Andre Soenjoto sukses mengembangkan bisnis es krim hingga mampu membukukan omzet ratusan juta rupiah.
Bagi penggemar es krim di Surabaya, Jawa Timur, deBoliva IceCream, Kitchen & Lounge, tak asing lagi. Lewat tangan dingin Andre Soenjoto, de Boliva Ice Cream, Kitchen & Lounge berkembang pesat dan mampu meraih omzet hingga Rp500 juta per bulan. Andre tidak menyangka usahanya berkembang seperti sekarang. Apalagi memulai usaha, khususnya es krim, bukan perkara mudah.
Banyak tantangan yang harus dihadapi, seperti soal kegemaran konsumen di Surabaya. Berbekal kemauan kuat dan dorongan keluarga Andre akhirnya sukses berwirausaha. ”Satu falsafah hidup yang hingga kini saya pegang, saya percaya ketika memulai sesuatu dengan kebaikan, hasilnya juga akan baik,” ujarnya kepada SINDO saat ditemui di restoran miliknya di Sutos,Jumat (6/1).
Andre kini memiliki delapan outlet yang tersebar di Surabaya dan Bali, tiga di antaranya waralaba. Lima outlet yang dimilikinya sendiri berlokasi di Jalan Raya Gubeng Nomor 66, Galaxy Mall, Surabaya Town Square (Sutos),Water Place Pakuwon Trade Center (PTC),dan East Coast Pakuwon City. Adapun tiga outlet waralaba terletak di City of Tomorrow (Cito), Plaza Marina, dan Kuta, Bali.
Usaha yang semula hanya berjualan es krim kini berkembang menjadi kafe, bahkan restoran. Tentu yang dijual bukan hanya es krim, melainkan banyak menu lain. Naluri Andre berwirausaha tertempa sejak menimba ilmu di Amerika Serikat (AS). Lulus dari SMA Santa Maria, Surabaya, pada 1995, pria kelahiran 18 Maret 1977 ini melanjutkan studi ke luar negeri,tepatnya di California State University of San Bernardino (CSUSB) pada jurusan keuangan.
Dia menyelesaikan kuliah tahun 1998. ”Krisis moneter yang menimpa Indonesia tahun 1998 memaksa saya harus bekerja. Kiriman orang tua sudah tidak mampu lagi mencukupi kebutuhan hidup di sana,”ungkapnya. Ketika itu segala macam pekerjaan dilakukan, termasuk jadi pelayan kafe dan terjun di bisnis pernikahan di hotel. Semua dia kerjakan untuk dapat bertahan hidup.
Kamar apartemen yang seharusnya untuk satu orang, terpaksa dia bagi dengan ketiga temannya demi menghemat biaya bulanan. Selama dua tahun dia banting tulang bekerja di Negeri Paman Sam hingga akhirnya, Maret 2000, memutuskan untuk pulang ke kampung halaman. Ketertarikannya berwirausaha tak luput dari dorongan kedua orang tuanya.Andre selalu dipaksa agar jangan sampai menjadi pekerja orang lain. Sekecil apa pun usaha, bila milik sendiri harus tetap dijalankan.
Ketika itu orang tua Andre menekuni bisnis es krim, namun usaha ini kurang berkembang. Penjualannya juga tidak lewat outlet atau tempat khusus, melainkan berdasarkan pesanan.” Ketika itu Mama mendapat pesanan cukup banyak. Lantas saya bilang ke Mama. Ma,bagaimana kalau bisnis ini aku kembangkan. Mama langsung setuju,”ujarnya.
Dari situ ayah satu anak ini melihat ada peluang pasar yang cukup besar untuk bisnis es krim. Akhirnya dia memutuskan serius menekuni bisnis ini. Pada Oktober 2000, Andre berangkat ke Bologna, Italia, guna memperdalam ilmu soal pembuatan es krim. Italia dipilih lantaran di Negeri Piza itu terkenal dengan produk es krimnya yang lezat. ”Saya di Bologna kurang dari sebulan. Meskipun singkat saya belajar banyak soal es krim,dari cara pembuatan,bahan apa, sampai hal-hal lain,” ungkapnya.
Sepulang dari Italia Andre mendirikan outlet pertamanya di Jalan HR Muhammad, Surabaya. Nilai investasinya Rp100 juta yang berasal dari kocek orang tua. Lantaran bisnisnya masih kecil, segala hal yang berkaitan dengan aktivitas usaha dikerjakan sendiri,mulai dari melayani pelanggan hingga tenaga pemasaran. Sesekali dia juga beriklan di sejumlah media massa di Surabaya.
Omzet per hari masih kecil,hanya Rp200.000. Andre mencoba berinovasi dengan memperkenalkan es krim yang sehat dan rendah kalori. Awalnya pengunjung tidak banyak yang suka dengan produk itu. Dari 10 pengunjung, delapan di antaranya tidak suka.Seiring bergulirnya waktu, sejumlah pengunjung mulai suka dan menjadi pelanggan tetap. Waktu terus berlalu dan usaha Andre semakin berkembang.
Hingga akhirnya pada 2003 Andre membuka outlet baru di Jalan Raya Gubeng 36. Lantaran pengunjung membeludak dan tempat sudah tidak memadai lagi, pada 2005 dia memindahkan outlet ke Jalan Raya Gubeng 66. Dewi fortuna terus berpihak pada Andre. Kinerja usahanya makin kinclong hingga akhirnya pada 2007 dia membuka lagi outlet di Galaxy Mall.
Melihat usahanya kian berkibar, tahun 2009 Andre mengajukan pinjaman ke Bank Rakyat Indonesia (BRI). Pinjaman itu digunakan untuk penambahan outlet di Sutos dan PTC. Dia semakin gencar menggelar promosi guna menarik pengunjung. Salah satunya meluncurkan kartu keanggotaan. Saat ini sudah ada sekitar 1.400 memberdengan 30% di antaranya anggota aktif. ”BRI untuk pinjaman usaha cukup bagus. Saya banyak terbantu ketika mendapat pinjaman dari BRI,” bebernya.
Bagi Andre, kunci keberhasilan usaha adalah fokus dan tidak ikut-ikutan tren pasar. Dalam pandangannya, bisnis yang hanya diawali dengan ikut tren pasar akan sulit berkembang. ”Dalam usaha harus fokus dan harus bisa berkembang. Awalnya usaha saya hanya outlet kecil, kini berkembang menjadi restoran.Produk andalannya tetap es krim,” tuturnya. lukman hakim
sumber: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/461475/38/
No comments:
Post a Comment