Darjat, Raja Bengkel di Pelabuhan Ratu
Jalan di Pelabuhan Ratu, Jawa
Barat yang tidak mulus ternyata
mendatangkan berkah bagi pria
ini. Ketiga bengkelnya menguasai
sepanjang jalan di kawasan tepi laut
pantai selatan.
Kisah sukses pria berusia 53 tahun ini bisa
membuat decak kagum. Ayah dari 6 anak
ini memulai usahanya dengan menjadi
nelayan sejak tahun 1970, yang kemudian
berkembang menjadi bisnis pengangkutan ikan
ke Jakarta hingga ke luar negeri. Dari bisnis
ikan inilah dia bisa membangun tiga bengkel
besar, yang kini beroleh omzet Rp 50 juta setiap
harinya.
DARI NELAYAN MENJADI PENGEKSPOR IKAN
Sejak tahun 1970, Darjat sudah menjadi nelayan.
Lalu, dengan modal Rp 1,42 juta dari ayahnya, ia
memulai bisnis ikan dengan membeli dari para
nelayan, kemudian memasarkannya ke Muara
Baru dan Muara Angke di Jakarta. Sejak pukul
05.30 WIB, seusai salat Subuh, setiap harinya
ia berangkat ke pasar ikan untuk membeli ikan
segar yang baru turun dari laut. Selain membeli
dari para nelayan, Darjat sendiri juga memiliki 7
kapal penangkap ikan.
Usahanya ini berkembang pesat, hingga pada
tahun 1982 ia bisa mengirim ikan pindang ke
daerah Bogor. Bahkan, tahun 1985 dia sudah
merambah ekspor ke Cina dan Korea. Pintarnya
lagi, Darjat juga mampu melihat peluang untuk
menjual ikan beku di Pelabuhan Ratu. Jika
mobilnya ke Jakarta mengangkut ikan layur
segar dari Pelabuhan Ratu, dalam perjalanan
kembali dari Jakarta mobil tersebut membawa
ikan tongkol yang sudah dibekukan. Kemudian,
sekitar 600 anak buahnya siap memasarkan
ikan beku tersebut di kawasan sekitar Pelabuhan
Ratu.
Demi mempertahankan kesegaran, ikan dari
pelelangan disusun dan dimasukkan ke dalam
gudang pendinginnya, lalu dibekukan dengan
suhu minus 45 derajat Celcius. Setelah kira-kira
12 jam, ikan tersebut dikemas dalam plastik,
kemudian karton, lalu dipres. Selanjutnya, ikan
beku dalam kemasan tersebut dimasukkan
ke dalam gudang penyimpanan yang bersuhu
minus 20 derajat Celcius. Darjat memiliki dua
gudang berkapasitas 100 ton ikan. Untuk proses
pembekuan ini, dia mempekerjakan sekitar 20 orang.
Bisnis ikan ini pernah mengalami masa surut saat
Darjat hanya mampu mengirim 1 kontainer yang berisi
24 ton ikan dalam setiap satu-dua minggu. Ini terjadi
di tahun 1986-1989. Di waktu normal
ia bisa mengirim 2 kontainer dalam seminggu, bahkan 3
kontainer di masa panen ikan. Setelah mengalami masa surut
itu, Darjat sempat memutuskan untuk beristirahat dari
bisnis ikan. Namun, setahun kemudian ia segera bangkit
kembali. Bahkan Darjat mulai membeli mobil angkutan ikan
sendiri. Jumlahnya pun terus bertambah. Dengan jumlah
armada yang besar, ongkos perawatannya pun tidak sedikit.
Karena seringnya ban mobil menghajar aspal yang kurang
bagus, Darjat harus rutin berurusan dengan penggantian
ban. Dari sinilah muncul ide membuat bengkel sendiri.
BUKAN PENGGEMAR MAYANGSARI
“Tahun 1980 sampai 2000 itu saya punya banyak
kendaraan untuk membawa ikan dari Pelabuhan Ratu
ke Jakarta. Jadi barang sendiri, mobil sendiri. Saya
harus membeli ban di luar Pelabuhan Ratu. Beli apa-apa
di luar. Pikir-pikir, saya buka toko ban saja, lah.
Sekalian jual onderdil. Saya beli dengan harga segini,
untungnya ketahuan. Mendingan buka saja sama istri.
Itu tahun 2001,” tutur Darjat menceritakan ide
mendirikan bengkel yang di berinya nama Mayang Sari itu.
Soal nama perusahaannya, Darjat tidak mengambilnya
dari penyanyi kondang, istri Bambang Trihatmodjo. Nama
tersebut diambil dari nama kapal milik mantan bosnya
yang disingkat MS. Oleh Darjat kemudian dipanjangkan
menjadi Mayang Sari. Semenjak itu, seluruh armada
usahanya dinamai Mayang Sari.
Bengkel pertama Darjat berdiri di Jalan
Batu Sapi, Pelabuhan Ratu, seluas 629 meter
persegi. Dengan modal Rp 300 juta, bengkel itu
menyediakan suku cadang, ban, servis, hingga
cuci mobil, dan steam. Darjat menyerahkan
pengelolaan bengkel tersebut kepada istrinya
yang piawai mengurus manajemen dan keuangan.
Tak dinyana, usaha bengkelnya semakin
maju. Bahkan mereka sanggup memberi jasa
spooring dan balancing yang dilakukan dengan
komputer. Saat itu layanan ini belum tersedia di
bengkel mana pun di Sukabumi.
Kesuksesan bengkel pertama berlanjut dengan
dibukanya bengkel kedua pada tahun 2005.
Usaha bengkel yang berdiri di tanah seluas 546
meter persegi di Jalan Pelabuhan Ratu Jayanti itu
diserahkan kepada anak lelakinya yang sulung.
Jasa layanannya pun sama. Hanya saja, bengkel
ini mengkhususkan layanan untuk kendaraan
berbahan bakar bensin. Untuk mengembangkan
bengkel keduanya, Darjat mendapatkan bantuan
pinjaman dari bank bjb sebesar Rp 500 juta.
Sementara bengkel ketiga baru dibangunnya
pada Maret 2011, juga di Jalan Pelabuhan Ratu
Jayanti. Jasa yang disediakan pun sama, hanya
saja pelayanan servisnya ditujukan untuk mobil
berbahan bakar solar. Dan, hampir semua pemilik
angkutan umum melakukan servis kendaraannya di
bengkel seluas 1.305 meter persegi
Pemisahan pelayanan mobil berdasarkan bahan
bakarnya ini pun cukup menarik. Di bengkel
kedua, hampir 90 persen pelanggannya adalah
pemilik mobil pribadi. Sementara di bengkel
khusus mobil berbahan bakar solar, 50 persen
pelanggannya adalah pemilik mobil angkutan.
Dengan jajaran bengkel di sepanjang jalan
Pelabuhan Ratu ini, Darjat berhasil menggaet
para pemilik mobil di kawasan Sukabumi dan
sekitarnya. Bukan hanya mobil angkutan ikan
milik Darjat, teman-temannya sesama pengusaha
ikan pun membawa mobilnya ke bengkel Darjat.
Untuk ketiga bengkel tersebut, Darjat mempekerjakan
41 orang. Di bengkel pertama ada
i6 orang, bengkel kedua 13 orang, dan bengkel
ketiga 12 orang. Kebanyakan pekerjanya diambil
dari orang sekitar Pelabuhan Ratu, yang
sebelumnya telah dididik untuk mendapatkan
keterampilan standar tentang mobil.
“Kebanyakan untuk bagian cuci mobil, bantu-bantu
bagian sayap, dikerjakan anak sini semua.
Enggak ada yang orang jauh. Untuk
mesin, orang sekitar kan jarang, jadi saya ambil
dari kota yang profesional, yang benar-benar
sudah bagus. Kalau untuk bawahan, roda, dari
orang sini semua. Dididik sama saya. Semuanya
dari sini,” terang Darjat yang mengaku juga
mengetahui sedikit soal mesin.
Pembayaran upah karyawan di pelelangan
ikan dilakukan setiap hrin, sementara untuk
karyawan bengkel dilakukan setiap bulan.
Tanggal pembayarannya tergantung dari tanggal
si karyawan masuk kerja. Kalau mulai kerja
pada tanggal 1, maka gajinya setiap bulan akan
diserahkan setiap tanggal 1. Kalau masuk kerja
mulai tanggal 6, maka digajinya setiap tanggal
6 pula. Namun, urusan gaji karyawan ditangani
langsung oleh sang istri.
Darjat kerap mengumpulkan para karya
wannya seminggu sekali atau maksimal sebulan
sekali untuk diberikan pengarahan. Apalagi
untuk karyawan baru perlu lebih diarahkan.
“Kendalanya ada saja. Namanya juga manusia
pasti ada perbedaannya. Terkadang membuat
saya pusing juga. Kalau di pelelangan malah
lebih susah. Biasanya kalau sudah pusing
ngadepinnya, saya berikan peringatan sampai 3
atau 4 kali. Kalau tidak nurut juga ya terpaksa
saya keluarkan dan ganti yang baru. Itu hanya
untuk yang nakal dan tidak bisa dibilangin,”
tutur Darjat.
BENGKEL TANPA PESANG
Omzetnya yang mencapai Rp 50 hingga Rp
60 juta per hari sebagian besar didapatkan
dari penjualan suku cadang yang diambilnya
dari pemasok di Bandung, Jakarta, dan Bogor.
Namun penjualan oli, cuci mobil dan steam,
spooring dan balancing, ganti ban, hingga
servis juga cukup diminati. Malah, alat spooring
seharga Rp 160 juta bisa dikatakannya tidak
sebanding dengan tarif seharga Rp 85 ribu
yang diberikannya untuk setiap mobil yang di
spooring. Apalagi, pekerja yang bisa melakukan
layanan tersebut harus didatangkan dari luar
Sukabumi. Tetapi, yang penting pelanggan datang
terus, demikian prinsip Darjat. Apalagi,
alat canggih tersebut hanya ada di bengkelnya.
Untuk saat ini Darjat belum tergerak lagi untuk
menggunakan teknologi lain dalam bengkelnya.
Beruntungnya, untuk layanan cuci mobil dan
steam, Darjat tidak perlu keluar biaya untuk
mendapatkan air. Sebab, ia hanya tinggal
mengambil dari jalur mata air Gunung Gayanti yang
mengalir di hadapannya. Untuk layanan cuci
steam ini, rata-rata ketiga bengkel tersebut
melayani loo mobil per hari, dengan tarif Rp
25 ribu per mobil. Selain itu, dia pun tidak
perlu membayar sewa tanah, mengingat ketiga
bengkelnya dibangun di atas tanahnya sendiri.
Dengan mengandalkan pelayanan yang baik
demi memuaskan pelanggan, Darjat tidak perlu
bersusah payah membesarkan bengkelnya.
Promosi otomatis berjalan dan mulut ke mulut.
Selain itu, tidak adanya bengkel besar
di sepanjang Jalan Raya Pelabuhan Ratu juga
sangat menguntungkan usaha bengkelnya.
“Tanpa saingan di Pelabuhan Ratu ini, cuma
sendiri. Makanya saya bikin 3, di sana jual ban,
di sini juga jual ban. Semua isinya ban!” cetusnya
senang.
Hingga saat ini, bengkel pertama adalah
yang paling menguntungkan. Dia menganggap
kesuksesan itu berkat istrinya yang pintar
mengelola keuangan hingga kemudian muncul bengkel
kedua dan ketiga. Meski bengkelnya telah
maju pesat, namun Darjat tidak meninggalkan
usaha ikan yang menjadi penopang awal usaha
bengkelnya. Apalagi menurut dia, usaha ikan
lebih cepat menghasilkan ketimbang bengkel.
Khusus untuk administrasi keuangan, Darjat
memercayakan kepada istrinya. Baik usaha ikan
maupun bengkel, termasuk urusan pembelian
ban hingga suku cadang, semuanya ditangani
sang istri yang dinilai cukup berpengalaman
soal administrasi dan keuangan. Darjat pun
bersyukur karena jiwa usahanya dan istrinya
sama-sama kuat dan sudah menyatu. Bahkan
dirinya terdorong dan termotivasi oleh sang
istri. Meski demikian, ada saja masalah antara
urusan keluarga dengan usaha. Kalau sudah
begini, Darjat dan istri memerlukan waktu
untuk cooling down.
“Pasti ada sajalah, masalahnya. Gara-gara
urusan dagang dibawa ke rumah, kadang bentrok
ya ada saja itu mah. Kalau istri mulai ngomel,
saya ambil mobil; jalan atau makan ke mana.
Saya tinggal saja gitu, menenangkan diri Kalau
saya yang ngoceh, istri saya diam saja di kamar.
Kalau enggak, dia masak atau main dengan
anak. Dia pelampiasannya seperti itu,” ujar
Darjat tersipu. Setelah masing-masing cooling
down, permasalahan yang memicu kejengkelan
hati malah tidak dibahas lagi. Urusan keluarga
dan bisnis pun berjalan normal lagi.
“Karena dengan istri itu saya banyak
keperluan urusan usaha, istri saya juga begitu.
Makanya saya enggak memperpanjang masalah,
cukup sampai situ aja. Kalau sudah sampai
di rumah lagi, ketemu, ya ngomongin bisnis
lagi. Kekurangan ini-itu, ya sudah lupa dengan
masalah yang tadi,” ujar Darjat sambil tertawa
ringan.
MANAJEMEN USAHA
Bisnis ikan dan bisnis bengkel adalah dua hal
yang berbeda. Ketika masa krisis moneter
menghantam Indonesia tahun 1998, Darjat
mengaku malah mendapat berkah. Dengan
ekspor ke Cina dan Korea, dia berhasil
mendapatkan keuntungan Rp 300-500 juta per
harinya. Ikan dibelinya dari nelayan dengan
kisaran harga Rp 3 ribu sampai Rp 4 ribu per
kilogram, lalu dijual untuk ekspor dengan harga
Rp 12 ribu hingga Rp 15 ribu per kilogram.
“Sebab waktu itu harga dolar bisa sampai
Rp 13 ribu atau Rp 15 ribu. Benar-benar itu
rezeki nomplok namanya,” ujar Darjat. Selain
mengekspor ikan segar ke Cina dan Korea, Darjat
juga mengimpor ikan olahan dari kedua negara
itu, yang selanjutnya dipasarkan ke Jakarta dan
Pelabuhan Ratu.
Hanya saja, pelan-pelan dia mulai menyerahkan
bisnis ikannya tersebut kepada kedua
orang adiknya. “Sedikit-sedikit sudah dilempar
ke adik-adik saya. Belum loo persen, sih.
Baru sekitar 30 persen, biar berkembang. Biar
dia tahu segala sesuatunya, baru saya lepas.
Mungkin enggak cukup 3,4, atau 5 tahun,” ucap
Darjat. Adiknya mulai dibimbing bagaimana
berbisnis ikan laut, mulai pembelian ikan dari
nelayan hingga dijual ke luar negeri. Selain
membutuhkan waktu cukup lama untuk belajar,
bisnis ikan tetap mernbutuhkan trik-trik di
masa surut. Misalnya saja saat tangkapan ikan
tidak banyak.
Dulu, Darjat memang lebih fokus ke bisnis
ikan. Menurutnya usaha ini murni berasal
dari modal sendiri; punya kapal sendiri, lalu
menangkap ikan dan menjualnya sendiri.
“Penjualan ikan lebih cepat, hari ini dapat ikan,
ya hari ini atau selambatnya besok sudah terjual.
Kalau di bengkel, perputarannya agak lambat.
Perlu waktu 5 atau 6 bulan untuk menjual suku
cadang,” jelasnya.
Karena merasa sudäh capek dan tua,
apalagi dengan tanggungan anak-anak yang
masih kecil—anak tertua kelas 3 SMA dan
termuda kelas 2 SD—Darjat sebenarnya belum
ingin meluaskan usahanya. Namun, bukan
wirausahawan namanya jika tidak melihat
peluang bisnis di depan matanya.
Darjat memiliki dua rencana di dalam
benaknya. Pertama, membuat showroom
mobil bekas, dan yang kedua membuka usaha
alat-alat konstruksi atau alat-alat bangunan
seperti besi-besi kecil sampai baja ukuran besar
untuk bangunan. Alasannya jelas, belum ada
yang memiliki usaha seperti itu di Pelabuhan
Ratu. Darjat ingin segera merealisasikan
penjualan peralatan konstruksi bangunan
karena kebutuhan di tempatnya sangat tinggi.
Sedangkan untuk showroom mobil bekas
diperkirakan agak lama prosesnya karena
kondisi kawasannya masih cukup primitif.
Namun, ia berharap showroom tersebut selesai
pada tahun ini. Di tanah seluas 1 hektar itu akan
dibangun bangunan seluas 836 meter persegi.
“Tanahnya sudah diuruk, sudah difondasi.
Sebetulnya kalau saya tidak ke Tanah Suci
kemarin, showroom ini sudah bisa selesai.
Karena pergi haji, pekerjaan ini ditunda dulu
selama 2 bulan, sekalian saya istirahat di
rumah. Selain itu saya juga sedang membangun
pesantren. Rencananya penyelesaian pesantren
dan showroom dibuat bersamaan. Tapi karena
anak saya ingin pesantrennya cepatjadi—soalnya
santrinya sudah banyak, sudah penuh—jadi saya
bangun pesantren duluan. Setelah pesantren
selesai, insya Allah saya bangun showroom.
Saya bilang sama anak saya targetnya tahun ini
untuk showroom,” papar Darjat.
Untuk bisnis showroom ini, Darjat sudah mengetahui
tempat mendapatkan mobil bekas, berbekal
pengalamannya pernah bekerja dengan
seorang bos yang sukses berbisnis jual beli mobil
bekas tahun 1992. Dia pun sedikit-sedikit tahu,
mengerti, dan sudah mendapat sela-selanya ber
bisnis mobil bekas. “Untung saya pernah punya
banyak bos, dari Cina, Korea, dan Jakarta. Ilmu
ilmu mereka saya ambil, kebanyakan dari bos
yang orang Cina,” tutur Darjat mengisahkan
perjalanan menimba ilmu bisnis berbagai
bidang usaha.
Untuk bisnis showroom ini kelak,
Darjat memperkirakan modal yang harus
dikeluarkan sekitar Rp 1-1,5 miliar. Darjat
berharap modalnya bisa didapat dari bisnis
ikan dan bengkel, tanpa perlu meminjam
lagi ke bank. Namun diakuinya, bisnis
dengan mendapatkan pinjaman dan bank
membuatnya lebih bersemangat ketimbang
modal sendiri.
“Kalau punya utang saya akan hati-hati berusaha.
Harus benar berusaha, memikirkan
punya utang. Tapi kalau enggak punya utang,
agak tenang-tenang gitu di rumah,” kata Darjat.
Namun di balik semua itu, menurutnya uang
bukanlah modal sukses utama. Niat baik dan
doa lebih penting, sementara uang nomor
sekian. “Jadi benar-benar harus dipakai yang
itu,” yakinnya.
Catatan Rhenald Kasali
Di dunia ini selalu kita temui dua jenis nelayan, yaitu nelayan yang
mau berubah dan yang tidak mau berubah. Tentu saja kita juga temui tukang
becak, sopir angkot, pemulung, tukang sate, petambak garam, dan banyak lagi
profasi kerakyatan lainnya yang masuk dalam kedua kategori tadi. Manakah
yang lebih banak?
Anda mungkln sepakat, sabagian besar yang kita temui adalah mereka yang
stagnan, memeluk selimut rasa aman, diam dí tempat, tidak berubah. Malahan
mereka semakin miskin, tua, renta dan tergusur. Mareka sangat
membutuhkan uluran tangan Anda. Kapan? Tentu saja sesegera mungkin.
Dalam buku ini Anda menemukan contoh-contch orang yang kedua yaitu mereka
yang mau barubah, mengubah nasib dari rakyat jelata menjadi kelas menengah
yang mandiri. Namun untuk keluar dari ‘perangkap’ masa lalu itu, seseorang
pertama-tama harus mengubah cara berpikirnya dahulu. Selama cara
berpikirnya sama, maka tindakannya pun akan tetap sama. Dan, dari tindakan
yang sama hasil yang didapat pun pasti tetap sama.
Pertanyaannya, mengapa manusia sulit mengubah cara berpikirnya?
Jawabannya adalah karena otak manusia sangat manipulatif. Seseorang bisa
menjadi ‘korban tipuan’ dari otaknya sendiri. Otak itu dibentuk bukan
oleh kemampuannya sendiri melainkan oleh ‘setting-an’ yang dilakukan
oleh orang-orang yang berada di sekitar dan membentuk diri seseorang. Hasil
tes kecerdasan dan tes bakat adalah setting ilmiah yang manipulatif. Guru
dan orangtua adalah setter yang merasa paling berhak membentuk
anak-anaknya. Sahabat, buku, para role model, dan banyak hal lagi juga
turut membentuk masa depan Anda.
Namun otak juga berinteraksi dengan mereka yang melakukan satting-an. Dan,
Tuhan sesekali membukakan mata Anda melalui ‘pengalaman’. Kalau otak Anda
‘terbuka’, maka la akan mendorong Anda untuk berubah. Dan, berbeloklah
pikiran Anda ke tempat yang lain dan nasib Anda pun berubah.
Maka janganlah menjadi dan menjadikan anak-anak Anda manusia dogmatik dalam
hal apa pun. Buatlah otak Anda tetap terbuka dan siap belajar hal-hal baru.
Maka hidup Andapun akan berubah.
Dari Buku: Cracking Entrepreneurs, Penyusun: Rhenald Kasali. Penerbit: Gramedia: 2012
No comments:
Post a Comment