Friday, January 20, 2012

Yusuf Zainal, Raja Kerupuk dari Indramayu yang Punya 40 Karyawan

KOMPAS.com — Jangan anggap enteng profesi perajin kerupuk. Kisah sukses Yusuf Zainal Abidin membuktikan bahwa keuntungan dari bisnis kerupuk tak seenteng produk kerupuk. Berkat usahanya yang tak kenal lelah, pengusaha kerupuk asal Indramayu ini mampu menangguk omzet ratusan juta rupiah setiap bulan.

Hidup adalah ibadah. Ungkapan ini sering keluar dari mulut orang yang sudah sukses dan tinggal mengenyam hasil jerih payahnya selama ini. Kalimat itu pula yang terucap dari bibir Yusuf Zainal Abidin, ketika ditanya apa kunci sukses berbisnis.

Pria berusia 41 tahun ini punya keyakinan bahwa dengan usaha yang disokong doa, niscaya usaha apa pun akan menuai hasil memuaskan. Keyakinan ini mengantarkan Yusuf menjadi seorang perajin kerupuk cukup mentereng di Indramayu, Jawa Barat.

Memakai merek usaha Rajawali, Yusuf membuat aneka rasa kerupuk, seperti rasa udang, ikan, bawang, jengkol, cumi-cumi, dan rasa pedas. Ia secara rutin memasok ke beberapa distributor di Tangerang, Bogor, Cilegon, Sukabumi, Cianjur, Karawang, Purwakarta, dan Jakarta.

Saat ini, Yusuf mempekerjakan sekitar 40 karyawan. Tiap hari, ia mampu memproduksi hingga 2,2 ton kerupuk atau senilai Rp 13,2 juta.

Bayangkan, betapa besar omzet suami Umiyati ini per bulan. Omzet ini bisa melonjak sampai tiga kali lipat saat menjelang bulan puasa. "Saga mengambil margin 20 persen," ungkapnya.

Usaha kerupuk yang berawal dari dapur rumah Yusuf ini telah menjelma menjadi pabrik produksi seluas hampir satu hektar. Kini, Yusuf sudah menggunakan peralatan modern seperti ketel uap untuk merebus dari mengolah kerupuk. Yusuf membeli ketel uap itu tahun 2006 dengan harga Rp 60 juta.

Investasi Yusuf dalam peralatan sebentar lagi semakin lengkap dengan pengadaan oven raksasa. Kata Yusuf, harga alat ini sekitar Rp 20 juta per unit. Masih ada aset lain seperti mobil angkut. Saat ini, ia memiliki mobil Mitsubishi T120 buat mendistribusikan hasil produksinya.

Layaknya pepatah padi yang semakin tua dan berisi justru semakin menunduk, begitu pula karakter Yusuf. Meski sudah sukses, ia enggan disebut pengusaha sukses. "Saya belum layak disebut pengusaha sukses," ungkapnya merendah.

Pria yang hobi membaca Al Quran dan jalan-jalan ini memposisikan dirinya tak lebih sekadar mendapat limpahan rahmat dari Yang Maha Esa. Namun, di balik kenikmatan itu, alumni Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA) Negeri Indramayu ini sempat memendam kekecewaan mendalam.

Yusuf tak pernah menduga bakal menjadi pengusaha kerupuk sukses seperti sekarang. Sejak duduk di bangku sekolah, ia ingin menjadi seorang akuntan. Tapi, nasib menentukan lain. la memendam keinginannya karena harus membantu orangtua merintis usaha pembuatan kerupuk. Tapi, inilah pintu awalnya menjadi pengusaha sukses.

Yusuf tak pernah bercita-cita menjadi pengusaha kerupuk. Sejak kecil, ia memendam keinginan menjadi seorang akuntan. Untuk mewujudkan impiannya itu, ia ingin melanjutkan pendidikan di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN).

Kalaupun tidak diterima masuk STAN, Yusuf berharap diterima menjadi mahasiswa pada perguruan tinggi lain. "Saya tetap akan mengambil fakultas ekonomi. Sejak kecil saya suka pelajaran ekonomi," tuturnya.

Namun, Yusuf terpaksa mengubur keinginannya itu dalam-dalam. Setelah menamatkan Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA) tahun 1987, ia dihadapkan pada pilihan sulit. Orangtuanya yang baru dua tahun merintis usaha pembuatan kerupuk membutuhkan tenaganya. Terpaksa, ia ikut membantu orangtua membuat kerupuk.

Apalagi, Yusuf merupakan anak tertua di keluarganya. "Akhirnya, saya memilih membantu orangtua daripada meneruskan sekolah," ujarnya. Yusuf terlibat di usaha pembuatan kerupuk, Kerupuk Kencana, milik orangtuanya hingga tahun 1999. Setelah itu, ia memutuskan membuka usaha sendiri.

Yakin dengan tekadnya, Yusuf tak ragu menguras seluruh tabungannya sebesar Rp 5 juta sebagai modal awal.

Di awal merintis usaha, Yusuf masih bergantung pada orangtua. la membeli bahan baku kerupuk dari orangtua. Setelah diolah, kerupuk itu dijual lagi ke orangtuanya.

Kondisi ini berlangsung sampai tahun 2001. "Lama-lama, saya tak puas dengan cara seperti itu," ujar Yusuf. la bertekad mandiri. Tapi, mengawali usaha secara mandiri bukan perkara mudah. Yusuf menemui kendala dalam memasarkan kerupuknya. "Pasar Indramayu sudah dipenuhi para produsen kerupuk," ujarnya.

Yusuf melirik konsumen di Jawa Tengah dan Jawa Timur. la menawarkan kerupuk ke beberapa agen. Sebagai pemikat, ia membolehkan mereka mengambil barang dan membayar belakangan.

Upayanya ini mendatangkan hasil. Banyak agen melirik kerupuknya. Tapi, sistem ini tak luput dari kelemahan. Tahun 2001, seorang agen melarikan tagihan senilai Rp 20 juta. Tak lama kemudian, agen di Bogor juga mangkir bayar utang Rp 48 juta. "Tahun 2001 adalah tahun yang apes buat saya," tuturnya.

Pengalaman adalah guru terbaik. Yusuf Zainal Abidin meresapi betul pepatah ini. Sempat kena tipu hingga rugi puluhan juta, ia menjadikan peristiwa itu sebagai pelajaran. Kini, usaha Yusuf terbilang maju. Selain mengirim ke sejumlah kota di Indonesia, kerupuk buatannya juga terbang hingga ke luar negeri. Salah satunya ke Arab Saudi.

Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. Yusuf Zainal Abidin merasakan betul pepatah lama ini. Sebelum sukses seperti sekarang, is menanggung rugi puluhan juta rupiah karena agennya membawa kabur uang setoran.

Yusuf menganggap semua pengalaman pahit itu sebagai berkah. Justru dari pengalaman itu, ia belajar banyak hal. "Saya justru bisa menghargai apa yang saya dapat berkat pengalaman buruk itu," katanya.

Berkat ketelatenannya mendekati para agen, usaha Yusuf tak sia-sia. Kerupuk Rajawalinya semakin dikenal dan digemari. Saat ini, ia mempunyai 11 agen besar yang siap menebar krupuknya di beberapa daerah. "Kuncinya tahan banting dan jangan gampang putus asa," katanya.

Tahun ini, Yusuf sedang berkonsentrasi menggenjot penjualan di Jakarta. Maklum, di pasar ini, ia baru menguasai 20 persen pasar. Di luar Jakarta, ia sudah masuk pasar Kalimantan Barat sejak 2008. Sekali kirim, ia bisa mengirim 3,5 kuintal krupuk.

Yusuf juga menggarap pasar Sumatera. Sejak Februari lalu, agen penjualnya mampu menjual 7,2 kuintal kerupuk di sana. Pengirimannya tiga minggu sekali. "Agen di Bangka Belitung jugs siap minta kiriman," imbuh suami Umiyati ini.

Pesanan tak hanya datang dari dalam negeri. Baru-baru ini, seorang pengusaha Arab Saudi memintanya mengirimkan kerupuk bawang dan udang. Jumlahnya tak main-main. "Minimal satu kontainer alias 15 ton," katanya.

Saat ini, usaha Yusuf menghadapi dua kendala utama: keterbatasan lahan untuk menjemur kerupuk dan cuaca tak menentu di musim hujan.

Sementara ini memang ada solusi, yakni memakai ketel uap atau proses pengeringan lewat oven. Namun, tetap saja, hasilnya tak sebagus pengeringan dengan cahaya matahari. "Kerupuk tak akan melar bagus," dalihnya.

Terlepas dari masalah itu, Yusuf menakar, tak ada masalah lain yang berarti, termasuk soal pendanaan. Maklum, sejak merek kerupuknya terkenal, Yusuf tak susah mencari sumber pendanaan. "Ada beberapa bank yang justru menawari pinjaman kredit," katanya.

Namun, Yusuf belum mau mengajukan kredit. Dana yang ia peroleh sebagai mitra binaan PT Pertamina masih cukup menopang bisnisnya. (Anastasia Lilin Yuliantina/Kontan)

sumber: http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2009/03/31/12075835/Yusuf.Zainal.Raja.Kerupuk.dari.Indramayu.3.