Saturday, April 13, 2013

Darjat, Mantan Nelayan yang Kini Sukses Lewat Tiga Bengkel Kendaraan dengan Omzet Rp50 Juta/Hari

Darjat, Raja Bengkel di Pelabuhan Ratu

Jalan di Pelabuhan Ratu, Jawa

Barat yang tidak mulus ternyata

mendatangkan berkah bagi pria

ini. Ketiga bengkelnya menguasai

sepanjang jalan di kawasan tepi laut

pantai selatan.

Kisah sukses pria berusia 53 tahun ini bisa

membuat decak kagum. Ayah dari 6 anak

ini memulai usahanya dengan menjadi

nelayan sejak tahun 1970, yang kemudian

berkembang menjadi bisnis pengangkutan ikan

ke Jakarta hingga ke luar negeri. Dari bisnis

ikan inilah dia bisa membangun tiga bengkel

besar, yang kini beroleh omzet Rp 50 juta setiap

harinya.

DARI NELAYAN MENJADI PENGEKSPOR IKAN

Sejak tahun 1970, Darjat sudah menjadi nelayan.

Lalu, dengan modal Rp 1,42 juta dari ayahnya, ia

memulai bisnis ikan dengan membeli dari para

nelayan, kemudian memasarkannya ke Muara

Baru dan Muara Angke di Jakarta. Sejak pukul

05.30 WIB, seusai salat Subuh, setiap harinya

ia berangkat ke pasar ikan untuk membeli ikan

segar yang baru turun dari laut. Selain membeli

dari para nelayan, Darjat sendiri juga memiliki 7

kapal penangkap ikan.

Usahanya ini berkembang pesat, hingga pada

tahun 1982 ia bisa mengirim ikan pindang ke

daerah Bogor. Bahkan, tahun 1985 dia sudah

merambah ekspor ke Cina dan Korea. Pintarnya

lagi, Darjat juga mampu melihat peluang untuk

menjual ikan beku di Pelabuhan Ratu. Jika

mobilnya ke Jakarta mengangkut ikan layur

segar dari Pelabuhan Ratu, dalam perjalanan

kembali dari Jakarta mobil tersebut membawa

ikan tongkol yang sudah dibekukan. Kemudian,

sekitar 600 anak buahnya siap memasarkan

ikan beku tersebut di kawasan sekitar Pelabuhan

Ratu.

Demi mempertahankan kesegaran, ikan dari

pelelangan disusun dan dimasukkan ke dalam

gudang pendinginnya, lalu dibekukan dengan

suhu minus 45 derajat Celcius. Setelah kira-kira

12 jam, ikan tersebut dikemas dalam plastik,

kemudian karton, lalu dipres. Selanjutnya, ikan

beku dalam kemasan tersebut dimasukkan

ke dalam gudang penyimpanan yang bersuhu

minus 20 derajat Celcius. Darjat memiliki dua

gudang berkapasitas 100 ton ikan. Untuk proses

pembekuan ini, dia mempekerjakan sekitar 20 orang.

Bisnis ikan ini pernah mengalami masa surut saat

Darjat hanya mampu mengirim 1 kontainer yang berisi

24 ton ikan dalam setiap satu-dua minggu. Ini terjadi

di tahun 1986-1989. Di waktu normal

ia bisa mengirim 2 kontainer dalam seminggu, bahkan 3

kontainer di masa panen ikan. Setelah mengalami masa surut

itu, Darjat sempat memutuskan untuk beristirahat dari

bisnis ikan. Namun, setahun kemudian ia segera bangkit

kembali. Bahkan Darjat mulai membeli mobil angkutan ikan

sendiri. Jumlahnya pun terus bertambah. Dengan jumlah

armada yang besar, ongkos perawatannya pun tidak sedikit.

Karena seringnya ban mobil menghajar aspal yang kurang

bagus, Darjat harus rutin berurusan dengan penggantian

ban. Dari sinilah muncul ide membuat bengkel sendiri.

BUKAN PENGGEMAR MAYANGSARI

“Tahun 1980 sampai 2000 itu saya punya banyak

kendaraan untuk membawa ikan dari Pelabuhan Ratu

ke Jakarta. Jadi barang sendiri, mobil sendiri. Saya

harus membeli ban di luar Pelabuhan Ratu. Beli apa-apa

di luar. Pikir-pikir, saya buka toko ban saja, lah.

Sekalian jual onderdil. Saya beli dengan harga segini,

untungnya ketahuan. Mendingan buka saja sama istri.

Itu tahun 2001,” tutur Darjat menceritakan ide

mendirikan bengkel yang di berinya nama Mayang Sari itu.

Soal nama perusahaannya, Darjat tidak mengambilnya

dari penyanyi kondang, istri Bambang Trihatmodjo. Nama

tersebut diambil dari nama kapal milik mantan bosnya

yang disingkat MS. Oleh Darjat kemudian dipanjangkan

menjadi Mayang Sari. Semenjak itu, seluruh armada

usahanya dinamai Mayang Sari.

Bengkel pertama Darjat berdiri di Jalan

Batu Sapi, Pelabuhan Ratu, seluas 629 meter

persegi. Dengan modal Rp 300 juta, bengkel itu

menyediakan suku cadang, ban, servis, hingga

cuci mobil, dan steam. Darjat menyerahkan

pengelolaan bengkel tersebut kepada istrinya

yang piawai mengurus manajemen dan keuangan.

Tak dinyana, usaha bengkelnya semakin

maju. Bahkan mereka sanggup memberi jasa

spooring dan balancing yang dilakukan dengan

komputer. Saat itu layanan ini belum tersedia di

bengkel mana pun di Sukabumi.

Kesuksesan bengkel pertama berlanjut dengan

dibukanya bengkel kedua pada tahun 2005.

Usaha bengkel yang berdiri di tanah seluas 546

meter persegi di Jalan Pelabuhan Ratu Jayanti itu

diserahkan kepada anak lelakinya yang sulung.

Jasa layanannya pun sama. Hanya saja, bengkel

ini mengkhususkan layanan untuk kendaraan

berbahan bakar bensin. Untuk mengembangkan

bengkel keduanya, Darjat mendapatkan bantuan

pinjaman dari bank bjb sebesar Rp 500 juta.

Sementara bengkel ketiga baru dibangunnya

pada Maret 2011, juga di Jalan Pelabuhan Ratu

Jayanti. Jasa yang disediakan pun sama, hanya

saja pelayanan servisnya ditujukan untuk mobil

berbahan bakar solar. Dan, hampir semua pemilik

angkutan umum melakukan servis kendaraannya di

bengkel seluas 1.305 meter persegi

Pemisahan pelayanan mobil berdasarkan bahan

bakarnya ini pun cukup menarik. Di bengkel

kedua, hampir 90 persen pelanggannya adalah

pemilik mobil pribadi. Sementara di bengkel

khusus mobil berbahan bakar solar, 50 persen

pelanggannya adalah pemilik mobil angkutan.

Dengan jajaran bengkel di sepanjang jalan

Pelabuhan Ratu ini, Darjat berhasil menggaet

para pemilik mobil di kawasan Sukabumi dan

sekitarnya. Bukan hanya mobil angkutan ikan

milik Darjat, teman-temannya sesama pengusaha

ikan pun membawa mobilnya ke bengkel Darjat.

Untuk ketiga bengkel tersebut, Darjat mempekerjakan

41 orang. Di bengkel pertama ada

i6 orang, bengkel kedua 13 orang, dan bengkel

ketiga 12 orang. Kebanyakan pekerjanya diambil

dari orang sekitar Pelabuhan Ratu, yang

sebelumnya telah dididik untuk mendapatkan

keterampilan standar tentang mobil.

“Kebanyakan untuk bagian cuci mobil, bantu-bantu

bagian sayap, dikerjakan anak sini semua.

Enggak ada yang orang jauh. Untuk

mesin, orang sekitar kan jarang, jadi saya ambil

dari kota yang profesional, yang benar-benar

sudah bagus. Kalau untuk bawahan, roda, dari

orang sini semua. Dididik sama saya. Semuanya

dari sini,” terang Darjat yang mengaku juga

mengetahui sedikit soal mesin.

Pembayaran upah karyawan di pelelangan

ikan dilakukan setiap hrin, sementara untuk

karyawan bengkel dilakukan setiap bulan.

Tanggal pembayarannya tergantung dari tanggal

si karyawan masuk kerja. Kalau mulai kerja

pada tanggal 1, maka gajinya setiap bulan akan

diserahkan setiap tanggal 1. Kalau masuk kerja

mulai tanggal 6, maka digajinya setiap tanggal

6 pula. Namun, urusan gaji karyawan ditangani

langsung oleh sang istri.

Darjat kerap mengumpulkan para karya

wannya seminggu sekali atau maksimal sebulan

sekali untuk diberikan pengarahan. Apalagi

untuk karyawan baru perlu lebih diarahkan.

“Kendalanya ada saja. Namanya juga manusia

pasti ada perbedaannya. Terkadang membuat

saya pusing juga. Kalau di pelelangan malah

lebih susah. Biasanya kalau sudah pusing

ngadepinnya, saya berikan peringatan sampai 3

atau 4 kali. Kalau tidak nurut juga ya terpaksa

saya keluarkan dan ganti yang baru. Itu hanya

untuk yang nakal dan tidak bisa dibilangin,”

tutur Darjat.

BENGKEL TANPA PESANG

Omzetnya yang mencapai Rp 50 hingga Rp

60 juta per hari sebagian besar didapatkan

dari penjualan suku cadang yang diambilnya

dari pemasok di Bandung, Jakarta, dan Bogor.

Namun penjualan oli, cuci mobil dan steam,

spooring dan balancing, ganti ban, hingga

servis juga cukup diminati. Malah, alat spooring

seharga Rp 160 juta bisa dikatakannya tidak

sebanding dengan tarif seharga Rp 85 ribu

yang diberikannya untuk setiap mobil yang di

spooring. Apalagi, pekerja yang bisa melakukan

layanan tersebut harus didatangkan dari luar

Sukabumi. Tetapi, yang penting pelanggan datang

terus, demikian prinsip Darjat. Apalagi,

alat canggih tersebut hanya ada di bengkelnya.

Untuk saat ini Darjat belum tergerak lagi untuk

menggunakan teknologi lain dalam bengkelnya.

Beruntungnya, untuk layanan cuci mobil dan

steam, Darjat tidak perlu keluar biaya untuk

mendapatkan air. Sebab, ia hanya tinggal

mengambil dari jalur mata air Gunung Gayanti yang

mengalir di hadapannya. Untuk layanan cuci

steam ini, rata-rata ketiga bengkel tersebut

melayani loo mobil per hari, dengan tarif Rp

25 ribu per mobil. Selain itu, dia pun tidak

perlu membayar sewa tanah, mengingat ketiga

bengkelnya dibangun di atas tanahnya sendiri.

Dengan mengandalkan pelayanan yang baik

demi memuaskan pelanggan, Darjat tidak perlu

bersusah payah membesarkan bengkelnya.

Promosi otomatis berjalan dan mulut ke mulut.

Selain itu, tidak adanya bengkel besar

di sepanjang Jalan Raya Pelabuhan Ratu juga

sangat menguntungkan usaha bengkelnya.

“Tanpa saingan di Pelabuhan Ratu ini, cuma

sendiri. Makanya saya bikin 3, di sana jual ban,

di sini juga jual ban. Semua isinya ban!” cetusnya

senang.

Hingga saat ini, bengkel pertama adalah

yang paling menguntungkan. Dia menganggap

kesuksesan itu berkat istrinya yang pintar

mengelola keuangan hingga kemudian muncul bengkel

kedua dan ketiga. Meski bengkelnya telah

maju pesat, namun Darjat tidak meninggalkan

usaha ikan yang menjadi penopang awal usaha

bengkelnya. Apalagi menurut dia, usaha ikan

lebih cepat menghasilkan ketimbang bengkel.

Khusus untuk administrasi keuangan, Darjat

memercayakan kepada istrinya. Baik usaha ikan

maupun bengkel, termasuk urusan pembelian

ban hingga suku cadang, semuanya ditangani

sang istri yang dinilai cukup berpengalaman

soal administrasi dan keuangan. Darjat pun

bersyukur karena jiwa usahanya dan istrinya

sama-sama kuat dan sudah menyatu. Bahkan

dirinya terdorong dan termotivasi oleh sang

istri. Meski demikian, ada saja masalah antara

urusan keluarga dengan usaha. Kalau sudah

begini, Darjat dan istri memerlukan waktu

untuk cooling down.

“Pasti ada sajalah, masalahnya. Gara-gara

urusan dagang dibawa ke rumah, kadang bentrok

ya ada saja itu mah. Kalau istri mulai ngomel,

saya ambil mobil; jalan atau makan ke mana.

Saya tinggal saja gitu, menenangkan diri Kalau

saya yang ngoceh, istri saya diam saja di kamar.

Kalau enggak, dia masak atau main dengan

anak. Dia pelampiasannya seperti itu,” ujar

Darjat tersipu. Setelah masing-masing cooling

down, permasalahan yang memicu kejengkelan

hati malah tidak dibahas lagi. Urusan keluarga

dan bisnis pun berjalan normal lagi.

“Karena dengan istri itu saya banyak

keperluan urusan usaha, istri saya juga begitu.

Makanya saya enggak memperpanjang masalah,

cukup sampai situ aja. Kalau sudah sampai

di rumah lagi, ketemu, ya ngomongin bisnis

lagi. Kekurangan ini-itu, ya sudah lupa dengan

masalah yang tadi,” ujar Darjat sambil tertawa

ringan.

MANAJEMEN USAHA

Bisnis ikan dan bisnis bengkel adalah dua hal

yang berbeda. Ketika masa krisis moneter

menghantam Indonesia tahun 1998, Darjat

mengaku malah mendapat berkah. Dengan

ekspor ke Cina dan Korea, dia berhasil

mendapatkan keuntungan Rp 300-500 juta per

harinya. Ikan dibelinya dari nelayan dengan

kisaran harga Rp 3 ribu sampai Rp 4 ribu per

kilogram, lalu dijual untuk ekspor dengan harga

Rp 12 ribu hingga Rp 15 ribu per kilogram.

“Sebab waktu itu harga dolar bisa sampai

Rp 13 ribu atau Rp 15 ribu. Benar-benar itu

rezeki nomplok namanya,” ujar Darjat. Selain

mengekspor ikan segar ke Cina dan Korea, Darjat

juga mengimpor ikan olahan dari kedua negara

itu, yang selanjutnya dipasarkan ke Jakarta dan

Pelabuhan Ratu.

Hanya saja, pelan-pelan dia mulai menyerahkan

bisnis ikannya tersebut kepada kedua

orang adiknya. “Sedikit-sedikit sudah dilempar

ke adik-adik saya. Belum loo persen, sih.

Baru sekitar 30 persen, biar berkembang. Biar

dia tahu segala sesuatunya, baru saya lepas.

Mungkin enggak cukup 3,4, atau 5 tahun,” ucap

Darjat. Adiknya mulai dibimbing bagaimana

berbisnis ikan laut, mulai pembelian ikan dari

nelayan hingga dijual ke luar negeri. Selain

membutuhkan waktu cukup lama untuk belajar,

bisnis ikan tetap mernbutuhkan trik-trik di

masa surut. Misalnya saja saat tangkapan ikan

tidak banyak.

Dulu, Darjat memang lebih fokus ke bisnis

ikan. Menurutnya usaha ini murni berasal

dari modal sendiri; punya kapal sendiri, lalu

menangkap ikan dan menjualnya sendiri.

“Penjualan ikan lebih cepat, hari ini dapat ikan,

ya hari ini atau selambatnya besok sudah terjual.

Kalau di bengkel, perputarannya agak lambat.

Perlu waktu 5 atau 6 bulan untuk menjual suku

cadang,” jelasnya.

Karena merasa sudäh capek dan tua,

apalagi dengan tanggungan anak-anak yang

masih kecil—anak tertua kelas 3 SMA dan

termuda kelas 2 SD—Darjat sebenarnya belum

ingin meluaskan usahanya. Namun, bukan

wirausahawan namanya jika tidak melihat

peluang bisnis di depan matanya.

Darjat memiliki dua rencana di dalam

benaknya. Pertama, membuat showroom

mobil bekas, dan yang kedua membuka usaha

alat-alat konstruksi atau alat-alat bangunan

seperti besi-besi kecil sampai baja ukuran besar

untuk bangunan. Alasannya jelas, belum ada

yang memiliki usaha seperti itu di Pelabuhan

Ratu. Darjat ingin segera merealisasikan

penjualan peralatan konstruksi bangunan

karena kebutuhan di tempatnya sangat tinggi.

Sedangkan untuk showroom mobil bekas

diperkirakan agak lama prosesnya karena

kondisi kawasannya masih cukup primitif.

Namun, ia berharap showroom tersebut selesai

pada tahun ini. Di tanah seluas 1 hektar itu akan

dibangun bangunan seluas 836 meter persegi.

“Tanahnya sudah diuruk, sudah difondasi.

Sebetulnya kalau saya tidak ke Tanah Suci

kemarin, showroom ini sudah bisa selesai.

Karena pergi haji, pekerjaan ini ditunda dulu

selama 2 bulan, sekalian saya istirahat di

rumah. Selain itu saya juga sedang membangun

pesantren. Rencananya penyelesaian pesantren

dan showroom dibuat bersamaan. Tapi karena

anak saya ingin pesantrennya cepatjadi—soalnya

santrinya sudah banyak, sudah penuh—jadi saya

bangun pesantren duluan. Setelah pesantren

selesai, insya Allah saya bangun showroom.

Saya bilang sama anak saya targetnya tahun ini

untuk showroom,” papar Darjat.

Untuk bisnis showroom ini, Darjat sudah mengetahui

tempat mendapatkan mobil bekas, berbekal

pengalamannya pernah bekerja dengan

seorang bos yang sukses berbisnis jual beli mobil

bekas tahun 1992. Dia pun sedikit-sedikit tahu,

mengerti, dan sudah mendapat sela-selanya ber

bisnis mobil bekas. “Untung saya pernah punya

banyak bos, dari Cina, Korea, dan Jakarta. Ilmu

ilmu mereka saya ambil, kebanyakan dari bos

yang orang Cina,” tutur Darjat mengisahkan

perjalanan menimba ilmu bisnis berbagai

bidang usaha.

Untuk bisnis showroom ini kelak,

Darjat memperkirakan modal yang harus

dikeluarkan sekitar Rp 1-1,5 miliar. Darjat

berharap modalnya bisa didapat dari bisnis

ikan dan bengkel, tanpa perlu meminjam

lagi ke bank. Namun diakuinya, bisnis

dengan mendapatkan pinjaman dan bank

membuatnya lebih bersemangat ketimbang

modal sendiri.

“Kalau punya utang saya akan hati-hati berusaha.

Harus benar berusaha, memikirkan

punya utang. Tapi kalau enggak punya utang,

agak tenang-tenang gitu di rumah,” kata Darjat.

Namun di balik semua itu, menurutnya uang

bukanlah modal sukses utama. Niat baik dan

doa lebih penting, sementara uang nomor

sekian. “Jadi benar-benar harus dipakai yang

itu,” yakinnya.

 

Catatan Rhenald Kasali

Di dunia ini selalu kita temui dua jenis nelayan, yaitu nelayan yang

mau berubah dan yang tidak mau berubah. Tentu saja kita juga temui tukang

becak, sopir angkot, pemulung, tukang sate, petambak garam, dan banyak lagi

profasi kerakyatan lainnya yang masuk dalam kedua kategori tadi. Manakah

yang lebih banak?

Anda mungkln sepakat, sabagian besar yang kita temui adalah mereka yang

stagnan, memeluk selimut rasa aman, diam dí tempat, tidak berubah. Malahan

mereka semakin miskin, tua, renta dan tergusur. Mareka sangat

membutuhkan uluran tangan Anda. Kapan? Tentu saja sesegera mungkin.

Dalam buku ini Anda menemukan contoh-contch orang yang kedua yaitu mereka

yang mau barubah, mengubah nasib dari rakyat jelata menjadi kelas menengah

yang mandiri. Namun untuk keluar dari ‘perangkap’ masa lalu itu, seseorang

pertama-tama harus mengubah cara berpikirnya dahulu. Selama cara

berpikirnya sama, maka tindakannya pun akan tetap sama. Dan, dari tindakan

yang sama hasil yang didapat pun pasti tetap sama.

Pertanyaannya, mengapa manusia sulit mengubah cara berpikirnya?

Jawabannya adalah karena otak manusia sangat manipulatif. Seseorang bisa

menjadi ‘korban tipuan’ dari otaknya sendiri. Otak itu dibentuk bukan

oleh kemampuannya sendiri melainkan oleh ‘setting-an’ yang dilakukan

oleh orang-orang yang berada di sekitar dan membentuk diri seseorang. Hasil

tes kecerdasan dan tes bakat adalah setting ilmiah yang manipulatif. Guru

dan orangtua adalah setter yang merasa paling berhak membentuk

anak-anaknya. Sahabat, buku, para role model, dan banyak hal lagi juga

turut membentuk masa depan Anda.

Namun otak juga berinteraksi dengan mereka yang melakukan satting-an. Dan,

Tuhan sesekali membukakan mata Anda melalui ‘pengalaman’. Kalau otak Anda

‘terbuka’, maka la akan mendorong Anda untuk berubah. Dan, berbeloklah

pikiran Anda ke tempat yang lain dan nasib Anda pun berubah.

Maka janganlah menjadi dan menjadikan anak-anak Anda manusia dogmatik dalam

hal apa pun. Buatlah otak Anda tetap terbuka dan siap belajar hal-hal baru.

Maka hidup Andapun akan berubah.

Dari Buku: Cracking Entrepreneurs, Penyusun:  Rhenald Kasali. Penerbit: Gramedia: 2012

No comments: