Uwoh Saepulloh, Dari Piala Citra Hingga Rangka Baja
Dua piagam penghargaan dari
Menteri Pariwisata dan Gubernur
Jawa Barat menghiasì ruang kerja
H. Uwoh Saepulloh. Piala Citra,
Panasonic Award, dan Ka1pataru juga
menjadi bukti nyata sentuhan tangan
Uwoh menyulap logam. Inovasi demi
inovasi terus dilakukan Uwoh, tak bisa
berhenti, tak ada pedal rem.
GIGIH dan pantang menyerah, itulah
Uwoh Saepulloh, pemilik CV Sumirah
Teknik dan CV Rhodas di Cibatu, Cisaat,
Sukabumi, Jawa Barat. Sejak menjadi karyawan
di sebuah bengkel logam, Uwoh tidak pernah
menyerah atas suatu pesanan pelanggan. Sesulit
apa pun desainnya, tidak ada yang ditolak.
Justru pekerjaan sulit dijadikan tantangan
untuk menemukan cara yang lebih hebat.
Dengan bermodalkan kemampuan menguasai
3 jenis mesin—yakni press, scrub, dan bubut—
semua pekerjaan logam dilakukan tanpa kenal
lelah. Kepuasan pelanggan atas hasil kerjanya
menjadi tujuannya. Tak heran jika, selain
pelanggan bertambah banyak, kebanyakan dari
mereka juga secara khusus meminta pesanan
mereka dikerjakan oleh Uwoh, bukan yang lain.
Order yang semakin meningkat membuat Uwoh
kewalahan dan banyak pekerjaan yang tidak
dapat ditangani.
Uwoh pun memutar akal. Ia menyiasati
kendala ini dengan mengerjakannya di rumah
sepulang kerja. Tentu saja, ia harus membeli
mesin yang kemudian diletakkan di kamarnya.
Uwoh juga membina anak sekolah yang
membutuhkan tambahan uang sekolah. Namun,
finishing tetap ditangani Uwoh sendiri.
“Alhamdulillah pekerjaan-pekerjaan itu bisa
diatasi. Tapi karena semakin hari pekerjaan
itu semakin banyak dan tidak bisa diatasi
perusahaan, saya memutuskan untuk berwiraswasta,”
tutur Uwoh yang menjadi karyawan di
bengkel tersebut selama kurang lebih 4 tahun,
sejak 1995. Uwoh kemudian membuka usaha
sendiri, hingga pada tahun 2007 mendirikan CV
Sumirah Teknik dan CV Rhodas dengan modal
Rp 20 juta yang didapatnya dari gaji selama
menjadi karyawan.
GIGIH DAN SUKA TANTANGAN
Meski keluarganya berlatar belakang petani
dan orangtuanya tidak memberi inspirasi
tentang wiraswasta kepadanya, namun hal itu
tidak menghambat Uwoh dalam berkarya.
Sikap gigih Uwoh ini jugalah yang di kemudian
hari membuatnya meraih penghargaan sebagai
pemimpin koperasi usaha menengah berprestasi
se-Jawa Barat (2007) untuk jenis usaha logam.
Sejak kecil Uwoh memang suka tantangan.
Bila ada hal-hal yang dianggap sulit dalam bidang
apa pun, ia semakin ingin memecahkannya. Jika
orang lain tidak bisa, Uwoh bersemangat agar
bisa. Tapi jika orang lain yang bisa, Uwoh malah
tidak semangat. Hasratnya selalu ingin berbeda
dari yang lain. Suatu saat pernah ada konsumen
yang meminta dibuatkan meja antik dengan
memberikan contoh dari Belanda. Baginya,
menjiplak suatu benda itu justru susah dan tidak
menantang.
“Saya bilang ke orang itu, ‘Kalau saya
menjiplak ini nanti barangnya enggak laku,
pamornya juga kurang bagus, karena orang tahu
ini cuma tiruan, ada barang aslinya. Nah, saya
ubah motifnya menjadi model baru. Jadi nanti
promosinya jelas, yang itu model lama, yang ini
model baru.’ Setelah barang tersebut booming,
dia mendapat acungan jempol. Katanya, saya
kreatif. Sejak itu setiap ada pekerjaan, saya
diundang. Sampai sekarang pun, setiap ada
pekerjaan dia konsultasi. Padahal dia itu
insinyur, punya latar belakang pendidikan bagus,
tapi merealisasikannya belum tentu bisa,” kata
Uwoh sambil tersenyum.
Awalnya Uwoh membuat logam untuk peralatan
elektronik seperti tape dan televisi.
Namun, usaha ini tidak berkembang sehingga
Uwoh mulai membuat produk mekanik berbahan
baja ringan. Produk yang dihasilkan mulai dari
mesin hingga rangka baja, juga panel pintu
yang digemari para pengembang kontrakan dan
perumahan, seperti Wasa Mitra Engineering,
Indocement, dan United Tractors.
Seluruh mesin yang digunakan, termasuk
mesin cetakan, dibuat dan dirangkai sendiri oleh
Uwoh. Tangan terampilnya tak kaku mengikuti
perkembangan teknologi permesinan. “Saya dulu
membuat mesin untuk baja sedang, lalu ada
rekan datang ke tempat saya. Terus dia mau beli
mesin itu karena dikiranya buatan Jepang,” ujar
Uwoh sambil tergelak, “Padahal saya membuat
mesin itu sesuai dengan kebutuhan produksi
saya saja, tanpa pernah melihat mesin yang dia
maksudkan itu.” Inovasi pun dilakukan Uwoh
dengan membuat kusen logam serta genteng
metal berpasir dan berwarna.
MENGEKSPLORASI GENTENG METAL
Pada awalnya Uwoh fokus pada permintaan
genteng metal yang menantang. Meskipun
harga jual genteng metal tidak terlalu mahal,
yakni Rp 55 ribu per meter persegi, permintaan
justru banyak datang dari luar Pulau Jawa.
Di Jawa sendiri baru Jawa Tengah, Jawa Timur, Cirebon,
Tasik, Ciamis, Serang, Banten, Bekasi, dan Tangerang
yang perlahan beralih menggunakan genteng metal.
“Untuk pintu panel, kalau tidak salah baru di sini yang
menciptakan, belum ada tempat lain yang menciptakan dari
logam. Produk ini sudah masuk ke Balikpapan dan Papua,
800 unit untuk pintu panel, kusen, rangka atap, plafon,
sama genteng rumah. Nilainya Rp 23 miliar,” urai pria yang
memiliki bengkel kerja seluas 5.000 meter persegi ini.
Selain harganya yang lebih murah dari alumunium—pintu
dari kayu kamper bisa mencapai Rp 1,4 juta, pintu
dari logam hanya Rp 1 juta sudah termasuk kusen dan
pengecatan-keunggulan produk logam adalah awet dan
antirayap. Selain itu juga sifatnya stabil sehingga
bentuknya selalu simetris dan tidak mengalami penciutan.
Uwoh pun bisa memberi garansi hingga 20 tahun.
Kalaupun tidak dipakai lagi, menurut Uwoh, pintu logam ini
bisa dijual kembali maupun didaur ulang sehingga tidak
menambah sampah. Ya, siapa mengira bahwa inspirasi menciptakan
komponen bangunan dari logam ini berawal dari keprihatinan
Uwoh terhadap lingkungan. “Saya teringat waktu saya melihat
banyaknya illegal logging di televisi yang menyebabkan
terjadinya bencana di mana-mana, seperti banjir. Dari
situ saya berpikir untuk mencari cara mengatasinya, yaitu
dengan membuat bahan bangunan dari logam, bukan dari
kayu,” paparnya bijak.
Mengingat bahan baku kayu semakin sulit diperoleh,
Uwoh pun menganjurkan masyarakat beralih ke logam.
“Berapa pohon yang harus ditebang untuk
membuat panel pintu dan kusen dari kayu?
Mungkin untuk mebel belum bisa dialihkan ke
logam. Tapi kalau panel pintu dan kusen sudah
bisa hingga 50-70 persen,” paparnya yakin.
Pengalaman unik lainnya adalah ketika ia
diminta membuat Piala Citra dengan desain
baru pada tahun 2008, dan mendapatkan
penghargaan Festival Film Indonesia dari Menteri
Kebudayaan dan Pariwisata atas sumbangsih
dan dedikasi dalam pembuatan Piala Citra baru.
Uniknya, saat mengerjakan piala tersebut Uwoh
hanya mendapat gambar tanpa keterangan
ukuran apa pun.
“Dia itu mungkin sudah keliling ke sana
sini tapi enggak mewujudkan suatu barang.
Akhirnya ada yang ngasih tahu bahwa yang
gini mah mungkin ke saya. Dari gambar itu
saya realisasikan dengan kemampuan saya.
Alhamdulillah terwujud suatu barang dan dapat
penghargaan dari menteri,” ucap Uwoh
bangga. Apalagi kemudian order berlanjut untuk
pembuatan handicraft lainnya, seperti Piala
Kalpataru dan Panasonic Award.
INOVASI TANPA HENTI
Saat pintu panel rancangan Uwoh yang
baru hanya memiliki satu macam motif saja,
sudah banyak permintaan datang. Menurut
Uwoh, pembeli menyukai rancangannya karena
tampilannya mirip kayu. Sayangnya, Uwoh
mengaku tidak mematenkan rancangannya
karena ia masih ingin mengubah motif, warna,
dan ukuran. “Padahal untuk pintu panel saja
sudah ada 20 motif yang bervariasi, dan prediksi
saya permintaan akan terus meningkat,” ujarnya.
Uwoh kerap didatangi marketing developer
sebuah perumahan untuk dikontrak dan di
fasilitasi mulai dari tempat, mesin, dan material.
Uwoh tinggal mengerjakannya, sedangkan
sistem pemasaran dan penjualan dilakukan
oleh rekanan. Dengan demikian ia fokus pada
produksi. Marketing developer perumahan
biasanya ‘mengunci’ produk tertentu melalui
ikatan kontrak eksklusif, sehingga Uwoh tidak
boleh menjualnya ke pihak lain. “Mereka berani
memasarkan ke luar Jawa. Jadi, lebih banyak
lagi yang datang. Yang datang itu developer.
Konsumen melihatnya kualitas, bagusan dari
sini dengan yang lain katanya,” jelas Uwoh.
Berkat inovasinya, Uwoh mendapat undangan
untuk menggelar presentasinya di hadapan
Menteri Perindustrian pada awal Mei 2011. Ia
optimis tren penggunaan kayu akan beralih ke
logam. Apalagi pemerintah sudah menggiring
ke arah tersebut untuk menyelamatkan hutan
lindung. Dimulai dengan keharusan agar rangka
atap menggunakan baja ringan. Tidak tanggung
tanggung, sudah ada pesanan dari pemerintah
untuk 8 ribu rumah di Papua. Melihat ini, ia
bisa memastikan penggunaan kayu menurun,
digantikan dengan produk logam buatannya.
Menurut Uwoh, jika tidak bisa berinovasi,
seseorang hanya akan menjadi tamu di negeri
sendiri. Dengan berinovasi, sumber daya lokal
bisa bersaing. “Kalau kita ciptakan, orang lain
meniru, itu berarti sudah nilai positif,” ujar
Uwoh.
Pria yang enerjik ini bahkan tidak sabar
untuk segera menuangkan inovasi-inovasi logam
lainnya. Dia sudah merancang ventilasi
rumah dari logam yang berfungsi mengatur
aliran udara. Dengan tambahan filter, alat ini
berfungsi untuk mengeluarkan udara kotor dan
memasukkan udara bersih. “Semacam exhaust
fan, namun menggunakan sistem mekanik dengan
gerak udara, sehingga tidak perlu tenaga
listrik,” paparnya serius.
Ide membuat pintu panel geser dari logam
dengan sistem elektrik juga sudah menari-nari
dalam benak Uwoh. Dengan rancangannya ini, si
pemilik rumah tinggal menekan remote control,
maka ruangan akan terbuka dan tertutup
sendiri. Komponen bangunan ini akan sangat
berguna untuk ruangan multifungsi, seperti
tempat praktik dokter.
Uwoh juga telah merancang pintu panel
logam yang menggunakan programmable logic
control (PLC) dan memiliki personal
identification number (PIN). Jadi, pemilik rumah bisa
membuka dan menutup pintu dari mana saja.
Pintu ini diperkirakan bernilai Rp 100-200 juta.
Untuk inovasinya ini, Uwoh membidik kelas
menengah ke atas. Ia yakin pemilik rumah
seharga miliaran rupiah akan membutuhkan
pintu PIN untuk menyelamatkan aset, bukan
hanya sekadar mengandalkan satpam. “Saya
sudah ciptakan ke sana, mudah—mudahan bisa
terwujud. Alhamdulillah jika bisa mewujudkan
suatu barang dan bermanfaat bagi banyak
orang,” kata Uwoh yang memiliki omzet Rp 12
miliar per tahun untuk masing-masing perusahaan
yang dikelolanya. Kekuatan inovasi jugalah yang
membuat Uwoh tangguh dalam menghadapi persaingan.
Kompetisi bukan hanya pada kualitas, tetapi
juga harga. Tahun 2000 Uwoh menciptakan
batako yang cara kerjanya seperti mainan lego,
dengan fungsi yang jauh lebih bagus dari bata
merah. Ini dilakukannya setelah melihat lamanya
proses pengerjaan bata merah. Produk batako ini
sudah ada permintaan, namun karena
kewalahan, ia mengalihkan ke rekanan lain. Ia
cukup membuatkan mesin untuk menghasilkan
10 jenis batako tersebut.
Inovasi di luar logam juga ada di dalam benak
Uwoh, yakni memanfaatkan pohon kelapa
untuk dijadikan lantai. Daun dan rumput juga
bisa dijadikan material dan bahan baku, seperti
halnya serbuk kayu gergaji menjadi partikel
board untuk lemari. Demikian juga dengan pohon
pisang yang jumlahnya berlimpah ruah,
mudah ditanam, dan cepat tumbuh di Indonesia,
untuk bahan pembuat dinding. Ampas
pohon pisang dijadikan bahan material dinding,
sedangkan airnya dijadikan lem. Kelebihan dinding
jenis ini adalah bisa dipasang
knockdown dan kedua sisinya bisa diberi motif
berbeda dengan wallpaper berbahan vinyl. Dengan
dinding seperti ini, rumah bisa dibuat loose
saja. Jika pemilik rumah merasa bosan, dinding
bisa diubah-ubah posisinya maupun motifnya.
“Pohon pisang memang lembek dan basah
kalau belum diolah. Tetapi setelah di-press
bahan ini akan menjadi padat. Setelah dipanasi
dengan suhu 300 derajat akan menjadi keras.
Bahan yang tadinya setebal 10 sentimeter di
padatkan hingga 1 sentimeter kan menjadi keras,”
urai Uwoh.
Uwoh meyakini produk ini bisa menjadi alternatif
dinding beton yang cukup kuat. Namun
bahan material dari pepohonan tidak bisa
dijadikan pintu karena sifat pintu yang dibuka
tutup, sedangkan dinding tidak. Uwoh berharap
dinding berbahan material pohon tidak keburu
diolah orang lain.
Dengan inovasi, hidup menjadi lebih hemat.
Caranya dengan menciptakan produk semudah mungkin,
sebagus mungkin, dan semurah mungkin, tanpa
mengesampingkan fungsi utamanya. Bahkan, ia
tidak pernah puas dengan inovasi yang sudah
dilakukan. Targetnya, setiap
tahun harus menciptakan inovasi produk, atau
minimal modifikasi. Menurutnya, setelah sesuatu
menjadi produk justru bisa meraih keuntungan besar.
MENGEMBANGKAN USAHA
Menyadari bahwa usahanya maju pesat, Uwoh
pun meminjam uang Rp 2 miliar dari bank bjb
untuk CV Sumirah Teknik pada tahun 2008.
Berkat pinjaman tersebut, Uwoh sekarang sanggup
membuat 300 pintu panel hanya dalam
sehari, yang dikerjakan oleh 40 orang pegawai.
Ini jauh lebih cepat dibandingkan dengan
pengerjaan sebuah pintu kayu, yaitu 2-3 hari
oleh 1 orang.
Dalam usahanya ini, Uwoh yang hanya berlatar
belakang pendidikan setara SMA melibatkan
istrinya untuk mengurus bagian administrasi
dan keuangan. Ia juga mengarahkan
anak sulungnya yang sudah kuliah untuk
menangani manajemen, sebagai jembatan untuk
melanjutkan usahanya kelak. Meski melibatkan
keluarga, hingga saat ini ia tidak melihat kendala,
perselisihan, apalagi kecemburuan dalam
mengembangkan usahanya.
Uwoh juga mempekerjakan orang-orang sekitar.
Kriteria utamanya adalah baik, jujur, dan
mau bekerja. “Lebih baik tetangga daripada
orang lain, karena saya sudah kenal. Saya, sih,
lihat kepribadiannya. Yang penting baik dan
mau bekerja itu sudah cukup,” ujarnya.
Meskipun persaingan dengan bisnis yang
sama di daerahnya tidak terlalu keras, tak
urung pembajakan karyawan terjadi juga. Total
jumlah karyawan yang dibajak saingan-saingan
usahanya hingga saat ini bisa mencapai l00
orang. Tentu saja karyawan Uwoh merupakan
sasaran empuk pembajakan karena Uwoh konsisten
meningkatkan keterampilan mereka. Selain turun
tangan mengajari sendiri, Uwoh juga
bekerja sama dengan institusi pemerintah agar
karyawannya mendapatkan pelatihan teknis.
Kini, Uwoh memiliki 30 orang karyawan
tetap dan 10 orang pegawai honorer. Untuk
memudahkan alur pekerjaan, Uwoh menspesifikkan
pengerjaan produksi. CV Sumirah
Teknik yang namanya diambil dari nama istrinya,
Sumirah, mendapat jatah mengerjakan
panel pintu, kusen, dan genteng. Sedangkan CV
Rhodas menangani permesinan, rangka atap
dan baja ringan, dan kompor. Semua pengerjaan
menggunakan bahan baku logam yang diperoleh
dari distributor perusahaan baja besar di
Indonesia secara inden selama 1 bulan.
Dengan bantuan mesin, produk yang dihasilkan
tetap simetris dan memiliki presisi yang stabil.
Jadi, untuk membuat 1 unit bahkan 1.000 unit pun
hasilnya akan sama karena menggunakan cetakan.
Produk logam pun bisa memiliki bermacam warna
tergantung selera, bahkan 1 produk bisa dibuat 10
warna. Inilah keunggulan lainnya dibandingkan
panel pintu dan kayu.
MANAJEMEN USAHA
Meski perjalanan usahanya terhitung lancar,
Uwoh juga pernah mengalami masa surut pada
2010 yang—menurutnya dipicu ketidakstabilan
pemerintah, daya beli pasar, dan persaingan
yang sengit. Tapi, hal ini juga dialami oleh semua
pesaingnya. Untungnya, Uwoh tidak sampai
gulung tikar karena memiliki inovasi yang bisa
diterima pasar dan sulit ditiru.
Selain itu, ia juga pernah menjadi unit
sebuah perusahaan besar. Dengan metode bisnis
ini, ia baru menerima pembayaran setelah 3
bulan. Selanjutnya masih diberikan giro selama
1 bulan, jadi totalnya membutuhkan waktu 4
bulan untuk menerima pembayaran. Menurut
perhitungan Uwoh, keuntungan sebesar 10 persen
bisa lenyap kalau dihitung dengan bunga.
“Keuntungan 5 persen dengan pembayaran 4
bulan itu sudah minus. Bisnis tidak mungkin
bisa berkembang,” ujarnya. Itu sebabnya Uwoh
tidak ingin lagi menjadi sub perusahaan besar.
Menurut pengalamannya, bukan perusahaan
besar yang membantu perusahaan kecil, tapi
malah sebaliknya.
Tentu saja, Uwoh memiliki mimpi agar usahanya
menjadi besar. Untuk mewujudkan impiannya itu,
Uwoh melakukan berbagai persiapan. “Setelah
Lebaran 2011 ini saya bergabung dengan beberapa
teman yang ingin menjadi distributor produk saya
di beberapa daerah. Untuk produksinya tetap di
saya, mereka hanya marketing atau distributor
saja,” tutur Uwoh.
Perluasan pasar juga dilakukan Uwoh dengan
membuka kantor cabang di beberapa
daerah. Targetnya adalah Bandung, Tangerang,
Jambi, Jakarta. Dalam angannya, 5-10 tahun
ke depan ia telah memiliki kantor cabang atau
distributor di setiap daerah. Selain itu, ia juga
ingin memiliki lebih dari satu pabrik.
Saat ini Uwoh masih menjalankan perusahaannya
mengikuti intuisinya semata dan belum
membangun sistem, baik dalam manajemen
keuangan, rekrutmen, sumber daya manusia,
produksi, maupun pemasaran. “Ada mungkin
pada saat produksi naik karena kantor cabang
banyak, pasti saya akan membuat sistem, termasuk
manajemen keuangan, merekrut karyawan, atau
dalam bidang marketing,” kata Uwoh.
Di masa depan Uwoh ingin memiliki cabang
yang asetnya 30% dimiliki oleh keluarga dan
70% dimiliki oleh orang lain. “Usaha ini muncul
dari keinginan sendiri, dari kemauan dengan
tekad. Saya ini cuma ingin maju atas nama
daerah. Mudah-mudahan bisa berkembang
untuk orang banyak. Insya Allah usaha ini
membuat tempat yang gelap bisa jadi terang, di
tempat yang terang bisa menjadikan cahaya,”
demikian Uwoh mengakhiri pembicaraan.
Catatan Rhenald Kasali
SALAH SATU KELEMAHAN UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah) dan
kewirausahaan Indonesia adalah selalu dimulai pada inovasi produk dan
berhenti pada produksi. Tanpa inovasi usaha dan membangun sistem, usaha
akan berakhir di tangan inovator atau satu generasi di bawahnya. Oleh
karena itu inovasi produk harus diikuti dengan sistem dan manajemën usäha
yang modern.
Meski demikian, tidak dengan serta merta suatu usaba langsung diawali
dengan manajemen modern. Bahkan tidak jarang saya menemukan sebuah usaha
yang tidak memiliki visi—misi tertulis meski sudah hidup lebih dari 20
tahun, Namun perusahaan ini memiliki sistem rutin yang balk dan profesional
setelah melewati sekitar 4-6 tahun perjalanan usaha.
Dalam 4 tahun pertama seorang wirausahawan akan sibuk membuat mimpinya
menjadi kenyataan. Fokusnya adalah pada survival yaitu membuat usahanya
hidup ia harus merawat ‘bayi’ basil kandungannya dengan memberi susu
memandikan, mengajaknya berbicara, mengajarkan makan, dan berjalan serta
membawa ke dokter bila ia demam dan memberikan imunisasi.
Jadi empat tahun pertama adalah masa yang vital, karena usaha baru itu
rentan kematian. Usaha harus dijaga siang-malam agar tetap hidup. Usaha
memerlukan kepastian pendapatan dan kelancaran arus cash. Setelah urusan
cash lancar dan menjadi rutin, ibarat seorang anak, ia pun harus
disekolahkan. Itulah saatnya Anda memberikan sìstem dengan manajemen yang
tertata baik.
Akan halnya inovasi yäng dijalannya Uwoh, tentu saja tetap sama.
Ia membutuhkan inovasi dan sistem. Tanpa sistem, usahanya akan berakhìr di
tangannya atau satu generasi di bawahnya. Itu sebabnya ia membutuhkan
manajemen yang balk saat ini.
Dari Buku: Cracking Entrepreneurs, Penyusun: Rhenald Kasali. Penerbit: Gramedia: 2012
1 comment:
KAMI SEKELUARGA TAK LUPA MENGUCAPKAN PUJI SYUKUR KEPADA ALLAH S,W,T
dan terima kasih banyak kepada AKI atas nomor yang AKI
beri 4 angka [1216] alhamdulillah ternyata itu benar2 tembus AKI.
dan alhamdulillah sekarang saya bisa melunasi semua utan2 saya yang
ada sama tetangga.dan juga BANK BRI dan bukan hanya itu AKI. insya
allah saya akan coba untuk membuka usaha sendiri demi mencukupi
kebutuhan keluarga saya sehari-hari itu semua berkat bantuan AKI..
sekali lagi makasih banyak ya AKI… bagi saudara yang suka PASANG NOMOR
yang ingin merubah nasib seperti saya silahkan hubungi KI DARSA,,di no (((085-342-064-735)))
insya allah anda bisa seperti saya…menang NOMOR 770 JUTA , wassalam.
Post a Comment