Mohamad Final Daeng
KOMPAS.com — Di tengah sulitnya mencari lapangan pekerjaan saat ini, tak sedikit penganggur yang bingung, stres, dan akhirnya putus asa. Padahal, begitu banyak hal di sekeliling kita yang bisa diusahakan menjadi sumber penghasilan. Untuk itu, yang diperlukan hanya sedikit kreativitas.
Hiro Prabantoro (39), warga Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, bisa menjadi salah satu sumber inspirasi.
Selama sembilan tahun terakhir, Hiro menekuni usaha mainan miniatur dari kayu. Produk yang dibuat Hiro bukan dari bahan baku kayu-kayu mahal, melainkan dari limbah kayu sisa industri furnitur dan kusen.
”Bagi kebanyakan orang, kayu-kayu sisa itu dianggap sudah tidak berguna dan paling hanya berakhir di tempat sampah. Tapi, buat saya itu barang sangat berharga,” kata Hiro ketika ditemui di rumah sekaligus bengkel kerjanya di Jalan Tentara Pelajar, Ngaglik, Sleman, DI Yogyakarta, beberapa waktu lalu.
Berbagai limbah kayu, mulai dari limbah kayu jati, mahoni, hingga nangka yang diperolehnya dari pengusaha furnitur setempat disulapnya menjadi berbagai mainan miniatur. Sebut saja, miniatur replika kendaraan tempur, pesawat, senjata, motor, mobil, dan pajangan hewan.
Dengan limbah kayu seharga Rp 300.000 per mobil, Hiro bisa menghasilkan 200-300 mainan miniatur. Pemasaran produk Hiro pun telah merambah lima benua. Produksi mainan miniatur itu telah dipasarkan di 22 negara.
Harga yang dipatok oleh Hiro untuk mainan hasil karyanya mulai dari 10 dollar AS hingga 2.500 dollar AS per mainan. ”Omzetnya tidak banyak, hanya mencapai Rp 75 juta per bulan. Tapi lumayanlah, hitung-hitung menghasilkan uang dari penyaluran hobi,” kata Hiro, yang juga bekerja sebagai asisten dosen di Magister Sistem Teknik Universitas Gadjah Mada itu.
Diminati Pentagon
Peminat mainan karya Hiro tidak main-main. Selain kolektor dari luar negeri, produk Hiro juga diminati oleh Pentagon, Departemen Pertahanan Amerika Serikat. Melalui penjual perantaranya di negeri Paman Sam itu, Hiro memasok beberapa jenis miniatur kendaraan tempur sebagai suvenir bagi pejabat-pejabat di sana.
Bahkan, pabrikan mobil ternama, Hummer, juga memesan miniatur karya Hiro untuk dijadikan model-model miniatur penjualan. Saat ini, Hiro tengah menyelesaikan pesanan replika mesin Ferrari GTB 365 dengan skala satu banding satu untuk seorang kolektor di Australia. Untuk pesanan tersebut, satu replika mesin dihargai Rp 15 juta.
Hobi
Hiro mengaku telah menggemari mainan miniatur dan replika sejak kecil. Minatnya terhadap mainan miniatur itulah yang mengantarkan Hiro pada usahanya saat ini.
Hiro membuka usaha membuat miniatur dari kayu ini diberi nama CV Valkiarra pada tahun 2000. Saat membuka usaha itu, ia masih bekerja sebagai konsultan dalam sebuah program pendampingan usaha kecil di salah satu desa di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. ”Saat itu, saya mendampingi desa yang membuat kerajinan mainan kayu yang biasa dijual di kawasan Malioboro,” katanya.
Setelah program pendampingan usaha kecil itu selesai, masyarakat meminta Hiro melanjutkan pengembangan usaha dengan menanamkan modalnya sendiri. Tertarik dengan tawaran itu, sarjana Teknik Sipil Universitas Islam Indonesia (UII) itu pun setuju berinvestasi pada usaha tersebut.
Dengan modal awal Rp 5 juta, ia bersama beberapa tenaga dari warga desa mulai menjalankan usaha itu. Hiro langsung memilih memasarkan produknya ke luar negeri melalui situs internet yang dibuatnya. Dari situ, peminat produknya mulai mengalir. Desain dan tingkat kedetailan miniatur yang dibuat Hiro pun semakin kompleks, mengikuti permintaan klien.
Kecermatan membuat detail itu tak bisa dipenuhi oleh tenaga kerja yang ada di Klaten sehingga pada 2002 Hiro memutuskan memindahkan usahanya ke Yogyakarta. Hiro meyakini, di Yogyakarta banyak tenaga yang terampil dalam bidang kerajinan tangan.
Saat ini ia mempekerjakan 15 pegawai yang memiliki keahlian dalam berbagai bidang, mulai dari desain prototipe, pemotongan, pemahatan, pembubutan, hingga pengecatan. Selain itu, tenaga kerja yang direkrut Hiro juga diharuskan memiliki kualifikasi kesabaran dan ketelitian tinggi. Hal ini dibutuhkan karena produk yang dibuat berukuran kecil dan sarat detail.
Sudah ratusan
Sampai saat ini, Hiro mengaku telah memproduksi lebih kurang 1.000 unit miniatur per bulan. ”Desain dan model miniatur yang dihasilkan selama ini sudah mencapai ratusan,” ujar Hiro.
Untuk jenis pesawat saja, Hiro telah membuat mulai dari wright brothers sampai jet tempur F-35. ”Total sudah sekitar 300 model,” kata bapak dua anak ini.
Hampir semua mainan miniatur dengan berbagai ukuran bisa dibuatnya. Namun, jenis yang paling sulit adalah panser atau tank karena banyaknya rincian struktur yang harus diperhatikan. ”Dari sasis, mesin, interior, sampai baut-baut terkecil harus dibuat semirip mungkin dengan bentuk aslinya,” ujarnya.
Selain itu, Hiro menuturkan, pembuatan miniatur replika tank membutuhkan banyak bahan baku, mencapai 2.000-3.000 potongan kayu. ”Waktu pengerjaan juga lama. Bisa mencapai satu bulan untuk mengerjakan 25 miniatur replika tank,” katanya.
Kreativitas Hiro menjadi wujud nyata potensi industri kreatif yang dimiliki anak negeri ini. Tak salah bila pemerintah mencanangkan industri kreatif sebagai salah satu unggulan Indonesia memasuki pasar global.
Hiro menjadi potret dari perlunya selalu mengembangkan kreativitas, mengubah hal yang tak berguna menjadi produk yang memiliki nilai jual tinggi. Bahkan, hal yang bisa menciptakan lapangan kerja, bukan saja untuk dirinya sendiri, melainkan juga untuk orang lain.
Kreativitas Hiro telah membantu negeri ini mengurangi jumlah penganggur. Semoga semakin banyak Hiro-Hiro lain yang menyusul.
sumber: http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2010/01/04/08250930/Hiro.Prabantoro.Pentagon.Pun.Minat
No comments:
Post a Comment