Sania Sari, Tri Asayani, Ranityarani, Menyeimbangkan Bisnis dan Seni Batik
Hasan Batik Bandung adalah rumah
industri yang bergerak di bidang
produksi dan penjualan batik.
Memadukan kemampuan teknik, seni,
dan bisnis, Hasan Batik menawarkan
desain produk batik yang eksklusif dan
inovatif.
BATIK merupakan jenis kesenian yang
kompleks. Pasalnya, untuk menghasilkan
kain batik diperlukan teknik dan proses
khusus. Pada dasarnya proses membatik
dilakukan dengan cara melukis malam (lilin cair)
dengan menggunakan canting di atas sehelai kain.
Dalam literatur, teknik atau metode ini
dikenal sebagai wax-resist dyeing. Metode ini
ditempuh untuk mencegah pewarna menyebar
ke seluruh kain, sekaligus memperoleh desain
atau pola artistiknya. Selanjutnya kain tersebut
dicelup ke dalam pewarna tekstil untuk
mendapatkan warna yang diinginkan, lalu direndam
dalam larutan kimia panas untuk menghilangkan
lilin yang melekat. Setelah diulang
beberapa kali, barulah dapat diperoleh selembar
kain batik yang artistik.
Walau teknik membatik pada dasarnya sama,
motif atau corak batik yang dihasilkan setiap
daerah memiliki perbedaan. Corak itulah yang
menjadi identitas kebudayaan daerah asalnya.
Bandung, Jawa Barat, adalah daerah yang
memiliki keunikan corak batik tersendiri. Dan
sampai sekarang, para perajin dan pelaku usaha
batik tidak pernah menyerah mempromosikan
batik Bandung.
Jika batik Solo dan Yogyakarta lebih kental
dengan nuansa tradisional khas keraton, maka
batik Bandung lebih mencirikan masyarakat
kontemporer Indonesia. Corak batik Bandung
berakar pada kekayaan batik Nusantara yang
telah beradaptasi dengan budaya kontemporer
yang cenderung progresif dan modern. Batik
Bandung adalah produk budaya yang lahir
melalui proses pengembangan tak henti dari para
perajin dan seniman batik. Melalui proses
seperti itulah lahir kain batik dengan kekhasan
tersendiri: motif geometris dan abstrak. Selain
itu juga terdapat bentuk-bentuk khas daerah
Jawa Barat seperti, siluet angklung (alat musik
tradisional) atau kujang (senjata tradisional).
Salah satu perajin dan pelaku usaha batik
yang masih giat mengembangkan batik di
Bandung adalah keluarga Hasanudin. Di bawah
bendera CV Hasan Indonesia, keluarga
Hasanudin menjalani usaha batik dengan merek
Hasan Batik Bandung. Hasan Batik Bandung
menyatakan diri sebagai rumah industri yang
bergerak di bidang produksi dan penjualan batik
tulis, batik cap, dan batik kombinasi.
KARYA SENIMAN AKADEMISI
Berbeda dengan sebagian besar usaha batik
yang dibangun oleh pedagang, Hasan Batik
didirikan tahun 1975 oleh Hasanudin (almarhum),
dosen Jurusan Seni Rupa di Institut Teknologi
Bandung (ITB). Selain menjadi dosen,
Hasanudin telah lama menekuni pembuatan
batik sebagai karya seni. Spesialisasinya di
bidang desain tekstil menjadi kekuatan utama
Hasan Batik dalam mengembangkan batiknya.
Dilihat dari latar belakang keluarganya,
Hasanudin yang akrab disapa Hasan bukanlah
sosok yang tumbuh dari keluarga batik. Namun
sejak kuliah, Hasan sudah rajin mengeksplorasi
batik sebagai objek melukis di atas kanvas.
“Sejak kuliah Ayah memang suka membuat lukisan
batik. Ayah selalu memilih objek batik
sebagai tema yang kemudian dituangkan di atas
selembar kanvas,” kata Sania Sari, putri pertama
Hasan yang kini menjadi General Manager
Hasan Batik Bandung.
Proses yang dijalani Hasanudin dalam
mengembangkan hobinya terpatri di hati anak-
anaknya. Hasanudin memang menyukai batik
sejak dari kuliah, namun kemampuannya
semakin lengkap setelah dia menikah dengan
seorang wanita dari keluarga batik Pekalongan.
Sejak saat itu Hasanudin mulai mendalami batik.
Sebelum Hasan Batik didirikan, Hasan
mendirikan tempat belajar membatik di Jalan
Muararajeun, Bandung. Di tempat ini, Hasan
mengajarkan cara-cara mendesain batik sesuai
keinginan mereka. Sebagai seniman, Hasan
mengangkat tema tradisi dunia batik yang dapat
dikomersialkan.
Kegiatan ini ternyata mengundang minat
banyak orang, terutama warga negara asing yang
bekerja di Bandung dan Jakarta, bahkan
peminatnya banyak warga negara Jepang. Dari
peserta dan para pelanggan batiknya itulah
kemudian muncul nama Hasan Batik.
Sebagai unit usaha, sebenarnya Hasan Batik
baru dimulai pada tahun 1978. Saat itu, selain
memberikan les, Hasan mulai membangun
showroom kecil untuk menjual karya seni batik
ciptaannya. Sebagaimana peminat les batiknya,
peminat kain Hasan Batik juga kebanyakan
berasal dari Jepang. Mereka mendapatkan
informasi mengenai Hasan Batik dari mulut ke
mulut oleh para peserta les sebelumnya.
Sebagai seniman, Hasan juga mengalami
perkembangan dalam berkarya. Hal itu terbukti
dari banyaknya undangan untuk berpartisipasi
dalam berbagai pameran. Hasan mendesain
batik dengan mengeksploitasi berbagai ragam
hias seperti kawung, lereng, dan ceplok; ragam
hias geometris titik-titik, kotak-kotak, dan garis
garis; serta kombinasi antara keduanya. Salah
satu ragam hias ciptaan Hasan ialah batik tambal
dengan efek tiga dimensi yang menggunakan
proses cap, canting, colek, dan celup. “Dibantu
tenaga kerja berpengalaman, Hasan Batik selalu
mengutamakan kepuasan konsumen untuk
memperoleh batik yang mereka inginkan,” kata
Nia, nama panggilan Sania Sari.
Model usaha yang dikembangkan Hasan
Batik tersebut ternyata mendapatkan tempat di
masyarakat kelas menengah. Sambutan pasar
membawa usaha Hasan Batik mengalami masa-
masa kejayaan hingga tahun 1997. Produk Hasan
Batik pun berkembang pesat, dari kain batik dan
baju menjadi keperluan interior seperti tirai,
seprai, sarung bantal, hingga tatakan dan tutup
gelas. “Malah sejak tahun 1985 Hasan Batik
lebih banyak memproduksi produk-produk batik
untuk keperluan interior. Produk-produk seperti
itu sangat disukai konsumen,” kata Nia.
PASANG SURUT
Sejak tahun 1980-an, usaha yang berangkat
dari kegiatan berkesenian dan kursus batik
kontemporer ini secara bertahap memperlihatkan
perkembangan yang semakin membaik. Menurut
Nia, pendirian studio dan tempat produksi
benar-benar menjadi infrastruktur usaha yang
sangat mendukung. Sebab, setelah studio dan
tempat produksi berdiri, produktivitas Hasan
Batik mengalami peningkatan yang sangat
pesat. Sampai-sampai Hasan Batik harus
memindahkan tempat produksinya dari daerah
Muararajeun ke daerah Cigadung Raya di
Bandung Timur. Produktivitas Hasan Batik
mencapai puncaknya pada 1990-an.
Namun, kejayaan ini harus berakhir ketika
perekonomian Indonesia menghadapi masa-
masa suram. Krisis moneter tahun 1997 yang
meluluhlantakkan hampir setiap sektor
perindustrian Indonesia juga berdampak buruk
pada usaha Hasan Batik yang sangat diminati
orang-orang asing.
Krisis moneter tersebut menyebabkan penurunan
jumlah warga negara asing di Indonesia
sehingga Hasan Batik kehilangan pasar
terbesarnya. Namun, bukan hanya dari sisi
eksternal. Tahun 1997 Hasan Batik juga mengalami
keterpurukan dari sisi internal menghadapi
pembelotan karyawan-karyawan terampilnya.
Sebagian dari karyawannya keluar dan
mendirikan usaha batik sendiri. Mereka juga
mengambil para pelanggan tetap Hasan Batik.
“Kejadian berturut-turut seperti itu membuat
usaha kami menurun sampai 75 persen. Tahun
2000 adalah puncaknya. Kami menghadapi krisis
pemasaran,” kata Nia.
Rupanya nasib buruk yang menimpa Hasan
Batik belum berakhir di situ. Pada tahun itu
pula, si jago merah melahap rumah produksi
Hasan Batik, mengakibatkan semua koleksi
batik mereka habis terbakar. “Yang jelas kami
rugi besar,” kenang Sania, “Terlebih lagi,
sebagian besar karyawan andalan kami keluar.
Saat itu, tinggal lima orang saja yang masih
bertahan.” Jelas, tahun-tahun ini merupakan
periode suram setelah Hasan Batik mengalami
puncak kejayaannya dengan memiliki 20 orang
karyawan terampil.
Tahun 2006, kesulitan usaha Hasan Batik
semakin terasa ketika kondisi kesehatan Hasan
terlihat semakin menurun hingga akhirnya beliau
berpulang. Situasi ini memaksa ketiga putrinya,
Sania Sari, Tri Asayani (Yani), dan Ranityarani
(Rani) bergandengan menyelamatkan biduk
usaha Hasan Batik warisan ayah mereka.
Beruntung sebelum Hasan meninggal, Nia dan adik-
adiknya mendapatkan informasi tentang adanya
fasilitas dari bank bjb untuk kalangan UKM
(Usaha Kecil dan Menengah). Meski tidak besar,
mereka pun berhasil mendapatkan pinjaman
modal sebesar Rp 10 juta.
Ternyata untuk urusan pinjam modal dari
bank ini, ketiga putri Hasan memiliki
kemampuan tinggi untuk mengelolanya. Mereka sangat
disiplin dalam mengatur jadwal pembayaran
cicilan utang. Sikap ini menimbulkan kepercayaan
dan membuat bank bjb terus menaikkan
jumlah dana yang dipinjamkannya. “Fasilitas
modal seperti ini sangat menolong kami. Boleh
dibilang produksi kami terus meningkat secara
perlahan,” tutur Nia.
Meningkatnya kembali produktivitas Hasan
Batik, diikuti kembali oleh peningkatan jumlah
karyawan. Pada April 2011 karyawan Hasan
Batik sudah bisa mencapai 20 orang lagi.
Sementara omzet per bulannya mencapai Rp 75
juta. Ditambah lagi, Nia dan adik-adiknya mulai
memperoleh informasi tentang adanya fasilitas
negara untuk mengikuti pameran di luar negeri.
Setelah persyaratan untuk pameran dipenuhi,
Hasan Batik seperti kembali ke kejayaan
pendirinya di masa lalu ketika almarhum Hasanudin
kerap menerima undangan berpameran di luar negeri.
MANAJEMEN USAHA UNTUK MERAIH MIMPI
Saat ini Nia dan adik-adiknyalah yang bertanggung
jawab atas perkembangan Hasan Batik.
Mereka semua mewarisi semangat Hasanudin
dan memiliki impian untuk membesarkan usaha
Hasan Batik hingga dikenal di negara lain.
Kini mereka menerapkan sistem yang berbeda
dengan yang diterapkan pendahulunya. Sistem
ini dibangun sebagai hasil pengamatan Yani,
adik Sania, ketika mengunjungi rumah industri
produk kain tradisional di Thailand. Di sana
Yani mempelajari bagaimana warga Thailand
mengembangkan usaha produk kain tradisional
dengan gaya modern. Setiap industri rumahan
di Thailand memiliki showroom. Bagian tersebut
berfungsi untuk memperlihatkan proses
pembuatan kain secara langsung kepada para
pelanggannya sekaligus sebagai tempat display
produknya. Inilah yang kemudian diterapkan
pada Hasan Batik.
Selain menerapkan model usaha baru, Nia dan
adik-adiknya berusaha membentuk pola manajemen
untuk mengembangkan Hasan Batik.
Hasan Batik lebih memilih untuk menerapkan
pembagian tugas yang jelas dibandingkan
menerapkan sistem manajemen yang kaku. Nia,
saat ini menjadi dosen di ITB, menangani bidang
manajemen. Yani, yang mendalami bidang seni,
menangani urusan desain. Sementara Rani,
memegang bidang produksi sekaligus mengembangkan
butik muslimah.
Namun keterlibatan keluarga dalam mengelola
Hasan Batik bukanlah sesuatu yang mudah.
Keuntungannya memiliki karyawan keluarga
sendiri adalah adanya rasa cinta, menghargai,
dan motivasi yang sama dalam memajukan
usaha berbasiskan seni. Tapi, kekurangannya
adalah mudahnya timbul perselisihan dan beda
pendapat. “Tapi alhamdulillah, kami masih
memiliki Mama yang selalu menjadi penengah
ketika kami berselisih,” jelas Yani sambil
tersenyum. Berkat adanya penengah, mereka mulai
belajar untuk bersikap terbuka terhadap perbedaan
pendapat. Sejauh ini, mereka belum mengalami
hambatan yang berarti mengenai sistem manajemen
mereka. Tampaknya manajemen mereka
yang serius tapi juga santai cocok dengan model
usaha Hasan Batik.
Selain keluarga sendiri, saat ini Hasan Batik
sudah memiliki 23 orang pegawai. Sekitar
3-4 orang dari mereka merupakan tetangga
lingkungan sekitar, dan selebihnya direkomendasikan
oleh teman atau kenalan mereka. Saat ini Hasan Batik
sudah mempekerjakan karyawan profesional, namun baru
terbatas pada bidang seni rupa untuk desain batik.
Sementara untuk bidang lainnya, Yani mengaku belum
Berniat mempekerjakan karyawan profesional, karena
merasa Hasan Batik masih belum mapan secara finansial.
Tidak mempekerjakan karyawan profesional, bukan
berarti Hasan Batik tidak memiliki pekerja yang terampil.
Karena demi meningkatkan keterampilan para pekerjanya,
beberapa kali Nia dan adik-adiknya mengadakan pelatihan
bagi para karyawan. Agar tidak membebankan perusahaan,
Nia dan adik-adiknya mengupayakan pelatihan yang bebas
biaya. Sekitar tahun 2008 Hasan Batik pernah mendapatkan
pelatihan mengenai tren jenis kain dari perusahaan Amerika
yang didatangkan oleh instansi pemerintah.
Kebetulan, instansi pemerintah tersebut memilih mereka untuk
menerima pelatihan. Saat ini, Nia juga sedang menjalani pelatihan
mengenai tren batik tahun 2012-2013.
Namun, Nia juga mengaku saat ini Hasan Batik tengah
menghadapi tantangan yang tidak ringan. Beberapa pegawai
mereka sempat memutuskan untuk cuti, bahkan meninggalkan
Hasan Batik, meskipun ada beberapa orang
yang datang kembali. Hal ini mengakibatkan Yani dan
saudara-saudaranya memutuskan untuk menaikkan gaji
karyawan dan mengubah sistem kesejahteraan karyawan agar
mereka lebih nyaman bekerja pada Hasan Batik.
Setelah mampu memperbaiki sistem manajemennya, Nia dan
adik-adiknya juga melakukan perbaikan sistem administrasi.
Mereka menerapkan sistem komputerisasi agar data penjualan,
pembelian kain, dan lain sebagainya dapat terdata dengan baik.
Selain itu, sistem komputerisasi juga dipergunakan untuk
mempermudah pembuatan desain batik.
Di bidang marketing, Hasan Batik pun tak mungkin mengelak
dari perkembangan zaman. Kini Hasan Batik memiliki situs
www.hasanbatik.co.id sebagai sarana promosi, agar dapat
memberi kemudahan bagi para pelanggannya
untuk mengetahui produk terbaru dan adanya
promosi khusus. Demi menjaga kelangsungan
promosi dan pembelian melalui situs tersebut,
Hasan Batik mempekerjakan karyawan tersendiri
untuk mengurusnya.
Sistem promosi melalui internet terbukti cukup
efektif dalam menyampaikan informasi terkini.
Pada Maret 2011 lalu, di hari kelahiran pendirinya,
Hasan Batik memberikan diskon sebesar 20 persen
untuk produk baru dan 50 persen untuk produk
yang lebih lama. Melalui promosi ini Hasan Batik
semakin dikenal masyarakat.
Selain melalui internet, pada tahun 2006
mereka meluncurkan produk baru dengan
showroom khusus. Produk baru Hasan Batik
adalah baju batik untuk anak-anak berusia
1 hingga 11 tahun, yang diberi nama ‘Little
Asahyani Batik’. Dengan produk baru ini, pasar
yang dituju oleh Hasan Batik akan semakin luas.
Menurut rencana, Hasan Batik akan membuka
showroom yang lebih besar demi mewujudkan
cita-cita Hasanundin. “Saya ingin
membuat showroom yang lebih besar, sehingga
bisa memuat produk lebih banyak pula. Sehingga
akhirnya akan datang banyak konsumen,” jelas
Yani. Hasan Batik ingin agar para pelanggan
dapat berkunjung melihat proses pembuatan
batik sampai berada di showroom. Saat ini
pelanggan sudah bisa melakukan hal tersebut,
tetapi jumlahnya tidak begitu banyak dan tidak
rutin. Yani ingin agar para pelanggan Hasan
Batik dapat secara langsung melihat proses
pembuatan, karena dengan cara demikian
diharapkan para pelanggannya akan lebih
tergerak untuk berbelanja. “Saya berharap
kunjungan tersebut dapat dilakukan rutin setiap
hari agar suasana di sini lebih hidup,” ujar Yani
mengenai impiannya akan Hasan Batik.
Catatan Rhenald Kasali
BOUNCE! MEMBAL, BEGITULAH hukum keberhasi1an. Usaha tìdak selalu bergerak
ka atas namun kalau jatuh ke bawah, janganlah mudah pecah segeralah kembali
Bacaan di atas mengajarkan kepada kita bahwa memulai usaha bukanlah hal
yang sulit. Namun meneruskannya dan membuatnys lebih maju ternyata tak
semudah memulainya. Apalagi bagi usaha yang berbasiskan seni dan
pengetahuan. Lain di sekolah lain pula keadaannya di lapangan.
Dari pelajaran yang dialami para penerus Hasan Batik Anda mungkin akan
mengatakan dibutuhkan keuletan untuk menjadi pengusaha. Ya, betul Keuletan.
Tetapi apakah keuletan itu? Keuletan adalah tahan banting dan membal
kembali.
Anda baca sendiri bagaimana bisnis kecil ini dicintai orang-orang asing
tetapi hilang begitu saja saat terjadi krisis moneter. Lalu mundur sejalan
dengan kemunduran kesehatan tokoh kuncinya, terbakar dan ditinggalkan
karyawan-karyawan andalannya yang pergi bersama pelanggan-pelanggan
setianya.
Untuk bangkit kembali Anda butuh kemembalan. Anda butuh visi baru dan
tenaga yang kuat untuk melompat kembali ka atas. Orang-orang yang pernah
mengalaminya pasti tahu hukum ini. Anda hanya bisa membal kembali
kalau sudah menyentuh karang yang ada di dasar laut. Bukan di udara. Jadi
sentuhlah kesulitan yang paling dasar sampai ia membukakan mata Anda dan
otomatis memberi Anda tenaga baru untuk kembali. Maka keluarlah
dari lingkaran setan kesulitan dengan melakukan kunjungan ka mana saja,
sampai Anda menemukan visi baru itu. Anak-anak yang mau keluar dari
kesulitan pasti akan menemukan pintunya. Itulah yang Anda pelajari dari
bangkitnya Hasan Batik.
Dari Buku: Cracking Entrepreneurs, Penyusun: Rhenald Kasali. Penerbit: Gramedia: 2012
No comments:
Post a Comment