Wednesday, March 14, 2012

Agus Pramono, dari Modal Awal 500 Ribu, Kini Menjadi 5 Milyar Lewat Ayam Bakar

Jika hari ini anda masih mendorong gerobak sendiri, berjualan kaki lima dipinggir jalan, terkena panas, dan kehujanan, jangan menyerah dan putus asa. Anda masih memiliki harapan untuk sukses selama anda memiliki kemauan dan keinginan untuk sukses. Seperti yang dilakukan Achmad Pramono (35), atau biasa disebut Mas Mono ini.

Perjalanan bisnis pria kelahiran Madiun, Jawa Timur , yang membuka  usaha warung makan Ayam Bakar Mas Mono sengaja kami tampilkan dalam edisi kali ini untuk memberikan semangat baru  bagi para pebisnis pemula yang memulai usaha dari bawah, dari usaha kaki lima untuk melihat jejaknya.

Lahir dari keluarga yang pas-pasan, selepas lulus SMA di Madiun, Jawa Timur,  Mono muda berharap suatu saat dapat mereguh sukses, setidaknya dapat hidup berkecukupan seperti yang diharapkan banyak orang. Tekadnya kuat, keinginannya besar , dan mimpinya ia gantungkan setinggi langit.

“Jika orang lain bisa sukses, pasti saya juga bisa mencapainya,” ujar anak kedelapan yang kini menjadi mentor utama Entrepreneur University ini.

Langkah pertama yang ia lakukan adalah bekerja apa saja, belajar apa saja sepanjang itu bermanfaat. Mula-mula ia, karena ketiadaan pekerjaan selepas lulus SMA, terpaksa rela menerima tugas menjadi tenaga voluntir panitia pembangunan masjid untuk meminta bantuan  kepada para penumpang di bis kota.

“Waktu itu saya membawa kotak amal di bus-bus kota menjadi sukarelawan pembangunan masjid. Itu saya lakukan dengan tulus ihklas, daripada nganggur,” ujar ayah satu anak ini.

Memulai Bisnis Dari Kecil 

Perjalanan kehidupan Mas Mono dan pencariannya menuju sukses  terbilang unik. Seperti  kebanyakan anak daerah yang masih katrok, tahun 1994 Mas Mono mencoba mengikuti arah zaman, mengikuti jejak salah satu familinya yang telah lebih dahulu mengadu nasib ke ibukota, Jakarta.

Karena hanya berbekal ijasah SMA, biasanya lowongan yang  ada di perkantoran paling  banter  yang tersedia untuknya kalau tidak menjadi satpam, ya menjadi office boy. Ia memilih mencoba menjadi office boy  di perusahaan swasta  yang menerimanya dengan harapan masih memiliki waktu untuk belajar banyak kepada karyawan lainnya.

“Setidaknya saya memiliki waktu untuk belajar mengetik komputer, kalau itu diperbolehkan. Karena sepengetahuan saya  karyawan yang memiliki ketrampilan lebih, gajinya lebih gede. Apalagi jika ketrampilannya ini sangat khusus,” cetusnya.

Perjalanan sebagai office boy dilaluinya dengan baik. Malah ia termasuk karyawan yang cepat naik pangkat karena untuk mencapai jenjang supervisor pun dilalui tidak terlalu lama. Kuncinya, menurut Mas Mono, mau belajar.

Sebagai seorang yang menginginkan hidupnya berkecukupan,  dan berharap dapat membantu sebanyak-banyaknya orang,  Mas Mono berfikir mustahil dapat dilakukan jika masih tetap menjadi seorang karyawan. Ia memiliki tekad menjadi seorang pengusaha, namun bagaimana caranya, bagaimana memulainya. Modalpun ia tak punya. Namun hal itu terus dipikirkan mendalam, sehingga menjadi tekad kuat untuk meraihnya.

Berbekal keinginannya yang kuat itulah Mas Mono awal tahun 2001 keluar dari pekerjaannya, kemudian memilih untuk menjadi pewirausaha mandiri. Keputusan yang singkat, yang hanya didasari oleh keinginnya bahwa menjadi pewirausaha memiliki peluang lebih banyak untuk kaya jika dibandingkan menjadi seorang supervisor di kantornya.

Setelah keluar dari pekerjaannya, ia memilih menjadi penjual gorengan. Selain modalnya kecil, gorengan sepertinya jenis makanan yang  masih banyak orang yang menyukainya. Suka duka berjualan gorengan telah ia lalui. Ada kalanya laku, ada kalanya gorengannya lama terjual, sehingga tidak jarang ia berkeliling ke gang-gang sempit di kawasan  Pancoran- Tebet,  Jakarta Selatan sambil berjalan mendorong gerobaknya. Peluh dan keringat tak pernah kering,  sampai larut tiba, hasilnyapun tak banyak-banyak amat.

“Pernah dagangan gorengan saya tidak laku. Mau pulang malu, akhirnya saya jajakan ber jam-jam lamanya. Begitu dagangan habis saya merasakan kebahagiaan yang luar biasa. Kalau tidak laku juga, sering dagangan saya umpetin karena malu dilihat tetangga,” ujarnya.

Melihat nasib Mas Mono yang demikian getir, dari supervisor kantor menjadi pedagang gorengan, banyak kenalannya, termasuk saudara dan familinya di Jakarta yang prihatin dengan nasibnya.

“Ngapain Mono cari ulah. Sudah enak-enak kerja kantoran malah keluar,” begitu gerutunya.

Satu hal yang diyakini Mono tentang hidup adalah perubahan. Manusia, lanjutnya, dapat berubah nasibnya jika ia sendiri memiliki semangat, kemauan dan tindakan untuk berubah

“Sepanjang kita sudah melakukan tiga hal di atas, maka Tuhan akan melakukan campur tangan terhadap nasib seseorang. Artinya, jika kita memiliki keinginan, kemauan  dan kita bekerja keras untuk mencapainya, Tuhan memiliki kehendak untuk mengubahnya  ,” lanjut suami dari Nunung yang berperawakan gempal ini.

Perubahan itu sedikit demi sedikit mulai terlihat. Ia yang semula susah mendapatkan tempat berjualan akhirnya mendapatkan lokasi yang menurutnya strategis, sebuah lapak tempat berjualan di Depan Kampus Universitas Sahid, Jalan Supomo, Jakarta Selatan.

Dari lapak kecil inilah cerita itu bergulir.  Ia yang semula berjualan gorengan mencoba berjualan ayam bakar. Mengapa ayam bakar?. Saat itu menu ayam bakar banyak digandrungi orang. Restoran yang mempunyai menu ayam bakar juga dibanjiri pembeli.

“Saya terinspirasi oleh kesuksesan sebuah restoran nasional yang menjual ayam bakar,” ujarnya.

Tidak ada pengalaman, tidak pernah berjualan ayam bakar, dan belum mengetahui bagaimana menyajikan menu ayam bakar yang benar, tidak membuat  Mas Mono ragu-ragu untuk memulai bisnis ini. Justru ia nekad saja memulainya. Sepanjang orang masih suka makan ia yakin dagangan ayam bakarnya laku. Sampai-sampai modal yang hanya Rp500ribu di awal usahanya,  kini menjadi Rp5 miliar dan terus bertambah setiap saat.

Perjalanan bisnisPramono  dengan membesarkan  gerai Ayam Bakar Mas Mono  yang tumbuh secara vertikal  maupun horizontal, patut ditiru. Setidaknya, jejaknya dapat dilihat, kemudian diikuti. Apa rahasia paling mendasar yang membuat bisnisnya tumbuh dan berkembang seperti saat ini.

Bagi kalangan pebisnis kecil, Agus Pramono adalah pahlawan sekaligus teladan yang mewakili cita-cita kalangan pebisnis kaki lima untuk meraih kesuksesan. Hidup makmur berkecukupan dari hasil wirausaha.

“Sejak awal saya memilih lebih baik kecil menjadi bos daripada besar jadi kuli. Prinsip inilah yang membuat saya terpacu untuk bekerja terbaik dan selalu memiliki keinginan untuk membangun bisnis,” ujarnya.

Pengusaha Harus Malas

Dalam sebuah workshop kewirausahaan yang diselenggarakan Sahabat  UKM di Cileduk, Tangerang, Banten,  awal  Juni lalu, Mas Mono, demikian ia akrab dipanggil mencoba menggali keinginan paling dasar  para pebisnis kecil untuk mencoba memperbesar usaha.

Prinsipnya menjadi pengusaha itu, menurut Mas Mono harus malas. Malas di sini bukan berarti malas bekerja, tetapi malas kalau mempunyai usaha hanya satu. Malas kalau memiliki usaha hanya beromzet ratusan juta.

“Karena saya malas memiliki satu usaha Ayam Bakar Mas Mono dengan hanya satu cabang, akhirnya saya membuka dua cabang. Malas mempunyai lima cabang akhirnya memiliki 14 cabang seperti sekarang. Malas hanya memiliki usaha ayam bakar, akhirnya saya membuka usaha bakso, membuka lagi pecel lele, dan bahkan saya akan bermalas-malas lagi supaya dapat membuka lebih banyak usaha yang lain,” cetusnya.

Untuk meningkatkan kemalasan, ia menyuruh seluruh karyawannya untuk mengkonsolidasikan diri agar lebih besar lagi.

Sabtu 30 Mei 2009 lalu, team manajemen  Ayam Bakar Mas Mono Mengadakan gathering di Hotel Sofyan yang dihadiri ratusan karyawannya. Acara ini diadakan setiap setahun sekali ini bukan hanya diikuti oleh karyawan Ayam Bakar  Mas Mono, tetapi sudah bertambah karyawan lagi dengan dibukannya Baso Moncrot, Pecel Lele Lela dan yang terbaru adalah Es Teler Panglima.

“Tujuan diadakan gathering ini adalah untuk memberikan semangat dan motivasi kepada seluruh karyawan, dan tidak lupa ada beberapa door prize hadiah lainnya,” lanjut Mono.

Laiknya seperti sebuah perusahaan besar, pertemuan karyawan ini juga mengusung tema yang berjudul : Bersama Menikmati Kemakmuran.

“Alhamdulilah saya terpilih menjadi finalis di Dji Sam Soe Award 2009 dan lelaki sejati jadi Inspirasi ( Bentoel),” ujar mantan office boy yang kini jadi miliarder ini.

Bulan Juli 2009 mendatang, menurut lelaki kelahiran Madiun ini, Ayam Bakar Mas Mono akan dibuka di Rawa Mangun di depan Rawamnagun Square, dan ini merupakan  cabang yang ke-14.  Bakso Moncrot juga akan dibuka di  Jl. Pondok Kelapa No 31, yang merupakan cabang ke-3, Pecel Lele Lela akan buka di Jl. Tandean, dan merupakan Pecel Lele Lela cabang yang kelima.

“Sebentar lagi kami akan kepung Jakarta agar lebih dekat dengan pelanggan,” cetusnya.

Saat ini di sela-sela waktunya, Pramono yang merupakan owner Ayam Bakar Mas Mono, Owner Baso Moncrot,  Owner Pecel Lele Lela, Owner Es Teler Panglima, owner Mas Mono Cathering, ia juga Mentor Nasional Entrepreneur University,  Motivator di Perusahaan ASTRA Group, Honda, Toyota, dan perusahaan besar lainnya.

Ia selalu mengatakan berbisnis ada seninya. Ada ilmunya. Sesuatu yang didasari ilmu akan menjadi mudah, termasuk dalam hal berbisnis. Materi-materi seminarnya tentang bagaimana meledakan penjualan hingga 100%, promosi tanpa biaya malah dapat uang, membangun bisnis tanpa modal,  meningkatkan sitem usaha ( Bisnis anda jalan, sementara anda jalan-jalan), 3 kunci sukses pengusaha sukses, strategi marketing yang menjadikan bisnis anda mampu bersaing, selalu ditunggu-tunggu banyak orang
Ayam Bakar Mas Mono

Jl Tebet  Raya No57, Jakarta Selatan

Telepon/Faks 021-8350847

Email : mas_mono08@yahoo.com

sumber: http://www.majalahwk.com/artikel-artikel/teropong-usaha/358-artikel-artikel.html

No comments: