Sunday, March 11, 2012

Bisnis Kaos Anak Unik 'Lare-lare' Ary hasilkan Omzet Puluhan Juta

Tulisan ‘Alumni Akademi A.S.I Eksklusif’ itu tercetak dengan tinta hitam di atas sepotong kaus mungil warna kuning terang. Di atas tulisan, ada gambar wajah bayi montok bermata bulat yang mengenakan toga. Taruhan, deh, ibu-ibu pasti akan tergoda untuk segera mendandani pangeran atau putri kecil di rumah dengan kaus imut itu.


Itulah salah satu produk unggulan kaus anak merek larelare-solo. Dan, kalau Anda ngintip alamat maya di www.larelare-solo.blogspot.com, www.larelare.com, atau www.gendhis.com, bersiaplah untuk terpekik gemas oleh aneka kaus anak lucu yang ada di sana. Misalnya: ‘Dilarang Ngempeng’ (dengan gambar bayi dalam lingkaran yang mulutnya ngemut empeng), ‘Asiholic-pecandu berat air susu ibu’, ‘Bayi Organik’, ‘Peserta Mata Kuliah Toilet Training’, dan masih banyak lagi.


Selain desain yang kreatif (terutama dalam permainan kata), warna yang ditawarkan larelare-solo juga beragam. Warna 'wajib' untuk bayi, seperti baby pink dan baby blue, pasti ada. Tetapi, si kecil juga makin kinclong dengan warna merah, fuji green, lime green, kuning, ungu, dan warna standar, yaitu hitam dan putih. Tak heran bila hanya dalam waktu setahun, larelare-solo menjadi bisnis yang sangat menguntungkan bagi pasangan Wilas Ary (29) dan Setyo Tohari (34).


“Saya memulai bisnis ini karena Gendhis tak suka memakai baju-baju anak yang modis. Dia hanya suka pakai kaus dan celana saja,” kata Ary. Gendhis (4,5) adalah putri sulungnya. Ary pun terpikir membuat kaus lucu dan modis. Niat itu makin subur karena saat itu Ary sedang tidak bekerja. Mantan wartawati majalah wanita ini pindah dari Jakarta ke Solo mengikuti suaminya yang pindah kerja. “Saya kebagian mencari ide kreatif, suami yang menerjemahkan ke desain karena dia bisa menggambar dan menyablon,” kata Ary.


Nama larelare dipilih, karena lare (Jawa) artinya anak-anak. Setelah memiliki berbagai desain, barulah Ary mulai menyablon, yang dikerjakan oleh suaminya. Untuk kausnya, ia membeli kaus jadi berbahan katun combed karena ia belum bisa menjahit sendiri.


Dengan modal awal kurang dari Rp10 juta (sebagian besar habis untuk beli kaus jadi), Ary memulai bisnisnya sejak Februari 2008. Untuk pemasaran, ia memilih media online karena ketika masih bekerja ia memegang rubrik parenting sehingga ia aktif di berbagai milis (terutama milis para ibu). Karena itu, ia paham sekali kekuatan media online, yaitu kecepatan, daya jangkau, dan harga yang murah.


“Ketika pindah ke Solo, saya jadi kurang gaul di internet. Jadi, ketika aktif lagi, saya baru tahu kalau kaus lucu anak itu tengah populer di Jakarta,” katanya. Ary mulai posting produknya di berbagai milis itu. “Karena setiap milis ada jadwal jualan, saya harus tahu di milis A hari apa bisa jualan, di milis B hari apa, dan seterusnya.” Betapa kagetnya Ary, ternyata produk larelare-solo yang dijual Rp35.000-Rp43.000 (di Solo) dan Rp40.000-Rp85.000 (luar Solo) ini mendapat sambutan meriah.


Daya jelajah internet yang luar biasa, selain kebanjiran pemesan, Ary banyak mendapat telepon dari para blogger yang ingin menjadi agennya. Sekarang ini ia punya 10 agen, yang tersebar di berbagai pulau, bahkan sampai Malaysia. “Meski belum semua pernah tatap muka dengan saya, para blogger yang jadi agen saya itu jujur, kok,” katanya. Ia juga melayani pemesanan, yang biasanya langsung dilakukan lewat telepon atau SMS. “Orang kita itu tidak terbiasa pesan lewat internet, jadi online itu hanya menjadi katalog saja.”


Berkah juga datang ketika sedang ikut bazar di sekolah Gendhis, ia ditawari salah satu mal di Solo untuk membuka outlet di sana. “Mungkin, karena produk baru di Solo, dalam 10 hari pertama kami bisa mendapatkan Rp7 juta,” ujarnya. Karena itu, hanya perlu waktu dua bulan saja, Ary sudah bisa membeli 5 mesin jahit. “Dengan membuat sendiri kaus, harga kami jadi tak terlalu mahal dan margin keuntungan pun bisa bertambah.” Pekerjaan yang dulu ia lakukan hanya berdua suami, kini sudah ditangani 12 karyawan, baik di produksi maupun di pemasaran. Omsetnya pun kini telah mencapai Rp35 juta-Rp50 juta per bulan. Mengapa produknya cepat diterima pasar? Selain karena tengah booming, larelare-solo memang memberikan banyak kelebihan. Desain dan warna itu sudah pasti, tetapi Ary sengaja memilih katun combed yang berharga paling mahal untuk kenyamanan si pemakai. Ia juga memanjakan pelanggan dengan layanan personal, misalnya permintaan desain tertentu dengan warna tertentu, atau dengan panjang lengan kaus yang diinginkan.


“Tetapi, kami tetap punya idealisme, yaitu tidak membajak gambar karakter yang sudah ada patennya atau membuat desain yang bertentangan dengan misi edukasi, seperti pemberian ASI atau lainnya,” kata Ary. Ada juga pelanggan yang nekat, misalnya memesan tulisan Asiholic, tetapi minta ada gambar botol susunya. “Untuk yang seperti itu, kalau pelanggan ngotot, kami tetap akan membuatkan, tetapi tidak mencantumkan label larelare-solo,” kata Ary.

Karena 70 persen produknya dipasarkan di internet, Ary mengakui bahwa bisnisnya masih punya kekurangan. “Kami belum punya tenaga khusus untuk menangani media online, karena itu banyak produk terbaru yang belum sempat di-upload,” katanya. Padahal, ia sudah membeli alamat dotcom (.com), yang hingga kini belum sempat ia isi. Selain itu, dia juga mesti memutar otak untuk meluaskan jenis produk agar konsumen tak lekas bosan.


sumber: http://wanitawirausaha.femina.co.id/WebForm/contentDetail.aspx?MC=001&SMC=006&AR=16

No comments: