KOMPAS.COM — Di tangan Hendro Widodo, makanan orang susah seperti tiwul dan gatot bisa menjadi produk bisnis menguntungkan. Ia mengemas makanan berbahan dasar singkong ini dalam bentuk instan. Sejauh ini, pengusaha yang menggarap bisnis ini masih sedikit. Omzetnya bisa mencapai Rp 10 juta per bulan.
Di Jawa Tengah dan Jawa Timur, orang mengenal tiwul dan gatot sebagai makanan orang susah. Jika beras mahal atau sawah mengalami kekeringan, orang desa mengonsumsi makanan olahan dari ketela kering (gaplek) yang dihaluskan ini. Kita masih bisa menjumpai makanan ini di sejumlah daerah, seperti Kabupaten Wonogiri di Jawa Tengah, Gunung Kidul, Yogyakarta, dan Blitar di Jawa Timur.
Tapi, jangan salah, di tangan Hendro Widodo, tiwul dan gatot yang merupakan makanan ndeso itu bisa menjadi komoditas yang menghasilkan uang. Hendro yang berasal dari Serengat, Blitar, tahu betul kebiasaan masyarakat daerahnya mengonsumsi tiwul dan gatot. Agar lebih menarik, pada tahun 2003 ia mulai memproduksi tiwul dan gatot dalam kemasan, atau ia biasa menyebutnya tiwul dan gatot instan. "Modal awal saya cukup besar, yakni Rp 25 juta," katanya. Pada awal 2004, Hendro mulai memberi merek dua produknya Titan dan Gatan.
Proses menjadikan tiwul dan gatot instan cukup panjang. Hendro kerap mengganti resep agar semakin sempurna. "Komplain dari konsumen adalah masukan berarti buat saya," katanya.
Ia tak berhenti melakukan uji coba. Awalnya, ia mengetes resep di laboratorium Universitas Airlangga, Surabaya. Belakangan, ia mengetes resep terbaru di laboratorium Universitas Blitar. Dan akhirnya, Hendro mengaku kini sudah menemukan resep yang tepat.
Meski pelbagai uji coba sudah lewat, Hendro tetap menyimpan rapat-rapat resep tiwul dan gatot instannya. Saat produksi, Hendro sendiri yang meracik menu. Adapun lima karyawannya hanya meneruskan proses produksi berikutnya. Menurut Hendro, semua proses produksi dilakukan dengan cara sederhana. "Termasuk pengeringan yang masih memakai panas matahari. Saya belum punya dana untuk membeli oven," akunya.
Hendro menjual tiwul dan gatot instan dalam dua bentuk: kemasan dan curah. Ia membanderol kemasan seberat 250 gram dengan harga Rp 5.000. Adapun harga tiwul dan gatot instan curah lebih murah, yakni Rp 10.000 per kilogram (kg). "Tapi, saya menjual 80 persen produk dalam kemasan," ungkap pria 24 tahun ini.
Hendro menyediakan tiwul instan dalam dua rasa, manis dan tawar. Lulusan SMK Jurusan Otomotif ini menegaskan, tiwul tawar bisa sebagai pengganti nasi. "Juga cocok untuk pengidap diabetes dan diet," katanya.
Cara penyajian kedua makanan ini murah. Kita tinggal merendam tiwul ukuran 250 gram dengan sekitar 150 cc air. Setelah dua menit, kukus tiwul selama 20 menit. Setelah mekar, paling enak tiwul dicampur taburan parutan kelapa yang sudah dibubuhi garam, keju, atau meses.
Penyajian gatot sama dengan tiwul. Hanya, waktu merendamnya lebih lama, minimal delapan jam. Makin lama justru lebih baik karena gatot bisa lebih kenyal.
Lewat 27 agen, produk Hendro kini sudah tersebar di beberapa daerah seperti Surabaya, Semarang, Bandung, Jakarta, Batam, Manado, dan Banjarmasin. "Permintaan paling bagus justru di Manado," katanya. Selain lewat agen, Hendro juga menitipkan produknya di beberapa outlet di Jawa Timur dengan sistem konsinyasi atau bagi hasil.
Dalam sebulan, Hendro bisa memproduksi dua ton tiwul dan sekitar 600 kg sampai 800 kg gatot. Selama ini, ia tak mengalami kesulitan soal pasokan bahan baku. Sebab, daerahnya sangat kaya dengan singkong. Setiap bulan, Hendro mampu meraup omzet penjualan sampai Rp 10 juta. Laba bersihnya sekitar 30 persen. (Anastasia Lilin Yuliantina/Kontan)
sumber: http://megapolitan.kompas.com/read/2009/03/20/09285117/Bisnis.Makanan.Ndeso.Instan.Omzet.Rp.10.Juta
1 comment:
Tanya pak.....agen dibatam alamatnya dimana?
Post a Comment