Iyus Rohana Chandra, Menjadi Sahabat Para Tani
Berlokasi di lereng Pegunungan
Patuha, perjalanan UD Sahabat
Tani, membuktikan bahwa di desa
pun terdapat pemuda yang mampu
berkembang menjadi wirausaha
tangguh.
SEBAGAIMANA kisah kuno dari negeri
Cina tentang nasib manusia, Iyus Rohana
Chandra juga percaya bahwa tak ada
yang tahu nasib baik atau buruk seseorang.
Termasuk ketika pada suatu hari pamannya
memanggil Iyus untuk mendiskusikan hal
yang sangat serius. Di ujung pembicaraan, ia
menyatakan ingin mundur dan menyerahkan
usaha turun-temurun yang dirintis sang Kakek
ke tangannya.
“Saat itu Paman nggak bicara banyak soal
alasannya. Beliau hanya bilang akan beralih ke
agrobisnis,” kenang Iyus. Mendengar keputusan
paman, Iyus mengaku sangat terkejut, tapi ia
juga merasa bangga karena sang Paman percaya
padanya. “Cuma waktu itu saya enggak bisa
bilang apa-apa kecuali bersedia,” tambahnya.
Diserahi usaha yang membutuhkan tanggung
jawab besar, Iyus mengaku bahwa yang
terpenting usahanya dapat berjalan dengan lancar.
“Masalahnya, bisa nggak bisa, kan usaha ini
Harus jalan,” katanya sambil terkekeh, “Pokoknya
saya jalan saja dulu sesuai kebiasaan yang sudah
ada. Saya hanya berusaha menjalaninya dengan
sebaik-baiknya.”
Ternyata di tangannya, UD Sahabat Tani
berkembang dengan baik. Dan, setelah sepuluh
tahun, ia berhasil membuka cabang pertama
di Pasir Jambu, tahun 2003. Pengelolaannya
diserahkan kepada Dadang Ahmad Zakaria,
salah satu pamannya juga.
Setelah berhasil membuka satu cabang,
perkembangan UD Sahabat Tani tak terhentikan.
Dua tahun kemudian UD Sahabat Tani membuka
satu cabang lagi di Pasar Ciwidey, Kecamatan
Ciwidey. Cabang ini dikelola oleh salah seorang
saudara Iyus yang sebelumnya telah menjadi
karyawan. Secara tidak langsung Iyus mulai
menjadikan usahanya sebagai lahan pengaderan
calon pemimpin.
Dua tahun setelah cabang pertama dibuka,
UD Sahabat Tani kembali membuka 2 cabang
baru di Kecamatan Rancabali. Kemudian Iyus
membuka 1 cabang lagi di Kecamatan Ciwidey.
Dengan demikian hingga tahun 2011, UD Sahabat
Tani memiliki lima cabang.
FENOMENAL DARI LERENG PATUHA
Ayah dua anak ini menjalani tiga jenis usaha
sekaligus: penyedia berbagai kebutuhan petani
seperti benih, pupuk, dan obat-obatan; pemasok
stroberi dan kentang ke beberapa jaringan
ritel dan pusat belanja modern; serta pemilik
showroom sepeda motor.
Iyus memang bukan pemain baru di dunia
usaha. Sejak berumur belasan tahun dia telah
belajar berbisnis dari kakeknya yang juga seorang
pengusaha, Eman Sulaeman. Iyus mengenal
dan menguasai secara detail seluk-beluk bisnis
yang berkaitan dengan kebutuhan petani, mulai
dari pengambilan bahan, penataan, pemasaran,
hingga penagihan dan pembukuan.
Setelah Eman mundur, usaha tersebut diserahkan
kepada paman Iyus, Rahmat Suherman.
Meskipun berpindah tangan, pengelolaan usaha
ini tetap memerlukan tenaga Iyus. Sebab hanya
Iyus-lah yang menguasai hampir semua sisi,
dari pemasok sampai konsumen.
Namun, ketika lulus SMA Iyus sempat berpikir
untuk meninggalkannya dan melanjutkan
kuliah ke sebuah perguruan tinggi di Bandung.
Anehnya, belum lama menjalani kuliah,
Iyus sudah merasa bosan. “Mungkin karena
terbiasa pegang uang, saya merasa kuliah
menjadi tidak menarik. Saya merasa kuliah
seperti sia-sia karena enggak menghasilkan uang,”
kata Iyus. Melalui pertimbangan matang, akhirnya
Iyus memilih ‘cabut’ dan kembali bekerja.
Hanya saja, Iyus enggan kembali ke ‘pangkuan’ sang Paman.
Ia ingin mencari uang sendiri dan mandiri.
Keinginannya pun terkabul. Ia diterima di sebuah bengkel
sepeda motor. Namun ia hanya bertahan selama enam bulan.
Suami Mega Puspitasari, S.Pd. yang berprofesi sebagai
guru di SMAN Margahayu ini merasa
tak betah menjadi karyawan orang lain. Ia pun hengkang.
Iyus lalu menjalani usaha penjualan pulsa. Sayangnya
bisnis pulsa tersebut juga tak berkembang. Ia pun berhenti.
Karena merasa ‘mentok’, tahun
1990 Iyus kembali ke ‘pangkuan’ sang Paman.
Ternyata hokinya memang ada di dunia pertanian.
Selanjutnya, tak perlu banyak
belajar lagi, Iyus menguasai rantai usaha pertanian.
PENGALAMAN, PERGAULAN, DAN PELATIHAN
Sejak ditangani Iyus, pendapatan Sahabat Tani tak hanya berasal
dari penjualan kebutuhan petani, tetapi juga dari bidang usaha
lain. Iyus mengembangkan Sahabat Tani sebagai ‘lembaga
permodalan’ bagi petani yang ingin bergerak di bidang sayur
mayur dan buah-buahan, khususnya stroberi. “Tapi sejak awal
saya hanya berani memodali petani kalau pasar sudah ditemukan.
Setelah ketemu pasar baru berani,” katanya, “itu pun, petaninya
harus memiliki lahan dan tenaga.”
Dari mana Iyus memperoleh ilmu bisnis seperti itu? Menurutnya,
hal tersebut diperolehnya dari pengalaman, pergaulan,
dan pelatihan yang diselenggarakan oleh pemasok kebutuhan
sarana pertanian yang merupakan kepanjangan tangan produsen.
Mereka kerap menyelenggarakan berbagai jenis pelatihan untuk
para agen kebutuhan pertanian agar konsumen memahami
pertanian modern. Dengan cara itu produsen memiliki pasar
sekaligus agen bagi berbagai produk yang mereka hasilkan,
mulai dari bibit, obat-obatan hingga berbagai sarana
pertanian. “Setahun kami bisa dapat pelatihan sampai empat
kali,” katanya. Iyus memiliki kelebihan
pada cara menemukan pasar dan mempertahankan petani.
Salah satu yang dia lakukan
ialah melayani kebutuhan para petani dengan sebaik-baiknya
dan memperpendek jarak lokasi.
Untuk memenuhi kebutuhan jarak tersebut, diperlukan
waktu dua tahun sebelum memutuskan untuk membuka cabang.
Selain mempersiapkan lahan, Iyus harus menganalisis
pasarnya terlebih dahulu, mencari informasi mengenai
pesaing dan kebutuhan petani di lokasi tersebut.
“Sebelum pasarnya jelas, kami belum berani membuka cabang.
Kalau sudah yakin sebuah lokasi bisa menjadi pasar baru,
kami akan membukanya. Dibukanya cabang baru ini juga
mengurangi berbagai biaya yang
dikeluarkan Sahabat Tani karena selama ini memberikan layanan
gratis untuk mengangkut belanjaan pelanggan,” paparnya.
Namun, sebelum membuka usaha permodalan petani, Iyus
terlebih dahulu bermitra dalam usaha pemasaran kentang untuk
jaringan ritel modern di Jakarta. Kemitraan itu ternyata berjalan
dengan baik, bisnis pemasokan kentang pun berhasil. Usaha
kentang ini kemudian membawanya memasuki usaha pemasaran
stroberi.
“Setelah kedua usaha itu jalan, saya baru berani megang
petani dan memodali mereka,” ujarnya. Saat ini seluruh usahanya
berkembang, ia bukan hanya menjadi penyedia kebutuhan
sarana pertanian, tetapi juga pengusaha kentang dan stroberi, dan
lembaga permodalan untuk petani.
Iyus yang menggemari sepakbola dan sepeda motor,
menggunakan hobinya untuk menciptakan pasar dan pengaruhnya.
Tak jarang Sahabat Tani tampil sebagai sponsor pertandingan
sepakbola di kalangan petani agar dia bisa menjaga silaturahmi
dengan para pelanggan dan petani yang belum menjadi pelanggannya.
MENGELOLA USAHA DAN KARYAWAN
Seiring dengan perkembangan usaha, Iyus meningkatkan
tata cara pengelolaan Sahabat Tani. “Meskipun demikian
saya memberikan kepercayaan penuh kepada saudara-saudara
saya untuk mengembangkan cabang yang mereka
pegang,” katanya. Untuk urusan pembukuan,
Iyus menyerahkan masalah keuangan kepada karyawan yang
paling berkompeten. Demikian pula untuk pembelian dan
pengiriman barang. “Saya ingin semua yang bekerja dan
bermitra dengan Sahabat Tani sama-sama berkembang,” katanya.
Menurutnya, menangani karyawan bukan hal yang mudah
karena masing-masing orang memiiki watak, kemampuan,
dan cara menghadapi kondisi yang berbeda-beda. “Kalau
yang perempuan umumnya cepat menikah lalu pergi. Padahal
untuk bekerja di bidang pembukuan mereka lebih teliti daripada
karyawan laki-laki,” kata Iyus yang mengaku pembukuannya
masih konvensional. “Kami belum pakai sistem akuntansi modern.
Toh, ini bukan perusahaan besar di kota,” ujarnya enteng.
Dalam menerima karyawan baru, Iyus lebih memilih orang
luar daripada keluarga. Menurutnya bekerja dengan anggota
keluarga sendiri berpotensi sulit mengambil tindakan tegas.
“Kalau keluarga, akan ada rasa nggak enakan,” akunya. Selama
ini UD Sahabat Tani masih mempekerjakan karyawan lama dan
belum menerima karyawan baru. “Karyawan baru diterima ketika
kami membuka cabang baru,” katanya. Itu pun tanpa proses
yang rumit. Bagi Iyus, siapa pun yang mau kerja, bisa bergabung
dengannya.
Dengan cara demikian, Iyus mengaku hubungan antar
karyawan sudah terbangun seperti keluarga.
“Kami melakukan berbagai cara—mulai
dari arisan sampai jalan-jalan—agar selalu akrab. Tapi
saya juga membuat peraturan yang jelas dan sanksi yang
tegas bagi karyawan yang melanggar,” katanya. Karenanya,
walau banyak pesaing, karyawan UD Sahabat Tani
tetap setia. Hal yang sama juga berlaku
di setiap cabang. Namun, terhadap pengelola cabang Iyus
mengenakan peraturan yang sedikit berbeda, karena
pengaruh besarnya upah yang diberikan. Sementara untuk
pembagian keuntungan, cabang diwajibkan menyetor
60% untuk pusat.
Hubungan baik juga dia lakukan dengan pelanggan maupun
nasabahnya. Iyus bahkan mencoba untuk mengikat
hubungan dengan mereka. Pertama, memberikan diskon dan
pelayanan antar barang. Kedua, menggunakan
klub sepakbola yang didirikan sebagai sarana
promosi dan menjalin kesetiaan. “Selain untuk
alat promosi, ya untuk mengikat mereka. Yang
jadi anggota klub akan mendapatkan berbagai
prioritas dan kemudahan,” katanya.
BANTUAN KREDIT USAHA KECIL
Iyus paham bahwa bisnisnya berada di daerah
rawan bencana. Bahkan akibat sedikit tindakan
gegabah saja bencana mudah terjadi. Petani
Rancabali tinggal di lereng pegunungan yang
sebagian besar merupakan wilayah yang terkena
proyek reboisasi. Oleh sebab itu, Iyus selalu
bersikap hati-hati dalam bertindak. Bahkan dia
tak henti-hentinya mengajak para petani untuk
melakukan penghijauan.
Sebagai pelaku usaha, ia mengaku sering
dituntun oleh intuisi dalam membuat keputusan,
terutama jika di depan matanya terhampar
peluang. Contohnya, ketika Iyus menemukan
lahan yang dianggapnya potensial sebagai tempat
penanaman sayur-mayur dan stroberi
di Kecamatan Rancabali. Para petani pun
mendukung pemikiran tersebut, karena dengan
dibukanya lahan baru tersebut, mereka akan
mendapatkan pekerjaan tambahan. Meskipun
harus memulai dengan modal besar, dari proyek
ini Sahabat Tani memperoleh keuntungan yang
signifikan.
Namun, tidak berbeda dan usaha lainnya,
UD Sahabat Tani sempat mengalami kerugian.
Pada tahun 2007, misalnya, Perhutani menutup
lahan garapan petani yang dimodali Iyus karena
adanya kecemburuan sosial di antara para
petani. Pesaing menuding Iyus dan kelompok
taninya telah melanggar batas wilayah tertutup.
Mereka berdemo ke Perhutani. Akibatnya lahan
kami ikut ditutup,” jelas Iyus. Penutupan lahan
ini mengakibatkan 50% modal dan aset Sahabat
Tani melayang. “Kalau diuangkan nilainya mencapai
Rp 600 jutaan,” katanya.
Setelah menderita kerugian seperti itu, Iyus
langsung mencari solusi. Satu-satunya jalan
yang bisa mengatasinya adalah peminjaman dari
bank. Tetapi dari sejumlah bank yang ‘dilamar’nya,
hanya bank bjb yang mampu melihat
kekuatan usaha Iyus dan bersedia memberikan
bantuan. Setelah pinjaman modal sebesar Rp
250 juta dari bank bjb cair, Iyus bergerak lagi.
“Suntikan modal dari bank bjb itu membuat
Sahabat Tani bangkit lagi. Hanya dalam waktu
dua tahun pinjaman itu lunas,” katanya. Ia juga
merasa beruntung karena saat itu produsen
yang memasok obat-obatan juga memberikan
keringanan dalam bentuk kredit. “Kami boleh
mengambil duluan kebutuhan yang akan dijual,
bayarnya dua bulan di depan,” kenangnya.
Belum lagi pulih benar, tahun 2009 Sahabat
Tani harus menghadapi musim yang buruk.
Akibatnya beberapa proyek yang dibiayai
Sahabat Tani hancur dan jatuh lagi. Kerugian
yang dialaminya diperkirakan mencapai 30%
dari seluruh modal usaha. Mau tak mau Iyus
kembali pada bank bjb untuk mengajukan
pinjaman modal lagi.
Jika ditanyakan mengapa Iyus selalu kembali
ke bank bjb, menurut Iyus, alasannya
sederhana saja. Berdasarkan pengalamannya,
sistem pengembalian pinjaman dari bank lain
cukup memberatkannya. Iyus merasa berjodoh
dan menyebut bank bjb sebagai bank yang baik
dan terbuka. Terutama ketika Iyus berada dalam
keadaan terpojok, hanya bank bjb yang bersedia
membuka diri untuk meminjamkan modal.
“Saya merasa berjodoh dengan bank bjb.
Bahkan selama bersama bank bjb rasanya saya
seperti mendapat hoki,” katanya. Ia mengakui
pelayanan komunikasi dan informasi yang
diberikan bank bjb cukup lancar dan cepat
sampai ke nasabah. “Dengan HP-pun, bank
bjb mau melayani nasabah seperti kami.
Pelayanan informasinya juga bagus, selain itu juga
ada pendekatan yang membuat saya merasa
dimanusiakan,” kenangnya.
BISNIS KETIGA
Tahun 2010 kegiatan bisnis Sahabat Tani kembali
berjalan lancar. Iyus mulai kembali berani
melakukan diversifikasi usaha. Sebagai orang
yang memiliki hobi otomotif, Iyus mendirikan
showroom Yamaha yang diawali dengan membuka
bengkel. “Ini sebenarnya untuk menyalurkan bakat.
Waktu remaja, saya senang ngetrek, tapi
cita-cita mendirikan bengkel yang
merangkap showroom, belum kesampaian. Saya
rasa, saat itu saya bisa melakukannya,” katanya
Menjalani tiga bidang usaha sekaligus,
betapa repotnya! Tapi, itulah Iyus. “Saya hanya
terus berusaha untuk bisa maju. Apa yang bisa
saya jalankan akan saya kerjakan, terutama
kalau saya yakin bahwa hal tersebut bisa maju
dan bermanfaat bagi banyak orang,” katanya.
Dari seluruh usahanya itu Iyus mampu meraup
omzet antara Rp 500 juta sampai dengan
Rp 750 juta per bulan. Kini UD Sahabat Tani
yang beralamatkan di Jalan Perkebunan Patuha,
Kampung Cikoneng, Desa Alamendah,
Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung
menjadi mitra tetap bagi petani serta mereka
yang memerlukan pasokan kentang dan stroberinya.
Sampai saat ini Sahabat Tani masih dibantu
pinjaman dari bank bjb. Dengan melakukan
perluasan lahan garapan sedikit demi sedikit,
Sahabat Tani mampu membayar bunga cicilan
setiap bulannya dan melunasi pinjaman pokok
tepat waktu. Iyus berharap dengan melakukan
perluasan lahan, modal dapat terkumpul
sehingga dalam jangka waktu 5-10 tahun ke depan,
ia mampu membuat usahanya mandiri.
IMPIAN SANG LEGENDA
Sebagaimana orang desa, Iyus belum banyak
memanfaatkan teknologi modern dan hanya
paham sedikit tentang internet. Sementara
untuk teknologi pertanian, Iyus masih
mempelajarinya. Ia pernah menggunakan tenaga ahli
dan produksinya meningkat, tetapi biayanya
tidaklah kecil. Akhirnya tidak diteruskan.
Bak jago silat dari lereng gunung, setelah
mengembara ke luar, Iyus tampil sebagai
wirausaha yang tangguh. “Saya beruntung tumbuh
dalam keluarga yang menjalani usaha. Saya
mensyukuri nikmat dengan menjalani usaha
ini sebaik-baiknya. Saya hanya berusaha
menangkap peluang kemudian menjalaninya
dengan sebaik-baiknya,” katanya.
Namun, Iyus juga mengemukakan refleksinya
tentang nasib kaum tani di Indonesia
yang terus termaginalkan. Menurutnya, kalau
Indonesia benar-benar ingin petaninya maju,
maka harus ada perhatian yang nyata. “Selama
bermitra dengan petani, saya tidak menemukan
satu pun petani yang malas. Semuanya pekerja
keras, tapi mereka tidak punya akses. Selama ini
mereka enggak tahu jalan untuk mendapatkan
modal dan keperluan lain untuk bisa maju, juga
tak banyak yang menolong mereka. Saya hanya
mencoba mengisi kekosongan ini sebisa saya,”
katanya.
Iyus menjelaskan, ke depan ia akan mengembangkan
UD Sahabat Tani sebagaimana
namanya: benar-benar menjadi sahabat bagi
para petani. Dia ingin mengembangkan pola
yang sudah ada menjadi lebih modern, baik
untuk urusan jual-beli kebutuhan sarana
pertanian maupun lembaga permodalan bagi
kaum tani.
“Kami semua lahir dan tumbuh di sini. Kami
tidak akan jadi apa-apa kalau hanya tergantung
pada alam dan keadaan. Pengalaman telah
mengajarkan bahwa kita tidak boleh berhenti
belajar. Jelas banyak yang masih harus kami
pelajari supaya kami bisa lebih maju,” demikian
jelasnya.
Catatan Rhenald Kasali
KESULITAN YANG DIHADAPI para petani pasca reformasi adalah riil. Petani di
era ini bukan lagi menjadi subjek pambangunan industri pangan nasional
melainkan hanya diadikan objek. Saluran irigasi banyak yang rusak
air terkontaminasi sampah dan bahan-bahan berbahaya, pupuk menjadi
permainan para politisi, harga pokok bahan-bahan penopang lebih mahal
daripada harga jual output-nya, modal sulit didapat dan penyuluh-penyuluh
pertanian menghilang entah ke mana.
Maka tak mengherankan bila samakin hari semakin sedikit orang yang berminat
menjadi petani. Anak-anak meraka memilih menjual lahannya ketimbang
meneruskannya. Akibatnya pertanian Indonesia makin terpuruk,
digantikan oleh property dan Pilkada. Dan, kelak Indonesia akan kesulitan
pangan. Kasulitan? Bukankah “kesulitan” adalah urusannya wirausaha?
Benar! Seorang wirausaha mengubah masalah menjadi peluang. Jadi masalah
adalah peluang. Terbayang sekarang ada jutaan peluang di sektor partanian
mulai dari soal benih, pupuk alternatif, logistik, pengolahan (off
farming), permodalan, fasilitas pertanian, pengetahuan, lahan dan
seterusnya. Ini berarti dibutuhkan kreativitas dan kejelian membaca peluang
Melihat saja tidak cukup. Untuk menangkap peiuang ini Anda harus menjadi
“sahabat” petani dalam arti yang sesungguhnya menyelami masalah dan hidup
di tengah-tengah mereka.
Selebihnya action. Betul, dibutuhkan action, ringan tangan untuk bargerak
Sebab masalahnya begitu kompleks, sehingga menggunakan tabel cost-benefit
saja bisa membuat seorang wirausaha mengurungkan niatnya berpartisipasi.
Terlalu banyak cost ketimbang benefĂt-nya Tetapi itu terjadi bila Anda
menggunakan paradigma yang lama. Anda perlu bertindak untuk mengubahnya,
menciptakan sistem atau cara baru, bahkan produk-produk baru yang cost-nya
lebih rendah. Sebab masalah di sektor pertanian adalah masalah cost. Dan
ini berarti butuh inovasi.
UD Sahabat Tani saja berhasil menangkap peluang dalam skala dasa. Ia baru
menjadi sahabat belum menjadi inovator. Bayangkan apa jadinya usaha yang
digeluti Iyus Rohana Candra dan keluarga besarnya di lereng Gunung
Patuha, andaikan ia juga seorang inovator? Saya bayangkan UD Sahabat Tani
menjadi sebuah gerakan usaha yang besar, yang didukung dengan tenaga-tenaga
ahli dan relawan-relawan muda dari berbagai kampus, dengan puluhan truk
pengangkut benih dan hasil pertanian yang sibuk. Saya bayangkan UD Sahabat
Tani menjadi koperasi simpan pinjam atau lembaga keuangan mikro yang
tangguh.
Kuncinya hanya satu bagaimana mengubah sejuta masalah itu menjadi
kesempatan emas agar para petani kembali menjadi subjek, menjadi pahlawan.
Dari Buku: Cracking Entrepreneurs, Penyusun: Rhenald Kasali. Penerbit: Gramedia: 2012
No comments:
Post a Comment