Wednesday, June 6, 2012

Syammahfuz Chazali, Pemilik PT. Faerumnesia: Mengangkat harkat kotoransapi

Jika kebanyakan orang menjauhi kotoran sapi, Syammahfuz Chazali malah akrab dan berkutat dengan limbah perut berbau busuk ini. Tapi siapa yang menyangka hasilnya bisa menjadi bsinis bernilai miliaran, bahkan berpotensi menghasilkan devisa?



KOTORAN ITU ANUGERAH yang indah. Barangkali begitu yang ada di benak Syammahfuz Chazali (25). Tentu saja bukan bentuknya ang indah atau aromanya yang semerbak. Dimana-mana kotoran – apalagi yang kita bicarakan ini, maaf, adalah kotoran alias tahisapi alias tlethong – selalu dipandang menjijikkan dan berbau busuk menyengat. Kotoran dipandang sebagai limbah yang mengganggu lingkungan sekitarnya.

Fakta inilah yang menggelitik Syam – begitu ia biasa disapa. Ia mengolah dan mengangkat harkat kotoran sapi ini menjadi bahan produk bernilai ekonomis. Melalui beberapa eksperimen, mahasiswa Jurusan Sosial Ekonomi (Sosek) Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada (UGM) ini membuktikan bahwa tlethong bisa memberi manfaat baru bagi perkembangan industri gerabah dan keramik di Indonesia. Hasilnya mengagumkan. Sebagai bahan campuran, tlethong olahan ternyata bisa membuat gerabah menjadi lebih kuat, memerikan warna yang cermelang, dan bobotnya lebih ringan hingga dua kilogram.



BERAWAL DARI RENUNGAN KLOSET

Gagasan awal Syam untuk manfaat kotoran sapi muncul sekitar September 2006. saat merenung ketikabuang hajat, tiba-tiba saja terbersit dibenaknya untuk menjadikan ampas perut berbau tersebut sebagai bahan campuran keramik. Pria kelahiran Medan pada 5 November 1984 ini teringat kenyataan bahwa tanah yang kering dan tandus bisa menjadi bagus kalau dicampur dengan kotoran sapi.

Renugan kloset itu ters menggugah pikirannya. Ia sibuk mencari referensi mengenai seluk-beluk per-tlethong-an guna menjawab rasa penarasannya. Selain melalui buku-buku, ia juga berusaha mengumpulkan berbagai informasi tentang kemungkinan pengolahan tlethong dari teman-temannya. Dari penelitian sederhana ia mendapati bahwa selain memiliki tekstur lembut dan mengandung banyak serat, faeces (kotoran) sapi mengandung silikat – sejenis bahan perekat – sebesar 9,6%. Di situ Syam mengemukakan gagasannya untuk memanfaatkan tlethong sebagai campuran baha baku gerabah.

Sebulan kemudian, Syam bersama empat orang temannya Fatmawati dan Agus Nugroho dari Jurusan Sosek, Fakultas Pertanian, serta Wusono Bayu Pamungkas dan Irawan Nurcahyo dari fakultas peternakan membentuk tim yang mereka beri nama Faerumnesia. Nama ini berasal dari istilah peternakan yang berarti kotoran dari lambung sapi Indonesia, yakni faeces (kotoran atau tinja), ruminant (perut sapi atau binatang memamah biak), dan sia yang merupakan kependekan Indonesia).



BIODATA

SYAMMAHFUZ CHAZALI

Medan, 05 November 1984

Email : syam_lupie@yahoo.com



PENDIDIKAN :

2003 – sekarang Mahasiswa S1 Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian UGM



NAMA USAHA :

PT. Faerumnesia 7G (Gerabah dari Limbah Peternak Sapi)

Alamat : J. Flora bulaksumur, Yogyakarta. Telp. 0274516656

Website : www.faerumnesia.com



PENGHARGAAN :

2008 Finalis Wirausaha Muda Mandiri

2008 Lolos 50 Besar untuk mengikuti intensive-Student Technopreneurship Program RAMP

2008 Lolos Program Creativitas Mahasiswa 2008 DIKTI

2007 Pemenang I Lomba Bisnis Plan Pemuda 2007 Tingkat Nasional oleh Kementrian Pemuda dan Olahraga

2008 Juara 1 sebagai Penyaji terbaik 1 pada PIMNAS ke XXI di Unisula

2007 Penghargaan dari Kementrian Pemuda dan Olahraga sebagai Bisnisplan Pemuda Teladan

2008 Juara II lomba bisnis plan competition di Fakultas Peternakan UGM

2007 Penerima penghargaan dari Rektor UGM sebagai mahasiswa berprestasi di bidang kewirausahaan

2007 Juara II lomba bisnis plan entrepreneurship for charity tingkat nasional dengan judul “Desain Lantai Keramik yang Nyaman untuk Balita”

2007 Pemenang grant karya inovation dana penelitian dari proyek DUE-like BATCH IV UGM dengan judul Alternatif pemanfaatan kompos dari industri peternakan sapi bsebagai bahan campuran aneka kerajinan gerabah.



Secara bisnis, tim yang dikemudian hari berkembang menjadi kelompok wirausaha ini melihat kotoran sapi memiliki potensi besar yang belum di optimalkan masyarakat. Padahal menurut perhitungan mereka dalam setahun Indonesia bisa menghasilkan kotoran sapi sekitar 5,8 juta ton. Hampir semuanya belum termanfaatkan.



DITOLAK KARENA JUDUL JOROK

Karena ingin mengikuti pekan kreativitas mahasiswa, tim ini berusaha ngebut menyelesaikan proposal penelitian. Sayangnya proposal tersebut tidak lolos seleksi dewan juri. Alasanya sederhana judul yang mereka angkat terkesan jorok. Maklum saja, dengan lugunya tim faerumnesia memberi judul proposal mereka Kotoran Sapi. Namun justru dari penolakan itu tim belajar pentingnya citra sebuah merek (brand). Proposal selanjutnya mereka perbaiki sehingga berjudul Alternatif Pemanfaatan Kompos dari Industri Peternakan Sapi sebagai Campuran Aneka Kerajinan Gerabah.

Tanpa putus asa, proposal mereka ajukan ke berbagai perlombaan. Titik terang terlihat pada bulan April 2007, ketika proposal mereka disetujui oleh DUE-Like Batch IV UGM dengan dukungan biaya penelitian sebesar Rp. 3,5 juta. Dengan fasilitas itu mereka bisa melakukan berbagai macam eksperimen.dibantu oleh Purwanto, seorang perajin dari sentra kerajinan gerabah di Kasongan, Bantul, daerah istimewa Yogyakarta, tim Faerumnesia mulai melakukan berbagai uji coba untuk mendapatkan komposisi yang tepat.

Sudah tentu sebelum dipergunakan kotoran sapi ini harus diolah terlebih dahulu untuk menghilangkan baudan tidak menyebabkan gatal. Untuk itu, tlethong lebih dulu dicampur dengan bioactivor atau biang kompos, sehingga menghasilkan humat atau ekstrak kotoran. Proses pembuatan humat biasanya memakan waktu sekitar sebulan.

Hasilnya cukup mengejutkan. Bahan baku dari campuran tanah liat kuning dan tlethong ternyata menghasilkan gerabah yang bobotnya lebih ringan 2 kilogram. Gerabah organik ini ternyata juga lebih kuat. Buktinya, dengan pembakaran bersuhu 90 derajat celcius, keramik masih bertahan tidak pecah. Penelitian laboratorium memberikan jawaban ilmiah. Kekuatan konstruksi ini disumbangkan berkat adanya kandungan silikat sebesar 9,6% di dalam kotoran sapi. Komponen inilah yang memberikan daya ikat yang jauh lebih kuat pada campuran bahan keramik/gerabah.








DARI SISA MENJADI GERABAH

KOTA YOGYAKARTA MENYIMPAN pesona yang tidak pernah pudar. Inspirasi mengalir menyatukan budaya dan kreativitas di kota pelajar ini. Demikian pula halnya yang terjadi pada Syahmahfuz Chazali. Dalam membangun kreativitasnya, Syam melakukan inovasi dengan memuat gerabah berbahan dasar limbah sapi. Melalui Faerumnesia grup perusahaan yang dirintisnya sebagai pembuat gerabah, Syam membangun usahanya di Kasongan. Kini Syam tidak saja mengembangkan gerabah dengan bahan dasar limbah sapi, tapi juga menumbuhkan usaha kreatif di lingkungan terdekatnya.



Q : Betulkah gerabah indah ini terbuat dari kotoran sapi ?

A : Benar. Limbah kotoran sapi ini sekitar 80-90%. Kalau dibakar tidak akan pecah. Dulu, di kasongan – daerah usaa kami –gerabah dibuat dari tanah bercampur pasir. Selama itu, tanah banyak dikeruk, unsur haranya hilang, dan merusak lingkungan. Saya lantar berpikir, apakah ada materi yang dapat menggantikan unsur tanah. Lalu saya lihat bahwa masyarakat disana banyak memiliki sapi yang hidupnya serumah dengan pemiliknya. Sungguh bukan hal yang baik untuk kesehatan. Apalagi limbahnya biasa hanya dijadikan pupuk maupun biogas, yang efektivitasnya sangat sedikit. Lalu saya berpikir, bagaimana agar limbah itu diolah menjadi suatu barang, bukan hanya pupuk dan biogas, tetapi juga gerabah ?

Q : Bagaimana anda merangkai usahanya :

A   : Di kampus ada program aktivitas mahasiswa. Lalu saya dan teman-teman mencari ide yang bagus. Pada sebuah seminar tentang entrepreneurship, saya berdiskusi dengan pembicaranya soal menghasilkan produk dari limbah peternakan sapi. Ide ini juga saya tanyakan pada dosen saya, yang lalu menyarankan agarimbah dibuat kompos terlebih dahuu. Dari situ saya datang ke Kasongan, pusat pengrajin gerabah, dimana saya bertemu dengan pengrajin yang sangat membantu kami, Pak Purwanto. Syarat yang diberikan beliau untuk memasarkan gerabah dari limbah sapi adalah : tidak boleh mengakibatkan pembeli gatal dan tidak boleh berbau. Dosen saya memberi tahun caranya membuat gerabah dengan menggunakan teknik tertentu.

Q : Lalu apa pengembangannya ?

A : Memang tidak hanya gerabah yang kami buat. Kami juga membuat batu bata yang terbuat dari limbah sapi – pesanan dari India. Kedua, dekomposter yang saat ini banyak peminatnya. Bentuknya semacam gentong tapi bisa dilukis semaunya, misal motif batik atau apa saja.

Dekomposter banyak dipakai ibu-ibu untuk menampung sisa-sisa sayuran. Bila dimasukkan sampah kedalamnya dan diberi cairan activator, dalam waktu 1-2 minggu sudah dapat dijadikan pupuk. Pupuk kan bisa dikembalikan lagi ke tanah. Dengan demikian, sebuah rumah sudah memiliki siklus sampah sendiri. Jadi kami punya visi menjadi perusahaan yang bergerak dala bidang lingkungan yang akan membantu seluruh dunia mengatasi lingkungannya. Saat ini, omzet kami baru sekitar 150 – 500 juta per Januari – Novembe tahun ini. Tahun depan kita sudah mempunyai pesanan pupuk per bulan 2 miliar rupiah atau sama dengan 100.000 liter pupuk.

Q : Dunia boleh krisis, orang boleh menakut-nakuti hidup sulit, tapi ada pengusaha yang mampu melihat peluang.

A : Inti pemikiran saya : kalau kita ingin menjadi orang yang sukses, kita harus mampu melihat masalah dengan cara yang berbeda. Kalau ada masalah, jangan dilihat masalahnya saja, tetapi apa peluang yang muncul dari masalah itu. Setiap masalah ada peluang. Dan dari peluang itu bisa menjadi uang.



Meski ide awal dilakukan tim Faerumnesia, proses produksi gerabah organik dalam skala bisnis melibatkan banyak pihak. Untuk mendapatkan bahan baku mereka bekerjasama dengan kelompok peternak sapi di daerah Bantul. Selain memudahkan proses produsi, di sisi lain strategi itu menaikkan nilai tambah tlethong di tingkat peternak sapi.

Untuk proses pencetakan gerabah yang biasanya makan waktu sebulan, tim Faerumnesia kembali melibatkan kalangan perajin di Kasongan. Pertimbangannya selain telah memiliki nama, komunitas pengrajin disini sudah terbiasa mendapat pesanan dalam jumlah besar. Maka ketika beberapa waktu lalu di Universitas Trisaksi memesan seribu buah dekomposter rumah tangga berbentuk guci, mereka tidak kelabakan.



PELUANG MULAI MEMBENTANG

Tim Faerumnesia boleh berbangga hati. Untuk menciptakan lapangan kerja dan menjadi usahawan mereka tidak harus menunggu sampai mendapatkan gelar sarjana. Keberhasilan itu di ikuti dengan beberapa pengakuan. Saat disertakan dalam lomba Bussines Plan Pemuda Tingkat Nasional yang diadakan Kementrian Pemuda dan Olahraga dalam rangka peringatan Hari Sumpah Pemuda 2008, penelitian ini meraih juara pertama. Sebelumnya dalam Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) XXI pada Juli 2008 di Semarang, tim ini juga mendapat predikat Tim Penyaji Terbaik. Tahun itu, mereka di undang ke Cina untuk menyampaikan presentasi ilmiah. Tahun berikutnya undangan sudah menanti dari Australia untuk keperluan yang sama.

Beberapa tawaran bisnispun muncul. Dari negara tetangga Brunei Darusalam datang pesanan humat sebesar 60 ton per hari guna bahan baku pembuatan bahan bangunan semacam batako. Karya Syam dan kawan-kawannya memberikan dua manfaat besar bagi masyarakat. Pertama, mengatasi masalah limbah. Dan kedua, meningkatkan kualitas gerabah. Sebagai bahan baku gerabah, Syam memasang harga Rp. 1000 per kilogram. Harga ini jauh lebih murah dibandingkan jika perajin mempergunakan pasir sebagai bahan baku.



Selain sebagai bahan baku gerabah, tim Faerumnesia sedang berusaha mengembangkan usaha ini ke sektor lain. Misalnya sebagai bahan baku genteng dan batu bata. Dengan bentuk tersebut mereka percaya manfaat humat akan lebih terasa bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan vital.

Sebagai hasil karya intelektual yang memiliki nilai ekonomis, Syam dan kawan-kawan sadar akan pentingnya mematenkan produknya. Namun ia mengaku pihaknya terbuka dengan pihak lain yang akan mempergunakan hasil karyanya, asal minta izin sehingga tidak menjadi masalah di kemudian hari.





Yang penting adalah bila anda punya ide, pertahankan ide itu hingga dia menjadi sesuatu yang luar biasa buat hidup anda. Jadi kalau anda gagal, itu bukanlah berarti anda gagal tapi ada pembelajarannya bagaimana anda menjadi orang yang sukses. Jadi



Hukum Wirausaha #7

Bangunlah Kekuatan "Bisa!"



Jangan menyerah, tumbuh perlahan-­lahan, jangan takut tertinggal.- Pepatah Cina



SYAM TELAH MEMPRAKTEKKAN "dream"-nya dengan pendekatan "bisa" (possible). Dalam wawancara di televisi, saga melihat ada dorongan yang kuat untuk melawan keterbelengguan. Dan untuk itu is selalu bertanya: "Me­ngapa tidak bisa?" la hampir selalu memulai jawabannya dengan kata "bisa!"

Cara berpikir yang demikian adalah rumus ke-2 da­lam cara berpikir wirausaha cerdas, yaitu Possibility Think­ing. Possibility Thinking-lah yang mengantarkan orang-­orang biasa berkarya besar. Bahkan mampu mengubah "anak kampung" menjadi "usahawan besar" sekelas Warren Buffet, Hendry Ford, Matsushita, Suryo Wono­wojoyo, Sudomo Salim, Ciputra, dan seterusnya.

Possibility Thinking akan meningkatkan kebiasaan seseorang (atau kemungkinan bisa/berhasil), mendorong orang lain agar juga bisa seperti Anda, membuat Anda selalu berpikir besar (dream big dreams), menghasilkan karya-karya original dan memberi Anda energi.

Bisa itu bukan sekadar impian. Dream is not just a dream. Tapi dream yang paling penting adalah dreatri action. Syam sudah menunjukkan ketika ia mendatangi para ahli, satu orang bilang bisa, dia bertanya lagi "bisa” nya itu dari apa dan bagaimana membuatnya. Terus kemudian disambung lagi dengan yang lain. "Bisa itu diapakan? Dia datang lagi ke pasar, ia mendapatkan jawaban bahwa semua itu "bisa" dan syaratnya adalah kalau tidak menimbulkan gatal dan tidak bau. Jadi kumpulan dari bisa-bisa itu karena kita action, akhirnya pintunya terbuka semua.

Ada beberapa tip yang dapat dipelajari dari karya anak muda brilian yang melihat kotoran sebagai berlian ini, yaitu:

  • Berhentilah memikirkan kernungkinan-kemungkinan negatif, seperti "tidak bisa", "tidak diakui", "gagal” dan seterusnya. Anda boleh saja tidak berpikir positif,  tetapi buanglah pikiran-pikiran jelek yang bermuara pada hal-hal negatif.

Menjauhlah dari ahli-ahli tradisional yang berpegang pada mitos. Peliharalah hubungan pada "expert” yang terbuka terhadap hal-hal baru. seperti para pekerja di kantor, para ahli juga terbagi dua, yaitu ahli "pedalaman”, yang cenderung berpikir masa lalu, rutin terikat pakem, dan malas berpikir baru, Berta ahli "pesisir" yang terbuka, mau mendengarkan dan berpikir baru.



Rangkailah mata rantai nilai

(Value Chain). Sesuatu yang baru, biasa­nya belum lengkap rantai pasoknya,, dari. hulu ke hilir, dari bahan baku ke proses.

- Rhenald Kasali



  • Rangkailah mata rantai nilai (Value Chain). Se­suatu yang baru, biasanya belum lengkap rantai pasoknya, dari hulu ke hilir, dari bahan baku ke proses. Dari produk ke pasar. Konsumen mungkin belum mengenal produk itu, merasa aneh namun bukan berarti pasarnya tidak ada.

  • Temukan inspirasi hanya dari penggagas-peng­gagas besar. Mereka itulah sumber inspirasi Anda. Mereka juga diuji oleh zaman dan lingkungan yang tidak bisa ber­pikir baru.

  • Selalu berpikir satu langkah di depan. Banyak yang dipikirkan tetapi tetap realistis,jangan buat diri Anda gila karena kelebihan gagasan dan berpikir melompat­lompat. Berpikirlah sedepa demi sedepa dan fokuslah padanya.



Dari Buku: Wirausaha Muda Mandiri Part 1: Kisah Inspiratif Anak Muda Mengalahkan Rasa Takut dan Bersahabat dengan Ketidakpastian, Menjadi Wirausaha Tangguh. Oleh: Rhenald Kasali Penerbit: Gramedia.

No comments: