Gila! Itulah kata yang hampir pasti
akan dilontarkan orang jika ada
seseorang yang nekat melepas profesi
terhormat berpenghasilan tinggi lalu
memilih tinggal di “kandang” sapi.
Tetapi Ronald H. Sinaga, justru memilih
langkah “gila” itu: melepas dasinya
sebagai bankir lalu menjadi peternak
sapi perah.
KAMPUNG Papakmangu di Desa Cibodas,
Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung,
Jawa Barat, siang hari itu terlihat
berbeda daripada hari lainnya. Ratusan warga
tumpah ruah di halaman Sekretariat Kelompok
Peternak Sapi Perah Pasirjambu Ciwidey (KPPC)
Cipta Pratama. Mereka mengantarkan anak atau
anggota keluarga yang akan mengikuti khitanan
massal, pengobatan gratis, dan pembagian bingkisan.
Pengelola KPPC menjelaskan, kegiatan sosial
itu adaiah ungkapan syukur atas keberadaan
mereka sebagai perusahaan yang bergerak di
bidang peternakan sapi perah di Papakmangu.
Mereka ingin berbagi rezeki kepada warga yang
telah menerima kehadiran mereka.
Menurut ketua KPPC Cipta Pratama, Ronald
H. Sinaga, kegiatan tersebut merupakan momen
penting untuk meningkatkan rasa kebersamaan
antar peternak dan antara masyarakat dengan
KPPC. Apalagi KPPC tengah berupaya meningkatkan
kinerja mereka dan kesejahteraan peternak.
“Masih banyak peternak yang perlu didorong
untuk bergabung, selain itu kegiatan seperti ini
menjadi momen yang tepat untuk menyentuh
para peternak sapi yang nakal. Sebab masih ada
peternak yang sengaja menambahkan air pada
susu,” kata Ronald.
Ronald menekankan pentingnya kebersamaan bagi
para peternak sapi. Selain menjadi
media untuk saling belajar, kebersamaan merupakan
cara yang sangat efektif untuk saling
mengingatkan dan mengontrol. Lewat kebersamaan,
lanjut Ronald, para peternak bisa
saling membantu dan menguatkan, terutama ketika
menghadapi berbagai kendala usaha. Khususnya
kendala yang datang dari luar, seperti
perilaku kartel susu yang sangat merugikan.
PERJALANAN USAHA
KPPC Cipta Pratama adalah kelompok usaha yang
menghimpun para pelaku usaha mikro dalam
bidang peternakan sapi perah di
Parongpong dan Cibodas. Selain bergerak di
bidang pemerahan susu, KPPC juga terlibat
dalam pembuatan pakan, penampungan dan
pendinginan susu, serta pembuatan sejumlah
produk turunan susu.
Para peternak sapi sebenarnya sudah bergabung
dengan KPPC sejak tahun 1998.
Umumnya mereka melakukan usaha ternaknya
secara tradisional. Tak banyak yang dilakukan
untuk menghadapi berbagai masalah seperti
meningkatkan kualitas sumber daya manusia,
permodalan, akses ke dunia perbankan, pemasaran,
serta kualitas ternak dan produk susu.
Baru setelah Ronald bergabung, tahun 2008,
sejumlah masalah ini mulai memperoleh jalan
keluar.
Saat ini, KPPC menampung 800 peternak sapi
perah yang memiliki 3.000-an ekor sapi. Terbagi
dalam 20-an kelompok, KPPC yang didukung
oleh 40-an karyawan ini mampu menghasilkan
susu segar sebanyak 23.000 hingga 25.000 liter
per hari. Sapi-sapi penghasil susu segar tersebut
merupakan bagian dari ribuan ekor sapi yang
berada pada fase laktasi.
KPPC memiliki dua pusat lokasi usaha, yakni
di Kampung Papakmangu, Cibodas, Pasirjambu,
Kabupaten Bandung dan Kampung Belapati,
Desa Parongpong, Bandung Barat. Namun,
sebenarnya para perternak sapi perah itu
tersebar di sejumlah lokasi, yakni Lembang,
Parongpong, Cisarua, dan Ciwidey.
Selain itu, KPPC juga memiliki empat unit
usaha yang tersebar di beberapa lokasi. Unit
usaha pertama berupa penampungan dan
pendinginan susu sapi segar yang berada di
Parongpong. Proses pendinginan menggunakan
PHE dengan kapasitas mencapai 3.000 liter per
jam. Sementara daya tampung dan pendinginan
susu mencapai 15.000 liter.
Unit usaha kedua berada di Ciwidey, berupa
pabrik pakan ternak. Unit usaha ini disertai
usaha penampungan dan pendinginan susu
segar, lengkap dengan unit pendinginan yang
memiliki daya tampung hingga 5.000 liter.
Unit usaha ketiga adalah unit usaha peternakan
sapi perah di Cibodas. Unit usaha ini juga
dilengkapi dengan pendinginan susu dengan
daya tampung 1.000 liter. Sedangkan unit usaha
keempat KPPC berada di Cisarua, berupa usaha
penampungan dan pendinginan susu.
“Selain itu, KPPC juga masih memiliki unit
usaha lain yang baru mulai tumbuh. Unit ini
menghasilkan produk turunan susu seperti
yoghurt, permen susu, dan dodol susu,” ujar
Ronald dengan bangga. Semua usaha yang
dilakukan KPPC ini mampu meraih omzet Rp
2 miliar setiap bulan. Dari total pendapatan itu
keuntungan bersih yang diraih KPPC mencapai
Rp 1,5 miliar per tahun.
Ronald berharap agar ke depannya KPPC
tidak hanya mampu menyalurkan susu segar,
tetapi juga mampu memproduksi produk susu
dengan merek sendiri. Produk susu yang di
maksud antara lain adalah susu segar siap minum,
yoghurt, dan es krim. “Kami punya ide
untuk membuat warung susu segar KPPC, dengan
membentuk koperasi sendiri. Namun,
masih terdapat keterbatasan dana dalam
mewujudkannya,” jelas Ronald. Hingga memasuki
pertengahan 2011, KPPC tengah berusaha
membawa usaha peternakan ini menjadi
penyedia sekaligus penyebar virus gemar susu
segar di masyarakat, terutama masyarakat
perkotaan di Indonesia.
DARI MENARA GADING KE KANDANG SAPI
Sebelumnya, peternakan sapi merupakan dunia
yang asing bagi Ronald. Tak pernah terbayangkan
sama sekali bahwa dalam perjalanan
hidupnya ia akan berurusan dengan “kandang
sapi”. Sebagai orang kota yang lebih banyak tinggal
di “menara gading”, hingga setahun sebelum
berkutat dengan usaha peternakan sapi, pria
kelahiran Palembang, 25 Desember 1963 ini belum
tahu sedikit pun tentang sapi.
Semua berawal tahun 2008. Saat itu, tak lama
setelah meninggalkan profesinya sebagai bankir
mapan yang telah dijalaninya 20 tahun, Ronald
mengunjungi sahabatnya di Missouri, Amerika
Serikat, yang bergerak di bidang peternakan sapi
perah. Di negeri itulah untuk kali pertama dalam
hidupnya ia mengenal usaha peternakan sapi perah.
“Saya memang baru mengenal dunia sapi
perah di tempat sahabat saya. Di negeri orang,
pula. Itu pun baru kulitnya. Pengetahuan saya
tentang usaha ini baru bertambah setelah rajin
membaca buku-buku tentang ternak sapi,
produk susu segar, dan produk turunannya,”
katanya.
Dalam sebuah buku yang sempat dibacanya,
Ronald menemukan informasi yang mengejutkan.
Suatu hasil studi menunjukkan adanya korelasi
yang meyakinkan antara negara-negara yang
berhasil menjadi peserta Piala Dunia Sepakbola FIFA
dengan jumlah volume susu yang dikonsumsi
penduduknya. Intinya, penduduk negara-negara yang
berhasil menjadi langganan peserta pesta olah
raga sepakbola kelas dunia itu konsumsi susunya
paling sedikit mencapai 30-50 liter per kapita per
tahun. Demikian juga negara-negara yang merajai
Olimpiade.
“Cina melakukan revolusi (minum) susu
pada tahun 1986. Tahun 2006 mereka juara
Olimpiade. Indonesia rata-rata baru 10 liter per
tahun. Itu pun 70 persennya bukan susu segar
tapi susu formula yang nutrisinya lebih rendah
dibanding susu segar dan bahannya diimpor dari
negara lain. Kita masih kalah dengan Vietnam
yang konsumsi susu segarnya sudah mencapai
11 liter per penduduk per tahun,” paparnya.
Ronald yang pernah menduduki jabatan tinggi
di sejumlah bank dan lembaga keuangan lain ini
kemudian melanjutkan penggaliannya tentang
dunia sapi perah.
Jenuh bekerja di lembaga keuangan yang
cukup bergengsi di Jakarta, Marketing &
Business Development Director itu memilih
jalan ekstrem. Dia meninggalkan Jakarta lalu
beternak sapi. Tahun 2009, penyandang gelar
S2 di bidang bisnis dari School of Business pada
University of the East Manila dan S1 Universitas
Advent Indonesia ini membeli 30 ekor sapi
secara bertahap.
Namun karena tak memiliki pengalaman,
Ronald langsung menghadapi sejumlah masalah.
Produk susu segar yang dihasilkan sapi-sapinya
mengecewakan. Sialnya lagi, pasar dikuasai oleh
kartel yang sangat merugikan peternak. Mereka
mengatur harga yang sangat rendah.
Ronald yang terlatih melakukan analisis
bisnis segera mencari tahu penyebabnya. Dia
menemukan bahwa rendahnya kuantitas maupun
kualitas produk susu sapinya bersumber
pada pakan sapi dan perawatannya. Ronald
mengaku bahwa dia hanya memberi pakan
sebagaimana peternak sapi lokal di sekitar
daerah usahanya. “Akibatnya, produk susunya
berkualitas rendah,” ujar Ronald menjelaskan.
Ronald pun bergerak mencari solusinya.
Setelah gagal dalam beberapa kali percobaan,
akhirnya Ronald berhasil membuat pakan sapi
yang tepat. Kuantitas dan kualitas susunya
meningkat signifikan, yakni sebesar 50 persen
dan secara bertahap menuju 100 persen.
Merasa berhasil, Ronald melangkah lebih
jauh. Dia membuat pabrik pakan sapi.
Rencananya, produk pakan ternaknya akan
ditawarkan kepada para peternak di sekitarnya.
Harapannya agar susu yang dihasilkan para
peternak meningkat kuantitas dan kualitasnya.
“Kalau produk susunya meningkat, penghasilan
peternak pasti akan ikut meningkat,” ujarnya.
Sayang, respons para peternak lokal tak
sesuai harapannya. Pasalnya, harga yang
ditawarkannya terlalu tinggi. Mereka tidak
memiliki cukup dana untuk membelinya. Ronald
kemudian memutar otak. Ia pun mencoba cara
lain. Menurut asumsinya, para peternak akan
bersedia membeli pakan buatannya jika produk
susu mereka juga dia beli. Ternyata benar,
predikat Ronald pun segera bertambah, yaitu
menjadi penampung susu.
Tak terlalu lama mencari, Ronald berhasil
mendapatkan pasar susu segarnya, yakni
PT Indolacto (dahulu bernama Indomilk).
Perusahaan susu formula ini bersedia menampung
susu segar KPPC hingga 25.000 liter
per hari. Setelah memperoleh pasar ini Ronald
merasa satu masalah di antara sejumlah
masalah yang dihadapinya mulai terpecahkan.
Dia juga merasa memperoleh isyarat
bahwa lambat atau cepat, berbagai masalah yang
dihadapi dunia usaha peternakan sapi
perah juga bisa dipecahkan.
MENYEBAR “VIRUS” KEMAJUAN
Meskipun berhasil menemukan pasar yang bagus
Untuk menyalurkan produk susu, Ronald menyadari
bahwa masalah yang dihadapi para peternak
lokal cukup rumit. Diantaranya ialah soal bibit sapi.
Selama ini peternak yang ingin memperoleh sperma sapi
harus mengeluarkan dana besar. “Saya katakan masalah
besar karena penghasilan peternak masih rendah, modal
mereka juga terbatas. Selain itu pendidikan mereka juga
tidak terlalu tinggi sementara semangat untuk tumbuh
menjadi peternak modern belum terbangun,” katanya.
Kedua, kebijakan pemerintah. Menurut Ronald,
bea masuk yang dikenakan terhadap susu impor
sangat rendah sehingga perusahaan susu formula di
Indonesia leluasa memproduksi susu formula
dengan harga murah. Dengan demikian, peternak sapi
perah lokal harus menghadapi masyarakat Indonesia yang
lebih mudah mengonsumsi susu formula daripada susu
segar.
Menghadapi berbagai masalah tersebut, Ronald kembali
memeras otaknya. Ia melihat bahwa sebagian peternak
lokal telah memiliki kelompok usaha bernama KPPC Cipta
Pratama. Ronald pun segera bergabung. Tujuannya agar
bisa melakukan berbagai kerja sama yang saling menguntungkan.
Dalam waktu sekitar 8 bulan Ronald dipercaya untuk
memimpin KPPC tersebut. Dua bulan kemudian, dengan
menambah investasi baru, Ronald mengambil alih KPPC
dari pengurus lama. Dengan investasi tersebut di
bentuklah unit pengolahan pakan ternak untuk
mengembangkan kelompok peternak sapi perah
di Desa Papakmanggu, Gambung, Pasirjambu,
Kabupaten Bandung.
Sejak saat itu, Ronald mulai menyebarkan
“virus” kemajuan. Namun untuk urusan ini
dia harus bekerja keras dan cepat. Maklumlah,
selain banyak peternak yang belum bersedia
bergabung, banyak anggota yang tidak siap
diajak ‘berjalan’ cepat.
“Pada umumnya peternak masih kerasan dengan
kebiasaan lama, seperti mencampurkan
air ke dalam susu sehingga kadar air pada susu
segar menjadi tinggi. Peternak seperti ini kami
sebut peternak nakal,” katanya.
Untuk menyadarkan peternak nakal, Ronald
menerapkan budaya yang hidup di kalangan
masyarakat Sunda, yaitu budaya malu. Dengan
budaya malu ini para peternak diajak
memberikan sanksi sosial terhadap peternak
yang tak jujur. Kalau ada yang ketahuan,
sanksinya harus dikucilkan.
“Sebaliknya, peternak yang berhasil menjaga
kualitas harus diberi penghargaan. Bagi
masyarakat pedesaan yang masih menjunjung budaya
malu, mengalami pengucilan adalah hal yang
menakutkan,” katanya.
Ternyata cara tersebut cukup ampuh dan
menguntungkan. KPPC bisa membangun mekanisme
kontrol. Dengan pendekatan kultural pula,
cara berorganisasi yang lebih modern mulai
ditanamkan.
“Sementara untuk meningkatkan kualitas
susu, KPPC menempuh jalan penyadaran akan
pentingnya kebersihan kandang pada saat proses
pemerahan,” kata Ronald.
Selain itu, KPPC juga terus berusaha menumbuhkan
kesadaran akan pentingnya menjaga
lingkungan, termasuk sungai, dari pencemaran
limbah sapi. Terkait hal ini, KPPC menggandeng
berbagai kelompok pengolah limbah sapi. “Limbah
dijadikan pupuk atau produk lain. Hanya
saja hal ini masih sulit karena banyak peternak
yang belum bergabung ke KPPC,” tuturnya.
Untuk kenyamanan usaha, Ronald menambah
berbagai fasilitas seperti kesehatan ternak,
termasuk jumlah dokter hewan, selain petugas
kesehatan yang mengontrol kesehatan sapi. “Ini
juga sangat penting kami lakukan agar kualitas
susu sapi tetap terjaga,” katanya.
Ronald juga membawa kemajuan untuk urusan
permodalan. Selain pinjam ke bank bjb untuk
pengembangan usahanya, Ronald juga menyediakan
KPPC sebagai penjamin untuk para peternak.
Dari modal tersebut peternak anggota
KPPC mampu membeli sapi perah. Dengan
banyaknya sapi perah maka semakin banyak
pula tampungan susu di KPPC. Pengembalian
pinjaman modal kepada bank bjb dilakukan
dengan sistem angsuran, dan anggota KPPC
membayar angsuran dari hasil susu yang
diperoleh. Dengan cara ini, dunia perbankan
pun mulai melihat bahwa dunia peternakan
bisa menjadi pasar bagi produk-produk kredit
mikro.
REVOLUS SUSU!
Ronald mengakui bahwa ia masih baru dalam
usaha peternakan sapi perah. Namun bagi dia,
waktu dua tahun telah membimbingnya untuk
melihat dan melakukan sesuatu yang berguna
bagi kalangan peternak dan masyarakat luas.
Saat ini semua pengolahan susu masih dilakukan
secara tradisional. Perlahan namun pasti,
Ronald mengubah cara-cara tradisional tersebut
dengan memberikan penyuluhan peningkatan
kebersihan. Ronald menyarankan agar
kandang dan ternak dibersihkan dengan
menggunakan air hangat dan tempat pemerahan sapi
dibersihkan menggunakan ember alumunium.
Selain itu, Ronald memberikan penyuluhan
agar memperpendek waktu dari pemerahan
hingga penyetoran. Lebih cepat tiba di tempat
penyetoran maka dapat langsung didinginkan
guna mencegah pertumbuhan bakteri. KPPC
juga menyediakan mantri hewan gratis bagi
setiap anggota untuk menjaga kesehatan dan
kesuburan ternak mereka.
Pembelian susu dari peternak dilakukan
dengan membuat kelompok yang terdiri dari
40 orang. Dari setiap kelompok tersebut KPPC
membeli susu seharga Rp l00 per liter per hari.
Jadi, jika hari ini jumlah produksi KPPC 20.000
liter per hari maka dana yang disiapkan oleh
KPPC adalah Rp 2 juta.
Setidaknya konsep, metode, proses, dan
orientasi usaha KPPC yang dilakoninya sudah
mulai membuka mata banyak orang bahwa
usaha peternakan sapi perah bisa berkembang,
maju, dan menguntungkan. “Memang enggak
gampang. Bahkan masalahnya cenderung kompleks.
Tapi itulah tantangannya,” katanya.
Untuk mengurai berbagai masalah dan menemukan
solusinya, Ronald memanfaatkan pengalaman
yang dia peroleh di dunia perbankan
dan keuangan, ditambah kemauannya membaca
berbagai buku. “Kalaupun seperti trial and error
ya mohon dimaklumi. Tapi bukankah dunia
nyata menuntut kita belajar dari kesalahan?”
ujarnya.
Menghadapi peternak dengan kultur agraris
yang kuat, katanya, hanya ada satu cara, yakni
memberi contoh dan terus meyakinkan bahwa
mereka bisa melakukan yang lebih baik dari
sebelumnya. “Yang penting mata peternak
terbuka bahwa ada hal lebih baik yang bisa
mereka lakukan,” katanya. Misalnya, mengubah
pakan sapi yang tidak bernutrisi menjadi pakan
yang bernutrisi karena sangat berpengaruh
terhadap kuantitas dan kualitas susu.
Pada sisi pemasaran Ronald mencari penampung
susu besar, seperti perusahaan susu formula.
Ronald juga memelopori pembuatan produk
turunan dan penjualan susu segar secara
eceran. “Penjualan eceran ini penting bagi
peternak susu. Selain membuka peluang usaha
bagi masyarakat, juga menjadi awal dimulainya
revolusi susu di Indonesia,” ujarnya. Upaya itu
akan dilanjutkan dengan berdirinya rumah
susu di berbagai kota dan lokasi. Rumah susu
ini nanti akan menjadi semacam distributor
yang membuka peluang usaha bagi masyarakat
sekaligus menyebarkan virus Revolusi Susu,
yakni pentingnya mengonsumsi susu sebanyak
40-50 liter per kapita per tahun.
“Kalau ide yang sudah kami rintis ini kelak
menjadi gerakan, maka berbagai persoalan
utama peternak akan teratasi. Selain itu bangsa
Indonesia juga akan memetik manfaat dalam
hal kesehatan dan kecerdasan,” ujarnya seraya
menekankan pentingnya peningkatan konsumsi
susu segar di masyarakat karena susu segar jauh
lebih bernutrisi dibandingkan susu formula.
Untuk mewujudkan revolusi susu ini KPPC
tengah merintis sejumlah kerja sama dengan
pemerintah daerah Provinsi Jawa Barat. Ronald
juga segera mengusulkan kepada pemerintah
pusat untuk membuat kebijakan tentang susu
impor yang tidak merugikan peternak sapi.
“Pemerintah juga perlu mulai mengenal pentingnya
asupan susu segar bagi rakyat, terutama
di kalangan anak-anak, balita, pelajar, serta
mahasiswa,” katanya.
MANAJEMEN USAHA
Saat ini, Ronald memiliki dua impian besar
untuk mengembangkan usahanya. Pertama,
memiliki tanah yang dapat menampung sapi
kelompok peternaknya. Kedua, mendirikan pabrik
untuk memproses susu sendiri. Ronald
berharap agar kelompok peternaknya dapat fokus
beternak, kemudian menjual dengan harga
yang lebih tinggi. Untuk mewujudkan mimpi
tersebut, sistem usaha harus diperbaiki.
Pertama, kinerja karyawan dan peternaknya.
“Sudah ada di pikiran saya untuk memakai
tenaga profesional, tetapi tidak mudah, terutama
yang mau bekerja full time dan tetap masuk
Sabtu dan Minggu bila dibutuhkan,” ujarnya.
Sementara peternaknya, hanya diambil dari
sekitar Lembang. Upah yang diberikan disesuaikan
dengan banyaknya susu yang dihasilkan.
Peningkatan kemampuan peternak, dilakukan
melalui pelatihan dan diskusi. Ia mendatangkan
tenaga pelatih dari organisasi peternakan
bernama PUM Netherlands. “Saya browsing di
internet, melalui website-nya saya submit
aplikasi mengenai UKM saya. Setelah
melalui dua kali wawancara, akhirnya
saya berhasil mendatangkan seseorang untuk
memberikan konsultasi kualitas susu ke sini,
gratis, semua biaya ditanggung PUM,” jelasnya
bangga.
Selain pelatihan, ia juga melakukan pengawasan
terhadap para peternaknya. Ronald
mengaku pekerjanya ada yang pindah ke kelompok
pesaing karena pilihan sendiri dan ia
harus mencari seseorang yang dapat menjadi
penyelia. “Saya meminta adik istri saya bergabung,
karena dia bisa mengerti bahasa penduduk,” jelasnya.
Selanjutnya ia memperbaiki sistem usahanya.
Pertama, dalam hal social engineering, ia
mengubah perilaku peternak menjadi modern dengan
menanamkan pola pikir bahwa susu adalah
konsumsi manusia. Karena itu, kebersihan dan
kualitas susu harus benar-benar dijaga. Kedua,
sistem manajemen untuk menjaga loyalitas
karyawannya.
Ronald berharap dengan melakukan perbaikan,
mimpi-mimpinya dapat terwujud. Paling
tidak target sederhananya, yaitu semua
orang bisa minum susu dengan harga yang lebih
murah dengan kualitas terbaik.
Suatu malam pada bulan Juni 2011, di lokasi
peternakan sapi perah KPPC di Cisarua
yang dingin, Ronald H. Sinaga, mantan
bankir profesional itu, memandangi langit di
atas deretan kandang yang penuh bintang.
Ia membuktikan bahwa usaha peternakan
sapi perah dan susu segar bisa meningkatkan
kehidupan peternak. Bahkan dari kandang
sapi, virus Revolusi (Minum) Susu mulai ia
sebarkan.
Catatan Rhenald Kasali
SERING KALI TERLIBAT dalam kegiatan usaha bukanlah murni soal uang atau
menitipkan hari tua. Ada kalanya Anda juga dituntut melakukan perubahan.
Ya, perubahan. Sebuah transformasi sosial. Kalau ingin usaha Anda
maju maka Anda pun dituntut memajukan masyarakat. Bukankah dari masyarakat
itu Anda mendapatkan rasa aman (keamanan), bahan baku, tenaga kerja,
pembelaan saat terjadi gangguan, dan seterusnya.
Bayangkan apa jadinya bila kementerian pendidikan salah urus tenaga kerja
Kita? Sekarang ini saja semua pangusaha sudah merasakan akibatnya yaitu
tenaga-tenaga kerja yang tidak siap pakai. Belum lagi masalah kesehatan,
investasi sosial, kesejahteraan (listrik, fasilitas jalan, poliklinik dan
seterusnya). Anda juga dituntut melatih keterampilan mereka dan
memperbaikinya. Bukankah tenaga-tenaga penyuluh pertanian dan peternakan
sudah lama menghilang?
Ada kalanya, sistem ini sengaja dipertahankan oleh mereka yang mendapat
keuntungan-keuntungan jangka pendek. Tengkulak, lintah darat, dan politisi
atau birokrat-birokrat yang korup. Mereka mempertahankan masalah agar
terjadi ketergantungan dan masalah dijadikan proyek abadi. Maka demi
kecintaan Anda pada Sang Merah Putih, lakukanlah perubahan.
Ronald H. Sinaga ingin mendulang keuntungan, namun caranya harus berbeda.
Ia tidak menjadikan masalah sebagai peluang dengan mengabadikan masalah itu
sebagai proyek abadi, melainkan mengubahnya menjadi masyarakat yang
sejahtera yaitu masyarakat yang lebih mengerti, lebih mandiri dan lebih
sehat. Ia mengubah masalah masyarakat yang bukan menjadí kewajibannya
untuk mendapatkan dukungan, kepercayaan dan kredibilitas. Ia memberikan
pelatihan, memperbaiki mata rantai, dan memberi perhatian.
Perbaikan masyarakat mutlak dilakukan usahawan, di desa maupun di kota.
Bäyangkan bagaimana sehatnya negeri ini kalau semua orang mau
Melakukannya...
Dari Buku: Cracking Entrepreneurs, Penyusun: Rhenald Kasali. Penerbit: Gramedia: 2012
1 comment:
HARI GINI MASIH BINGUNG DAN TAKUT SALAH PILIH BO YANG AMAN ?
COBA DAFTAR DAN MENANGKAN HINGGA JUTAAN RUPIAH CUMA DENGAN MODAL 50.000 DAN GAK PAKE RIBET DI WWWW BOLAEMAS88 COM
BBM : DDE2D174
WA : +855969617332
LINE : BOLACAMAR
Post a Comment