Wednesday, January 18, 2012

Najua, Sukses Menekuni Usaha Busana Muslim dari modal Rp5 Jt Kini Omzetnya Rp100 Jt

TAK ada salahnya mencoba mengembangkan ketertarikan atau hobi terhadap suatu bidang yang disukai. Bisa jadi hal itu menjadi salah satu jalan untuk mencapai kesuksesan karier dan usaha di kemudian hari nanti.

Pernyataan itu tak sekadar kalimat klise. Paling tidak bagi Najua Yanti. Wanita berusia 38 tahun ini telah sukses menapaki karier sebagai salah satu perancang busana muslim yang cukup ternama di Indonesia.

Sejak kecil, dia memiliki hobi melukis di atas kanvas. Kebiasaan ini telah merangsang perkembangan kreativitasnya selangkah lebih maju daripada teman sebayanya. Selain melukis, dia tertarik dengan bidang jahit-menjahit.

Dari dua hobi yang ditekuninya itu, Najua remaja yang kala itu masih duduk di bangku sekolah menengah pertama, sudah bisa membuat busana untuk dipakainya sendiri. Dengan terampil, dia mengkreasikan blus biasa menjadi busana yang lebih menarik. Blus itu diberi tambahan ornamen-ormanen, seperti kancing atau payet.

Kegiatan ini terus berjalan hingga dia beranjak dewasa. Orang semakin banyak yang memuji pakaian yang dikenakannya, yang notabene adalah buatan sendiri. Sedikit demi sedikit, Najua membuatkan baju bagi teman atau para kenalannya.

Usaha ini terus berkembang. Apalagi, Najua mulai sering mengikuti perlombaan desain busaha muslim. Banyak media massa yang mempublikasikan busana buatannya, sehingga masyarakat makin mengenal karyanya.

Pada 2005, Najua membuka butik busana muslim bernama Najua, Moslem's Beauty Inspire. Tak hanya membuat busana muslim siap pakai, dia juga membuat busana muslim eksklusif dalam jumlah terbatas, serta busana pengantin muslim.

Ia melabeli busana muslimnya dengan namanya sendiri, Najua. Untuk busana muslim siap pakai, dia memasang label Najua Basic. Sementara, untuk busana pengantin muslim berlabel Najua Bride.

Tak hanya menjajakan berbagai model busana muslim trendi bergaris rancang etnik kontemporer di butiknya, busana muslim buatan Najua bisa dibeli di berbagai pusat perbelanjaan. Seperti, Pasaraya dan Sarinah di Jakarta. "Ke depan, mungkin akan masuk ke Sogo dan Metro Department Store," katanya.

Maklum, dia menyasar target pasar kalangan menengah atas. Untuk itu, dia sengaja tak memproduksi massal busana muslim itu.
Tiap bulan, kapasitas produksi busana muslimnya sekitar 100-200 potong. Untuk desain baju muslim siap pakai, dia hanya membuat 20 potong baju untuk satu desain. Harga Rp 225.000 hingga Rp 1,2 juta.

Harga busana muslim eksklusif sekitar Rp 1 juta-Rp 2,5 juta. Ia hanya membuat tiga potong untuk satu model busana eksklusif. Untuk busana pengantin muslim, harganya Rp 5 juta-Rp 20 juta per potong.

Awalnya, Najua cukup idealis terhadap ide rancangannya. Kini, ia mulai mengikuti permintaan pasar, meski tetap tidak meninggalkan garis rancang yang sudah menjadi ciri khasnya sejak memulai usaha tahun 2000.

Semula, busana berbau etniknya masih terlalu ramai aksesori sehingga busananya terkesan agak kurang simpel. Kini, dia bisa menyesuaikan diri dengan keinginan masyarakat. Caranya dengan tidak terlalu banyak memasukkan unsur etnik di dalam rancangan busananya.

Gaya busana Najua terkini tidak sederhana, namun tidak begitu rumit dipakai di badan. Memang, setiap perancang busana harus memiliki gaya rancangan sendiri-sendiri. "Ternyata pasar menyerap gaya rancangan saya," imbuhnya.

Ia sering melakukan pagelaran busana bersama sejumlah perancang busana muslim Indonesia yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Perancang Mode Indonesia (APPMI). Misalnya ketika menyambut Hari Raya Idul Fitri pada tahun lalu sekaligus mendukung pencanangan tahun ekonomi kreatif oleh pemerintah.

Saat itu, dia menampilkan koleksi busana bertema Bella la Violetta. Koleksi ini terinspirasi dari keindahan bunga-bunga bergaya romantik artistik menggunakan bahan crepe, chiffon, dan katun, dengan mengadaptasi gaya latin dan gipsi.

Kesuksesan yang digapai Najua Yanti saat ini merupakan hasil kerja keras dan keseriusannya menapaki karier di dunia fesyen. Ia memfokuskan diri mendesain busana muslimah secara eksklusif untuk kalangan menengah ke atas.

Padahal, dia menjalankan usaha di bidang ini secara otodidak. Selain dari bakat dan minat sendiri, dia tidak memiliki latar belakang pendidikan dunia fesyen. "Malah latar belakang pendidikan saya dari ekonomi," ujarnya.

Meski begitu, Najua tidak menyia-siakan ilmu ekonomi yang diperolehnya dari bangku kuliah. Dalam mengelola bisnisnya sejak awal tahun 2000, dia selalu menerapkan prinsip-prinsip ekonomi. Misalnya, tentang bagaimana mengatur uang kas, modal, dan sebagainya.

Latar belakang Najua melakoni karier sebagai perancang busana muslim berawal dari pengalaman yang dimilikinya. Ia kerap kesulitan mendapatkan busana muslim yang sesuai dengan seleranya. Kebetulan, kala itu, Najua baru memulai menggunakan jilbab.

Dia bilang, kebanyakan model baju muslim yang tersedia di pasaran cenderung monoton dan tidak trendi. Ia lalu mencoba mendesain sendiri beberapa model baju muslim dan menyerahkan rancangannya itu ke tukang jahit.

Ketika Najua memakai busana itu dalam beberapa kesempatan, banyak teman dan rekannya yang menyampikan pujian. Mereka pun tertarik dan memesan baju muslim kepada Najua.

Untuk memenuhi permintaan temannya, dia merogoh uang tabungannya Rp 1 juta. Uang sebesar itu dijadikan modal untuk membeli bahan kain, benang, payet, dan ongkos tukang jahit.

Dari situlah Najua mulai merintis usaha busana muslim. Pesanannya pun terus bertambah. Semua promosi dilakukan hanya dari mulut ke mulut. "Waktu itu saya hanya membuat busana muslim ketika ada pesanan saja," imbuh dia.

Setelah menyadari busana buatannya diminati banyak orang, Najua mulai percaya diri membuat model busana muslim yang lebih berkualitas. Demi melihat animo pasar, dia kerap mengikuti berbagai perlombaan rancang busana muslim.

Menurut Najua, cara itu dilakukan agar baju rancangannya semakin dikenal masyarakat. Sebab, banyak media massa yang yang meliput kegiatan tersebut.

Upaya tersebut tak sia-sia. Bukan hanya busana muslimnya semakin terkenal, banyak pihak ikut tertarik bekerja sama. Antara lain, pengelola distro dan factory outlet.

Sejatinya, kesuksesan Najua tak lepas dari peran ibu-ibu peserta didik di Balai Latihan Kerja yang tergabung dalam Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga (UPUP2K) di lingkungannya. Ketika belum banyak memiliki pegawai, dia sering memberdayakan anggota UPUP2K.

Awalnya, Najua memang kesulitan memberdayakan mereka. Pasalnya, kualitas bordiran dan pemasangan payet busana muslim dari ibu-ibu UPUP2K masih di bawah standar. Dia butuh waktu untuk mengajarkan cara menjahit yang benar. "Lama-lama kualitas mereka sudah bagus dan bisa diandalkan," imbuhnya.
Sejalan dengan itu, mitra bisnis Najua semakin bertambah luas. Selain menitipkan di distro dan factory outlet (FO), dia mendapat tawaran agar menaruh beberapa koleksi busana muslimnya di pusat perbelanjaan. Pada 2001, busana muslim buatannya sudah bisa dibeli di Pasaraya dan Sarinah, Jakarta.

Busana muslim hasil rancangannya sempat terpilih sebagai produk terbaik se-Jakarta Timur. Dari prestasi itu, Najua mendapat dukungan pemerintah untuk membuat sebuah badan usaha. Akhirnya, di tahun 2005, dia mendirikan sebuah butik yang diberi nama Moslem's Beauty Inspire.
Di butik tersebut, Najua juga menyediakan busana pengantin muslim. Usaha baju pengantin muslim ini adalah warisan dari ibunya.

Jadi, saat ini ada tiga divisi usaha Najua. Yakni, busana muslim siap pakai, busana muslim eksklusif, dan busana pengantin muslim. Kini, Najua kerap diminta memberi pelatihan kepada siswa di berbagai sekolah mode. "Sambil berbagi pengalaman, saya juga belajar mode," katanya.

Bermula dari merogoh kocek sendiri sebesar Rp 5 juta untuk modal usaha, bisnis busana muslim Najua Yanti terus berkembang. Tak hanya ingin memperbesar pasar lokal, dia juga berencana melebarkan sayap bisnisnya ke luar negeri. Australia menjadi

Najua Yanti memulai usaha merancang busana pada tahun 2000 dengan bermodalkan uang Rp 5 juta. Duit ini untuk membeli berbagai perlengkapan menjahit.

Kini, bisnisnya sudah berkembang cukup pesat. Ibu tiga putra ini mengatakan, omzet usahanya minimal sudah mencapai 20 kali lipat dari modal awalnya.

Dari hanya menerima pesanan dua busana muslim, saat ini Najua sudah rutin memproduksi busana muslim. Sekitar 100 hingga 200 potong busana muslim dapat diproduksinya saban bulan. Harga jual busana muslim tersebut mulai dari Rp 225.000 hingga Rp 20 juta per potong.

Sayangnya, lantaran berusaha rendah hati, dia tidak bersedia mengungkapkan omzet penjualannya saban bulan pada saat ini. Tapi, jika dihitung-hitung dari gambaran yang diberikan tadi, omzetnya bisa mencapai Rp 100 juta sebulan. Bahkan, nilainya bisa lebih dari itu.
Tentu saja, perjalanan usahanya sejak 10 tahun silam itu tidak selalu berjalan mulus. Banyak rintangan dan hambatan yang dia hadapi. Misalnya, kendala penurunan penjualan. Pasalnya, beberapa tempat yang selama ini jadi langganan penitipan busana muslimnya mengalami penurunan pengunjung.

Tak hanya itu, beberapa karyawan di tempat usahanya terkadang sulit diatur. Tapi, beberapa kendala itu tidak terlalu memberatkan dan bisa dia lalui.

Kendala lain, "Penjiplakan, itulah yang paling sering saya alami," kata perempuan kelahiran Jakarta, 38 tahun silam itu. Pada suatu ketika, beberapa model baju muslimnya difoto untuk diperbanyak.

Ternyata, belum sempat memperbanyak busana muslim buatannya itu, selang beberapa hari kemudian terjadi penjiplakan. Dia menemukan ada beberapa model baju yang mirip dengan miliknya ketika berjalan-jalan ke pasar Tanah Abang, Jakarta.

Meski begitu, dia tidak bisa berbuat banyak. Najua hanya mengambil hikmahnya dengan berupaya lebih kreatif lagi membuat desain busana muslim yang baru. "Siapa yang mau disalahkan kalau begini," ujar Najua.

Agar kreativitasnya terus terasah, dia kerap berpergian ke luar kota, bahkan ke luar negeri. Tujuannya mencari inspirasi rancangan busana. Lantaran semakin sering bepergian, travelling menjadi hobinya selain melukis dan merancang baju.

Misalnya, ketika bepergian ke kota yang memiliki hamparan gurun pasir yang luas, Najua menerapkan bentuk lapisan-lapisan gurun pasir itu ke dalam potongan busana muslimnya. Model busana yang dinamainya Sahara ini ditampilkan di peragaan busana pada ajang Jakarta Fashion & Food Festival (JFFF) di Harris Hotel & Conventions Kelapa Gading, Jakarta Utara, beberapa bulan lalu.

Pada peragaan busana muslim sebelumnya, Najua menampilkan koleksi baju muslim bertajuk La Bella Etnika. Ide koleksi busana muslim ini berasal dari gaya berbusana Frida Kahlo. Yaitu, pelukis wanita asal Meksiko yang bergaya gipsi latin dengan kesan cerah, artistik, sekaligus romantis.

Dengan menggabungkan dua budaya antara Indonesia dan Latin, Najua mengombinasikan batik dan tenun ikat dipadu dengan gaya Mexican coyoacan yang berwarna gelap. Cayenne red, turqouis, hijau tua, dan hitam dijadikan sebagai ornamen.

Memang, inspirasi model busana muslimnya banyak diperoleh dari kekayaan budaya bangsa lain. Namun, secara garis rancang Najua menciptakan busana muslim bergaya etnik kontemporer. Aksesori-aksesori berupa kalung dan gelang etnik kerap memperkaya dan mempertegas rancangannya.

Berbagai peragaan busana bisa diikuti karena dia telah bergabung dengan Asosiasi Pengusaha Perancang Mode Indonesia (APPMIMI) sejak tahun lalu. "Ini menjadi salah satu cara untuk memperluas jaringan bisnis," ucapnya.

Ke depan, selain memantapkan bisnis busana muslim di dalam negeri, Najua juga berencana mengembangkan pasar di Melbourne, Australia. Pertimbangannya, di sana cukup banyak warga muslim tapi belum banyak pemain di usaha tersebut. "Awalnya mungkin saya akan fokus membuat baju pengantin muslim di Australia nanti," ujar Najua.

sumber: http://peluangusaha.kontan.co.id/news/najua-ingin-mengepakkan-sayap-ke-australia-3-1

1 comment:

jilbab gaby said...

subhanallah, bu najua bisa jadi inspirasi nich.. posting bagus dari blog bagus. salam kenal. jilbab gaby