Friday, January 20, 2012

Tanto Raup Puluhan Juta dari Gurihnya Keuntungan Bisnis Sosis Bandeng

KOMPAS.com - Aneka olahan ikan 11 bandeng memang udah banyak beredar. Kendati begitu, bukan berarti tak ada peluang bagi produk bandeng olahan lain. Di Bekasi, bandeng diolah menjadi sosis. Tapi jangan keliru, sosis bandeng ini tidak lonjong. Bagian kepala dan ekor ikan tetap dipertahankan.

Ada banyak cara menikmati ikan bandeng. Dulu, bandeng presto sempat menjadi tren. Terobosan ini melindungi para penyantap ikan dari kemungkinan tertusuk tulang bandeng yang begitu banyak.

Kini, ada bandeng olahan dalam bentuk lain. Namanya, sosis bandeng. Beda dengan presto yang hanya membuat duri menjadi lunak, olahan ini memastikan bandeng sudah steril dari duri.

Adalah Imam Tantowi yang menekuni usaha sosis bandeng. Ia merintisnya sejak akhir 2005 di Bekasi. Untuk mendirikan Izzan, merek dagang sosis bandengnya, pria yang disapa Anton ini menggelontorkan modal Rp 1 juta. "Separuhnya saya pinjam dari kakak ipar saya," tuturnya.

Anton menggeluti bisnis ini karena perusahaan media tempatnya bekerja sebelumnya gulung tikar. "Beruntung saya sudah siap-siap," ujar lelaki berusia 35 tahun ini.

Sebelum meluncurkan Izzan, Anton melakukan uji coba resep selama tiga bulan. Racikan yang akhirnya ia pilih adalah menambahkan telor di dalam campuran daging bandeng. "Plus bumbu yang saya racik sendiri," ucapnya.

Teknik membuatnya begini. Pertama-tama, ikan bandeng, telor, dan bumbu di tempatkan dalam satu wadah. Lalu digiling hingga lembut dan dimasak dengan cara tertentu. Sayang, Anton tak bersedia menjelaskan teknik masaknya itu hingga adonan terbebas dari duri ikan.

Setelah matang, olahan ini diletakkan kembali di atas kerangka bandeng yang tinggal kepala dan ekor. "Jadi tetap mempertahankan bentuk asli ikan, tapi kalau dipotong tak ada durinya," kata pria kelahiran Brebes ini. Sosis bandeng Izzan ini bisa dikonsumsi langsung atau dipanaskan lebih dulu.

Untuk menghasilkan sosis yang berkualitas baik, Anton sengaja hanya memilih bandeng hitam. Alasannya bandeng hitam tak bercampur lumpur sehingga dagingnya tidak bau lumpur. Bandeng ini ia beli di daerah Bekasi, Cikarang, Karawang, dan Rengasdengklok. "Saya selalu pilih yang segar dengan harga Rp 15.000 sampai Rp 16.000 per kilogram," katanya.

Kata Anton, apa yang dia sebut sosis bandeng ini sebenarnya sudah dikenal di tiga daerah, yakni di Cirebon, Banten, dan Semarang. Namanya saja yang beda. "Kalau di Cirebon disebut bandeng gepuk, di Banten disebut sate bandeng, sedangkan di Semarang disebut otak-otak," paparnya.

Di mata Anton makanan ini punya nilai bisnis tinggi, hanya saja belum populer. Jika peredarannya bisa diperluas, usaha sosis bandeng ini bisa menghasilkan keuntungan berlimpah.

Anton sudah menebar produknya ke seantero Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok, dan Makassar. Semua dia pasarkan dengan bantuan delapan agen penjualan.

Selain itu, Anton juga memasok ke pasar modern seperti Hero, Giant, Farmers Market Kelapa Gading, dan Mal Pondok Indah I. "Termasuk dijual di beberapa restoran Sunda di Jabodetabek," katanya.

Dibantu empat karyawan, dalam sebulan Anton mampu membuat 1.400 kardus sosis bandeng. Satu kardus berisi satu bandeng seberat 185 gram (gr). "Harga di pasaran Rp 15.000 sampai Rp 17.000 per kardus," ujarnya.

Anton memetik omzet Rp 13 juta sampai Rp 15 juta perbulan. Jumlah ini sudah turun sejak Februari lalu. "Dulu bisa antara Rp 15 juta sampai Rp 20 juta," katanya.

Untuk semakin mengembangkan usaha,kedepan Anton sudah berniat untuk melebarkan sayap dengan memasuki pasar Bandung. Alasannya, Bandung memiliki potensi pasar yang besar. "Kota in kerap jadi sasaran wisata bagi masyarakat Jakarta di akhir pekan maupun masyarakat lain," kata pria yang masih melajang ini.    (Anastasia Lilin Yuliantina/Kontan)

sumber: http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2009/04/20/08060029/Gurihnya.Keuntungan.Bisnis.Sosis.Bandeng

No comments: