Nama topnya: Jeng Ana. Meski masih muda, 34 tahun, kehadirannya di dunia pengobatan herbal cukup fenomenal. Meski industri ini sudah lama disesaki banyak pemain, tapi klinik yang dikelola pemilik nama asli Ana Soviana ini tidak pernah sepi pengunjung. Jumlah pasiennya mencapai ribuan yang tersebar di 5 kota di cabang Klinik dan Salon Aura Jeng Ana dengan omset miliaran rupiah per bulan. Tidak heran bila kini dia dijuluki Si Ratu Herbal.
Jeng Ana tampaknya sosok yang mengerti diferensiasi. Penampilan dirinya dan kliniknya berbeda dengan klinik herbal kebanyakan. Dari sisi penampilan, dia selalu mengenakan jilbab, modis. Dia pun pandai bergaul, tutur katanya halus. Oh ya, satu lagi: suka mengendarai Toyota Alphard jika bepergian. Begitu juga kliniknya, jauh dari kesan magis, apalagi bau kemenyan yang memabukkan dan bernuansa klenik. Semua sudut ruangan didesain modern bak ruang praktik dokter: rapi, bersih, wangi, plus berbagai hiasan rak artistik untuk memajang aneka ramuan herbal.
Keahlian Jeng Ana dalam mengobati non kimiawi itu diwarisi dari sang kakek. Adalah Mbah Kaslam Sastraningrat (alm) yang dipercaya masyarakat Purwodadi (Ja-Teng) sebagai tabib yang mampu menyembuhkan berbagai penyakit dengan ramuan herbal kala itu. “Sejak kecil saya sering ikut mendampingi kakek mengobati pasien,” ujar wanita kelahiran Purwodadi, 15 Juli 1977, itu.
Setelah sang kakek meninggal dengan mewariskan tanah seluas 1,5 hektar untuk ditanami tanaman obat-obatan, Jeng Ana memberanikan diri hijrah ke Jakarta. Waktu itu, dia tidak langsung buka praktik, tapi sempat bekerja sebagai sales mobil dan menjadi asisten di usaha farmasi. Kerasnya hidup Jakarta dan berbekal pengalaman mengobati herbal di kampung, memotivasi Jeng Ana membanting setir: membuka usaha sendiri. Tahun 2004 dia buka klinik perdana di Kalibata Timur yang ukurannya masih kecil dan sederhana.
Di luar dugaan, pengunjung kliniknya datang bak air mengalir. Tidak hanya mereka yang menderita berbagai penyakit saja yang berkunjung ke kliniknya, melainkan juga orang-orang yang ingin tampil lebih cantik dan bugar. Alhasil, seiring berjalannya waktu, gedung klinik diperluas dan dilengkapi ruang penginapan pasien yang butuh waktu terapi lama. Tidak puas hanya praktik di Jakarta, kliniknya terus melebar. Saat ini jumlah cabang tersebar di Tangerang, Bandung, Bali dan Pekanbaru. “Untuk klinik yang di Kalibata saja omset mencapai em-em an (miliaran),” ucap pakar herbal yang rajin menyantuni anak yatim piatu tersebut.
Apa sih kelebihan pengobatan herbal Jeng Ana? Isteri dari Suprayitno ini mengklaim, ramuan herbal yang diraciknya terdiri dari ratusan jenis tanaman obat. Ini terobosan yang membedakan dengan pengobatan herbal umumnya yang cuma menggunakan 1-7 jenis tanaman obat. Dengan demikian, lanjut pelahap aneka literatur dunia herbal itu, pengobatan tidak setengah-setengah, tapi total.
Keunikan lain, calon pasien harus membawa hasil pemeriksaan medis rumah sakit atau dokter terlebih dahulu sebelum dia tangani. Tujuannya: memberikan solusi yang akurat dan obat herbal yang tepat. Tidak kalah pentingnya, teknik pengobatan herbal Jeng Ana dibantu dengan pendekatan religius melalui pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an.
“Saya mengobati pasien dengan keinginan untuk menyembuhkan dan keikhlasan,” kata Jeng Ana. Meski tidak mematok tarif khusus, diakuinya pasien memberikan kompensasi yang setimpal. Pasien berasal dari kelas bawah hingga pejabat dan artis. Beberapa selebritas pernah diobati, seperti Bang Haji Rhoma Irama, Gugun Gondrong, Epi Kusnandar, Rini S. Bon Bon, Ratna Listy, Misye Arsita, Merry Putrian, dan Opie Kumis.
Toh popularitas klinik Jeng Ana tak semata tuah word of mouth. Dia juga gencar berpromosi. Televisi, radio dan Internet menjadi medium beriklan. Sejak 7 tahun lalu, sejak awal berdiri, Jeng Ana bahkan sudah rajin muncul di layar kaca. Dia mengisi acara di stasiun Bali TV, TVRI Ja-Bar, TVRI Riau, MNC TV, O Channel, dan TVRI Pusat. Sementara di radio mengudara di Radio Kamajaya, Pop FM, Radio Safari yang semuanya ada di Jakarta. Kemajuan teknologi informasi juga dimanfaatkan dengan merilis situs www.jeng-ana.com, jengana.blogspot.com serta Twitter yang bisa di-follow di @jeng_ana.
Berapa biaya promosinya? Menurutnya, untuk membeli jam tayang televisi saja harus merogoh kocek Rp 30-50 juta tiap minggu. Itu belum termasuk biaya presenter kondang sekali syuting Rp 5 juta. Namun, saat ditanya berapa anggaran promosi seluruhnya, ibu dua anak ini ogah menyebutkan.
Kendati harus menggelontorkan banyak duit promosi, tampaknya strategi Jeng Ana tidak seperti menggarami laut. Prospek bisnis pengobatan herbal masih cerah seiring tren back to nature dan green medicine. “Bisnis ini masih akan menjanjkan hingga satu dekade mendatang,” jelas Kukuh Praworo, pengamat dan pakar pengobatan herbal. Tapi, dia mengingatkan bahwa tantangan industri ini adalah soal regulasi dan kontrol pemerintah terhadap peredaran obat-obatan herbal.
Berhasil mengembangkan bisnis klinik herbal, memacu Jeng Ana terus merentangkan sayapnya. Dalam waktu dekat, sejumlah cabang akan mendarat di beberapa kota. Dia bahkan berambisi mendirikan pabrik jamu. “Doakan ya, agar cita cita pabrik jamu saya segera terwujud,” dia memohon. (Radito Wicaksono/EVA)
No comments:
Post a Comment