisa keluar lagi. Sehingga pengabdian saya yang tulus ini membuat saya happy. Saya sewa tanah dan mengolah tanah-tanah terlantar.

sumber: http://www.majalahwk.com/artikel-artikel/teropong-usaha/295-edisi-majalah.html

No comments: